3.23.2011

Kajian Tafsir II

• Hanya kepada Engkaulah kami beribadah dan hanya kepada Engkaulah kamo memohon pertolongan.
1. Iyyaka merupakan objek yang didahulukan untuk tujuan pembatasan, supaya tujuan pembicara terfokus pada apa yang hendak diutarakan.
2. Sebagian ulama mengatakan bahwa al-Fatihah adalah rahasia al-Qur’an dan ‘Iyyaka na’budu wa iyyaka nasta’in’ adalah rahasia al-Fatihah.
3. ‘Hanya kepada Engkaulah kami kami beribadah’ merupakan penyucian dari kemusyrikan.
4. ‘Hanya kepada Engkaulah kami memohon pertolongan’ merupakan penyucian dari usaha dan kekuatan, lalu menyerahkan semuanya kepada Allah swt.
5. Iyyaka na’budu didahulukan daripada iyyaka nasta’in, karena ibadah merupakan tujuan, sedangkan permintaan tolong merupakan sarana untuk mencapai ibadah.

• Tunjukkanlah kami ke jalan yang lurus.
1. Setelah menyampaikan pujian kepada yang Diminta, maka layaklah untuk melanjutkannya dengan permintaan.
2. Ayat ini mengandung dalil yang menganjurkan ber-tawassul dengan sifat-sifat yang tinggi dan amal saleh.
3. Hampir seluruh doa di dalam al-Qur’an diawali dengan tawassul kepada Allah swt dalam beragam bentuk.
4. Kisah Dzannun yang ditelan ikan, ia berdoa dengan mengesakan Allah dan mengakui dosanya yang telah mendzalimi dirinya sendiri.
5. Taubat merupakan salah satu induk amal saleh yang diterima Allah sebagai sarana untuk meraih maghfirah.
6. Seperti kisah Adam dan Hawa tatkala keduanya melakukan pelanggaran (QS. Al-A’raf: 23).
7. Lihat juga (QS. Ali Imran: 193)

• (Yaitu) jalan orang-orang yang telah Engkau anugerahkan nikmat kepada mereka, bukan (jalan) mereka yang dimurkai dan bukan (pula jalan) mereka yang sesat.
• Orang yang diberi nikmat seperti yang dituturkan di surat An-Nisa: 69-70.
• Orang yang dimurkai (Yahudi) dan orang yang Sesat (Nasrani)
• Jalan orang yang beriman mencakup pengetahuan akan kebenaran dan pengamalan. Sementara kaum Yahudi tidak memiliki amal dan kaum Nasrani tidak memiliki pengetahuan.
• Sifat Yahudi yanag paling khusus adalah kemurkaan (QS. Al-Maidah: 60).
• Sifat Nasrani paling khusus adalah kesesatan (QS. Al-Maidah: 77).
• Perhatikan surat al-Kahfi: 17, al-A’raf: 186, Ali Imran: 7, Yunus: 88-89.


Wallahu Musta’an

3.21.2011

Kajian Tafsir I

• Surat ke-1: “Al-Fatihah” (Surat Makiyah, 7 Ayat, Diturunkan setelah Surat al-Mudatsir)
• Al-Fatihah dinamai dengan Fatihatul Kitab, Ummul Kitab, Ummul Qur’an, Sab’ul Matsani, Al-Qur’anul ‘Adzhim, al-Hamdu, Shalat, asy-syifa, ar-Ruqyah, Asasul Qur’an, al-Waqiyah (penjagaan), al-Kafiyah (yang mencukupi).
• Al-Fatihah turun di Mekah menurut Ibnu Abbas, Qatadah, dan Abu al-Aliyah. Lihat QS. Al-Hijr: 87. Allah fardhukan shalat di periode Mekah.

• Keutamaan Al-Fatihah:
1. Surat yang tidak ada yang serupa dengannya di dalam Taurat, Injil, dan Zabur (HR Tirmidzi dari Ubai bin Ka’ab ra).
2. Dibukanya pintu langit untuk menurunkan surat Al-Fatihah. (HR Muslim dari Ibnu Abbas ra)
3. Surat yang tidak sah sholat jika tidak dibaca. (HR Muslim dari Abu Hurairah ra)

• Hukum membaca al-Fatihah dalam shalat. (Bab ini insya Allah akan dibahas khusus dalam Kajian Fiqih).

• Tafsir Ta’awudz dan Hukum-Hukumnya:
1. Lihat QS. al-A’raf: 200, an-Nahl: 98-100
2. Menurut pendapat yang masyhur dan dipegang oleh mayoritas ulama mengatakan bahwa ta’awudz diucapkan sebelum membaca guna menyingkirkan gangguan.
3. Manfaat ta’awudz adalah untuk menyucikan mulut dari perkataan sia-sia dan buruk yang biasa dilakukannya dan untuk mengharumkannya.
4. Ta’awudz digunakan untuk membaca firman Allah
5. Ta’awudz berarti meminta perlindungan kepada Allah dan sebagai pengakuan atas kekuasaan-Nya, kelemahan hamba, dan ketidakberdayaannya dalam melawan musuh yang nyata, namun bersifat batiniyah, dan tidak ada yang kuasa untuk menolak dan mengusirnya kecuali Allah sebagai Zat yang telah menciptakannya.
6. Syaithan (setan) terambil dari syathana ‘bila dia menjauh’. Setan itu jauh dari segala kebaikan karena tabiat dan kefasikannya. Sedangkan ar-rajim artinya setan itu dirajam dan diusir dari segala kebaikan.

• Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.
1. Memulai membaca al-Fatihah ini dengan menyebut nama Allah. Setiap pekerjaan yang baik, hendaknya dimulai dengan menyebut asma Allah, seperti makan, minum, menyembelih hewan dan sebagainya. Allah ialah nama zat yang Maha Suci, yang berhak disembah dengan sebenar-benarnya, yang tidak membutuhkan makhluk-Nya, tapi makhluk yang membutuhkan-Nya.
2. Ar Rahmaan (Maha Pemurah): salah satu nama Allah yang memberi pengertian bahwa Allah melimpahkan karunia-Nya kepada makhluk-Nya.
3. Ar Rahiim (Maha Penyayang) memberi pengertian bahwa Allah senantiasa bersifat rahmah yang menyebabkan Dia selalu melimpahkan rahmat-Nya kepada makhluk-Nya.
4. Bismillahirrahmanirrahim adalah pemisah antar surat. (HR Abu Daud dari Ibnu Abbas ra)
5. Keutamaan Basmalah:
a. Basmalah merupakan salah satu nama Allah. (HR. Ibn Abi Hatim dari Utsman bin Affan ra)
b. Membaca basmalah akan menyelamatkan dari neraka zabaniyah yang berjumlah 19. Setiap hurufnya menjadi benteng bagi si pembaca dari zabaniyah. (HR Waki’ dari Ibnu Mas’ud ra)
c. Perkara yang pertama kali diturunkan Allah melalui Jibril adalah ucapan ta’awudz dan basmalah. (HR Bisyyir bin Imarah dari Ibnu Abbas ra)
d. Mengucapkan basmalah akan membuat setan mengecil seperti lalat. (HR Khalid al-Hadza dari al-Hujaimi, dari Abu Malih bin Usamah bin Umair, dari ayahnya ra)
e. Disunnahkan membaca basmalah ketika masuk WC, memulai wudhu, makan, dan menyembelih. Khusus untuk menyembelih, sebagian ulama mewajibkannya. Disunnahkan pula saat hendak berjimak, Rasulullah saw. Bersabda: Apabila kamu hendak mencampuri istrimu, maka katakanlah, “Dengan nama Allah. Ya Allah, jauhkanlah kami dari setan dan jauhkan setan dari apa yang Engkau anugerahkan kepada kami.” Jika Allah menakdirkan anak melalui hubungan keduanya, maka anak itu tidak akan diganggu setan selamanya.” (HR Bukhari dan Muslim dari Ibnu Abbas ra)
f. Kata Allah merupakan lambang untuk Rabb, yakni nama Rabb yang Mahasuci dan Mahatinggi. Pendapat lain mengatakan bahwa Allah sebagai ismul a’zham karena Allah disifati oleh seluruh sifat. Lihat QS. Al-Hasyr: 22-24
g. Rasulullah saw bersabda: “Sesungguhnya Allah memiliki 99 nama seratus kurang satu. Barangsiapa yang menghitungnya, maka dia masuk surga.” (HR Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah ra)
h. Ar-Rahman ar-Rahim merupakan dua nama yang diambil dari kata ar-rahmah, dan bentuk kedua kata itu menunjukkan makna “sangat”.

• Segala puji kepunyaan Allah, Rabb semesta alam
1. “Segala puji kepunyaan Allah,” yakni rasa syukur hanya dipersembahkan kepada Allah semata, bukan kepada perkara yang disembah selain Dia.
2. “Alif” dan “lam” pada al-hamdu mencakup segala jenis dan ragam pujian itu kepunyaan Allah.
3. “Rabb semesta alam.” Ar-Rabb artinya Zat Yang Memiliki dan Mengelola. Kata Rabb hanya boleh digunakan untuk Allah Yang Mahamulia lagi Mahatinggi, kecuali di-idzafatkan seperti rabbuddar (pemilik dan pengelola rumah).
4. Al-‘aalamin adalah jamak dari ‘aalam yang berarti segala yang ada selain Allah. Maka dikenallah istilah alam manusia, alam jin, dan alam malaikat.

• Maha Pemurah lagi Maha Penyayang
1. Ar-rahman berarti Allah merahmati penghuni dunia dan akhirat, dan Ar-Rahim berarti pemberian rahmat Allah kepada kaum mukmin semata pada hari kiamat. Sesungguhnya Allah merahmati orang-orang yang beriman dan kafir secara sama ketika di dunia, yang berkaitan dengan penghidupan, sarana kehidupan, dan beban kehidupan.
2. Rahmat Allah di dunia bersifat universal. Jika rahmat itu tidak menyeluruh maka sarana taklif tidak akan sempurna. Sarana itu berupa penganugerahan nikmat akal, dengan nikmat ini maka sempurnalah taklif (pembebanan tugas) di dunia, dan di atas dasar anugerah rahmat itulah ber-langsungnya hisab di akhirat.
3. Imam Ibnu Jarir berkata, “Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang”, yaitu Maha Pemurah kepada seluruh makhluk dan Maha Penyayang kepada kaum mukmin.
4. Imam Al-Qurthubi berkata, “Allah menyifati diri-Nya denga Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang setelah kata “Rabb semesta alam”, tiada lain kecuali untuk menyenangkan setelah Dia mempertakuti. Lihat QS al-Hijr: 49-50.
5. Ar-Rahman dan Ar-Rahim, adalah nama yang manusia tidak boleh menggunakannya dan tidak boleh seorang pun mengambilnya untuk nama, sebab ia merupakan nama yang hanya dimiliki Allah.

• Yang memiliki hari pembalasan
1. Penyandaran Allah kepada hari akhirat disebabkan di sana tidak ada siapa pun selain-Nya yang mengklaim akhirat sebagai miliknya dan tiada seorang pun yang dapat berbicara melainkan dengan izin-Nya. Lihat Qs An-Naba’: 38.
2. Hari pembalasan, yaitu hari perhitungan bagi makhluk, yaitu hari kiamat. Mereka dibalas menurut amalnya.

Kajian Aqidah I

MA’RIFATUL ISLAM

• Allah Swt berfirman: “Sesungguhnya agama yang diterima di sisi Allah adalah Islam”(Q.S Ali ‘Imran:16)
• Definisi agama
Agama adalah apa-apa yang telah ditentukan dalam kitab-Nya yang bijaksana dan sunnah Nabi-Nya yang shahih, baik berupa perintah, larangan maupun petunjuk untuk kemaslahatan manusia di dunia dan di akhirat.
• Agama Islam telah sempurna, tidak perlu ditambah atau dikurang;
Allah Swt berfirman: “ …. Pada hari ini aku telah sempurnakan untukmu agamamu, dan aku telah cukupkan nikmat-Ku untukmu, serta telah Aku ridhai Islam sebagai agamamu….”(Q.S al-Maidah:3)
• Imam Malik bin Anas berkata: “ siapa mengada-ada suatu bid’ah dalam Islam serta memandangnya baik-sungguh ia telah mengira, menyangka bahwa Muhammad telah mengkhianati Risalahnya, karena Allah Swt telah berfirman; pada hari ini Aku telah sempurnakan untukmu agamamu….”. maka apa-apa yang saat itu (zaman Nabi) bukan agama, saat ini pun tetap bukan agama.
• Rasulullah Saw bersabda; “ Aku tidak meninggalkan sesuatupun yang dapat mendekatkan dirimu kepada Allah Swt, melainkan telah aku perintahkan kepadamu, (demikian pula) aku tiada meninggalkan sesuatu yang dapat menjauhkanmu dari Allah, melainkan aku telah melarangmu darinya” (H.R Tabharani)
• Perbedaan prinsip dalam urusan agama dan dunia.
Dari Anas ra telah berkata, telah bersabda Rasulullah Saw; “ Apabila ada sesuatu urusan duniamu, maka kamu lebih mengetahui. Dan apabila ada urusan agama, maka kembalikanlah padaku.” (H.R Ahmad)
• Acuan dalam ibadah
Bukan rujuk kepada guru, atau madzhab, tidak pula kepada tempat/akal dan perasaan atau tradisi.
• Definisi ibadah
ibadah ialah mendekatkan (diri) kepada Allah Swt, dengan cara mengerjakan perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya, serta beramal sesuai dengan kewenangan izin syara’.
• Prinsip dalam beribadah
• Prinsip dasar dalam beribadah ialah menangguhkan dan mengikuti contoh. Ungkapan lain mengatakan prinsip dasar dalam ibadah adalah batal, sampai ada dalil yang memerintahkan keberadaannya.
• Prinsip asal/dasar dalam urusan keduniaan adalah boleh, dan pada ungkapan lain; asal dalam ‘aqad muamalah (jual beli) adalah boleh, kecuali ada dalil/keterangan yang melarang (al-Bayan hal. 230)
• Pada asalnya dalam beribadah itu tidak dapat dipahami oleh aqal (sebab-sebabnya), sedangkan dalam adat kebiasaan dapat dipahami akal.
• Agama tidak bisa bertitik tolak dari akal
Dari Ali ra, ia berkata; “kalaulah agama itu berasal dari akal, pasti mengusap bagian bawah sepatu akan lebih utama dari pada mengusap bagian atasnya. Tapi sungguh aku melihat Rasulullah mengusap sepatu bagian atasnya.” (HR. Abu Daud)

Kajian Fiqih Ibadah II

• Hadits 1: “Dari Hudzaifah bin Al-Yaman Radhiyallahu anhu ia berkata, “Rasulullah saw bersabda, “Janganlah kamu minum dalam bejana emas dan perak, dan janganlah makan pada piring (yang terbuat dari) keduanya, Karena sesungguhnya (bejana atau piring emas dan perak itu) adalah bagi mereka (orang-orang musyrik) di dunia dan bagi kamu di akhirat.” (Muttafaq Alaih)
• Imam An-Nawawi berkata, “Sesungguhnya telah terjadi ijma’ atas haramnya makan dan minum pada keduanya.”
• Terjadi perbedaan mengenai illatnya. Ada yang mengatakan karena sombong, dan yang lain mengatakan karena terbuat dari emas dan perak.
• Diperbolehkan menggunakan emas dan perak pada tempat lain selain tempat makan dan minum. Kecuali cincin bagi laki-laki
• Hadits ini menurut madzhab penulisnya menunjukkan keharaman berwudhu dengan menggunakan bejana dari emas atau perak.

• Hadits 2: “Dari Ummi Salamah Radhiyallahu Anha ia berkata, “Rasulullah saw bersabda, “Sesungguhnya orang yang minum dalam bejana perak, dia telah memasukkan api jahannam ke dalam perutnya.” (Muttafaq Alaih)

• Hadits 3: “Dari Ibnu Abbas Radhiyallahu Anhu ia berkata, “Rasulullah saw bersabda, “Apabila kulit disamak, maka ia telah suci.” (HR. Muslim)
• Hadits ini adalah dalil bahwa sucinya kulit yang disamak, kecuali babi.

• Hadits 4: “Dari Salamah bin Al-Muhabbiq Radhiyallahu Anhu ia berkata, “Telah bersabda Rasulullah saw, “Dengan menyamak kulit bangkai, maka dapat mensucikannya.” (HR. Ibnu Hibban)

• Hadits 5: “Dari Maimunah Radhiyallahu Anhu ia berkata, “Rasulullah saw melewati seekor kambing yang mereka seret, maka beliau bersabda, “Bagaimana jika kalian mengambil kulitnya? Mereka menjawab, “Sesungguhnya ia telah menjadi bangkai,” Maka beliau bersabda, “(bangkai itu) dapat disucikan dengan air dan menyamaknya.” (HR. Abu Dawud dan An-Nasa’i)

• Hadits 6: “Dari Abu Tsa’labah Al-Khusyaini Radhiyallahu Anhu ia berkata, “Aku bertanya, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya kami berada pada negeri Ahli Kitab, bolehkah kami makan pada bejana mereka?” Beliau menjawab, “Janganlah kamu makan padanya, kecuali jika kalian tidak mendapatkan yang lain, maka cucilah (bejana mereka) kemudian makanlah padanya.” (Muttafaq Alaih)
• Terdapat beberapa pendapat terkait bejana Ahli Kitab:
1. Najisnya bejana Ahli Kitab, berdasarkan dzahirnya firman Allah Ta’ala, “Sesungguhnya orang-orang yang musyrik itu najis.” (QS. At-Taubah: 28)
2. Sucinya makanan Ahli Kitab: “Makanan (sembelihan) orang-orang yang diberikan Al-Kitab itu halal bagimu, dan makanan kamu halal baginya.” (QS. Al-Maidah: 5)
• “Sesungguhnya kami hidup di sekitar Ahli Kitab dan mereka memasak babi dalam panci mereka, minum khamar dalam bejana mereka, maka Rasulullah saw, “Jika kalian mendapatkan yang lainnya.” (HR. Abu Dawud)

• Hadits 7: “Dari Imran bin Hushain Radhiyallahu Anhu bahwa Rasulullah saw bersama para sahabatnya berwudhu dari bejana seorang perempuan musyrik.” (Muttafaq Alaih)
• Hadits ini menunjukkan sucinya bejana kaum musyrikin dan sucinya kulit bangkai dengan disamak. Karena kedua tempat bekal tersebut terbuat dari kulit hewan sembelihan orang musyrik, sedang sembelihan mereka adalah bangkai.

• Hadits 8: “Dari Anas bin Malik Radhiyallahu Anhu, bahwa gelas Rasulullah saw pecah, lalu beliau menempelkan pada tempat yang retak itu sambungan dari perak.” (HR. Al-Bukhari)
• Hadits tersebut menunjukkan dibolehkannya menambal bejana dengan perak.



Catatan:

1. As-Sab’ah adalah Imam Ahmad, Al-Bukhari, Muslim, Abu Dawud, At-Tirmidzi, An-Nasa’i dan Ibnu Majah
2. As-Sittah adalah perawi yang enam selain Ahmad
3. Al-khamsah adalah perawi yang lima selain Al-Bukhari dan Muslim
4. Al-Arba’ah adalah perawi yang empat selain Al-Bukhari, Muslim dan Ahmad
5. Ats-Tsalatsah adalah perawi yang tiga, yaitu Abu Dawud, At-Tirmidzi dan An-Nasa’i
6. Muttafaq Alaih adalah Al-Bukhari dan Muslim

Kajian Fiqih Ibadah I

• Hadits 3: “Dari An-Nawas bin Sam’an Radiyallahu Anhu berkata, “Aku bertanya kepada Rasulullah saw tentang kebaikan dan dosa, beliau bersabda, “Kebaikan itu adalah akhlak yang baik dan kejahatan itu adalah sesuatu yang mengganjal dalam hatimu dan engkau tidak suka orang lain mengetahuinya.” (HR. Muslim)
• Kebaikan adalah watak/ karakter dan upaya untuk berakhlak baik dan menjadi contoh buat orang lain.
• Akhlak mulia terkumpul dalam sabda Nabi saw: “Menunjukkan wajah yang berseri, menahan diri agar tidak menyinggung orang lain dan berusaha berbuat baik merupakan akhlak yang mulia.” (HR. Bukhari)
• Dosa adalah sesuatu yang mengganjal dalam pikiran, perasaan ragu untuk melakukan atau meninggalkannya. Lebih utama meninggalkan sesuatu yang meragukan, sebagaimana sabda Nabi saw: “Tinggalkan apa yang engkau ragukan dan kerjakan apa yang engkau tidak ragu.” (HR. Bukhari)
• Hadits ini membuktikan bahwa Allah swt telah menanamkan fitrah pada manusia sehingga dapat membedakan perkara yang tidak halal dan yang tercela untuk dilakukan.

• Hadits 4: “Dari Abdullah bin Mas’ud Radiyallahu Anhu berkata, “Rasulullah saw bersabda, “Jika kalian bertiga maka janganlah dua orang berbisik tanpa menyertakan yang satunya. Sampai kalian bergabung dengan orang-orang, karena yang demikian itu dapat membuatnya bersedih.” (Muttafaq Alaih)
• Hadits ini tidak terkait dengan larangan yang ditujukan kepada orang Yahudi dalam surat Al-Mujadilah: “Apakah tidak kamu perhatikan orang-orang yang telah dilarang mengadakan pembicaraan rahasia.” (QS. Al-Mujadilah: 8)

• Hadits 5: “Dari Abdullah bin Umar Radiyallahu Anhuma berkata, “Rasulullah saw bersabda, “Janganlah seseorang mengusir orang lain dari tempat duduknya lalu ia duduk di situ. Akan tetapi hendaklah ia katakan: Berilah kelapangan dan berilah kelonggaran.” (Muttafaq Alaih)
• Dalam hadits lain Rasululah saw bersabda: “Barangsiapa bangkit dari majlisnya kemudian ia kembali, maka ia lebih berhak untuk menempati tempat tersebut.” (HR. Muslim)

• Hadits 6: “Dari Abdullah bin Abbas Radiyallahu Anhuma berkata, “Rasulullah saw bersabda, “Jika seseorang dari kalian makan, maka janganlah ia membasuh tangannya sebelum ia menjilatinya atau dijilat oleh orang lain.” (Muttafaq Alaih)
• Hadits ini menunjukkan wajibnya untuk menjilati jari sendiri atau dijilat oleh orang lain. Karena kita tidak tahu dimana letak keberkahan pada makanan tersebut. Bahkan Nabi saw memerintahkan piringnya untuk dijilati, lantas beliau berkata: “Kalian tidak tahu dimana letak keberkahannya.”
• Rasulullah saw bersabda: “Jika makanan salah seorang dari kamu jatuh maka hendaklah ia membuang kotoran yang menempel padanya lalu makanlah, janganlah ia membiarkannya dimakan oleh setan.”
• Rasulullah makan dengan tiga jari

• Hadits 7: “Dari Abu Hurairah Radiyallahu Anhu berkata, “Rasulullah saw bersabda, “Janganlah kamu mendahului memberi salam kepada orang Yahudi atau Nasrani. Dan apabila kamu bertemu maka desaklah mereka ke jalan yang paling sempit.” (HR. Muslim)
• Nabi saw bersabda: “Apabila ahli kitab mengucapkan salam kepadamu maka jawablah: wa’alaikum. Jika mereka mengatakan as-saamu ‘alaika maka jawablah: wa’alaika.” (HR. Muslim)
• Mendesak ke tempat yang sempit dimaknai secara majazi bahwa kita jangan sampai membiarkan mereka bebas menganggu dan merupaya merusak umat Islam.

• Hadits 8: “Dari Abu Hurairah Radiyallahu Anhu berkata, “Rasulullah saw bersabda, “Apabila kalian memakai sandal, mulailah dengan yang kanan. Dan apabila melepasnya, mulailah dengan yang kiri. Hendaklah yang kanan paling pertama dipakai dan yang terakhir dilepas.” (Muttafaq Alaih)
• Nabi saw juga bersabda: “Janganlah kalian berjalan dengan memakai sandal sebelah. Tapi hendaklah ia pakai keduanya atau ia lepas keduanya.” (Muttafaq Alaih)

Kajian Akhlaq II

• Hadits 3: “Dari An-Nawas bin Sam’an Radiyallahu Anhu berkata, “Aku bertanya kepada Rasulullah saw tentang kebaikan dan dosa, beliau bersabda, “Kebaikan itu adalah akhlak yang baik dan kejahatan itu adalah sesuatu yang mengganjal dalam hatimu dan engkau tidak suka orang lain mengetahuinya.” (HR. Muslim)
• Kebaikan adalah watak/ karakter dan upaya untuk berakhlak baik dan menjadi contoh buat orang lain.
• Akhlak mulia terkumpul dalam sabda Nabi saw: “Menunjukkan wajah yang berseri, menahan diri agar tidak menyinggung orang lain dan berusaha berbuat baik merupakan akhlak yang mulia.” (HR. Bukhari)
• Dosa adalah sesuatu yang mengganjal dalam pikiran, perasaan ragu untuk melakukan atau meninggalkannya. Lebih utama meninggalkan sesuatu yang meragukan, sebagaimana sabda Nabi saw: “Tinggalkan apa yang engkau ragukan dan kerjakan apa yang engkau tidak ragu.” (HR. Bukhari)
• Hadits ini membuktikan bahwa Allah swt telah menanamkan fitrah pada manusia sehingga dapat membedakan perkara yang tidak halal dan yang tercela untuk dilakukan.


• Hadits 4: “Dari Abdullah bin Mas’ud Radiyallahu Anhu berkata, “Rasulullah saw bersabda, “Jika kalian bertiga maka janganlah dua orang berbisik tanpa menyertakan yang satunya. Sampai kalian bergabung dengan orang-orang, karena yang demikian itu dapat membuatnya bersedih.” (Muttafaq Alaih)
• Hadits ini tidak terkait dengan larangan yang ditujukan kepada orang Yahudi dalam surat Al-Mujadilah: “Apakah tidak kamu perhatikan orang-orang yang telah dilarang mengadakan pembicaraan rahasia.” (QS. Al-Mujadilah: 8)

• Hadits 5: “Dari Abdullah bin Umar Radiyallahu Anhuma berkata, “Rasulullah saw bersabda, “Janganlah seseorang mengusir orang lain dari tempat duduknya lalu ia duduk di situ. Akan tetapi hendaklah ia katakan: Berilah kelapangan dan berilah kelonggaran.” (Muttafaq Alaih)
• Dalam hadits lain Rasululah saw bersabda: “Barangsiapa bangkit dari majlisnya kemudian ia kembali, maka ia lebih berhak untuk menempati tempat tersebut.” (HR. Muslim)


• Hadits 6: “Dari Abdullah bin Abbas Radiyallahu Anhuma berkata, “Rasulullah saw bersabda, “Jika seseorang dari kalian makan, maka janganlah ia




membasuh tangannya sebelum ia menjilatinya atau dijilat oleh orang lain.” (Muttafaq Alaih)
• Hadits ini menunjukkan wajibnya untuk menjilati jari sendiri atau dijilat oleh orang lain. Karena kita tidak tahu dimana letak keberkahan pada makanan tersebut. Bahkan Nabi saw memerintahkan piringnya untuk dijilati, lantas beliau berkata: “Kalian tidak tahu dimana letak keberkahannya.”
• Rasulullah saw bersabda: “Jika makanan salah seorang dari kamu jatuh maka hendaklah ia membuang kotoran yang menempel padanya lalu makanlah, janganlah ia membiarkannya dimakan oleh setan.”
• Rasulullah makan dengan tiga jari

• Hadits 7: “Dari Abu Hurairah Radiyallahu Anhu berkata, “Rasulullah saw bersabda, “Janganlah kamu mendahului memberi salam kepada orang Yahudi atau Nasrani. Dan apabila kamu bertemu maka desaklah mereka ke jalan yang paling sempit.” (HR. Muslim)
• Nabi saw bersabda: “Apabila ahli kitab mengucapkan salam kepadamu maka jawablah: wa’alaikum. Jika mereka mengatakan as-saamu ‘alaika maka jawablah: wa’alaika.” (HR. Muslim)
• Mendesak ke tempat yang sempit dimaknai secara majazi bahwa kita jangan sampai membiarkan mereka bebas menganggu dan merupaya merusak umat Islam.

• Hadits 8: “Dari Abu Hurairah Radiyallahu Anhu berkata, “Rasulullah saw bersabda, “Apabila kalian memakai sandal, mulailah dengan yang kanan. Dan apabila melepasnya, mulailah dengan yang kiri. Hendaklah yang kanan paling pertama dipakai dan yang terakhir dilepas.” (Muttafaq Alaih)
• Nabi saw juga bersabda: “Janganlah kalian berjalan dengan memakai sandal sebelah. Tapi hendaklah ia pakai keduanya atau ia lepas keduanya.” (Muttafaq Alaih)

Kajian Akhlaq I

• Jaami’ yaitu yang merangkum masalah-masalah adab, akhlaq, kebaikan, hubungan silaturahim, zuhud, wara’, dzikir dan doa.

BAB ADAB (ETIKA)

• HADITS I; “Dari Abu Hurairah ra berkata, “Rasulullah saw bersabda, “Hak seorang muslim atas muslim yang lain ada enam: apabila engkau bertemu dengannya hendaklah engkau memberikan salam kepadanya, apabila ia mengundangmu hendaklah engkau penuhi undangannya, apabila ia meminta nasihat kepadamu hendaklah engkau menasihatinya, apabila ia bersin lalu mengucapkan alhamdulillah hendaklah engkau mendoakannya, apabila ia sakit hendaklah engkau menjenguknya, dan apabila ia mati hendaklah engkau mengiringi jenazahnya.” (HR. Muslim)
• Yang dimaksud dengan hak disini adalah sesuatu yang tidak pantas untuk ditinggalkan dan hukumnya berbeda-beda, boleh jadi wajib atau sunnah muakkad yang hampir sederajat dengan hukum wajib.
• Mengucapkan salam ketika bertemu: Perintah disini menunjukkan wajib hukumnya mengucapkan salam. Namun Ibnu Abdil Barr dan ulama-ulama lain menyebut salam hukumnya sunnah dan menjawab salam hukumnya wajib.
• Perintah menyebarkan salam merupakan sebab timbulnya rasa kasih sayang. (HR. Muslim)
• As-Salam adalah salah satu dari nama Allah Ta’ala yaitu penyelamat.
• Adab-adab salam: yang muda kepada yang tua, yang berjalan kepada yang duduk, yang berkendaraan kepada yang berjalan, rombongan yang sedikit kepada rombongan yang banyak (cukup diwakili satu orang).
• Para sahabat apabila sedang berjalan bersama sekalipun kemudian terpisah oleh tembok atau pohon lalu bertemu kembali mereka mengucapkan salam. (HR. Abu Dawud)
• Apabila ia mengundangmu hendaklah engkau penuhi undangannya: Memenuhi undangan hukumnya sunnah kecuali undangan walimah yang hukumnya wajib.
• Apabila ia meminta nasehat kepadamu hendaklah engkau menasihatinya: Hal ini termasuk larangan kita memanipulasi keterangan.
• Hal ini termasuk ke dalam bagian kewajiban untuk amar ma’ruf nahi munkar.
• Apabia ia bersin lalu mengucapkan alhamdulillah hendaklah engkau mendoakannya: Hadits ini menunjukkan wajibnya menjawab orang bersin yang mengucapkan tahmid.
• Rasulullah saw bersabda; “Apabila salah seorang dari kalian bersin, hendaklah mengucapkan: “alhamdulillah,” dan hendaklah saudara atau temannya menjawabnya dengan ucapan: “yarhamukallah,” jika temannya tersebut mengatakan “yarhamukallah,” hendaklah ia menjawabnya dengan ucapan “yahdikumullahu wa yuslihu baalakum.” (HR. Bukhari)
• Kisah Abu Dawud dan surga seharga satu dirham
• Rasulullah saw bersabda: “Apabila salah seorang kalian bersin, hendaklah ia letakkan kedua telapak tangannya di wajahnya agar ia meredam suaranya.” (Hadits hasan, shahih Al-Jami’: 685)
• Rasulullah saw bersabda: “Apabila salah seorang kalian bersin, hendaklah orang yang satu majelis dengannya mengucapkan tasymit. Jika bersinnya lebih dari tiga kali berarti orang tersebut sedang flu. Lebih dari tiga kali tidak perlu diucapkan tasymit.” (HR. Abi Dawud)
• Hadits ini menunjukkan betapa besar anugerah nikmat Allah kepada hamba-Nya, dengan bersin seseorang dapat merasakan nikmat dan manfaat dengan keluarnya uap yang terhenti di otak.
• Apabila ia sakit hendaklah engkau menjenguknya: Pendapat jumhur ulama mengatakan menjenguk orang sakit hukumnya sunnah baik kenal maupun tidak.
• Apabila ia meninggal maka antarkanlah jenazahnya: Hadits ini menunjukkan wajib hukumnya mengiringi jenazah muslim baik kenal ataupun tidak.

• HADITS 2: “Dari Abu Hurairah ra ia berkata, “Rasulullah saw bersabda, “Lihatlah kepada orang yang keadaannya di bawahmu dan janganlah engkau melihat orang yang keadaannya di atasmu, karena yang demikian itu lebih patut, sehingga engkau tidak menganggap kecil nikmat Allah yang diberikan kepadamu.” (Muttafaq Alaih)
• Hadits ini menganjurkan seorang hamba agar senantiasa mensyukuri nikmat Allah Ta’ala.
• Maksud orang yang ada di bawahmu adalah dalam urusan dunia sementara dalam urusan agama justru harus melihat ke atas, yaitu kepada orang yang memiliki kualitas agama yang lebih tinggi.
• Itsar (mendahulukan orang lain) dalam urusan dunia dianjurkan dan itsar dalam urusan ibadah hukumnya makruh.
• Nikmat akan ditambah apabila disyukuri sebaliknya nikmat akan menjadi azab apabila dikufuri. (Qs. Ibrahim 14: 7)


Catatan:

1. As-Sab’ah adalah Imam Ahmad, Al-Bukhari, Muslim, Abu Dawud, At-Tirmidzi, An-Nasa’i dan Ibnu Majah
2. As-Sittah adalah perawi yang enam selain Ahmad
3. Al-khamsah adalah perawi yang lima selain Al-Bukhari dan Muslim
4. Al-Arba’ah adalah perawi yang empat selain Al-Bukhari, Muslim dan Ahmad
5. Ats-Tsalatsah adalah perawi yang tiga, yaitu Abu Dawud, At-Tirmidzi dan An-Nasa’i
6. Muttafaq Alaih adalah Al-Bukhari dan Muslim

3.16.2011

DAGELAN BOM ULIL

Sebelumnya, saya menyampaikan duka cita dan ikut prihatin atas insiden bom yang terjadi di markas Komunitas Utan Kayu, tanggal 15 Maret 2011 kemarin. Ikut berduka juga buat pak polisi yang menjadi korban. Semoga dapat tabah dan cepat sembuh.

Siapapun pelaku pemboman ini, dia pastilah seorang yang sangat biadab dan perlu kita doakan agar dia segera bertaubat dan menyadari kesalahannya. Melakukan teror dengan alasan dan latar belakang apapun merupakan tindakan yang sangat keji!

Namun terlepas dari hal di atas, saya ingin menyampaikan beberapa analisis yang sempat beredar di masyarakat (khususnya di internet) mengenai dugaan "siapa sebenarnya pelaku bom ini".

1. Kelompok Islam garis keras

Alasannya: Selama ini yang rajin memusuhi Ulil dan Islam Liberal adalah kalangan "Islam garis keras". Apalagi (kutipan dari detik.com):
Kutipan:
Buku itu berjudul 'Mereka Harus Dibunuh karena Dosa-dosa Mereka terhadap Islam dan Kaum Muslimin' setebal 412 halaman.

Paket itu dilengkapi selembar surat untuk Ulil berisi permintaan memberikan kata pengantar buku dan interview. Pengirimnya adalah Drs Sulaiman Azhar, Lc, nomor telepon 08132220579, beralamat di Jalan Bahagia Gg Pancer No 29 Ciomas, Bogor.

Nama pengirim, judul buku, dan gelar orang ini (LC) membuat kita langsung mengasosiasikannya dengan "kelompok Islam garis keras".

Analisis: Kalau dilihat dari ciri-ciri bomnya, memang dugaan ini kuat. Tapi hei... coba kita berpikir jernih:

- Apa tidak aneh jika ada pengirim bom yang menyertakan identitas dirinya dengan jelas dan lengkap?

- Kalaupun benar pengirim bom ini adalah dari kalangan "Islam garis keras", mengapa mereka dengan amat jujur memperlihatkan tanda-tandanya lewat paket buku yang berisi bom tersebut?

Dari analisis ini, saya TIDAK PERCAYA bahwa dalang bom ini adalah dari kalangan "Islam garis keras". Saya lebih percaya bahwa ini adalah sebuah fitnah yang ditujukan kepada umat Islam.

2. Lawan Politik Ulil

Alasan: Hal ini disampaikan sendiri oleh Ulil. Coba baca di sini dan di sini.

Kutipannya:
Kutipan:
Ulil mengatakan, teror seperti ini tak pernah diterima saat dia aktif dalam JIL. Dia menduga teror ini ada sejak dia aktif berpolitik di Partai Demokrat. "Ini teror pertama kali, dan mengapa baru sekarang. Saya menganggap tak ada kaitannya dengan dulu (di JIL), tapi kegiatan sekarang lebih banyak di politik," ujar Ulil. Dulu waktu di JIL belum pernah," dia melanjutkan.

Ulil pun menduga, teror muncul sejak dia mulai bersuara dalam isu-isu sensitif. "Misalnya reshuffle," jelas Ulil.


Analisis: Menurut saya, ini adalah argumen yang sangat lucu. Coba kita pikirkan:
Selama isu reshuffle kabinet beredar, parpol yang diperkirakan akan menjadi "korban" adalah Gorkar dan PKS. Kita juga tentu ingat, dalam sejumlah wawancara dengan wartawan, Ulil menyampaikan dengan AMAT JELAS bahwa yang akan didepak adalah para menteri dari PKS.

Jadi dari komentar Ulil di atas, dia sebenarnya secara tidak langsung mengatakan bahwa pelaku bom Utan Kayu ini adalah politisi PKS.

Sampai di sini, kita mungkin masih bisa menerima secara logika. "Ya, bisa saja ada politisi PKS yang sakit hati pada Ulil soal reshuffle itu."

Tapi hei... coba pikirkan lagi:
Reshuffle kan tidak jadi. Artinya bila kita bicara soal "menang dan kalah", dalam hal ini PKS sebenarnya menang dan Ulil kalah.

Pertanyaan saya:
Apa masuk akal bila sang pemenang mengirim bom kepada yang kalah???

Bukanlah lebih masuk akal bila pihak kalah (Ulil) yang mengirim bom kepada yang menang (PKS)????

3. Pengalihan Isu Wikileaks

Alasan: Selama ini setiap kali ada kasus seputar istana yang mandeg dan tak terpecahkan, biasanya segera muncul isu lain.

Analisis: Ya, poin nomor 3 ini menurut saya jauh lebih masuk akal (terutama berdasarkan pengalaman selama ini).

* * *

Lantas, saya punya satu pertanyaan penting:

Paket buku itu ditujukan kepada Ulil. Tapi kenapa kok dibuka oleh orang lain?????
Coba baca kutipan berikut:

Kutipan:
13.30 WIB
Paket diserahkan kepada Saidiman, jubir Komunitas Utan Kayu. Dalam bungkusan tersebut tertulis isinya buku. Saidiman lalu membukanya dan menemukan satu surat. Saidiman mencoba membuka buku berkover tebal itu, namun buku tidak bisa dibuka lembarannya. Buku itu berjudul 'Mereka Harus Dibunuh karena Dosa-dosa Mereka terhadap Islam dan Kaum Muslimin' setebal 412 halaman.


Apakah di Komunitas Utan Kayu sudah biasa melakukan hal itu? Membuka kiriman yang bukan haknya, yang seharusnya ditujukan kepada orang lain?

Atau memang itu disengaja? Memang disengaja agar yang membuka paket itu bukan Ulil?

Wallahualam

Mari kita bertanya pada rumput yang bergoyang :)

Jonru
Bukan politikus, bukan pengamat politik, hanya warga biasa yang sesekali tergelitik untuk membahas masalah politik

Ulil, JIL dan Kejanggalan Bom Utan Kayu

Tulisan ini adalah sedikit gambaran pemikiran Ulil Abshar Abdala tentang Islam dan merupakan bantahan atas tulisannya “Menjadi Muslim dengan perspektif liberal”)

“Kata “kebebasan” (freedom) memunculkan berbagai golongan manusia untuk melawan terhadap segala kekuatan, terhadap setiap kekuasaan, bahkan terhadap Tuhan dan hukum-hukum alam. Dengan alasan ini, kita – ketika tiba di Kerajaan kita – akan menghapus kata ini dari kamus kehidupan karena mengisyaratkan suatu prinsip kekuatan yang brutal yang dapat mengubah rakyat menjadi binatang buas yang haus darah.” (Frotokol of Zion)

Kehadiran gagasan liberalisasi Islam, yang kemudian dikenal dengan sebutan “Islam Liberal,” dalam dunia pemikiran Islam akhir-akhir ini, khususnya di Indonesia, telah menimbulkan kontroversi dan perdebatan panjang. Ini karena banyaknya ide dan gagasan yang mereka usung sangat bertentangan dengan prinsip-prinsip aqidah dan syariat Islam. Tren pemikiran Islam Liberal merupakan penomena global yang belakangan ini menggejala di hampir seluruh dunia Islam. Ia menyebar dan menjalar ke setiap lini kehidupan masyarakat muslim seiring dengan derasnya ekspansi neo-imperialisme Barat yang dibuat atas nama globalisasi dan perang melawan terorisme. Di Indonesia tren ini selalu diidentikkan dengan Jaringan Islam Liberal (JIL), meskipun tidak seluruh orang-orang yang berfikiran liberal yang ada di Indonesia tergabung secara formal dalam jaringan ini. Tren ini menyebar di berbagai institusi-institusi perguruan tinggi, organisasi keagamaan, dan juga LSM-LSM.

Peminat pemikiran-pemikiran Ulil Abshar Abdala dengan artikelnya - “Menjadi Muslim dengan perspektif liberal” menyatakan bahwa tulisan Ulil itu merupakan sebuah refleksi keislaman dan keimanan yang indah. Maka namanya juga refleksi, menurut saya tidak usah terlalu dianggap serius apalagi diklaim sebagai kebenaran absolut. Karena dalam kamus Ulil dan kawan-kawan tidak dikenal istilah kebenaran absolut. Semua kebenaran adalah relatif, termasuk kebenaran versi mereka, harusnya…
Bagaimana ini ko bisa terbolak-balik? Menjadi muslim dengan persfektif liberal, menjadi liberal dengan persfektif muslim, menjadi muslim sekaligus liberal atau menjadi liberal sekaligus muslim? Mana yang pokok mana yang cabang, mana yang dasar mana yang tambahan, mana yang ushul mana yang furu’? Atau mana yang asli mana yang palsu? Lebih penting mana jadi muslim atau jadi liberal? Jadi muslim yang liberal atau jadi liberal yang muslim? Apa itu muslim, apa itu liberal?

kita seharusnya sebelum berdiskusi harus terlebih dahulu menetapkan batasan-batasan, kriteria, distingsi dan kategorisasi-kategorisasi dari kata-kata kunci yang kita diskusikan. Agar diskusi tidak jadi liar dan membabi-buta.

“Muslim adalah hamba Allah yang bersaksi tiada Tuhan selain Allah dan Muhammad utusan Allah, menegakkan sholat, membayar zakat, melaksanakan shaum Ramadhan, dan menunaikan haji jika mampu.” (HR. Bukhari Muslim dari Abdullah bin Umar Ra).

Kemudian apa arti liberal? Coba tanya apa arti liberal sama mereka. Maka mereka akan sama bingungnya dengan kita. Kenapa? Karena makna ‘liberal’ itu sendiri tidak jelas. Batasan makna liberal tidak dieksplorasi secara mendalam, padahal konsep ‘batas’ dapat merumuskan kriteria, distingsi dan kategorisasi liberal.

Akibat kaburnya batasan itu adalah timbulnya ide ‘tak terbatas’. Hasilnya, paham liberal cenderung dibangun di atas paham relativisme, skeptisisme, dan agnotisisme. Gagasan liberalisme Islam tanpa konsep yang jelas dapat berujung pada gagasan Islam liar yang bersembunyi dibalik jargon kebebasan.

Oleh karena tidak adanya konsep batasan tersebut, maka konsep Islam liberal tersebut menjadi kriteria yang longgar dan kabur. Ketidakjelasan definisi atau deskripsi makna liberal terungkap secara implisit dalam pemikiran Charles Kruzman (salah satu tokoh rujukan penting kalangan Islam Liberal). Kurzman membagi lima makna liberal, yaitu pertama, para penulis di dalam bunga rampai ini tidak menganggap diri mereka sebagai kaum liberal; kedua, para penulis mungkin tidak mendukung seluruh aspek ideologi liberal, sekalipun mereka menganut beberapa di antaranya; ketiga, bahwa istilah “liberal” mengandung konotasi negatif bagi sebagian dunia Islam karena makna itu diasosiasikan dengan dominasi asing, kapitalisme tanpa batas, kemunafikan yang mendewakan kebenaran, serta permusuhan kepada Islam; keempat, konsep ”Islam liberal” harus dilihat sebagai alat bantu analisis, bukan kategori yang mutlak; kelima, saya tidak membuat klaim apa pun mengenai “kebenaran” interpretasi liberal terhadap Islam. Saya tidak memiliki kualifikasi untuk terlibat dalam perdebatan-perdebatan yang demikian. Saya ingin mendeskripsikannya saja. Kruzman menggambarkan konsep Islam liberal dengan sesuka hatinya. Karena tidak adanya batasan yang jelas, Kruzman memasukkan nama Yusuf al-Qaradhawi dan M. Natsir sebagai pemikir Islam Liberal. Padahal jelas bahwa karya-karya mereka tidak sesuai untuk disandingkan dengan gagasan Islam liberal yang sumber pemikirannya adalah akal yang skeptis.

Kurzman tidak menjelaskan secara rinci apa yang dia maksud dengan “Islam Liberal”. Untuk menghindar definisi itu, ia mengutip sarjana hukum India, Ali Asghar Fyzee (1899-1981) yang menulis, “Kita tidak perlu menghiraukan nomenklatur, tetapi jika sebuah nama harus diberikan padanya, marilah kita sebut itu Islam Liberal.” Bahkan, Fyzee menggunakan istilah lain untuk Islam Liberal yaitu “Islam Protestan.”

Strategi Kruzman dalam memaknai Islam liberal dapat disejajarkan dengan strategi Michel Foucaulst (salah satu tokoh rujukan Islam liberal) ketika memahami makna hewan. Foucaulst (yang meninggal karena penyakit AIDS, pendukung homoseksualitas, lesbianisme dan praktek penyiksaan kepada lawan jenis sebelum berhubungan badan) mengutip sebuah ensiklopedia Cina tertentu yang mengklasifikasikan binatang sebagai berikut; yang dimiliki kaisar, yang dimumikan, yang jinak, babi-babi yang menyusui, yang merayu betina, yang menakjubkan, anjing-anjing yang sesat, yang termasuk dalam klasifikasi sekarang, yang gila, yang tidak dapat dihitung, yang dilukiskan dengan sikat rambut unta yang cantik, yang telah mematahkan teko air dan yang kelihatan seperti lalat dari kejauhan.

Jadi deskripsi Foucault mengenai makna hewan mencerminkan relativitas. Sama halnya dengan definisi Kruzman mengenai ‘liberal’ dalam menggambarkan makna Islam liberal. Implikasi dari ini semua adalah adanya kekaburan makna. Kebenaran akan menjadi kesesatan dan sebaliknya. Keyakinan akan menjadi keraguan dan sebaliknya. Yang haq akan jadi batil, yang batil jadi haq. Yang yakin dijadikan keraguan dan yang ragu dijadikan keyakinan. Inilah hakikat dari strategi postmodernism.

Menurut Adian Husaini, Liberalisasi Islam di Indonesia sudah dijalankan secara sistematis sejak awal tahun 1970-an. Menurutnya, secara umum, ada tiga bidang penting dalam ajaran Islam yang menjadi sasaran liberalisasi, yaitu (1) Liberalisasi bidang aqidah dengan penyebaran paham Pluralisme Agama, (2) Liberalisasi bidang syariah dengan melakukan perubahan metodologi ijtihad, dan (3) Liberalisasi konsep wahyu dengan melakukan dekonstruksi terhadap al-Quran.

Ulil di tahun 2001 pernah menegaskan bahwa masa depan hanya pada Islam liberal. Membicarakan masa depan berarti mengukur manfaat wacana bagi peningkatan taraf hidup semua unsur masyarakat. Misalnya, manfaat apa yang dirasakan wong cilik dari perkembangan pemikiran Islam liberal? Dengan demikian, kegiatan pemikiran tidak hanya menjadi kegenitan intelektual belaka yang kegunaannya sebatas untuk kesenangan para aktifis dan pemikirnya. Adakah korelasi Islam liberal dengan pengentasan kemiskinan misalnya? Bukankah Ulil dan kawan-kawan (termasuk Rizal Malarangeng) langsung atau tidak termasuk pendukung kebijakan kenaikan harga BBM?

Pada intinya point paling penting dalam ke-Islaman seseorang adalah meyakini kebenaran yang disampaikan Allah dan Rasulnya tanpa reserve. Harus dipertanyakan ke-Islaman seseorang yang mengaku rajin solat dan puasa tapi tidak meyakini syariat Islam sebagai kebenaran absolut.

Contoh….
Seorang anak berkata kepada ibu kandungnya; “Ibu saya melakukan perintah ibu, tapi maaf saya tidak meyakini ibu sebagai ibu kandung saya” Sebab menurut Ulil Tuhan itu bukan hanya Allah-nya umat Islam. Padahal di dalam al-Qur’an dan hadits bertebaran keterangan qhot’i yang menegaskan Allah itu ahad tidak boleh didua dan ancaman-ancaman Allah terhadap orang yang mensyarikatkan-Nya. Bagaimana bisa seorang ibu rela kalau anak kandungnya mau melaksanakan perintahnya, tapi tidak yakin bahwa ibunya itu sebagai ibu kandung satu-satunya bagi dia..?

Dekontruksi makna Islam yang dilakukan oleh Ulil dan kawan-kawan sebenarnya merupakan dekontruksi Islam secara keseluruhan. Jika makna Islam didekonstruksi, maka akan terdekonstruksi juga makna; Kafir, murtad, munafik, al-haq, dakwah, jihad, amar makruf nahi munkar, dan sebagainya. Jika dicermati, dalam berbagai penerbitan di Indonesia, upaya-upaya dekonstruksi istilah-istilah itu bisa dilihat dengan jelas. Bahkan, berlanjut ke konsep-konsep dasar Islam, seperti; wahyu, Al-Qur’an, sunnah, mukjizat dan sebagainya.

Dekonstruksi makna Islam, dan mereduksinya hanya dengan makna “submission”, berdampak pada tidak boleh adanya klaim kebenaran (truth claim) pada Islam. Kata mereka, Islam bukan satu-satunya agama yang benar. Ada banyak agama yang benar. Atau “semua agama yang benar” bisa disebut “Islam”. Kebenaran tidak satu, tetapi banyak. Sehingga, orang Islam tidak boleh mengklaim sebagai pemilik agama satu-satunya yang benar.

Tidaklah mengherankan, jika ide dekonstruksi dan reduksi makna Islam, biasanya berjalan beriringan dengan propaganda agar masing-masing pemeluk agama menghilangkan pikiran dan sikap merasa benar sendiri. Jika orang muslim tidak boleh meyakini bahwa Islam adalah satu-satunya agama yang benar, dan agama lain salah, lalu untuk apa ada konsep dan lembaga dakwah? Jika seseorang tidak yakin dengan kebenaran agamanya-karena semua kebenaran dianggapnya relatif-maka untuk apa ia berdakwah dan berada dalam organisasi dakwah? Atau makna dakwah pun harus didekonstruksi agar tidak bertentangan dengan konsep liberal? Kenapa liberal harus mengangkangi dakwah? Dan makna amar makruf nahi munkar akan didekonstruksi juga?

Pada akhirnya, golongan ‘ragu-ragu’ akan ‘berdakwah’ mengajak orang untuk bersikap ragu juga. Mereka sejatinya telah memilih satu jenis keyakinan baru, bahwa tidak ada agama yang benar atau semuanya benar. Artinya, hakekatnya, ia memilih sikap untuk tidak beragama, atau telah memeluk agama baru, dengan teologi baru, yang disebut sebagai “teologi semua agama” atau “agama pluralisme.” Cak Nur sendiri menyatakan bahwa sekularisme itu ialah paham yang tidak bertuhan dan sekularisasi merupakan salah satu gagasan penting-kalau tidak disebut sebagai gagasan utama-kelompok Islam liberal. Maka seorang sekuler yang konsekuen dan sempurna adalah seorang ateis. Jika tidak, akan mengalami kepribadian yang pecah.

Sekedar contoh, jika kita dibolehkan memaknai Islam dan syariatnya semau kita bisa jadi akan berdampak pelecehan terhadap agama. Misalnya, salah satu kitab aliran kebatinan di Indonesia, yang bernama “Darmogandul,” dalam salah satu bait Pangkur-nya menyatakan, “Akan tetapi bangsa Islam, jika diperlakukan dengan baik, mereka membalas jahat. Ini adalah sesuai dengan dzikir mereka. Mereka menyebut nama Allah, memang Ala (jahat) hati orang Islam. Mereka halus dalam lahirnya saja, pada hakekatnya mereka itu terasa pahit dan masin.”

Ada lagi ungkapan dalam kitab itu, “Adapun orang yang menyebut nama Muhammad, Rasulullah, nabi terakhir. Ia sesungguhnya melakukan dzikir salah. Muhammad artinya makam atau kubur. Ra-su-lu-lah, artinya rasa yang salah. Oleh karena itu ia itu orang gila, pagi sore berteriak-teriak, dadanya ditekan dengan tangannya, berbisik-bisik, kepala ditaruh di tanah berkali-kali.” Di bagian lain disebutkan, “Saya mengira, hal yang menyebabkan santri sangat benci kepada anjing, tidak sudi memegang badannya atau memakan dagingnya, adalah karena ia suka bersetubuh dengan anjing di waktu malam. Baginya ini adalah halal walaupun tidak pakai nikah. Inilah sebabnya mereka tidak mau makan dagingnya.”

Inti ajaran Darmogandul : Yang penting dalam Islam bukan sembahyang, tetapi syahadat ‘sarengat’. Dan ‘sarengat’ artinya: hubungan kelamin antara laki-laki dan perempuan. Hubungan seksual itu penting sekali, sehingga empat kiblat juga berarti hubungan seksual. Darmogandul menafsirkan kata-kata pada ayat kedua dalam surat al-Baqarah sebagai berikut; “zalikal” artinya “jika tidur, kemaluan bangkit,” “kitabu la” artinya “kemaluan laki-laki masuk secara tergesa-gesa ke dalam kemaluan perempuan,” raiba fihi hudan” artinya “perempuan telanjang,” “lil muttaqin” artinya “kemaluan laki-laki berasa dalam kemaluan perempuan.” (Perkembangan kebatinan di Indonesia. Hamka, Bulan Bintang, 1971, hlm 22-23)

Sebut saja jika kawan-kawan FPI menuntut pemerintah untuk membubarkan aliran kebatinan seperti ini, maka kalangan Islam liberal dengan jargon kebebasannya akan paling depan membela penistaan agama seperti ini. Sama seperti kasus Ahmadiyah.
Soal buka puasa sebagai tindakan kolektif, itu terserah Ulil. Itu soal perasaan, tidak perlu jadi dalil wajib atau haramnya buka puasa sendirian atau berjama’ah. Kita juga sering ifthor jama’i, malah duluan kita daripada dia. Pengalaman sosial yang dialami Ulil saat buka puasa dan solat tarawih berjama’ah sebagai pengalaman yang paling membekas bagi dirinya merupakan pengalaman pribadi yang masing-masing orang akan merasakannya berbeda-beda. Rasanya tidak perlu dibuat dramatis. Apa Ulil baru tahu bahwa buka puasa bersama dan solat tarawih berjama’ah itu lebih syahdu dan lebih nikmat? Apa baru sekarang bisa merasakan buka puasa dan solat tarawih bersama?
Lagi-lagi pengalaman sosial. Apakah Ulil baru mengalami hidup bersosial? Jadi selama ini Ulil duduk ekslusif di menara gading merasa paling benar sendiri dengan teologi inklusifnya. Lalu ketika ‘turun gunung’ berbaur dan mau sedikit bertoleransi, hati baru terbuka betapa nikmatnya hidup bermasyarakat. Kaburo maqtan (As-Shaf: 3).
Padahal kita sudah biasa merasakan nikmatnya hidup bersosial.

Kemudian, jelas di belakang Ulil pasti ada yang berkata, “ kenapa solat dan puasa, bukannya liberal?”

Ini adalah bukti kebingungan dan pecah kepribadian (split personality) kalangan Islam liberal. Sebab mereka menganggap berbeda dan tidak ada kaitan antara keimanan dengan praktek amaliyah ibadah. Tidak ada kaitan antara aspek esoteris dan eksoteris agama. Bagi mereka solat, puasa, zakat dan haji hanya kulit atau bagian luar dari praktek keberagamaan seseorang dan tidak menentukan posisi keimanan dirinya.

Tapi anehnya mereka suka berdalil atas kasusnya itu: “lihat liberal juga saya masih solat dan puasa,” atau “lihat liberal juga ternyata ‘santun’.” Sengaja kata ‘santun’ diberi tanda petik. Sebab santun menurut siapa, apa batasannya, standar kesantunan itu apa, kriterianya mana, santun yang ini masuk kategori siapa dan yang mana? atau akan direlatifkan juga?

Saya Istighfar dan taubat jika pernyataan saya ini salah. Saya menyangsikan jika kalangan Islam liberal ta’at solat dan puasa. Dimana taat sekalipun, mudah-mudahan bukan ta’at seperti Abdullah bin Ubay bin Salul, maaf kalau pernyataan ini tidak ’santun.’ Saya yakin kita harus dalam posisi mengasihani mereka dalam pencarian kebenaran tanpa ujung, penuh fatamorgana dan kamuflase.

Ada sebuah dialog menarik;
Muslim : “Apakah anda sudah menemukan kebenaran hakiki?’
Liberal : “Belum, karena saya dalam posisi pencari kebenaran”
Muslim : “Lalu kalau diri anda saja belum mendapatkan kebenaran, kenapa anda menyalah-nyalahkan orang lain yang sudah mendapatkan kebenaran dan meyakininya?”
Liberal : “justru ini salah satu cara saya menemukan kebenaran.”
Muslim : “Kalau begitu cara anda salah. Yang namanya mencari kebenaran itu salah satu caranya dengan jalan bertanya. Anda belum juga bertanya sudah menggugat kebenaran yang diyakini orang lain. Berarti anda tidak siap untuk belajar. Pantas saja anda tidak pernah menemukan kebenaran. Sebaiknya anda temukan dulu kebenaran yang akan anda yakini kebenarannya. Baru nanti kita ketemu lagi.”

Pada akhirnya liberal tidak pernah datang-datang lagi karena kebenaran hakiki tidak pernah ia dapatkan. Karena bagi dia semua kebenaran adalah relatif, tanpa ujung, tanpa pegangan, dan nyangkut di tempat mana yang paling menguntungkan ke-tuhan-an akal dan hawa nafsunya. Himmatuhum Butunuhum….

Tujuan utama dari JIL penuh tuduhan tak berdasar. Ironisnya sebagai yang meng-klaim berideologi liberal yang mengedepankan toleransi dan kebebasan ternyata tidak toleran dan berstandar ganda. Harusnya Ulil juga toleran kepada paham fundamentalis, radikal dan pro kekerasan seperti yang dituduhkannya. Sekalipun cap itu belum tentu benar karena hanya sepihak, dimana tuduhan liar seperti ini akan mengenai siapapun dan apapun. Bahwa tuduhan seperti ini pun termasuk kekerasan verbal yang sangat ditentang oleh Ulil.

Soal bajak membajak Islam. Menurut saya jangan sampai menjadi bumerang buat si penuduh. Bicara membela Islam tapi….?

Begitulah mereka yang anti “truth claim”. Namun karena merasa paling benar (padahal mereka anti terhadap klaim merasa paling benar) dengan pemahamannya itu, akhirnya membabi buta aktif menyalahkan-nyalahkan yang lain. Benar-benar sudah jauh menyimpang dari filosofi liberalisme yang diagung-agungkannya. Bukankah mereka sendiri yang menyatakan bahwa keyakinan dan pemahaman seseorang tidak bisa dihakimi? Lalu kenapa mereka dengan mudahnya menghakimi pemahaman dan keyakinan orang lain?
Tidak akan cukup singkat saja membahas tujuan kedua JIL yang disebat rasional, kontekstual, humanis dan pluralis. Kembali ke soal konsep batas, kalau konsep batas tetap tidak dipakai maka tetap akan jadi debat kusir. Tapi itulah liberal.

Saat Ulil mengatakan “di mata saya dan kawan-kawan” Jelas pandangannya sangat subyektif. Artinya harus dianggap biasa pernyataannya tidak ada implikasi dan konsekuensi apapun. Karena sepihak. Mengatakan “di mata saya” “menurut saya” sebenarnya hal yang ketat dihindari oleh Ulil dan kawan-kawan. Tapi kenapa begitu, ya itulah liberal. Mereka anti disesatkan dan dikafirkan. Maka agar fair sebagaimana yang selalu mereka dengung-dengungkan, jangan pula menyebut yang lain konservatif, Arabis, kolot, kuno, fundamentalis, radikal dan pro kekerasan. Sekalipun makna masing-masingnya belum tentu berkonotasi negatif.

Lagi-lagi tuduhan, soal teks dan konteks. Persoalan pengelolaan negara yang harus dicontoh mentah-mentah atau mateng-mateng dari Rasulullah perlu pembahasan yang panjang dan mendalam….

Persoalan yang digugat oleh Ulil bukan persoalan ibadah mahdoh dan goer mahdoh. Tapi persoalan bagaimana cara pandang seseorang memakai cara pandang Islam itu sendiri atau tidak. Islam menurut siapa? Ini biasanya pertanyaan yang akan dilontarkan oleh mereka. Maka, mendingan mana penilaian terhadap seorang anak, obyektif menurut ibunya atau tetangganya? Memahami Islam tentu harus dari orang yang pakar tentang Islam dan hidup dalam kehidupan Islam. Bukan dari non muslim yang hidup tidak mengenal Islam. Sekalipun ada beberapa kebaikan yang juga harus diambil dari mereka seperti sains dan teknologi dan sebagainya.

Khilafiyah antara khutbah jum’at berbahasa Arab dan berbahasa lokal tidak bisa disebutkan sebagai pertentangan antara yang konsevatif dengan yang liberal. Ini dinamakan pengelabuan untuk pengaburan makna. Harusnya gentle saja tidak perlu ditutup-tutupi, kan katanya yakin benar dengan aqidah liberal. Ko yakin ditutup-tutupi, apa ada yang salah? Kayaknya tidak begitu deh penerapan makna liberal yang selama ini Ulil lakukan? Kenapa agar istilah liberal diterima oleh kaum Muslimin kemudian persoalan khilafiyah umat diseret-seret? Apa tidak ada cara lain….

Dalam kasus khutbah jum’at dan sholat memakai bahasa apa? Ulil justru mencoba mengomentari apa yang bukan wilayahnya. Hingga liar main comot untuk menjustifikasi pemahaman liberalnya. Dalam sejarah Islam para ulama Islam sepakat bahwa bahasa sholat adalah bahasa Arab. Tidak pernah dikenal di bagian manapun dalam sejarah Islam ada Ulama-bukan ulama-ulamaan-yang sholat menggunakan bahasa selain Arab. Kecuali sekarang ‘intelektual-intelektual’ genit korban perasaan inferior terhadap peradaban lain. Kalau anda berpendapat seperti itu berdasar ijtihad Abu Hanifah. Ketahuilah bahwa Abu Hanifah tidak pernah berpendapat demikian. Anda suka sekali mengambil pandangan-pandangan yang tidak sharih dan goer mutawatir.

Kalau Ulil menyatakan bahwa sholat menempati kedudukan yang penting dalam pemahaman Islam liberalnya, itu hak dia beranggapan seperti itu. Karena memang seharusnya juga seperti itu. Namun kemudian kalau sholatnya tanpa disertai dengan keyakinan akan kebenaran seluruh syariat Allah bahwa hanya ada satu Tuhan Allah Swt dan hanya Islam agama yang benar dan memilah-milah mana syariat yang cocok dan tidak, mana yang disuka dan tidak buat dirinya, jelas sama saja dengan tidak sholat. Percuma saja sholat kalau tidak percaya kepada Allah sebagai Kholik satu-satunya, sebagai Syari’ dengan syariat yang tidak ada bandingnya.

Pembicaraan Ulil kemudian mengarah untuk mengajak pembaca berpandangan bahwa orang yang berseberangan dengannya tidak rasional dan konservatif. Cukup jelas Ulil yang senantiasa mendorong untuk membudayakan dialog ternyata tidak cukup mampu berdialog dengan paham yang berseberangan dengannya. Karena tuduhan seperti ‘budak’ yang taat tanpa berpikir pada sebuah perintah adalah absurd.

Bukankah dengan adanya tafsir Qur’an dan syarah hadits yang disusun oleh para ulama yang tidak diragukan kompetensinya adalah bukti dari buah proses berpikir manusia untuk memahami perintah Tuhannya? Yang membedakan adalah motif dari cara berpikir untuk memahami perintah Tuhan. Yang satu untuk ketaatan dan yang lainnya untuk pengingkaran.

Yang aneh kenapa Ulil bisa tidak tahu bahwa dalam sejarah Islam pemahaman seperti yang dipermasalahkannya adalah hal yang biasa didiskusikan dan dibicarakan oleh kalangan ‘konservatif’. Bukan seperti persangkaannya bahwa umat Islam buta terhadap syariat mana yang ta’abbudi mana yang ta’aqquli.

Ujungnya arah tulisan Ulil semakin jelas dalam rangka menegaskan posisi akal dalam Islam versi liberal. Soal mengikuti dan merawat tradisi, tradisi yang mana dan seperti apa yang dimaksud? Lalu QS 26:74 itu anda arahkan kepada siapa? Kepada yang pemahamannya konservatif atau justru kepada yang pemahamannya progresif? Bukankah anda berdalil dan berdalih seperti ini atas tradisi yang diwariskan guru-guru anda seperti Harvey Cox, Robert N. Bellah, Michel Foucaulst dan lain-lain?

Anda menjaga tradisi pemahaman seperti itu apakah juga bisa dipastikan tidak membabi buta? Apakah anda juga berpikir kritis terhadap pemikiran guru-guru anda? Toh ujung-ujungnya anda meng-klaim ada akar historis antara anda dan kawan-kawan dengan pemikiran kaum muktazilah. Bukankah itu juga berarti anda merawat tradisi? Tradisi muktazilah. Sekalipun sebenarnya Muktazilah tidak se-liar anda dan kawan-kawan.

Saya sepakat kita harus berpikir kritis dalam memahami perintah Tuhan. Namun dalam makna seperti apa? Apakah mengkritisi perintah Tuhan atau mengkritisi akal kita dalam memahami perintah Tuhan? Jangan sampai ketika akal kita belum mampu memahami perintah Tuhan lalu dipaksa agar seolah-olah nampak paham atau memaksakan menyeret perintah Tuhan ke arah standar pemahamannya sendiri. Jadi Tuhan yang Maha kuasa dipaksa mengikuti kehendak hambanya.

Salah satu dalil JIL memang memahami syariat dengan persfektif tekstual dan kontekstual. Kasus pengharaman perempuan duduk di parlemen Saudi misalnya, memang harus diperdalam status hukumnya. Tapi apakah benar persis seperti itu kenyataannya di sana? Apakah juga hanya atas dasar hadits tersebut saja para ulama di sana memfatwakan demikian?

Soal hukum potong tangan. Jika Ulil mengajukan banyak pertanyaan, maka saya juga ingin mengajukan beberapa pertanyaan:

1.Kenapa anda tidak toleran terhadap orang yang berpandangan bahwa hukum potong tangan adalah bentuk hukuman yang relevan untuk saat ini? Toh jika itu kemudian disepakati umum dan diatur oleh Negara maka konstitusional. Kenapa anda tidak biarkan alamiah saja sebagaimana hukum penjara yang warisan kolonial tidak anda ganggu gugat.

2.Apakah jika teknik hukum pidana pencurian bersifat dinamis lalu ada kolerasinya dengan manusia yang makin beradab dan makin matang mentalnya saat ini? Tidakkah anda melihat betapa jauh lebih biadabnya perilaku manusia saat ini? Itukah bentuk manusia yang mentalnya matang? Coba anda bandingkan dengan jujur efektifitas hukum potong tangan dengan hukum penjara (yang mungkin anda anggap dinamis dan kontekstual) di negara-negara yang menerapkannya.

3.Entah anda tahu atau tidak bahwa hukum potong tangan dalam Islam tidak dilakukan begitu saja. Diatur sedemikian rupa sesuai dengan asas-asas keadilan dan hak-hak kemanusiaan. Apakah yang tergambar dalam benak anda orang mencuri lalu langsung dipotong pakai golok si Pitung begitu? Prosesnya tetap melalui pengadilan, harus ada saksi, bukti, laporan dan sebagainya. Kadar pencurian juga menjadi pertimbangan, apakah dia miskin atau tidak, terpaksa atau tidak, dalam keadaan sadar atau tidak dan lain sebagainya, jadi sangat adil dan manusiawi.

4.Coba anda bandingkan kembali dari sisi efesiensi dan efektifitas lebih dinamis mana lebih ber-efek mana antara hukum potong tangan dengan hukum penjara (sekalipun di negara-negara yang memberlakukan hukum potong tangan terdapat pula hukum penjara). Coba anda teliti ulang dalam sejarah Islam dan sejarah Yahudi-Kristen Barat atau sejarah manusia ‘modern’ saat ini, pencurian lebih banyak terjadi dalam sejarah yang mana? Mudah-mudahan anda jujur. Kejahatan, pembunuhan, pemusnahan sumber daya alam, perusakan dan pemerkosaan yang sangat dahsyat terjadi di peradaban yang mana? Sebaiknya anda membaca tulisan Syafii Ma’arif (sesepuh anda dan kawan-kawan) di kolom Resonansi Republika (26/08).

5.Justru anda tidak paham esensi penghukuman. Cara menghukum jelas sangat berkaitan dengan esensi penghukuman. Tolong anda jelaskan apa esensi penghukuman dengan jalan pemenjaraan? Berapa banyak cost sosial, materi dan waktu yang harus dikeluarkan dengan hukum penjara dibandingkan dengan potong tangan? Saya pikir anda hanya sibuk menambah PR umat ketimbang membantu menjawab PR-PR yang sudah ada. Atau bahkan anda sendiri adalah PR besar umat saat ini.

Secara umum argumentasi kaum liberal untuk menolak penerapan syariat Islam dapat dikategorikan menjadi tiga.

1. Argumentasi historis. Argumen ini berbunyi bahwa hukum Islam adalah produk masa lalu. Ia dibentuk berdasarkan latar belakang sosial dan politik masyarakat ketika itu. Ia merupakan sebuah respon terhadap keperluan dan kepentingan masyarakat saat itu. Karena itulah, syariat Islam tidak mungkin diaplikasikan untuk saat ini karena ia tidak merefleksikan kepentingan masyarakat saat ini.

2. Berdasarkan pertimbangan maqashid syariah. Argumentasi ini menyatakan bahwa setiap hukum mempunyai objektif/maqasid utamanya sendiri. Dan objektif utama syariat Islam secara umum adalah menciptakan kemaslahatan bagi umat manusia. Konsep maslahah itu sendiri berubah seiring dengan berjalannya waktu. Apa yang dianggap maslahah pada saat tertentu dan oleh masyarakat tertentu belum tentu dianggap sama oleh masyarakat lain dan dalam konteks waktu yang lain.

3. Atas pertimbangan Hak Asasi Manusia.

Tradisi Ulil dan kawan-kawan adalah suka bermain-main di wilayah esoterik. Memutar-mutar logika agar kelihatan ilmiah sudah menjadi ritual yang niscaya. Termasuk soal ‘ibadah murni’-memangnya ada ibadah yang tidak murni? Murni dalam makna apa? Cara ibadah buat mereka bukan hal penting karena hanya bersifat eksoterik (kulit/cangkang) saja. Tidak substansial. Mereka cenderung tidak menyukai hal-hal yang bersifat formalistik. Dalam Islam tidak ada pemisahan esoterik dan eksoterik. Keduanya seperti dua sisi dari satu mata uang yang sama, berjalin berkelindan tidak dapat dipisahkan. Dua-duanya adalah bagian penting dalam Islam, tidak ada esoterik tanpa eksoterik begitu pula sebaliknya.

Bukankah dalam Islam ada dua syarat diterimanya ibadah oleh Allah swt; pertama harus ikhlas lillahi ta’ala. Entah apakah yang dimaksud dengan penghayatan spiritual menurut Ulil itu adalah ikhlas? Dan harus showab tata caranya harus sesuai dengan contoh Rasulullah saw. Ulil juga sepakat bahwa hal ini tidak dapat diganggu gugat. Tapi kenapa Ulil menyebut tata cara ibadah tidak penting?

Pengembangan spiritualitas seperti apa yang dimaksud Ulil untuk kebahagiaan ukhrawi itu? Standarnya apa? bukannya buat Ulil tidak ada standar. Metodenya seperti apa, spiritualitas yang mana dan seperti apa? Terus fungsi agama untuk mencapai kebahagiaan. Kebahagiaan seperti apa, yang mana, kata siapa, buat siapa saja, tujuannya apa, standarnya apa?

Inilah wujud kerancuan sekaligus kebingungan bangunan pola pikir Ulil. Bicara konsep kebahagiaan tentu harus merujuk pada apa yang dimaksud oleh Dzat pembuat kebahagiaan itu sendiri. Dalam al-Qur’an dan hadits banyak bertebaran keterangan bahwa orang yang beriman dan beramal sholih (tentu iman dan amal sholih cara Islam) akan mendapatkan kebahagiaan. Ulil pasti setuju dengan konsep ini, sekalipun harus terlebih dulu didekonstruksi maknanya.

Soal depresi sekarang. Menurut saya justru yang akan depresi adalah individu atau kelompok yang mengumbar dan membebaskan akalnya tanpa bimbingan wahyu. Liar, beringas, nabrak sana nabrak sini, mencari-cari pembenaran, yang ini bias yang itu absurd, masuk ke gang-gang yang buntu. Menuhankan akal, sementara tidak paham bahwa kemampuan akal terbatas. Jadi ingat ke istilah humanisme. Humanisme Barat didefinisikan sebagai “bahwa manusia dengan akalnya tanpa campur tangan Tuhan akan mampu menyelesaikan setiap persoalan.” Apakah humanisme dalam makna ini yang dimaksud Ulil? Akhirnya membabi buta, kalap, arogan, fundamentalis dalam keliberalannya, teroris dalam cara ‘dakwah’nya, konservatif dalam cara pandangnya, dan radikal (kemaruk) dalam pengamalannya.

Ulil, anda sebelum bicara soal baik dan benar, harus disepakati konsep standar tentang itu. Jangan mengambang, membuat bingung yang akhirnya malah tidak rasional.
Ulil, saya juga merasa tenteram dan bahagia dengan pemahaman saya sebagaimana anda juga mengatakan merasakan hal yang sama dengan pemahaman anda. Maka dengan demikian anda sebagai yang meng-klaim paling toleran sudah sepatutnya menjadi terdepan sebagai ‘uswatun hasanah’ yang santun, sopan, lembut, toleran memberikan kebebasan terhadap pemahaman dan kelompok yang berbeda dengan anda. Jadi tidak bijak rasanya kalau anda sebagai orang yang paling toleran, di dalam tulisan anda harus dicederai dengan teror dan provokasi.

Kejanggalan-kejanggalan seputar Bom Utan Kayu:

1. Bom dialamatkan untuk Ulil Abshar Abdala tapi dikirimkan ke kantor berita KBR 68H. Ulil memang salah satu dedengkot JIL yang sering berkumpul di 68H, namun sudah lama sekali sejak Ulil menjadi salah satu ketua DPP Partai Demokrat ia jarang sekali datang ke 68H dan lebih banyak berkantor di DPP Partai Demokrat.

2. Lalu kenapa bom dikirimkan ke Kantor berita 68H, karena mudah diduga akan cepat mendapatkan blow up media massa. Termasuk tujuan untuk mengangkat kembali citra JIL dan upaya liberalisasi Islam di Indonesia oleh kalangan liberal yang suka bermarkas di kantor 68H. Seperti diketahui bahwa JIL sudah tidak lagi populer saat ini dan tidak laku di kalangan masyarakat bawah.

3. Kecerobohan aparat kepolisian dalam menyikapi paket yang mencurigakan, seolah-olah tidak memiliki standard operational procedur (SOP). Dalam SOP, yang punya kewenangan menjinakkan bom adalah tim gegana. Namun dengan cerobohnya beberapa aparat yang sok jagoan tnpa menggunakan pengaman membuka paket itu sehingga menjadi korban. Atau dikorbankan?

4. Dalam buku paket bom itu tertulis nama penyusunnya adalah Drs. Sulaiman Azhar, Lc. Selama ini sangat jarang orang yang memiliki dua gelar kesarjanaan Drs dan Lc, namun tentu tidak mustahil adanya.

5. Terlalu mudah untuk ditebak sasaran tembak bom ulil yang sangat vulgar kemana arah dampak bom itu dituju, yakni kalangan dan kelompok Islam yang dianggap radikal. Selama ini pola bom-bom yang kemudian mengarah kepada penangkapan aktivis Islam dan pemburukan citra Islam tidak secara langsung mengarah kepada Islam.

6. Terlalu polos kalau ada aktivis Islam melakukan tindakan itu secara terang benderang seperti bom ulil itu. Bagi yang paham pola perjuangan Islam pola itu mungkin tidak pernah terpikirkan.

7. Kenapa lama sekali tim gegana datang ke lokasi, sementara siang hari adalah waktu jalan raya agak lengang?

8. Kenapa intelijen aparat absen dengan kemungkinan bom ulil ini? Sementara untuk bom-bom yang lain aparat mampu mengendusnya jauh sebelum kejadian.

9. Kenapa ada staf kantor yang begitu tidak sopan mengintip paket untuk orang lain? Kenapa waktu ia dengan tidak sopannya membuka paket itu bom tidak meledak dan meledak saat polisi yang membukanya? Kenapa harus polisi? Apakah bukan karena agar polisi marah dan dendam akibat personilnya terluka. Sekali lagi kenapa tidak menunggu sampai tim gegana datang?

10. Aneh! Bom dalam bentuk buku itu sempat-sempatnya difoto??? Gunanya jelas…

11. jika kita melihat video detik-detik ledakan itu, disana tidak terlihat adanya police line, malah Kompol Dody yang sedang membuka berusaha menjinakkan bom itu disaksikan warga dari dekat. Coba anda perhatikan secara seksama rekaman video setelah bom meledak dan kamera yang bergoyang kesana kemari memperlihatkan kondisi di sekelilingnya dan menunjukkan tidak adanya garis polisi serta warga yang menonton dari dekat.

12. Kenapa Polisi tidak menjauhkan warga dari resiko meledaknya Bom tersebut???

13. Kenapa tidak menunggu gegana saja untuk menjinakkan buku yang diduga kuat bom itu? Kenapa Kompol Dody begitu berani membongkar bom itu tanpa pelindung sedikitpun? Apakah dia memang sudah mengetahui jika bom buku itu berdaya ledak rendah?

14. “Polisi telah menghubungi gegana namun gegana tak kunjung datang. Kompol Dodi meminta anggotanya untuk meminta petunjuk gegana.” Gegana tak kunjung datang, malah memberi petunjuk cara penjinakkan kepada Kompol Dody. Rasanya tidak masuk akal jika dalam keadaan seperti itu, tim gegana malah menyuruh kompol Dody untuk menjinakkan bom itu. Mungkin Tim Gegana lagi males kali ya.. Kalaupun tim gegana memberi petunjuk kepada Kompol Dody, apakah mungkin gegana menyuruh Kompol Dody untuk menyiram buku yang berisi kabel dan logam berbentuk kotak itu dengan air??? Anehnya lagi kalaupun memang tim gegana memberi petunjuk, kenapa Kompol Dody malah berkata bahwa dia kira itu hanyalah mercon. :-/ :-/Adakah mercon pake kabel??? iya itu mercon, tapi gede, mercon gede itu disebut bom..

15. Kasat Brimob Polda Metro Jaya Kombes Imam Margono mengaku tidak memberi arahan apa-apa kepada Kompol Dody apalagi memberi perintah untuk menyiram bom itu dengan air, “itu tindakan bodoh” katanya. Malang nian nasib Komisaris Polisi Dody. Sudah tangan putus, dimarahin atasan pula.

16. Gegana datang sejam setelah bom meledak. Ko bisa ya? 1 jam setelah meledak baru datang. Kaya polisi india aja.Orang dah pada kemana…superhero baru nongol..mau jinakin apa pak?

Jawaban Kapolri soal Keterlambatan Gegana

“Itu bukan karena terlambat, tapi memang pukul 13.30 WIB baru lapor ke polisi,” kata Timur Pradopo. Dua jam setengah ternyata bukan waktu yang cukup bagi tim gegana hanya untuk datang ke lokasi pelapor. Jadi harus nunggu tiga jam setengah baru dateng ke lokasi pelapor, belum waktu penjinakkannya.

Aneh sekali, ketika kasus terorisme yang baru diduga ada bahan peledak Densus 88 dan gegana begitu sigap dan profesional. Tetapi kenapa tidak pada kasus bom Utan kayu yang jelas-jelas bom itu sudah di depan mata?

Sekali lagi, apa yang mendorong Kompol Dody untuk menjinakkan bom itu sendiri??
Dan siapa Anggota Tim Gegana yang dimintai arahan oleh Kompol Dody untuk menjinakkan bom itu?

Kenapa gegana begitu terlambat dan tidak tanggap atas laporan bom ini?
Kejanggalan ini diperkuat oleh Mustofa B. Nahrawardaya, pengamat dari Indonesian Crime Analys Forum yang meyakini bahwa bom ini adalah konspirasi intelegen.
“Bom ini saya yakini dibuat oleh intelijen hitam yang ingin menciptakan suasana tidak kondusif di tengah kontroversi sidang Abu Bakar Baasyir,” tegas Mustofa

Cukup masuk akal pendapat Mustofa yang dilansir detik.com diatas. Ditengah konspirasi busuk pemerintah untuk kembali memenjarakan Ust. Abu Bakar Ba’asyir namun mereka tidak cukup bukti, hingga persidangan sandiwara terus berlanjut dengan tuduhan-tuduhan ringan namun diperumit. Pemerintah harus menciptakan bukti lain untuk menyempurnakan sandiwara.

Kesimpulannya, peristiwa ini seolah telah dirancang begitu rupa. Karena jika melihat keanehan yang terlihat dari tim gegana yang bom seolah dipaksa untuk meledak untuk memakan korban agar bisa menimbulkan atau mengalihkan isu.

Atau mungkin jika memang semua ini berhubungan dengan Persidangan Ust. Abu maka mereka akan mencari pelaku yang akan kembali disangkut-sangkutan dengan USt. Abu untuk memperkuat bukti Jaksa penuntut Ust. Abu.

Seperti sering aktivis JIl bilang, “rakyat sudah semakin cerdas bos….!”

Wallahu Musta’an

3.02.2011

Solusi Anarkhi Tanpa Kriminalisasi Agama

Oleh Irfan S Awwas
Ketua Lajnah Tanfidziyah Majelis Mujahidin

Insiden kekerasan yang berulangkali terjadi, akibat konflik SARA di negeri ini, telah memunculkan ragam persepsi dan cara pandang yang salah terhadap agama dan gerakan keagamaan. Aksi anarkhi, seakan telah menjadi budaya dan gaya hidup sebagian masyarakat Indonesia, dalam mengatasi problem sosial dan politiknya.

Sehingga, ikhtiyar pemerintah meredam kekerasan, menggunakan SKB tiga menteri, termasuk melakukan deradikalisasi agama untuk tujuan kerukunan, terbukti tidak efektif bahkan cenderung gagal.

Budaya anarkhi menggunakan senjata pisik, berupa amuk massa, tindakan kekerasan, sudah sering kita dengar dan rasakan akibat buruknya. Implikasi kekerasan, bisa berimbas pada keresahan sosial, ekonomi, budaya, politik, juga agama. Selain keresahan sosial, kategori kekerasan juga bisa amat beragam, antara lain kekerasan sparatis, kekerasan negara terhadap rakyat, dan kekerasan antarumat beragama.

Bentuk kekerasan lain, yang implikasi konfliknya lebih menyakitkan dari kekerasan fisik adalah kekerasan retorika (verbal). Yaitu, kekerasan yang diciptakan berdasarkan persepsi dengan manipulasi data dan fakta untuk kepentingan semu. Misalnya, menuding komunitas tertentu sebagai ektrimis, garis keras, radikal, preman berjubah, teroris, musuh negara, tanpa parameter yang jelas dan obyektif. Kenyataannya, labelalisasi verbal, malah lebih jahat dari kekerasan pisik. Apalagi, jika si penuding memosisikan diri berseberangan dengan yang dituding, dengan mengaku moderat, realistis agamis dsbnya.

Bukan Kekerasan Agama

Ironinya, dari seluruh kasus kategori kekerasan, yang paling banyak diprotes dan disalah pahami adalah kekerasan bernuansa agama, terutama dalam perspektif hubungan antaragama dan internal umat beragama.

Padahal, tindak kekerasan yang mengatasnamakan demokrasi dan hak asasi manusia, lebih sering terjadi, baik yang dilakukan oleh orpol, LSM, maupun yang dilakukan penguasa diktator terhadap rakyatnya. Termasuk kekerasan ideologi yang ditimpakan negara-negara imprialis terhadap negara lain yang ingin ditaklukkan secara politis, ekonomi serta militer.

Masalahnya, benarkah agama menjadi penyebab sebagian besar konflik antar umat beragama di Indonesia? Pertanyaan ini sangat relevan dengan kondisi Indonesia kini, khususnya bila dikaitkan dengan dua peristiwa kekerasan SARA baru-baru ini yang meledak hampir bersamaan. Yaitu, peristiwa benterokan antara sekte Ahmadiyah dan warga masyarakat Cikeusik, Pandeglang, pada Minggu 6 Februari 2011. Kemudian, amuk massa di Temanggung terjadi pada Selasa 8 Februari 2011. Penyebabnya, adalah provokasi Antonius Richmond Bawengan, dengan menyebarkan selebaran yang menghina dan menista agama Islam, pada 3 Oktober 2010. Richmond pun, dihukum 5 tahun penjara karena dosanya itu.

Relevansi pertanyaan di atas karena dua alasan. Pertama, pernyataan Presiden RI ke-6, Jenderal Doktor Haji Susilo Bambang Yudoyono, terkait kerusuhan di Pandegelang dan Temanggung, yang bersifat apologi dan terkesan mendiskreditkan tokoh lintas agama, karena beberapa waktu lalu menghujat pemerintahannya sebagai rezim pembohong.

Nampaknya, pernyataan yang disampaikan dalam peringatan Hari Pers Nasional, Rabu 9 Februari 2011, di aula El Tari, kompleks Kantor Gubernur Nusa Tenggara Timur, Kupang, dinilai banyak pihak sebagai upaya mengalihkan kesalahan dan tanggungjawab pada pihak lain. Alih-alih merasa bersalah dan melakukan ishlah, Presiden SBY justru menyoal peran para tokoh agama, agar tidak hanya mengeritik pemerintah, tapi juga tanggungjawab moral kaum agamawan untuk menciptakan kerukunan umat beragama.

“Jika kita semua peduli berkomitmen menjaga kerukunan dan toleransi bukan hanya di mulut, termasuk bimbingan pemuka agama dan tokoh masyarakat, kerusuhan bisa dihindari” tegasnya.”

Alasan kedua, kriminalisasi agama yang dilakukan kaum sekuler dan liberal. Setiapkali terjadi konflik bernuansa agama, mereka selalu menuduh agama sebagai sumber konflik.

Lalu, ujung-ujungnya menuntut moderasi ajaran agama, serta mengambangkan semua ajaran agama sebagaimana doktrin sekularisme, komunisme dan liberalisme. Dalam kasus sekte sesat Ahmadiyah, jelas telah melakukan penodaan Islam dan melanggar kesepakatan dengan pemerintah; mengapa justru mendapat pembelaan dari kaum liberal?

Melestarikan keyakinan sesat, ibarat kata, madu yang diyakini lezat dan menyehatkan, di tangan kaum sekuler, bisa berubah seolah empedu yang pahit rasanya. Untuk kepentingan ini, kaum liberal memproduksi dan terus mereproduksi provokasi yang dapat merenggangkan hubungan antarumat beragama, dengan menonjolkan perbedaan masing-masing agama.

Presiden SBY pun terjebak dalam provokasi kaum sekuler supaya membubarkan gerakan agama yang distigma anarkhis. Padahal, pembubaran ormas keagamaan, pastilah akan jadi bumerang bagi LSM sekuler, liberal, dan anti agama, yang selama ini menjadi antek asing di dalam negeri.

Provokasi melalui SMS yang disebarkan oleh Ketua Yayasan Abad Demokrasi, Denny JA, dapat menunjukkan hal itu: “Negara terkesan tak berdaya di hadapan amuk massa yang membunuh dan membakar rumah ibadah. SBY harus sama-sama kita dorong agar lebih tegas dan berani menghancurkan organisasi yang melakukan kekerasan atas nama agama,” katanya.

Menilik SMS yang dipublikasikan NUSAnews, 9/2/2011 jam 15:25, bukan mustahil kerusuhan antar umat beragama, disulut dan di rekayasa kaum liberalis dan sekuler.

Sebab, dalam berbagai insiden kekerasan, perbedaan agama bukan menjadi penyebab konflik, melainkan akibat dari masalah-masalah politik, ekonomi, sosial, penodaan agama, pemurtadan, serta pembangunan rumah ibadah.

Agama yang benar tidak diciptakan untuk menjadi alat permusuhan, melainkan untuk menuntun manusia ke jalan lurus yang diridhai Allah Swt. Ketika ajaran agama dipaksa tunduk pada kepentingan politik dan nafsu manusia, baik atasnama demokrasi maupun toleransi, maka pada saat itu agama telah diperalat sebagai senjata konflik.

Bahayanya, manakala terjadi konflik antarumat beragama, lalu agama tidak diberi peluang memberi solusi untuk kepentingan bersama, niscaya akan menyulut konflik dan permusuhan yang sulit dibayangkan akibatnya.

Solusi Negara dan Agama

Kerusuhan merupakan bentuk frustrasi sosial masyarakat. Korban maupun yang dikorbankan sama-sama menjadi korban kekuasaan zalim dan korup. Maka jangan dikompori dengan kutukan. Apalagi ada komunitas tertentu yang tampil sok pahlawan kemanusiaan, membela aliran sesat, menjaga gereja dari amuk massa.

Para tokoh agama sebaiknya menasihati umat agama masing-masing, jangan mengutuk tanpa pertimbangkan pemicunya. Itu kezaliman. Aparat keamanan supaya tidak diskriminatif, jangan bertindak menyenangkan minoritas atau pihak asing. Jangan pula, meneruskan kebiasaan jahat rezim orde baru, “sulut apinya, padamkan kemudian.”

Mengatasi kekerasan SARA dengan mengutuk pelaku kekerasan, tanpa menghentikan pemicunya, adalah zalim dan sia-sia. Akan lebih baik, bila pemerintah menyelesaikannya secara konstitusional, sebagaimana tertera dalam UUD 1945 ps 29 ayat 1 dan 2, yang berbunyi : “(1) Negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa. (2) Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu”.

Pertanyaannya, bagaimana implementasi UU tersebut dalam tatanan sosial kenegaraan? Sampai sekarang belum ada penjelasan pemerintah. Bahkan sepanjang sejarah kemerdekaan, semua Presiden Indonesia mengkhianati UUD ’45 ps 29 ayat 1 dan 2 ini, dan belum pernah mengamalkannya secara konsekuen.

Seorang mufassir Pancasila, Prof. Dr. Hazairin, SH dalam buku ‘Demokrasi Pancasila’, menafsirkan rumusan UUD 1945 pasal 29 ayat 1dan 2 itu sebagai berikut: Pertama, di negara RI yang berdasarkan ketuhanan yang Maha Esa tidak boleh ada aturan yang bertentangan dengan agama. Kedua, negara RI wajib melaksanakan Syari’at Islam bagi umat Islam, Syari’at Nasrani bagi Nasrani dan seterusnya, sepanjang pelaksanaannya memerlukan bantuan kekuasaan negara. Ketiga, setiap pemeluk agama wajib menjalankan syari’at agamanya secara pribadi dalam hal-hal yang tidak memerlukan bantuan kekuasaan negara.

Masalahnya sekarang, apakah para tokoh agama bersedia memelopori pelaksanaan UUD ’45 ini, yaitu membangun kehidupan berbangsa dan bernegara berbasis agama, sebagaimana tafsir Hazairin?

Adapun solusi kasus Ahmadiyah, Menag menawarkan 4 opsi cukup obyektif: pertama, menjadi sekte atau agama tersendiri tanpa menggunakan atribut agama Islam, seperti masjid, Al Quran, dan Sunah Nabi Saw. Kedua, kembali menjadi umat Islam yang sesuai tuntunan Al Quran. Ketiga, Ahmadiyah dibiarkan saja dengan keyakinan sesatnya, sebagai bagian dari hak asasi manusia. Dan keempat, dibubarkan.

Apabila semua opsi ditolak, maka Ahmadiyah jangan pengecut, harus berani mempertanggung jawabkan sikapnya melalui debat terbuka. Jika terbukti Ahmadiyah memiliki doktrin kemurtadan, mereka wajib melepaskan identitasnya sebagai bahagian dari umat Islam. Akan tetapi, bila dihakimi secara sepihak, Ahmadiyah akan merasa diperlakukan secara dzalim.

Debat diperlukan, bukan untuk membenarkan Ahmadiyah yang memang sesat, tetapi antisipasi simpati dan pembelaan aliran sesat lainnya. Sekiranya Menag bersedia memfasilitasi debat terbuka, Majelis Mujahidin pendaftar pertama sebagai lawan debat Ahmadiyah. Insya Allah!

Jogjakarta, 9 Februari 2011
Irfan S Awwas
Jl. Karanglo No. 94, Kotagede, Jogjakarta

Emha Ainun Nadjib: SAYA ANTI DEMOKRASI

Emha yang kerap menobok-obok Islam ini menelurkan pernyataan kontroversial, buku baru yang ia terbitkan berjudul "Iblis Nusantara Dajjal Dunia". Berikut sekilas apa yang ia tuangkan dalam bukunya yang cukup menarik untuk disimak, yaitu "Anti Demokrasi"

ia menandaskan, Kalau ada bentrok antara Ustadz dengan Pastur, pihak Depag, Polsek, dan Danramil harus menyalahkan Ustadz, sebab kalau tidak itu namanya diktator mayoritas. Mentang-mentang Ummat Islam mayoritas, asalkan yang mayoritas bukan yang selain Islam - harus mengalah dan wajib kalah. Kalau mayoritas kalah, itu memang sudah seharusnya, asalkan mayoritasnya Islam dan minoritasnya Kristen. Tapi kalau mayoritasnya Kristen dan minoritasnya Islam, Islam yang harus kalah. Baru wajar namanya.

Kalau Khadhafi kurang ajar, yang salah adalah Islam. Kalau Palestina banyak teroris, yang salah adalah Islam. Kalau Saddam Hussein nranyak, yang salah adalah Islam. Tapi kalau Belanda menjajah Indonesia 350 tahun, yang salah bukan Kristen. Kalau amerika Serikat jumawa dan adigang adigung adiguna kepada rakyat Irak, yang salah bukan Kristen. Bahkan sesudah ribuan bom dihujankan di seantero Bagdad, Amerika Serikatlah pemegang sertifikat kebenaran, sementara yang salah pasti adalah Islam.

"Agama" yang paling benar adalah demokrasi. Anti demokrasi sama dengan setan dan iblis. Cara mengukur siapa dan bagaiman yang pro dan yang kontra demokrasi, ditentukan pasti bukan oleh orang Islam. Golongan Islam mendapat jatah menjadi pihak yang diplonco dan dites terus menerus oleh subyektivisme kaum non-Islam.

Kaum Muslimin diwajibkan menjadi penganut demokrasi agar diakui oleh peradaban dunia. Dan untuk mempelajari demokrasi, mereka dilarang membaca kelakuan kecurangan informasi jaringan media massa Barat atas kesunyatan Islam.

Orang-orang non-Muslim, terutama kaum Kristiani dunia, mendapatkan previlese dari Tuhan untuk mempelajari Islam tidak dengan membaca Al-Quran dan menghayati Sunnah Rasulullah Muhammad SAW, melainkan dengan menilai dari sudut pandang mereka.

Maka kalau penghuni peradaban global dunia bersikap anti-Islam tanpa melalui apresiasi terhadap Qur'an, saya juga akan siap menyatakan diri sebagai anti-demokrasi karena saya jembek dan muak terhadap kelakuan Amerika Serikat di berbagai belahan dunia. Dan dari sudut itulah demokrasi saya nilai, sebagaimana dari sudut yang semacam juga menilai Islam.

Di Yogya teman-teman musik Kiai Kanjeng membuat nomer-nomer musik, yang karena bersentuhan dengan syair-syair saya, maka merekapun memasuki wilayah musikal Ummi Kaltsum, penyanyi legendaris Mesir. Musik Kiai Kanjeng mengandung unsur Arab, campur Jawa, jazz Negro dan entah apa lagi. Seorang teman menyapa: "Banyak nuansa Arabnya ya? Mbok lain kali bikin yang etnis 'gitu..."

Lho kok Arab bukan etnis?

Bukan. Nada-nada arab bukan etnis, melainkan nada Islam. Nada Arab tak diakui sebagai warga etno-musik, karena ia indikatif Islam. Sama-sama kolak, sama-sama sambal, sama-sama lalap, tapi kalau ia Islam-menjadi bukan kolak, bukan sambal, dan bukan lalap.

Kalau Sam Bimbo menyanyikan lagu puji-puji atas Rasul dengan mengambil nada Espanyola, itu primordial namanya. Kalau Gipsy King mentransfer kasidah "Yarim Wadi-sakib...", itu universal namanya. Bahasa jelasnya begini: apa saja, kalau menonjol Islamnya, pasti primordial, tidak universal, bodoh, ketinggalan jaman, tidak memenuhi kualitas estetik dan tidak bisa masuk jamaah peradaban dunia.

Itulah matahari baru yang kini masih semburat. Tetapi kegelapan yang ditimpakan oleh peradapan yang fasiq dan penuh dhonn kepada Islam, telah terakumulasi sedemikian parahnya. Perlakuan-perlakuan curang atas Islam telah mengendap menjadi gumpalan rasa perih di kalbu jutaan ummat Islam. Kecurangan atas Islam dan Kaum Muslimin itu bahkan diselenggarakan sendiri oleh kaum Muslimin yang mau tidak mau terjerat menjadi bagian dan pelaku dari mekanisme sistem peradaban yang dominan dan tak ada kompetitornya.

"Al-Islamu mahjubun bil-muslimin". Cahaya Islam ditutupi dan digelapkan oleh orang Islam sendiri.

Endapan-endapan dalam kalbu kollektif ummat Islam itu, kalau pada suatu momentum menemukan titik bocor - maka akan meledak. Pemerintah Indonesia kayaknya harus segera mervisi metoda dan strategi penanganan antar ummat beragama. Kita perlu menyelenggarakan 'sidang pleno' yang transparan, berhati jernih dan berfikiran adil. Sebab kalau tidak, berarti kita sepakat untuk menabuh pisau dan mesiu untuk peperangan di masa depan.

Muslimdaily.com/ http://www.goodreads.com/book/show

Surat Habib Rizieq untuk SBY

Surat Habib Rizieq untuk SBY: Bubarkan Ahmadiyah, Supaya Allah Menjaga Kehormatanmu

Kepada Yang Terhormat
Presiden Republik Indonesia
Bapak DR. H. Susilo Bambang Yudhoyono

Dengan surat ini secara tulus dan ikhlash kami Dewan Pimpinan Pusat – Front Pembela Islam atas nama segenap pengurus, anggota dan simpatisan FPI di seluruh Indonesia, sebagai umat Islam yang cinta kepada Allah SWT dan Rasulullah SAW, serta cinta kepada agama, bangsa dan negara, sekaligus selalu menghormati para Ulama dan Umara serta perundang-undangan yang berlaku, maka kami meminta dengan hormat agar Bapak Presiden selaku Kepala Negara Kesatuan Republik Indonesia segera mengeluarkan:

Keppres tentang pembubaran Ahmadiyah dan pelarangan penyebaran ajarannya serta pembinaan terhadap warganya.

Percayalah, jika Bapak Presiden memuliakan, menjaga, melindungi dan memelihara kesucian ajaran Islam dari segala bentuk penodaan, maka niscaya Allah SWT akan memuliakan, menjaga, melindungi dan memelihara kehormatan Bapak Presiden dari segala bentuk penistaan. Sebaliknya, jika Bapak Presiden tidak memuliakan, menjaga, melindungi dan memelihara kesucian ajaran Islam dari segala bentuk penodaan, maka niscaya Allah SWT tidak akan memuliakan, menjaga, melindungi dan memelihara kehormatan Bapak Presiden dari segala bentuk penistaan.

Dan percayalah, bahwa Ahmadiyah adalah sumber konflik, yang jika dibiarkan akan terus melahirkan konflik-konflik yang lebih besar sehingga semakin sulit diatasi. Kami yakin dan percaya, bahwa sebagai seorang negarawan, tentu saja Bapak Presiden tidak akan memelihara sumber konflik yang bisa mengancam integritas bangsa dan stabilitas nasional.

Allah SWT menyaksikan isi surat ini sebagai bentuk pelaksanaan perintah-Nya untuk saling mewasiati dengan Kebenaran dan Kesabaran. Dan Allah SWT sebaik-baiknya saksi.



Jakarta, 26 Rabi’ul Awwal 1432 H (1 Maret 2011 M).

DEWAN PIMPINAN PUSAT
FRONT PEMBELA ISLAM (DPP FPI)



Al-Habib Muhammad Rizieq Syihab
Ketua Umum

KH. Ahmad Sabri Lubis
Sekretaris Jenderal



I. SEKILAS SEJARAH MIRZA GHULAM AHMAD (MGA) AL-KADZDZAAB

* 1839: MGA Al-Kadzdzaab dilahirkan di Desa Qodiyan – India.
* 1857: Ghulam Murtaza (Murtadha), ayah kandung MGA Al-Kadzdzaab, membantu Inggris membantai Para Pejuang Islam yang melawan penjajah Inggris di India. Banyak warga sipil muslimin jadi korban.
* 1877: MGA Al-Kadzdzaab mulai berda’wah dengan pesona untuk memikat umat Islam.
* 1880: MGA Al-Kadzdzaab mulai menulis kitab Barahin Ahmadiyah & mengaku sebagai Waliyullah yang memiliki keramat.
* 1883: MGA Al-Kadzdzaab secara terbuka memuji Inggris dan berjanji setia kepadanya.
* 1884: MGA Al-Kadzdzaab mulai didukung dan dibesarkan penjajah Inggris sebagai penghargaan kepadanya yang telah setia membantu Inggris.
* 1885: MGA Al-Kadzdzaab mengaku sebagai Mujaddid (Pembaharu).
* 1891: MGA Al-Kadzdzaab mengaku sebagai Imam Mahdi.
* 1901: MGA Al-Kadzdzaab mengaku sebagai Nabi & Rasul.
* 1905: MGA Al-Kadzdzaab dipermalukan dan dikalahkan dalam Munazharah dgn Ulama India, di antaranya dengan Sayyid Atha-allah Al-Bukhari rhm.
* 1906: MGA Al-Kadzdzaab menantang Mubahalah Maulavi Nazhir Husein rhm.
* 1907: MGA Al-Kadzdzaab melakukan Mubahalah dgn Asy-Syeikh Abul Wafa Tsana-allah Al-Amrtasri rhm.
* 1908: MGA Al-Kadzdzaab mati hina berlumur kotoran dalam WC karena kolera.

II. AYAT CINTA DITOLAK, MUNAZHARAH DAN MUBAHALAH

1. Ayat Cinta Ditolak:

Ketika MGA Al-Kadzdzaab berusia hampir 60 (enam puluh) tahun, ia jatuh cinta kepada seorang wanita muslimah masih familinya yang bernama Muhammadi Begum. Beberapa kali MGA Al-Kadzdzaab melamarnya tapi ditolak, bahkan akhirnya wanita tersebut menikah dengan pria lain. MGA Al-Kadzdzaab pun marah dan mengatakan bahwa Allah berfirman akan menjadikan wanita tersebut sebagai janda dan akan membinasakan ayah dan suaminya dalam waktu 3 (tiga) tahun terhitung sejak hari nikahnya, serta akan mengembalikan si wanita tersebut kepadanya (Lihat: Tadzkirah Hal 166 Brs 4-6 & Hal 226 Brs 4). Ternyata akhirnya, setelah tiga tahun si wanita tidak menjadi janda dan suaminya masih tetap hidup, bahkan MGA Al-Kadzdzaab yang mati lebih dahulu.

2. Kalah di Munazharah:

MGA Al-Kadzdzaab telah dikalahkan dan dipermalukan oleh para Ulama India dalam berbagai Munazharah (Perdebatan), mereka antara lain: Maulavi Muhammad Husein, Maulavi Muhammad Ali, Maulavi Mahmud Basyir, Maulavi Abdul Hakim, dan Sayyid ‘Atha-allah Al-Bukhari.

3. Binasa di Mubahalah:

MGA Al-Kadzdzaab pernah menantang Mubahalah (Saling Sumpah Dilaknat) para Ulama India, di antaranya Maulavi Nazhir Husein (Maulana Husein), namun tantangan Mubahalah itu hanya disampaikan secara lisan di hadapan pengikutnya, sehingga tidak terdokumentasikan.

Baru pada tanggal. 15 April 1907 M, MGA Al-Kadzdzaab mengeluarkan Surat Mubahalah terhadap Asy-Syeikh Abul Wafa’ Tsana-allah Al-Amrtasri rhm yang isinya bahwa si pendusta akan dilaknat oleh Allah dan akan terkena kolera serta akan mati dalam keadaan hina di masa hidup si jujur. Ternyata akhirnya, tepat 13 bulan 11 hari, pada tgl. 26 Mei 1908 M, MGA Al-Kadzdzaab mati di dalam WC karena kolera dalam keadaan berlumuran kotoran, ia mati dilaknat dalam keadaan hina. Sedang si jujur Syeikh Tsana-allah rhm masih tetap hidup hingga 40 (empat puluh) tahun setelah kematian si pendusta MGA Al-Kadzdzaab.

III. BUKTI KEKAFIRAN AHMADIYAH

A. Isi Kitab Tadzkirah kumpulan ilham dan wahyu MGA Al-Kadzdzaab 840 halaman, antara lain:

1. Halaman 1 (baris ke-1): Tadzkirah adalah wahyu yang suci. (Hal 43 Brs 8 bhw Allah berfirman kepada MGA & Hal 278 Brs 16 & Hal 369 Brs 8 & Hal 376 Brs 13 & Hal 637 Brs 15 bhw Tadzkirah diturunkan Allah di Qadiyan). Nama Tadzkirah di Hal 284 Brs 13-14.

2. Halaman 15 (baris ke-20): MGA sama dengan ketauhidan & keesaan Allah. (Hal 196 Brs 4-6 & Hal 223 Brs 9 & Hal 246 Brs 5 & Hal 368 Brs 4 & Hal 276 Brs 14 & Hal 381 Brs 2 & Hal 395 Brs 1 & Hal 496 Brs 4 & Hal 579 Brs 5-6 & Hal 636 Brs 9).

3. Halaman 43 (baris ke-8): Allah langsung berfirman kepada MGA Al-Kadzdzaab. (Hal 219 Brs 5 & 8, Hal 223 Brs 11, Hal 226 Brs 3).

4. Halaman 51 (baris ke-4): Nama MGA sempurna, sedang nama Allah tidak sempurna. (Hal 245 Brs 4 & Hal 277 Brs 11 & Hal 366 Brs 6).

5. Halaman 63 (baris ke-2): Yang mendustai Ahmadiyah adalah Manusia Kotor & Babi.

6. Halaman 154 (baris ke-21): MGA adalah Syahid, Mubasysyir & Nadziir, segala sesuatu ada di kedua kakinya.

7. Halaman 192 (baris ke-8): MGA mengaku sebagai Al-Masih Ibnu Maryam. (Hal 219 Brs 12 & Hal 222 Brs 5 & Hal 223 Brs 11-12 & Hal 243 Brs 12 & Hal 280 Brs 8 & Hal 378 Brs 8 & Hal 380 Brs 8-13 & Hal 387 & Brs 8-11 & Hal 401 Brs 5-6 & Hal 496 Brs 5 & Hal 579 Brs 10-11 & Hal 622 Brs 17 & Hal 637 Brs 21 & Hal 639 Brs 9

8. Halaman 192 (baris ke-13): MGA makhluk terbaik di alam semesta. (Hal 368 Brs 8-9 & Hal 373 Brs 8-9 & Hal 496 Brs 3 & Hal 579 Brs 6-7).

9. Halaman 195 (baris ke-15): MGA menyatu dengan Allah dan dia menjadi Allah. (Hal 696 Brs 14 & Hal 700 Brs 2).

10. Halaman 197 (baris 9-21): MGA Al-Kadzdzaab mengaku sebagai Pencipta Langit & Bumi.

11. Halaman 373 (baris 7-8): MGA Al-Kadzdzaab bebas berbuat apa saja sesuka hatinya karena sudah diampuni Allah.

12. Halaman 412 (baris ke-2): MGA Al-Kadzdzaab sama dengan anak Allah. (Hal 436 Brs 2-3 & Hal 636 Brs 13: bahwa MGA Al-Kadzdzaab juga sama dengan ’Arsy Allah).

13. Halaman 493 (baris ke-14): MGA Al-Kadzdzaab adalah Rasul. (Hal 385 Brs 10 & Hal 651 Brs 13).

14. Halaman 651 (baris ke-3): MGA Al-Kadzdzaab adalah Nabi yang belum dikenal Allah.

15. Halaman 668 (baris ke-12): MGA Al-Kadzdzaab sama seperti Al-Qur'an dan akan mendapatkan Al-Furqan.

16. Halaman 748 (baris 4-10): Selain pengikut MGA Al-Kadzdzaab adalah kafir yg boleh diculik & dibunuh dengan cara sadis kapan saja & dimana saja.

17. Halaman 749 (baris 1-3): MGA Al-Kadzdzaab adalah Imam yang diberkahi, dan Laknat Allah atas yang mengingkarinya.

B. Isi Kitab Ruhani Khazain kumpulan karangan MGA Al-Kadzdzaab 23 jilid antara lain:

1. Halaman 3 (baris ke-21):. Mirza Ghulam Ahmad Al-Kadzdzaab menyatakan kesediaan berkorban utk Penjajah Inggris. (Hal.130 : Pujian utk Inggris)

2. Halaman 3 (baris ke-166):. MGA Al-Kadzdzaab mewajibkan berterima-kasih kpd penjajah Inggris sbg pemerintah yg diberkahi. (Hal.373 : Doa utk Inggris).

3. Halaman 8 (baris ke-36):. MGA Al-Kadzdzaab mengaku sebagai Pelayan Setia Penjajah Inggris. (Juz 15 Hal 155 & 156).

4. Halaman 10 (baris ke-296):. MGA Al-Kadzdzaab menyatakan bahwa Nabi Isa as seorang pecandu arak / pemabuk.

5. Halaman 11 (baris ke-289):. MGA Al-Kadzdzaab menyatakan bahwa Nabi Isa as biasa berbuat keji, lancang lidah & berdusta.

6. Halaman 11 (baris ke-290):. MGA Al-Kadzdzaab menyatakan bahwa Nabi Isa as tidak memiliki Mukjizat.

7. Halaman 11 (baris ke-291):. MGA Al-Kadzdzaab menyatakan bahwa Nabi Isa as lahir dari keturunan penzina.

8. Halaman 16 (baris ke-26):. MGA Al-Kadzdzaab menghapuskan Hukum Jihad. (Juz 17 Hal 443).

9. Halaman 17 (baris ke-435):. MGA Al-Kadzdzaab mengaku sebagai Pembawa Syariat.

10. Halaman 18 (baris ke-207):. MGA Al-Kadzdzaab mengaku sebagai jelmaan Nabi Muhammad SAW dan sebagai Rasul.

11. Halaman 19 (baris ke-50):. MGA Al-Kadzdzaab mengaku sebagai jelmaan Maryam as, lalu jelmaan Nabi Isa as. (Juz 22 Hal 351).

12. Halaman 22 (baris ke-154):. MGA Al-Kadzdzaab mengaku sebagai Nabi.

(voa-islam.com)

Masih tentang ESQ

Pertemuan Besar di Malaysia: ESQ Mengandung Kesesatan, Seluruh Produknya Harus Ditarik

Telah terjadi pertemuan besar di Kuala Lumpur Malaysia, Rabu (23/2 2011) bertajuk “Penjelasan Latar Belakang Keluarnya Fatwa tentang ESQ” oleh Mufti Datuk Haji Wan Wahidi bin Wan Teh (Mufti resmi Wilayah Persekutuan Malaysia).

Pertemuan itu menghadirkan Farid Achmad Okbah dari Indonesia dan Professor Zakaria Stapa guru besar tasawuf dan pemikiran Islam dari Universiti Kebangsaan Malaysia.

Dari pembicaraan yang berlangsung, menurut keterangan Farid lewat telepon kemarin, dapat ditarik kesimpulan, ESQ Ary Ginanjar mengandung kesesatan dan harus diperbaiki, serta ada pengakuan. Juga harus menarik seluruh produk ESQ dari pasaran.

Acara itu dihadiri seribu orang lebih di antaranya para mufti dan pejabat serta kalangan akademisi, termasuk hadir pula GM ESQ Malaysia, Marhaini.

ESQ (The Emotional and Spiritual Quotient) adalah sebuah lembaga training sumber daya manusia yang ada di Indonesia.

ESQ yang berpusat di menara 165 jalan TB Simatupang Jakarta Selatan dan digawangi oleh Ary Ginanjar Agustian, telah mentraining puluhan ribu orang dengan konsep keseimbangan antara Emosi, Spiritual dan intelektual.

Kesesatan ESQ Telah Dikaji

Pertemuan besar di Kuala Lumpur itu, menurut Ustadz Farid menirukan penuturan Mufti tersebut, menjelaskan latar belakang difatwakannya kesesatan ajaran ESQ. Dikemukakan bahwa dikeluarkannya fatwa sesat tentang ajaran ESQ itu dengan pengkajian yang teliti, bahkan paling teliti di antara fatwa-fatwa yang telah dikeluarkannya.

Sebagaimana ramai diberitakan sejak pertengahan tahun 2010 keluar fatwa mufti wilayah persekutuan Malaysia yang ditandatangani oleh Datuk Hj. Wan Zahidi bin Wan Teh tentang sesatnya ESQ. Difatwakan, ajaran yang dipopulerkan oleh Ary Ginanjar ini adalah ajaran sesat dan harus dihindari. Melalui kajian, akhirnya mereka memutuskan bahwa ajaran ESQ yang mengusung ide 7 Budi Utama dan bercita-cita akan menuju Indonesia Emas pada tahun 2020 ini, difatwakan sesat berdasarkan sebuah fatwa tertanggal 10 Juni 2010.

Dalam fatwanya Mufti wilayah persekutuan Malaysia menjelaskan alasan kesesatan ESQ Ary Ginanjar, berikut ringkasan fatwanya:

· ESQ mendukung paham liberalisme yang menafsirkan nash-nash agama (al-quran dan sunnah) secara bebas.

· ESQ menuduh para Nabi mencapai kebenaran melalui pengalaman dan pencarian dan ini bertentangan dengan aqidah Islam tentang Nabi dan Rasul.

· ESQ mencampuradukkan ajaran spritual bukan Islam dengan ajaran spiritual Islam.

· ESQ menekankan konsep ’suara hati’ sebagai rujukan utama dalam menentukan baik atau buruknya sebuah perbuatan.

· ESQ menjadikan logika sebagai sumber rujukan utama.

· ESQ mengingkari mukjizat karena dianggap tidak dapat diterima akal.

· ESQ menyamakan bacaan Al-fatiha sebanyak 17 kali dalam shalat dengan ajaran Bushido Jepang yang berlatar belakang ajaran Buddha.

· ESQ menafsirkan kalimat syahadat dengan “triple one”.

Demikian ringkasan singkat fatwa Mufti wilayah persekutuan Malaysia yang ditandatangani oleh Datuk Hj. Wan Zahidi bin Wan Teh yang merupakan mufti resmi wilayah persekutuan Malaysia. (erm, Selasa, 06/07/2010 17:04 WIB).

Di Indonesia ramai dibicarakan

Sementara itu di Indonesia belum lama ini diberitakan bahwa dua orang MUI (Majelis Ulama Indonesia) memberi sertifikat kepada ESQ dan menyebutnya sesuai syari’at. Maka di milis beredar komentar, keadaan ini mirip dengan kasus judi lotre dengan sebutan Porkas, ada tokoh MUI yang menghalalkannya. Alasannya, lotre porkas itu bukan judi karena tidak berhadap-hadapan. Yang namanya judi harus berhadap-hadapan, kilah tokoh MUI. Kemudian judi lotre itu pun marak dan diganti nama menjadi SDSB. Masyarakat pun banyak yang kedanan (tergila-gila) judi lotre itu di zaman Soeharto. Para ulama dan tokoh Islam resah. Akhirnya MUI memfatwakan, SDSB hukumnya haram.

Dalam kasus ESQ, masih ada lembaga-lembaga Islam yang mampu mengkajinya. Bahkan Dewan Dakwah telah berjanji mengkajinya. Sedang di masyarakat tersebar bukti-bukti penyimpangan ESQ, bahkan peniliti di Belanda menengarai ESQ mengambil ajaran kebatinan baru (spiritual) NAM (New Age Movement) dipadu dengan Islam, sehingga sifatnya sinkretis.

Dalam buku pun beredar sejumlah penyimpangan ESQ baik yang telah dideteksi lama seperti yang tercantum di buku Pangkal Kekeliruan Golongan Sesat terbitan Pustaka Nahi Munkar Surabaya/ Jakarta, dan yang penyimpangannya ditemukan baru seperti yang diuraikan di buku Lingkar Pembodohan dan Penyesatan terbitan Nahi Munkar pula. Kabarnya buku yang di antaranya mengkritisi ESQ itu akan beredar di Islamic Book Fair 2011 di Senayan Jakarta 4-13 Maret 2011.

Kritikan tegas terhadap ESQ pun tanpa tedeng aling-aling, seperti berita ini:
Ajaran ESQ Sesat dan Menyesatkan

The Emotional and Spiritual Quotient (ESQ) yang diajarkan Ary Ginanjar Agustian selama 10 tahun belakangan ini ternyata sesat dan menyesatkan. Pasalnya, training ESQ yang sudah diikuti lebih dari 850.000 orang di Indonesia, Malaysia, Australia, Belanda dan AS dengan biaya amat mahal itu, ternyata mengandung ajaran sinkretisme, liberalisme, pluralisme dan dapat menjadikan zindiq dan kufur.

Maka benarlah apa yang dikatakan Mufti Wilayah Persekutuan Malaysia, Datuk Haji Wan Zahidi Bin Wah Teh, yang melarang ajaran ESQ Ary dikembangkan di Kuala Lumpur, Putra Jaya dan Labuan Malaysia, karena dianggap sesat dan menyimpang dari aqidah Islam.

Demikian antara lain kesimpulan dari diskusi Forum Komunikasi Sosial dan Kemasyarakatan (FKSK) ke 58 yang diadakan di Gedung Intiland, Jakarta, Kamis (29/7). Turut berbicara KH Amin Djamaluddin (Direktur LPPI), KH Anwar Ibrahim (Ketua Komisi Fatwa MUI), Bernard Abdul Jabbar (Mantan Missionaris Kristen) dan KH Muhammad Al Khaththath (Sekjen FUI). Sedangkan Ary Ginanjar Agustian (Presdir ESQ Leadership Centre) yang sudah berkali-kali menyatakan bersedia hadir ternyata mengingkari janji dengan dalih ada undangan ke Malaysia. (Abdul Halim) Sumber: Suaraislam, Jum’at, 30 Jul 2010.

Tampaknya Malaysia lebih tegas dalam mengawal aqidah dibanding Indonesia. Sehingga yang sesat-sesat seperti Syi’ah, Islam Jamaah (LDII), dan liberal (sepilis: sekuleris, pluralis agama, dan liberalis) tidak bebas berkeliaran untuk menjajakan kesesatannya. Yang terakhir ESQ Ary Ginanjar pun difatwakan sesat oleh seorang Mufti lalu dikuatkan lagi dalam pertemuan besar tersebut. (haji).

(nahimunkar.com)