12.20.2009

Pak Kyai, What do you want?

Renungan sederhana atas refleksi KH. Hasyim Muzadi

Ketua Umum PBNU KH. Hasyim Muzadi menuliskan refleksinya tentang Hijrah di kolom refleksi harian Republika (20/12/2009) berjudul ‘Hijrah yang Mengajarkan Toleransi’. Penulis biasanya merasa nyaman-nyaman saja dengan tulisan-tulisan beliau selama ini. Namun untuk tulisan beliau terakhir ini penulis merasa agak terganggu oleh citarasa liberal yang terkandung di dalamnya.

Pak Kyai bertutur tentang sosok Raja Najasyi penguasa Abisinia (Habasyah atau Ethiopia). Beliau gambarkan Raja Najasyi sebagai non Muslim yang toleran, pelindung ‘keselamatan’ sebuah kepercayaan sama artinya dengan melindungi hak asasi manusia. Sampai sebatas ini tidak ada masalah. Namun bermasalah ketika hal itu dijadikan justifikasi general oleh pak Kyai bahwa konsep rahmatan lil ‘alamin dalam Islam adalah saling memberikan perlindungan, berbagi ketenangan, serta menyemaikan rasa aman kepada dan oleh umat berbeda keyakinan. Beliau simpulkan dengan istilah, toleransi.

Menurut hemat penulis, pada dasarnya toleransi dalam Islam sudah selesai, artinya Islam telah secara konseptual dan faktual mengamalkan toleransi dalam sejarah peradaban dunia yang tiada bandingannya. Adalah ahistoris bagi para pemimpin umat yang tidak kenal bagaimana begitu luar biasa tolerannya Islam dan kaum muslimin sepanjang sejarah kehidupan manusia pasca Rasulullah saw diutus.

Problem dalam tulisan pak Kyai adalah, pengamputasian konsep Da’wah. Sekalipun mungkin beliau tidak bermaksud demikian. Penulis hanya khawatir sebagian pembaca tergelincir dalam memahami tulisan beliau itu. Seolah-olah beliau menganggap da’wah mengajak umat lain kepada keyakinan Islam adalah tidak toleran. Bahwa tidak bisa dipungkiri perbedaan keyakinan seringkali menimbulkan konflik antar pemeluk agama yang berbeda. Namun itu kemudian tidak bisa dijadikan legimitasi bahwa terlarang menyiarkan agama kepada umat yang beragama lain.

Termasuk peraturan pemerintah yang melarang menyiarkan agama kepada umat yang sudah beragama, merupakan pelanggaran terhadap syariah. Oleh karena itulah umat Kristiani sampai saat ini tidak mau mematuhi diktum tersebut, karena dalam ajaran mereka juga terdapat kewajiban untuk berda’wah. Sementara kita dipaksa untuk mematuhinya sambil menyaksikan satu demi satu saudara-saudara kita dimurtadkan.

Sebagai ajaran yang penuh toleransi tanpa mengorbankan akidah dan nilai-nilai Islami, dan dalam saat yang sama berpaling/menampakkan tanda-tanda tidak menyetujui sikap lawan-lawan Islam yang melecehkan itu. Ini antara lain dapat dipahami dari firman Allah: “Maka sampaikanlah olehmu secara terang-terangan segala apa yang diperintahkan (kepadamu) dan berpalinglah dari orangorang yang musyrik” (QS. al-Hijr [15]: 94). Juga firman-Nya: “Jadilah pemaaf/ambillah yang mudah, suruhlah orang mengerjakan yang ma’ruf, serta berpalinglah dari orang-orang yang jahil” (QS. al-A‘râf [7]: 199).

Perlu dipahami bersama bahwa Raja Najasyi adalah seorang Nashrani yang masih lurus pada zamannya sebagaimana pamannya siti Khadijah. Ra, Waraqah bin Naufal. Oleh karena itu keduanya melakukan hal yang seharusnya dilakukan oleh orang-orang yang mendapatkan petunjuk. Raja Najasyi melindungi para sahabat Rasulullah saw, kemudian dirinya masuk Islam dan Waraqah bin Naufal menyatakan akan ikut mendampingi Nabi saw. Saat beliau nantinya diusir oleh kaumnya sendiri. Maka tepat sekali kutipan ayat yang disebutkan oleh pak Kyai dalam surat Al-Maidah ayat 82 tersebut. Termasuk juga ayat berikut;

“Dan sesungguhnya di antara ahli kitab ada orang yang beriman kepada Allah dan kepada apa yang diturunkan kepada kamu dan yang diturunkan kepada mereka sedang mereka berendah hati kepada Allah dan mereka tidak menukarkan ayat-ayat Allah dengan harga yang sedikit. Mereka memperoleh pahala di sisi Tuhan-nya. Sesungguhnya Allah amat cepat perhitungan-Nya.” (Ali Imran: 199)

Ayat yang dikutip pak Kyai selengkapnya adalah;

“Sesungguhnya kamu dapati orang-orang yang paling keras permusuhannya terhadap orang-orang yang beriman ialah orang-orang Yahudi dan orang-orang musyrik. Dan sesungguhnya kamu dapati yang paling dekat persabahatannya dengan orang-orang yang beriman ialah orang-orang yang berkata: "Sesungguhnya kami ini orang Nasrani". Yang demikian itu disebabkan karena di antara mereka itu (orang-orang Nasrani) terdapat pendeta-pendeta dan rahib-rahib, (juga) karena sesungguhnya mereka tidak menyombongkan diri.” (Al Maidah: 82)

Dalam ayat ini justru diawali oleh peringatan Allah swt agar kita waspada dan berhati-hati terhadap Yahudi dan orang-orang musyrik (Nashrani disebut musyrik karena telah menyekutukan Allah swt).

Dengan demikian jelas kita tidak boleh terlena, karena Allah memperingatkan kita akan Nashrani yang jahat dalam banyak ayat-Nya seperti;

“Orang-orang kafir dari Ahli Kitab dan orang-orang musyrik tiada menginginkan diturunkannya sesuatu kebaikan kepadamu dari Tuhanmu. Dan Allah menentukan siapa yang dikehendaki-Nya (untuk diberi) rahmat-Nya (kenabian); dan Allah mempunyai karunia yang besar.” (Al baqarah: 105)

“Sebahagian besar Ahli Kitab menginginkan agar mereka dapat mengembalikan kamu kepada kekafiran setelah kamu beriman, karena dengki yang (timbul) dari diri mereka sendiri, setelah nyata bagi mereka kebenaran. Maka maafkanlah dan biarkanlah mereka, sampai Allah mendatangkan perintah-Nya. Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.” (Al- Baqarah: 109)

“Dan mereka berkata: "Hendaklah kamu menjadi penganut agama Yahudi atau Nasrani, niscaya kamu mendapat petunjuk". Katakanlah: "Tidak, bahkan (kami mengikuti) agama Ibrahim yang lurus. Dan bukanlah dia (Ibrahim) dari golongan orang musyrik". (Al Baqarah: 135)

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil jadi pemimpinmu, orang-orang yang membuat agamamu jadi buah ejekan dan permainan, (yaitu) di antara orang-orang yang telah diberi Kitab sebelummu, dan orang-orang yang kafir (orang-orang musyrik). Dan bertakwalah kepada Allah jika kamu betul-betul orang-orang yang beriman.” (Al Maidah: 57) Dan masih banyak puluhan ayat yang lain.

Penulis menghargai apa yang telah dilakukan PBNU dengan mengadakan Konferensi Persaudaran Muslim Dunia akhir pekan lalu (termasuk kalangan Syi’ah?) ataupun kegiatan-kegiatan semacam interfaith dan lain-lain. Namun sangat jelas PBNU membawa amanah warga NU bahwa perjuangan membela dan memelihara aqidah Islam adalah the best priority.

Penulis tidak bermaksud mengobarkan api permusuhan, karena itu memang tidak diajarkan oleh agama kita. Penulis hanya menginginkan kita berlaku adil dalam berwacana. Terlebih berbicara hak asasi manusia, yang disebut oleh pak Kyai implementasinya adalah melindungi ‘keselamatan’ sebuah kepercayaan. Beruntung pak Kyai memberikan tanda petik pada kata ‘keselamatan’. Artinya beliau memahami bahwa keselamatan hanya ada pada Islam tidak pada agama yang lain. Namun hal ini menjadi bias oleh keterangan beliau yang agak berbelit-belit hanya untuk sekedar men-sahkan nalar moderatisme NU versi beliau.

Dan diskusi tentang hak asasi manusia memang tidak akan ada habisnya. Penulis secara sederhana memahami bahwa Islam adalah agama fitrah (manusiawi), maka barangsiapa yang ingin hak asasi manusianya terlindungi dan dihargai hendaklah ia menjadi muslim.

InsyAllah bersambung…

12.12.2009

Pemikiran Dan Kiprah Pendidikan KH. Abdul Halim (1887 – 1962)

KH. Abdul Halim lahir di Desa Cibolerang, Kecamatan Jatiwangi, Majalengka, 4 Syawal 1304/26 Juni 1887-Desa Pasirayu, Kecamatan Sukahaji, Majalengka, 1381 H/1962 M). Ulama besar dan tokoh pembaharuan di Indonesia, khususnya di bidang pendidikan dan kemasyarakatan, yang memiliki corak khas di masanya. Nama aslinya adalah Otong Syatori. Kemudian setelah menunaikan ibadah haji ia berganti nama menjadi Abdul Halim. Ayahnya bernama KH. Muhammad Iskandar, penghulu Kewedanan Jatiwangi, dan ibunya Hajjah Siti Mutmainah binti Imam Safari. Abdul Halim adalah anak terakhir dari delapan bersaudara. Ia menikah dengan Siti Murbiyah, putri KH. Mohammad Ilyas, pejabat Hoofd Penghulu Landraad Majalengka (sebanding dengan kepala Kandepag Kapubaten sekarang).

Ia mendapat pendidikan agama sejak kecil. Pada usia 10 tahun ia sudah belajar membaca al Qur’an, kemudian menjadi santri pada beberapa orang Kyai di berbagai daerah Jawa Barat dan Jawa Tengah sampai mencapai usia 22 tahun. Kyai yang pertama kali didatangi ialah KH. Anwar di Pondok Pesantren Ranji Wetan, Majalengka, kemudian berpindah-pindah dari satu pesantren ke pesantren lainnya. Ia menjalani setiap pesantren antara 1 sampai dengan 3 tahun. Tercatat beberapa Kyai yang menjadi gurunya, antara lain KH. Abdullah di Pesantren Lontangjaya, desa Panjalin, Kecamatan Leuwimunding, Majalengka; KH. Sijak di Pesantren Bobos, Kecamatan Sumber, Cirebon; KH. Ahmad Sobari di Pesantren Ciwedas, Cilimus, Kuningan; KH. Agus di Pesantren Kedungwangi, Pekalongan, Jawa Tengah; kemudian kembali lagi ke Pesantren Ciwedus. Di sela-sela kehidupan pesantren, Abdul Halim menyempatkan diri berdagang, seperti berjualan batik, minyak wangi, dan kitab-kitab pelajaran agama. Pengalaman dagangnya ini mempengaruhi langkah-langkahnya kelak dalam upaya memperbaharui sistem ekonomi masyarakat pribumi.

Pada usia 22 tahun Abdul Halim berangkat ke Mekah untuk menunaikan ibadah haji dan mendalami ilmu agama. Ia bermukim di sana selama 3 tahun. Pada kesempatan ini ia mengenal dan mempelajari tulisan-tulisan Sayid Jamaluddin al-Afgani dan Syeikh Muhammad Abduh. Untuk mendalami pengetahuan agama di sana, ia belajar kepada Syeikh Ahmad Khatib, imam dan khatib Masjidil haram, dan Syeikh Ahmad Khayyat, ketika di sana pula ia bertemu dengan KH. Mas Mansyur dari Surabaya (tokoh Muhammadiyah) dan KH. Abdul Wahab Hasbullah (tokoh Nahdatul Ulama). Pada tahun 1328 H/1911 M ia kembali ke Indonesia.

Di samping menguasai bahasa Arab, ia juga mempelajari bahasa Belanda dari Van Houven (salah seorang dari Zending Kristen di Cideres) dan bahasa Cina dari orang Cina yang bermukim di Mekah. Dengan pengalaman pendidikan dan tukar pikirannya dengan para tokoh besar, baik di luar maupun dalam negeri, Abdul Halim semakin mantap dan teguh dalam prinsip. Ia tidak mau bekerja sama dengan pihak kolonial. Ketika oleh mertuanya ditawari menjadi pegawai pemerintah, ia menolaknya.

Dengan berbekal semangat juang dan tekad yang kuat, sekembalinya dari Mekah, ia mulai melakukan perbaikan untuk mengangkat derajat masyarakat, sesuai dengan hasil pengamatan dan konsultasinya dengan beberapa tokoh di Jawa. Usaha perbaikan ini ditempuhnya melalui jalur pendidikan (at-tarbiyah) dan penataan ekonomi (al-iqtisadiyah).

Dalam merealisasi cita-citanya untuk pertama kalinya Abdul Halim mendirikan Majlis Ilmu (1911) sebagai tempat pendidikan agama dalam bentuk yang sangat sederhana pada sebuah surau yang terbuat dari bambu. Pada majlis ini ia memberikan pengetahuan agama kepada para santrinya. Dengan bantuan mertuanya, KH. Muhammad Ilyas, serta dukungan masyarakat Abdul Halim dapat terus mengembangkan idenya. Pada perkembangan berikutnya, di atas tanah mertuanya ia dapat membangun tempat pendidikan yang dilengkapi dengan asrama sebagai tempat tinggal para santri.

Untuk memantapkan langkah-langkahnya pada tahun 1912 ia mendirikan suatu perkumpulan atau organisasi bernama “Hayatul Qulub”. Adapun tujuan organisasi adalah membantu anggota dalam persaingan dengan pedagang Cina, sekaligus menghambat arus kapitalisme kolonial. Dalam persaingan itu, seringkali terjadi perang mulut dan perkelahian fisik antara anggota Hayatul Qulub dengan pedagang Cina. Melalui lembaga ini ia mengembangkan ide pembaruan pendidikan, juga aktif dalam bidang sosial, ekonomi dan kemasyarakatan. Anggota perkumpulan ini terdiri atas para tokoh masyarakat , santri, pedagang, dan petani.

Salah satu pemikiran penting K.H. Abdul Halim,dalam kapasitasnya sebagai ulama, adalah bagaimana membina keselamatan dan kesejahteraan umat melalui perbaikan delapan bidang yang disebut dengan Islah as-Samaniyah, yaitu islah al-aqidah (perbaikan bidang aqidah), islah al-ibadah (perbaikan bidang ibadah), islah at-tarbiyah (perbaikan bidang pendidikan), islah al-ailah (perbaikan bidang keluarga), islah al-adah (perbaikan bidang kebiasaan), islah al-mujtama (perbaikan masyarakat), islah al-iqtisad (perbaikan bidang perekonomian), dan islah al-ummah (perbaikan bidang hubungan umat dan tolong-menolong).

Secara bertahap, organisasi yang dipimpinnya dapat memperbaiki keadaan masyarakat, khususnya masyarakat kecil. Melihat kemajuan dan hasil yang telah dicapainya, pemerintah kolonial Belanda mulai menaruh curiga. Secara diam-diam pemerintah kolonial mengutus polisi rahasia (yang disebut Politiek Inlichtingn Dienst/PID) untuk mengawasi pergerakan Abdul Halim dan setiap orang yang dicurigai. Pada tahun 1915 organisasi yang dipimpinnya ini dibubarkan sebab dinilai oleh pemerintah sebagai penyebab terjadinya beberapa kerusuhan (terutama antara pribumi dan Cina). Sejak itu Hayatul Qulub secara resmi dibubarkan namun kegiatannya terus berjalan.

Pada tanggal 16 Mei 1916 Abdul Halim mendirikan Jam’iyah I’anah al-Muta’alimin sebagai upaya untuk terus mengembangkan bidang pendidikan. Sistem pendidikan berkelas dengan lama belajar lima tahun. Sekolah ini mula-mula mendapat kritikan dari ulama setempat namun kemudian mendapat sambutan baik. Murid-murid datang bukan hanya dari Majalengka tetapi juga dari Indramayu, Kuningan, Cirebon, dan Tegal. Lulusannya kemudian mendirikan madrasah di tempat asalnya. Untuk menjaga mutu pendidikan, K.H. Abdul Halim mengadakan hubungan dengan Jamiat Khair dan Al-Irsyad di Jakarta. Untuk ini ia menjalin hubungan dengan Jam’iyat Khair dan al-Irsyad di Jakarta. Melihat sambutan yang cukup tinggi, yang dinilai oleh pihak kolonial dapat merongrong pemerintahan, maka pada tahun 1917 organisasi ini pun dibubarkan. Dengan dorongan dari sahabatnya, HOS. Tjokroaminoto (Presiden Sarekat Islam pada waktu itu), pada tahun itu juga ia mendirikan Persyarikatan Ulama. Organisasi ini diakui oleh pemerintahan kolonial Belanda pada tanggal 21 Desember 1917. Pada tahun 1924 daerah operasi organisasi ini sampai ke seluruh Jawa dan Madura, dan pada tahun 1937 terus disebarkan ke seluruh Indonesia.

Untuk mendukung organisasi ini, terutama pada sektor keuangan/dana, Abdul Halim mengembangkan usaha bidang pertanian dengan membeli tanah seluas 2,5 ha pada tahun 1927, kemudian mendirikan percetakan pada tahun 1930. Pada tahun 1939 ia mendirikan perusahaan tenun dan beberapa perusahaan lainnya, yang langsung di bawah pengawasannya. Untuk mendukung lajunya perusahaan di atas, kepada para guru diwajibkan menanam saham sesuai dengan kemampuan masing-masing. Abdul Halim juga mendirikan sebuah yayasan yatim piatu yang dikelola oleh persyarikatan wanitanya, Fatimiyah.

Abdul Halim juga memandang perlu memberikan bekal keterampilan kepada anak didik agar kelak hidup mandiri tanpa harus tergantung pada orang lain atau menjadi pegawai pemerintah. Ide ini direalisasinya dengan mendirikan sekolah /pesantren kerja bersama bernama Santi Asromo pada bulan April 1942, yang bertempat di Desa Pasirayu, Kecamatan Sukahaji, Majalengka. Santi Asromo (artinya tempat pendidikan yang sunyi dan damai), pelopor pesantren modern yang mencetak santri plus, yang saat itu belum terpikirkan orang. Nama santi asromo diambil dari bahasa Kawi (Jawa Kuno) yang artinya tempat yang sunyi, dan damai. Pesantren ini merupakan tindaklanjut dari Hasil Kongres Persyarikatan Ulama di Majalengka yang dilatarbelakangi oleh ketidakpuasan “Abdul Halim“ terhadap hasil pendidikan pesantren pada masa itu. Di samping itu, pendirian pesantren ini pun didorong oleh kenyataan banyaknya orang pribumi yang sulit mengecap pendidikan di sekolah-sekolah. Pesantren Santi Asromo termasuk pembaru kurikulum pesantren, karena sejak didirikan, telah meninggalkan sistem pendidikan tradisional yang khusus memberikan pelajaran agama.

Inilah pucak pemikiran K.H. Abdul Halim di bidang pendidikan. Pesantren Santi Asromo dibangun di tempat yang jauh dari keramaian Kota Majalengka. Para santri selain diberi pelajaran agama juga diberi pelajaran umum dan dibekali pendidikan keterampilan seperti bercocok tanam, bertukang kayu, kerajinan tangan, dan lain-lain. Siswa juga wajib tinggal di asrama selama 5 sampai 10 tahun. Pendidikan yang menekankan tiga unsur yaitu akhlak, sosial, dan ekonomi ini ternyata banyak menarik minat masyarakat. Para dermawan pun mengalir memberi dukungan. Santri yang dihasilkan adalah santri lengkap yang memiliki bekal agama, ilmu pengetahuan, dan keterampilan. Sebelumnya juga telah didirikanlah Kweekschool PO untuk mencetak tenaga guru. Pada 1932, nama sekolah diubah menjadi Madrasah Darul Ulum.

Di samping mengembangkan bidang pendidikan, Abdul Halim juga memperluas usaha bidang dakwah. Ia selalu menjalin hubungan dengan beberapa organisasi lainnya di Indonesia, seperti dengan Muhammadiyah di Yogyakarta, Sarekat Islam, dan Ittihad al-Islamiyah (AII) di Sukabumi. Inti dakwahnya adalah mengukuhkan ukhuwah Islamiah (kerukunan Islam) dengan penuh cinta kasih, sebagai usaha menampakkan syiar Islam, guna mengusir penjajahan. Dalam bidang aqidah dan ibadah amaliah Abdul Halim menganut paham ahlussunnah waljama’ah, yang dalam fikihnya mengikuti paham Syafi’iyah. Pada tahun 1942 ia mengubah Persyarikatan Ulama menjadi Perikatan Umat Islam yang (kemudian) pada tahun 1952 melakukan fusi dengan Persatuan Umat Islam Indonesia (PUII), menjadi “Persatuan Umat Islam” (PUI), yang berkedudukan di Bandung.

Selain aktivitasnya membina organisasi PUI, ia aktif berperan dalam berbagai kegiatan politik menentang pemerintahan kolonial. Pada tahun 1912 ia menjadi pimpinan Sarekat Islam cabang Majalengka. Pada tahun 1928 ia diangkat menjadi pengurus Majelis Ulama yang didirikan Sarekat Islam bersama-sama dengan KH. M. Anwaruddin dari Rembang dan KH. Abdullah Siradj dari Yogyakarta. Ia juga menjadi anggota pengurus MIAI (Majlis Islam A’la Indonesia) yang didirikan pada tahun 1937 di Surabaya. Pada tahun 1943, setelah MIAI diganti dengan Masyumi (Majlis Syuro Muslimin Indonesia), ia menjadi salah seorang pengurusnya. Ia juga termasuk salah seorang anggota Badap Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI/Dokurotzu Zyunbi Tyoosakai) pada tahun 1945, anggota Komite Nasional indonesia Pusat (KNIP), dan anggota Konstituante pada tahun 1955. Di kalangan kawan-kawannya ia dikenal sebagai orang yang sederhana, pengasih, dan mengutamakan jalan damai dalam menyelesaikan persoalan daripada melalui kekerasan.

Pada tahun 1940, ia bersama KH. A. Ambari menghadap Adviseur Voor Indische Zaken, Dr. GF. Pijper, di Jakarta untuk mengajukan beberapa tuntutan yang menyangkut kepentingan umat Islam. Ketika terjadi agresi Belanda pada tahun 1947, ia bersama rakyat dan tentara mundur ke pedalaman untuk menyusun strategi melawan Belanda. Ia juga menentang keras berdirinya negara Pasundan yang didirikan pada tahun 1948 oleh Belanda.

Pada masa perang kemerdekaan, K.H. Abdul Halim bergerilya bersama pejuang lainnya mempertahankan kemerdekaan dengan basis di sekitar Gunung Ciremai. K.H. Abdul Halim langsung memimpin anak buahnya menghadang gerakan militer Belanda (NICA). Pada waktu itulah ia diangkat menjadi "Bupati Masyarakat" Majalengka dan memimpin rakyat melawan NICA. Lokasi Santi Asromo, dianggap NICA sebagai pusat pertahanan TNI dan lasykar sehingga sebagian hancur karena dibom NICA. K.H. Abdul Halim ditangkap Belanda, juga anak dan menantunya. Namun K.H. Abdul Halim tidak mau menyerah atau bekerja sama dengan NICA dan berhasil lepas. K.H. Abdul Halim juga menentang gerakan Haji Sarip yang mendukung Belanda. K.H. Abdul Halim yang antigerakan separatis dari NKRI, kemudian diangkat menjadi panitia penggempuran Negara Pasundan hasil rekayasa Van Mook.

Setelah perang kemerdekaan usai, dan negara aman, perjuangan melalui organisasi PUI dilanjutkan kembali. Pada tahun 1952, dilakukan fusi antara Persatuan Umat Islam (PUI) dan Persatuan Umat Islam Indonesia (PUII), meskipun K.H. Ahmad Sanusi, sahabatnya, sudah wafat waktu itu. Fusi dilakukan tepatnya pada 5 April 1952, di Bogor. Hasil fusi lahirlah Persatuan Ummat Islam (PUI) dan K.H. Abdul Halim terpilih sebagai Ketua.

Sejak 1951, K.H. Abdul Halim terpilih sebagai Anggota DPRD Tingkat I Jawa Barat dan tahun 1956 diangkat menjadi Anggota Konstituante. K.H. Abdul Halim aktif sebagai wartawan pula dan pernah menjadi Pemimpin Redaksi dan penanggung jawab majalah Soeara P.O., majalah As-Sjuro, majalah Pelita serta mengisi kolom "Roeangan Hadis" di majalah Soeara MIAI. Selain itu, ia menulis sembilan buku. Dalam buku-bukunya, K.H. Abdul Halim berusaha menyebarkan pemikirannya yang penuh toleransi, menganjurkan menjunjung tinggi akidah dan ahlak masyarakat dan tidak menolak untuk mengambil contoh kemajuan dari Barat . Pada tahun-tahun berikutnya kegiatan PUI banyak mendapat hambatan. Kondisi kesehatan K.H. Abdul Halim semakin menurun, dan pada 17 Mei 1962, ia meninggal dunia di Santi Asromo.

Mengenai pemikiran dan karyanya; Abdul Halim adalah ulama yang dapat dikatakan sebagai seorang penulis yang produktif. Banyak tulisan-tulisannya yang sempat diterbitkan. Tulisan-tulisan tersebut dipublikasikan di kalangan anggota Persyarikatan Ulama dalam bentuk brosur dan buku kecil. Tetapi, sebagian besar tulisannya sudah terbakar sewaktu agresi Belanda ke dua. Di antara karyanya adalah;

1. Risalah Petunjuk bagi Sekalian Manusia
2. Ekonomi dan Koperasi dalam Islam
3. Ketetapan Pengajaran di Sekolah Ibtidaiyah Persyarikatan Ulama (sebagai Ketua Tim Penyusunan).
4. Da’watul Amal
5. Tarikh Islam
6. Neraca Hidup
7. Risalah
8. Ijtimaiyah Wailajuha
9. Kitab Tafsir Tabarok
10. Kitab 262 Hadits Indonesia
11. Babul Rizqi, dll.

Dari nama-nama kitab karangan Abdul Halim ini, yang masih tersisa tinggal 3 yaitu
1. Kitab Petunjuk bagi Sekalian Manusia
2. Ekonomi dan Koperasi dalam Islam
3. Ketetapan Pengajaran di Sekolah Ibtidaiyah Persyarikatan Ulama (sebagai Ketua Tim Penyusunan).

Selain itu, tulisan-tulisan Abdul Halim juga dimuat dalam beberapa majalah, seperti Suara Persyarikatan Ulama, As-Syuro, al-Kasyaaf dan Pengetahuan Islam. Abdul Halim juga menulis di Suara Muslimin Indonesia, Suara MIAI (Majelis Islam A'la Indonesia) dan di situ, ia menjadi pengisi artikel Ruangan Hadits. Ia juga menulis dalam lembaran-lembaran lain yang beredar dalam bentuk tercetak atau stensil, terutama untuk kalangan organisasi Persyarikatan Ulama.

Di dalam tulisa-tulisan tersebut, dapat dilihat pemikiran Abdul Halim tentang gagasan dan cita-citanya. Meski pun uraiannya dihubungkan dengan masalah keagamaan, tetapi pokok-pokok pikirannya dapat dipahami dari interpretasi yang dikemukakannya.
Pada garis besarnya, pokok-pokok pikiran Abdul Halim bersumber dari penafsirannya tentang konsepp al-Salam. Karena menurut pemahamannya, agama Islam memuat ajaran-ajaran yang bertujuan untuk membimbing manusia agar mereka dapat hidup selamat di dunia, dan memperoleh kesejahteraan hidup di akhirat. Kedua macam keselamatan hidup ini disebut al-Salam.

Berdasarkan pengertian ini, Abdul Halim melihat, bahwa kesejahteraan hidup di akhirat erat kaitanhnya dengan keselamatan hidup di dunia, karena untuk memperoleh kehidupan yang sejahtera di akhirat, terlebih dahulu manusia mesti hidup selamat di dunia, yaitu hidup yang sejalan dengan tuntutan agama (Abdul Halim: 1938). Makanya, menurut Abdul Halim antara ke dua macam kehidupan tersebut, terhadap hubungan kausalitas (timbal-balik).

Selanjutnya, pemikiran-pemikiran ini, membawa Abdul Halim kepada 3 kesimpulan, yang kemudian diterapkan dalam kehidupannya. Baik mengenai konsep keagamaan, pendidikan, dan kesejahteraan yaitu; Konsep al-Salam, Konsep Santi Asromo dan Konsep Santri Lucu (santri yang terampil)

12.01.2009

Islam (Tidak) Anti Kekerasan

Seringkali kita mendengar ungkapan bahwa Islam anti kekerasan, seiring terjadinya berbagai aksi pengeboman akhir-akhir ini di tanah air yang entah kenapa dituduhkan kepada Islam. Islam anti kekerasan adalah sebuah ungkapan apologetik yang menyesatkan saat dijadikan pembelaan bahwa Islam sebagai way of life tidak mengajarkan kekerasan. Benarkah?

Keras atau kekerasan itu sifatnya fithriyyah (manusiawi) sebagaimana lembut juga adalah fitrah. Hal yang menjadi tabiat dasar manusia yang tidak bisa dan tidak boleh dihilangkan melainkan harus diarahkan dan diberdayakan untuk tujuan kebajikan.

Oleh karena kekerasan adalah manusiawi, maka barangsiapa yang melarang seseorang berbuat kekerasan maka telah melakukan pelanggaran terhadap hak asasi manusia. Kekerasan tidak lagi manusiawi ketika dilakukan secara berlebihan, sebagaimana juga dengan kelembutan atau kedamaian.

Di dalam Islam ‘berlebihan’ dikenal dengan istilah tatharruf. Tatharruf adalah setiap aktifitas yang dilakukan tidak sesuai dengan proporsinya. Dalam literatur fikih Islam seringkali terdapat penggunaan kalimat ifrath dan tafrith yaitu upaya berlebihan dalam bermudah-mudah dan berlebihan dalam mempersulit.

Islam adalah agama yang proporsional tidak berat sebelah dan sesuai dengan sifat-sifat dasar kemanusiaan, sehingga Islam disebut juga agama fitrah. Artinya jika seseorang tidak berislam berarti ia melawaan hakikat kemanusiaannya. Dengan demikian ‘berlebihan’ bertentangan dengan ruh agama, berlebihan sering dibahasakan dengan istilah ekstrim. Ekstrimisme inilah yang dalam bahasa Islam disebut dengan tatharruf.

Setiap hal yang berlebihan atau ekstrim pasti tidak baik, termasuk dalam persoalan-persoalan kebaikan sekalipun. Sebagai contoh, kecintaan kita kepada Allah harus proporsional sesuai dengan yang diajarkan di dalam al-Qur’an dan Sunnah, jika tidak, bisa jadi kita menggambarkan Allah sebagai sosok konkrit yang real ada di hadapan kita. Maka jadilah sebagaimana yang dilakukan oleh masyarakat jahiliyyah sebelum Rasulullah saw diutus.

Oleh karena itu Allah swt sangat tidak menyukai hal-hal yang berlebihan, sebagaimana yang ditegaskan-Nya dalam banyak ayat al-Qur’an. Diantaranya:

“Dan perangilah di jalan Allah orang-orang yang memerangi kamu, tetapi jangan melampaui batas. Sungguh, Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas.” (QS. Al-Baqarah: 190)

Oleh karena itu problemnya bukan pada persoalan kekerasannya. Tapi pada penempatan kekerasan tersebut. Sebagai agama fitrah, Islam jelas mengadopsi ‘kekerasan’ sebagai salah satu manhaj dakwah. Namun Islam menempatkan kekerasan pada proporsi yang sebenarnya. Sebab secara manusiawi, tidak semua persoalan kehidupan hanya bisa diselesaikan oleh kelembutan semata.

Kekerasan fisik yang salah satu bentuknya adalah perang (qital) diakui secara syar’i oleh Islam sebagai hukum qhat’i dengan bertebarannya ayat maupun hadits yang melegitimasinya.

Islam sebagai agama beradab sangat menghormati fitrah manusia saat mengakomodir ‘kekerasan’ yang dengan secara ketat melakukan pembatasan-pembatsan demi penghormatan terhadap hak asasi manusia tersebut.

Dalam peperangan, Islam melarang umatnya untuk; menyerang kalau tidak diserang, membunuh perempuan dan anak-anak, membunuh yang sedang beribadah, merusak pepohonan, tempat-tempat ibadah, fasilitas umum dan mencincang mayat. Islam juga mengharuskan sebelum terjadi peperangan terlebih dahulu ditawarkan kepada pihak musuh 3 hal; masuk Islam, membayar jizyah (pajak) atau berperang. Dan Islam sangat menekankan untuk lebih berharap perdamaian daripada terjadinya peperangan saat 3 tawaran itu diajukan.

Itulah yang dimaksud bahwa Allah tidak menyukai hal-hal yang berlebihan sekalipun dalam situasi peperangan. Maka jika perang dalam Islam dikaitkan dengan kekerasan sebagai aktifitas yang abnormal, biadab, barbar dan destruktif. Lalu apakah kita juga akan menyebut Rasulullah saw dan para sahabat sebagai bidab dan barbar disebabkan melakukan peperangan?

Padahal sejarah dunia mencatat, Rasulullah saw menegur sahabatnya yang membunuh musuh saat mengucapkan syahadat, jenderal besar Khalid bin Walid membiarkan kemahnya tidak dibongkar saat peperangan karena diatasnya ada burung yang sedang bersarang dan penunggang kuda ulung sahabat Rasulullah saw bernama Abu Qotadah memberikan air wudhunya ketika seekor kucing menghampiri berharap minum.

Di luar itu semua ada sebuah adagium di antara para ahli sejarah dan politikus dunia bahwa seringkali peperangan dibutuhkan untuk mencapai kedamaian. Tidak akan ada perdamaian jika tidak ada peperangan hehe…

Sebagai perbandingan, jika hanya Islam yang dituduh pelaku ‘kekerasan’. Anda buka-bukalah catatan sejarah kelam Yahudi dan Kristen, niscaya bulu kuduk anda akan merinding seolah bukan manusia yang melakukan keganasan itu semua melainkan segerobolan serigala lapar dalam setiap babak sejarahnya. Sampai abad yang diklaim sebagai abad modern, abad milik mereka ini, siapakah yang saat ini sangat hoby berperang dan menumpahkan darah?

Adapun teks-teks syariat yang dijadikan legitimasi perang (jihad) tidak pada tempatnya, pelakunya adalah oknum. Oknum akan senatiasa ada pada setiap agama dan kelompok masyarakat. Sehingga ekstrimitas dalam Islam tidak bisa dipakai untuk menjudge bahwa Islam agama yang keliru, terlebih jika yang dipersalahkan adalah konsep jihad dalam Islam.

Terkait hal itu, jika dilihat melalui perspektif teori konspirasi terlihat jelas bahwa gembar-gembor ungkapan Islam anti kekerasan diproduksi oleh musuh-musuh Islam yang menginginkan konsep jihad dalam Islam tereduksi atau paling tidak ada reinterpretasi yang menurut mereka lebih lembut dan damai.

Ala kulli hal, kita tahu betul bahwa JIHAD adalah syariat Islam yang paling ditakuti oleh msuh-musuhnya. Perjalanan sejarah membuktikan, mereka tidak pernah menang melawan jihadnya umat Islam. Jihad dipersepsikan sebagai kejahatan karena mengandung ‘kekerasan’ sehingga diharap umat Islam mengenyampingkan JIHAD sebagai sesuatu yang diwajibkan. Dan menanglah mereka tanpa perlu mengeluarkan banyak tenaga….

Maka dalam arti yang sebenarnya, ISLAM (TIDAK) ANTI KEKERASAN.

11.30.2009

Sejarah Thifan Pokhan

Kalo temen2 pernah nonton serial TV Pedang dan Kitab Suci, yaitu berkisah tentang persekutuan antara partai bunga merah dan pendekar- pendekar muslim untuk menggulingkan dinasti manchu, maka pendekar- pendekar muslim itulah para Badur/ Pendekar dari negeri Thifan.

Thifan itu sendiri terletak di sebelah utara- barat Republik Rakyat China, atau sekarang masuk wilayah daerah otonomi Xinjiang dan sekarang lebih sering disebut dengan Turfan.
Turfan itu sendiri pada masa lalu adalah salah satu kota yang dilewati jalur sutra, hingga merupakan daerah persinggungan antara budaya timur dan barat.

Thifan/ turfan terdiri dari mayoritas muslim dari suku wigu/ uighur/ , tartar, moghul, kittan, fattan, tayli dan juga suku hui.
Islam masuk mulai abad ke 2 hijriah, atau abad 9 masehi, seiring dengan datangnya para pedagang arab dan persia serta semakin kuatnya pengaruh Kekhalifahan abbasiyah di Baghdad.

Kitab Zhodam

Hikayat Thifan Pokhan tertulis dalam kitab Zhodam ( Darah Juang ) yang ditulis oleh Badur/ Pendekar Ahmad Syiharani.
Isi kitab itu berupa hikayat, atau cerita turun temurun yang diceritakan dari mulut ke mulut hingga tidak bisa dijadikan sebuah acuan sejarah menurut ilmu modern, tetapi keakuratannya lebih tinggi dari legenda ataupun dongeng.

Kitab ini tertulis dalam bahasa urwun, dan diterjemahkan ke dalam bahasa melayu kuno oleh Hang Nandra Abu Bakar, seorang hulubalang kerajaan Aceh.

Adapun kitab ini berisi tentang perkembangan Shurul Khan ( Thifan Pokhan dan syufu Taesyu Khan ) dan tentang hikayat para Badur/ Pendekar, Shuku/ Guru, dan Ahund/ Ustad Shurul Khan

Badur/ Pendekar Namsuit

Beliau adalah seorang Mongol, ayahnya tewas di medan perang ketika ia masih dalam kandungan, lalu ibunya menikah dengan seorang pria bangsa tayli dan masuk Islam.
Sejak kecil ia dimasukkan ke lanah/ pesantren/ tempat pendidikan untuk
belajar agama islam dan ilmu beladiri.

Ia mempelajari dan mengembangkan Jurus pukulan dan tendangan orang turki/ Uighur, kemudian menggubah cara tangkisan orang turki, tayli, kitan mongol dan kai sehingga tercipta Jurus Wigu Po'er / tinju dan tendangan wigu.

Ia juga menciptakan beberapa jurus, yaitu :

- Fuke Koyli Ey Pend : Panda dambakan anggur
- Tsude Ne Fit : ungkitan pelana
- Firgi Kho Me' Ni : Simpuhan anak angin
- Noug Ogul Babay : Ksatria usir perintang
- Tedsyu Ey : Ungkit batu karang
- Tse Ul Ni Kay : Serangan anak kelana
- Kayla uzi Cak : Mendorong kereta emas
- Korey Ni Fuen : Kepak elang kembar
- Teutgul Te kay : Sikut Emas

Juga ia menciptakan beberapa jurus berdasarkan gerakan hewan yaitu :

- Baber Te'er : Jurus harimau
- Pila Te' er : Jurus Bangau
- Thos Te' er : Jurus Merak

Juga ia menciptakan jurus rahapan/ cakaran/ Cengkraman

- Nesti Peyne' : Kepala ayam jantan merahap
- Fuku Ne'i : Rahapan kera ketika di panah
- Fuku Ne'i Seng Ey : Rahapan kera padamkan lampu
- Gio Gul Ne'i Kutsin : Bunga tertiup angin
- Neyt Tetsy : Rahapan bidadari
- Tudsy Kai Tsen : rahapan kelelawar

Dan ia menciptakan jurus Ling Zwe Kawt Te Kum /Naga Menumbuk Gunung berdasarkan mimpinya melihat dua ekor naga sedang berkelahi.

Jurus- jurus tersebut diatas diteliti dan digubah kemudian di coba dalam perkelahian dan turgul/ adu tanding, juga di uji dengan berbagai macam senjata.

Ia berteman dengan Badur Je'nan dan bersama menggubah dan meneliti kungfu Shaolin dan berdua menciptakan ilmu perkelahian " Shurul Khan/ Siasat Raja.
Kelebihan Badur Namsuit ialah dath panasnya yang luar biasa, hingga apabila ia bertarung terlihat telapak tangannya berwarna kemerahan, menyala seperti bara api, juga ia bisa meremukkan batu dengan genggaman tangannya.
ia berteman dengan murid dan juga sahabatnya, Badur Je'nan hingga akhir hayatnya.
Oleh karena itulah, ilmu perkelahian Badur Namsuit ini disebut sebagai dasar dari Thifan Pokhan dan Syufu Taesyukhan.

Badur/ Pendekar Je'nan.

Badur Je'nan adalah seorang anak keturunan bangsawan Tayli.
Mulanya ia adalah seorang Ahund/ ustad muda yang pandai ilmu agama islam.
Jalan hidupnya berubah ketika pada suatu hari ia berdebat agama dengan seorang suku Han.Dalam debat itu, orang Han itu kalah dan tidak terima dengan penjelasan Je'nan lalu memukul Je'nan dan meludahi mukanya.Karena tidak berani, Je'nan tidak melawan, tapi dalam hatinya ia berfikir " Kenapa aku seorang lelaki begini lemah, seperti seorang penari kerajaan saja ".
Lalu ia mendatangi lanah tempat berlatih beladiri dan mulai belajar Wigu Po'er/ pkulan dan tendangan wigu. Ia tetap sabar walau dilanah itu ia sering " dikerjai oleh seniornya ".
Hingga suatu hari ia bertemu dengan Badur Namsuit, yang pada saat itu sudah berumur sekitar 100 tahunan tapi bisa memutuskan rantai besi dengan tangannya, lalu ia memohon kepada badur Namsuit supaya mau menerimanya menjadi murid.

Karena Je'nan seorang yang pandai ilmu agama islam, maka ia diterima menjadi murid Badur Namsuit.
Maka Je'nan pun berlatih Wigu Po'er dan belajar jurus pada Badur Namsuit secara diam- diam.
Setelah enam bulan, karena kepandaian dan bakatnya, ia sudah menguasai semua ilmu dari Badur Namsuit sudah dikuasai.
Ia pun mendatangi lanah tempat ia pertama berlatih dan menantang semua orang di lanah tersebut yang pernah melecehkannya dulu dan ia mengalahkan mereka semua dengan mudah, ia pun mendatangi orang Han yang pernah meludahinya dan juga mengalahkannya.

Kemajuan Je'nan yang sangat cepat ( dalam tempo 6 bulan ) membuat semua orang kagum dan heran, karena sangat jarang orang yang bisa menguasai ilmu beladiri yang hebat dalam waktu singkat.
Hal itu sebenarnya tidaklah mengherankan mengingat Je'nan dapat menghafal 30 Juz Al- Qur'an dan hafal 1000 Hadist, karena konon orang yang seperti itu dapat mempelajari apa saja dengan mudah.

Atas petunjuk Badur Namsuit, maka Je'nan mengembara ke timur untuk mencari ilmu beladiri yang terkenal yaitu Kungfu Shaolin sekaligus menyebarkan agama islam.Dalam perjalanan itu dikisahkan ia banyak bertarung dengan para perampok dan pendekar- pendekar dari berbagai aliran dan tak pernah ia kalah.

Hingga pada suatu ketika ia berhasil memperoleh sebuah kitab kungfu Shaolin dari seorang pendekar miskin dari aliran Shaolin dengan cara membayar semua hutangnya.Adapun sebelumnya pendekar itu tersebut memperoleh kitab itu dari seorang pendekar pemabuk dan menukarnya dengan segentong arak.Adapun nama kitab ilmu Shaolin tersebut kurang jelas namanya.

Je'nan kembali ke Thifan dan bersama Badur Namsuit mengkaji Ilmu Shaolin dan menggabungkannya dengan jurus- jurus thifan.
Setelah dikaji dan dihilangkan semua unsur- unsur yang bertentangan dengan syariat islam maka terciptalah Ilmu Perkelahian " Shurulkhan " yang merupakan cikal bakal Thifan Pokhan dan Syufu Taesyukhan.
Terpecahnya menjadi 9 aliran

Selanjutnya seiring dengan ketenarannya, Badur Je'nan membuka lanah tempat untuk belajar Shurul khan dan juga belajar agama dan banyaklah orang-orang yang datang baik untuk belajar.Diantaranya juga badur tua Namsuit gurunya, ikut pula belajar agama dari Badur Je'nan, sehingga hubungan keduanya semakin erat.

Karena Je'nan seorang ulama ahlus sunnah/ mengikuti sunnah Nabi Muhammad SAW yang tegas, maka ia selalu mengajarkan kepada murid- muridnya agar tidak melakukan amalan agama yang tidak sesuai dengan Al- qur'an dan Hadist.
Ini berlawanan dengan sebagian besar ulama Thurfan pada waktu itu, yang menganut paham sufi dan sinkretisme, yang lebih mementingkan urusan akhirat dan cenderung melupakan urusan dunia, dan juga memakai amalan-- dan ibadah yang tidak sesuai dengan Al- qur'an dan hadist.
Para ulama itu bahkan memfatwakan bahwa belajar beladiri itu bukan ajaran islam karena mengandung unsur kekerasan dan tidak sesuai dengan ajaran islam yang artinya damai dan keselamatan untuk seluruh alam.
Sedangkan menurut Badur Je'nan, belajar beladiri itu wajib bagi umat islam untuk membeladiri dan mempersiapkan diri apabila suatu saat negeri islam diserang oleh negeri luar, apalagi pada waktu itu kerajaan China/ Mongol sedang giat melakukan ekspansi.

Karena semakin banyak masyarakat yang berguru kepada Badur Je'nan, maka para ulama yang iri itu memfitnah Je'nan dihadapan sultan, dengan mengatakan bahwa badur Je'nan akan memberontak.
Hal ini diperkuat dengan adanya seorang tamid/ murid yang bernama Abayt yang berkhianat karena tergiur oleh godaan hadiah yang banyak.
Maka sultan yang juga seorang pemimpin zalim dan haus kuasa itu mengirim pasukannya untuk memberantas Lanah Badur Je'nan.

Dengan 50 orang tamid/ murid utamanya, badur Je'nan dibantu Badur tua Namsuit bertempur melawan pasukan Sultan.
Karena jumlah yang tidak seimbang maka 41 orang tamid Badur Je'nan gugur, termasuk Badur tua Namsuit, tapi sebelum ajal menjemput, Badur Namsuit memerintahkan kepada Je'nan yang terluka untuk menyelamatkan diri.
Maka, dengan terluka parah, Badur Je'nan mundur dari pertempuran dan berkuda ke arah barat.
Selain itu ada 9 orang tamid Badur Je'nan yang berhasil lolos dan berpencar satu sama lain.
Ke 9 Tamid tersebut belum ada yang berhasil mempelajari Shurul Khan secara keseluruhan, sehingga mereka secara tidak langsung menciptakan aliran Shurul Khan masing- masing.
Ke 9 murid itu bernama payug, orlug, tae fatan, bahroy, syirulgul,suyi, krait, naiman, dan seorang murid terakhir Badur Namsuit yang membawa aliran namsuit.Mereka mendirikan lanah- lanah rahasia dan sangat selektif dalam memilih murid, mengingat bahwa hancurnya lanah Shurulkhan karena pengkhianatan seorang Tamid Pengkhianat.
Syarat itu adalah hanya untuk kaum bangsawan dan hafal al- qur'an serta hadist Nabi.
Adapun Badur Je'nan tidak diketahui jelas nasibnya, ada yang bilang ia menetap di turki, adapula yang mengatakan ia tewas.
Tapi yang jelas, pengorbanan Badur Je'nan dan Badur Namsuit tidak akan terlupa diantara para tamid Thifan Pokhan dan Syufu Taesyukan.

Sedang negeri Thifan tak lama sepeninggalnya Badur Je'nan hancur lebur diserang oleh bangsa China dan Mongol dengan mudah dan hampir tanpa perlawanan.
Karena pemahaman agama yang salah, maka seluruh negeri mendapatkan akibatnya dan dijajah oleh negeri asing.

Itulah sekelumit hikayat yang terdapat dalam Kitab Zhodam, selain kisah Badur Namsuit dan Je'nan, terdapat pula kisah Para Badur baik aliran Thifan Pokhan maupun Syufu Taesyukhan dengan spesialisasi masing- masing.
Ada yang ahli Dath panas, ada yang ahli Dath dingin, ahli rahapan, ahli cakar dll.

Karena keterbatasan penulis ( belum baca yang versi lengkap ) maka tidak semua Kisah para Badur tersebut yang ditulis disini, karena kisah mereka tidak terlalu berperan dalam sejarah shurul Khan, juga karena adanya beberapa perbedaan penafsiran kitab Zhodam ( terutama dalam soal waktu kejadian, umur para badur dll ) dikarenakan Kitab Zhodam adalah kitab hikayat maka tidak bisa dijadikan pegangan sejarah, meskipun para tokoh/ Badur yang tertulis adalah benar pernah hidup di masa lalu.

Badur Ahmad Syiharani.

Inilah sang penulis Kitab Zhodam, selain itu ia juga menulis kitab Jurus ( Thifan Pokhan dan Syufu Taesyukhan ) dan juga kitab pengobatan Thifan.
Ialah tokoh yang berhasil mengumpulkan aliran Shurulkhan yang terserak dan menjadikannya 2 aliran yaitu Thifan Pokhan/ kepalan raja thifan, dan syufu Taesyukhan/ gerakan raja.
Thifan Pokhan mengutamakan tehnik- tehnik bertarung tingkat tinggi dan kecepatan serta kelincahan gerak, hingga lebih cocok digunakan oleh orang yang bertubuh kecil ( orang tartar, han, hui ), sedangkan Syufu taesyukhan mengutamakan kekuatan dan tehnik sederhana namun efektif seperti bantingan dan cengkraman, sehingga cocok digunakan oleh orang bertubuh besar ( uighur, turki, arab ). Tetapi dalam segala sesuatu didunia selalu ada perkecualian.
Adapun mengenai tokoh ini, masih kontroversi.
Pendapat pertama bahwa tokoh ini benar adanya.
Pendapat kedua bahwa nama Ahmad Syiharani adalah nama samaran, dikarenakan faktor keselamatan dan untuk menjaga kerahasiaan.
Pendapat ketiga bahwa tokoh ini adalah samaran dari beberapa tokoh yang bersama menyusun kitab diatas.

Mengenai benar tidaknya pendapat- pendapat diatas, maka yang terpenting adalah bahwa Badur Ahmad Syiharani telah mewariskan dan mewakafkan ilmu yang berguna bagi umat manusia, khususnya umat islam.

Penyebaran di Indonesia

Ketika kerajaan Aceh berdiri di sumatera, maharaja Aceh ketika itu ( Malik Muzzafar Syah atau Sultan Iskandar Muda. Wallahualam ) mengundang para pendekar dari turkistan/ thifan untuk menjadi pelatih beladiri tentara kerajaan aceh.
Hal ini mungkin atas bantuan dari Khalifah Turki Ustmani/ Ottoman Turk yang merupakan pemimpin Kekhalifahan Islam, dan kerajaan Aceh adalah salah satu persemakmuran kekhalifahan Turki.

Para Badur itu datang membawa pula Kitab Zhodam, kitab jurus dan kitab pengobatan.
Ketiga kitab itu di terjemahkan ke dalam bahasa melayu kuno oleh seorang hulubalang/ pejabat kerajaan aceh yaitu Hang Nandra Abubakar.
Dari sinilah awal mula tersebarnya Thifan Pokhan dan syufu Taesyukhan di Indonesia.

Tuanku Rao membawa ilmu ini ke daerah sumatera utara, riau, dan daerah sumatera yang lain, juga menyeberang ke malaka/ malaysia.
Selain itu karena ketidakstabilan politik di asia tengah, maka banyak orang- orang muslim tartar yang bermigrasi ke nusantara, terbanyak ke daerah Batavia dan jawa barat membawa serta Thifan Pokhan dan Syufu taesyukhan.

Ustad AD Marsedek.

Beliaulah yang memperkenalkan Thifan pokhan untuk masa modern, dan masih keturunan asli tartar ( Nama Marsedek adalah dialeg urwun untuk Umar Sidik )khususnya di Jawa Barat dan merupakan Guru Besar Thifan Pokhan di Indonesia.
Ini bermula ketika jaman orla ketika PKI sedang berjaya, banyak santri, ustad yang menjadi incaran orang komunis ( mirip dengan revolusi budaya China di jaman Mao Tse Tung ).
Untuk menghadapinya, maka banyak para santri dan ustad di jawa barat yang belajar Thifan Pokhan.
Juga pada waktu itu banyak tumbuh aliran beladiri dari luar dengan membawa budaya negeri asalnya yang tidak sesuai dengan nilai keislaman, maka melihat keadaan itu maka Ustad Marsedek mengajarkan Thifan Pokhan sebagai pilihan bagi umat islam yang ingin mempelajari beladiri yang islami.
Menurut senior- senior Thifan ( maklum, saya masih Junior nih ), pada waktu dulu latihannya dilakukan pada malam hari dan tanpa lampu, karena masih mengikuti metode asli Thifan Pokhan jaman dahulu.

Tetapi setelah Jaman orde baru, orang yang berlatih Thifan mulai sedikit.
Mungkin dikarenakan PKI sudah tidak ada, dan ada yang bilang karena tekanan dari rejim orde baru yang agak " alergi " dengan sesuatu beladiri yang berbaju islam ( mirip jaman Badur Je'nan ).
Sesuai kondisi jaman pula, maka sekarang bukan hal yang tabu lagi bila ingin berlatih Thifan Pokhan.Banyak lanah/ tempat latihan Thifan dimana- mana, dan tidak harus lagi hapal 30 juz al- qur'an atau hapal 1000 hadist.
Cuma ada satu syarat yang tidak boleh dilanggar, dan tidak akan berani dilanggar, yaitu sesuai petuah para Badur Thifan di masa lalu
" Bahwa ilmu ini di wakafkan/ diberikan cuma- cuma untuk umat islam dan untuk membela islam "

Jadi, mohon maaf, hanya Muslim yang boleh belajar Thifan Pokhan, bukan berarti Thifan benci atau memusuhi agama lain, tapi hanya menjaga amanat dari pendahulu yang mengorbankan segala yang mereka punya demi menciptakan dan melestarikan ilmu ini.
Juga tidak menjadikan Ilmu ini untuk kepentingan pribadi, seperti untuk mencari uang atau nama besar, karena yang sudah- sudah, kalo ada tamid/ badur niatnya seperti itu biasanya kualat..he..he.

11.18.2009

Tukang Pijat di Antara KPK, Polisi dan Jaksa

Kasus Bank Century dan “perseteruan” KPK-Polisi-Jaksa bisa meniru skandal Watergate di Amerika tahun 1970-an, yang menumbangkan Presiden Richard Nixon

Oleh Amran Nasution*

Hidayatullah.com--Perseteruan KPK dengan Kepolisian dan Kejaksaan Agung, sebagai akibat upaya menghancurkan KPK. Komisi itu dianggap terlalu independen dan telah menjelma menjadi superbody. Tapi rakyat mendukungnya. Betulkah kasus ini akan mirip skandal Watergate?

Selama berhari-hari berita televisi, radio, koran, dan situs internet, terfokus pada cerita di seputar ‘’pertempuran’’ antara pemerintah yang diwakili Mabes Polri dan Kejaksaan Agung, menghadapi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang didukung masyarakat sipil (civil society), terutama masyarakat anti-korupsi dari kelas menengah perkotaan.

Rakyat asyik menyaksikan siaran televisi atau melalap halaman koran, dan puncaknya terjadi ketika sidang terbuka Mahkamah Konstitusi di Jakarta, Selasa, 3 November lalu, membuka rekaman percakapan telepon seluler Anggodo Widjojo, pengusaha asal Surabaya, dengan sejumlah orang. Rekaman hasil sadapan KPK membuktikan telah terjadi rekayasa dalam upaya kriminalisasi dan penangkapan terhadap dua Wakil Ketua KPK non-aktif, Chandra Hamzah dan Bibit Samad Rianto.

Televisi berita pun panen. Menurut perusahaan riset media, PT AGB Nielsen Media Research, saat itu terjadi penyedotan pemirsa oleh televisi berita. Dibanding sebelumnya, pada hari itu, terutama pukul 11 sampai 17 .30 WIB – saat rekaman itu disiarkan langsung oleh televisi berita -- jumlah pemirsa melonjak sampai 169% (rata-rata 729.000 pemirsa) dibanding hari sebelumnya.

Kenapa peristiwa ini menarik pemirsa? Karena rekaman itu merupakan bukti konkret dari apa yang disebut upaya kriminalisasi terhadap pimpinan KPK, dan lebih jauh lagi, eliminasi terhadap KPK. ‘’Jadi nanti KPK ditutup,’’ begitu cuplikan dialog pembicaraan telepon Anggodo dengan seorang wanita. Disebut pula dalam percakapan bahwa ‘’RI Satu’’ (maksudnya Presiden SBY) berada di pihak mereka. Padahal rakyat memihak KPK. Institusi ini dianggap banyak menjebak dan menangkap para koruptor.

Oleh karena itu wajar saja kalau para pemirsa TV geram, kesal, bahkan marah, menyaksikan dialog dalam rekaman tadi: bagaiamana para pejabat (bahkan pejabat tinggi) bisa diatur sedemikian rupa hanya dengan harga murah oleh seorang cukong.

Anggodo adalah adik pengusaha Anggoro Widjojo, Boss PT Masaro Radiokom yang menggarap proyek komunikasi di Departemen Kehutanan. Keduanya berasal dari Surabaya , dan dulu mereka dikenal sebagai agen judi SDSB. Tahun lalu, KPK mengendus terjadi korupsi di proyek komunikasi PT Masaro Radiokom, dan segera mencekal Anggoro dan kawan-kawan. Tapi Anggoro ternyata lebih licin: ia berhasil kabur ke Singapore. Dari sana ia buat gerakan untuk memukul balik KPK, dengan dukungan penuh para pejabat Mabes Polri dan Kejaksaan Agung. Adiknya, Anggodo, berperan sebagai operator. Hubungan ‘’dekat’’ Anggodo dengan Kabagreskrim Komisaris Jenderal Susno Duadji dan Wakil Jaksa Agung A.H.Ritonga – via seorang tukang pijat dari Surabaya, diduga bernama Ong Juliana Gunawan – membuat Anggodo berada di atas angin. Apalagi, kata Ong Juliana, Presiden SBY berada di pihak mereka. ‘’Ngerti nggak? Sekarang SBY itu ikut mendukung,’’ katanya kepada Anggodo di dalam rekaman KPK.

Rekaman itu memamerkan kehebatan Anggodo. Tergambar bagaimana Anggodo mendekati orang kedua di Kejaksaan Agung melalui wanita tukang pijat. Wanita itu mestinya sangat akrab dengan Anggodo karena terkadang ia memanggil Anggodo dengan ‘’yang’’ atau singkatan dari sayang. Anggodo juga memanggil wanita itu dengan sebutan serupa.

Koran-koran memberitakan Juliana – yang berusia paruh baya tapi masih cantik -- telah dua kali tertangkap polisi memakai narkoba jenis sabu-sabu. Kabarnya dia juga pernah tertangkap di Yogyakarta untuk kasus serupa. Yang tak jelas berapa tahun ia dihukum karena perbuatannya itu. Hubungannya yang akrab dengan pejabat Kejaksaan tampaknya membuat ia tak perlu berlama-lama di rumah penjara.

Dari pembicaraan telepon yang disadap KPK, misalnya, terbaca Anggodo memanfaatkan Juliana untuk ‘’menggarap’’ Wakil Jaksa Agung A.H.Ritonga. Tampaknya dari Ritonga-lah, Juliana tahu Presiden SBY berada di pihak mereka dalam menghadapi KPK.

Juru Bicara Presiden, Dino Patti Djalal, memang segera bersuara mengatakan nama Presiden telah dicatut dalam rekamanan. Tapi anehnya kali ini Presiden SBY tak ‘’bersemangat’’ seperti beberapa tahun lalu, ketika namanya dicemarkan Wakil Ketua DPR Zaenal Maarif. Ketika itu, Presiden SBY dengan ditemani istrinya langsung datang sendiri ke Polda Metro Jaya mengadukan Zaenal sebagai telah mencemarkan nama baiknya. Presiden pun memperoleh citra sebagai seorang pemimpin yang taat hukum. Ia memberi contoh bagaimana seseorang bertindak bila nama baiknya dicemarkan.

Sekarang tidak. Kecuali bantahan Dino, peristiwa ini seperti ingin dilupakan. Telah beberapa hari berita itu tersebar, Presiden SBY tak kunjung mengadu ke polisi atas pencemaran atau pencatutan nama baiknya oleh tukang pijat itu, atau oleh pengusaha Anggodo Widjojo.

Polisi pun ikut tak bersemangat mengusut Anggodo, atau mencari tahu siapa wanita tukang pijat yang dengan lancang berani membawa-bawa nama Presiden SBY. Semuanya sungguh aneh bin ajaib. Soalnya selama ini, Presiden SBY dikenal sebagai orang yang amat berdisiplin dalam mengawal citranya. Citra, bagi SBY, adalah sesuatu yang amat penting. Karena kemampuan membangun citralah dia sampai dua kali terpilih sebagai Presiden.

Sekadar contoh, Indonesia adalah sarang korupsi. Lembaga pemeringkat korupsi seperti Tranparency International yang berpusat di Berlin, meletakkan Indonesia di peringkat di atas 100, di antara 180-an negara yang disurvei. Artinya Indonesia adalah negara korup. Perusahaan konsultan dari Hongkong, PERC, yang secara rutin mengumumkan peringkat korupsi, beberapa bulan lalu menyatakan Indonesia sebagai negara paling korup di Asia .

Tapi dalam pemilu lalu, SBY dan pendukungnya berhasil membangun citra sebagai pemimpin anti-korupsi. Kok bisa? Itulah hebatnya SBY dan timnya dalam pembentukan citra. Berbagai penangkapan yang dilakukan KPK terhadap sejumlah pejabat – termasuk terhadap besan kandung Presiden SBY, mantan Deputi Gubernur BI Aulia Pohan karena kasus korupsi Rp 100 milyar dana BI – berhasil dicitrakan sebagai hasil kerja positif SBY. Padahal KPK bukanlah institusi bawahan Presiden, sebagaimana halnya polisi dan kejaksaan. Malah kabar yang beredar menyebutkan di zaman kepemimpinan Antasari Azhar, hubungan KPK dengan Presiden SBY tak terlalu mesra, terutama setelah KPK menangkap Aulia Pohan.

Dulu ketika dipimpin Taufikurahman Ruki yang pernah menjadi staf SBY di Kantor Menko Polkam, KPK memang dikenal dekat dengan presiden. Tapi ketika itulah KPK gencar dituduh sebagai lembaga tebang pilih, karena menindak koruptor tertentu sembari melindungi koruptor yang lain. Setelah kepengurusan baru dipimpin mantan jaksa Antasari Azhar, KPK terlihat lebih independen, malah berani menangkap besan kandung Presiden SBY. Di bawah kepemimpinan Ruki dulu, kasus korupsi yang melibatkan Aulia Pohan itu seakan telah dipeti-eskan.

Mirip Skandal Watergate

Contoh lain, awal Oktober lalu, Badan Pembangunan PBB, UNDP (United Nations Development Program), mengumumkan peringkat Human Develompment Index (HDI) alias indeks pembangunan manusia. Ternyata badan PBB itu menempatkan Indonesia di peringkat 111 dari 182 negara yang disurvei. Peringkat itu menurun dari 109 tahun sebelumnya, dan 107 tahun sebelumnya lagi.

Padahal HDI adalah ukuran yang sesungguhnya dari keberhasilan pembangunan yang dilakukan pemerintahan suatu negara. Yang diukur di sini adalah tingkat buta huruf dan pendidikan, pendapatan per-kapita dan standar kehidupan, serta angka harapan hidup rata-rata. Dengan ukuran itu diketahui tingkat kemakmuran rakyat sebuah negara.

Ternyata selama tiga tahun terahir –di bawah Presiden SBY– peringkat HDI Indonesia terus melorot. Tapi anehnya citra pemerintah SBY di mata rakyat seakan berhasil mengurangi kemiskinan, dan sukses meningkatkan taraf hidup rakyat. Padahal yang terjadi sesungguhnya berdasarkan indeks HDI rakyat Indonesia terus-menerus bertambah miskin.

Memang terjadi pertumbuhan ekonomi, tapi itu adalah pertumbuhan tak berkualitas yang dinikmati sejumlah kecil orang kaya – terutama segelintir konglomerat – yang menikmati sistem ekonomi kapitalisme tak terkendali alias neo-liberalisme. Itulah sebabnya gini rasio Indonesia selalu tinggi sebagai pertanda kesenjangan antara kaya dan miskin di Indonesia melebar.

Presiden SBY kemudian membuat berbagai program jangka pendek khusus untuk menyongsong Pemilu, antara lain, program Bantuan Langsung Tunai (BLT) untuk rakyat miskin. Orang-orang miskin dan pengangguran yang jumlahnya tambah banyak, oleh pemerintah diberi uang Rp 300.000. Jelas program sinterklas seperti itu tak mendidik rakyat. Tapi hasilnya menyebabkan SBY popular di mata rakyat. Rakyat tak peduli bahwa dana BLT berasal dari utang luar negeri. Sekarang setelah pemilihan umum usai, program bagi-bagi duit model BLT pun menghilang. Sementara rakyat miskin tetap bertambah miskin.

Tapi mengapa sekarang KPK ingin dilumpuhkan dan para pejabatnya dikriminalisasikan? Sementara orang melihat kehebohan yang terjadi hanyalah perseteruan antara kepolisian dibantu Kejaksaan melawan KPK. Peristiwa ini pada awalnya dipicu penyadapan telepon Kabagreskrim Komisaris Jenderal Susno Duadji oleh KPK. Ketika itu Susno sedang menangani kasus Bank Century. Ternyata ia ikut-ikutan berupaya agar deposan tertentu dilunasi oleh manajemen Bank Century, antara lain, dengan membuat surat rekomendasi. Sebagai imbalan, seperti diketahui dari pembicaraan telepon Susno dengan salah seorang pengacara deposan besar, ada permintaan imbalan Rp 10 milyar. Lebih jauh lagi, Susno Duadji pergi menemui Anggoro Widjojo di Singapura dengan alasan Anggoro hanya ingin ditemui oleh dia. Begitu hebatnya Anggoro, sebagai buron dia ditemui perwira tinggi penting kepolisian berbintang tiga.

Tampaknya semua yang dilakukan Susno seakan direstui Kapolri Jenderal Bambang Hendarso Danuri. Malah di depan Komisi 3 DPR, 5 November lalu, guna meyakinkan para anggota DPR bahwa tuduhan polisi terhadap Chandra dan Bibit benar, Kapolri sampai mengungkapkan bahwa Chandra melindungi korupsi Rp 17 milyar di Departemen Kehutanan oleh Menteri M.S.Kaban, karena hubungannya dengan Kaban. Menurut Kapolri, Kaban berperan menghubungkan Chandra dengan Nadia, putri tokoh Islam terkemuka, Nurcholish Madjid (Almarhum). Adalah Kaban, menurut versi Kapolri, yang mengawinkan Chandra dengan Nadia.

Informasi Kapolri yang ternyata tak benar itu bukan saja membuat tersinggung keluarga Almarhum, tapi juga teman dan pengikut cendekiawan Muslim terkemuka itu. Malah di berbagai tempat mulai muncul tuntutan dari HMI agar Kapolri segera minta maaf dan meralat pernyataannya yang dianggap abal-abal itu. Nurcholish pernah menjabat Ketua Umum HMI selama dua priode. Yang penting dari peristiwa ini: kalau Kapolri sampai menyampaikan kabar tak berdasar di depan DPR, bagaimana tuduhan dan informasi polisi tentang Chandra dan Bibit bisa dipercaya? Apalagi, Tim 8 yang dibentuk Presiden dan dipimpin pengacara senior Adnan Buyung Nasution, sudah menyampaikan rekomendasi kepada Presiden bahwa tuduhan polisi terhadap dua Wakil Ketua KPK itu amat lemah.

Sementara itu Presiden SBY mengaku tak mau campur-tangan. Kata Presiden, semua diserahkan kepada hukum. Presiden seakan tak tahu bahwa yang terjadi sudah keluar dari jalur hukum, seperti peran Susno Duadji dalam kasus Bank Century dan menemui buron Anggoro Widjojo ke Singapore, atau hubungan Wakil Jaksa Agung dengan Anggodo Widjojo via tukang pijat Ong Juliana Gunawan.

Sikap yang dipilih Presiden praktis menyebabkan Presiden SBY pun berada dalam posisi berseberangan dengan KPK. Memang Presiden sebelumnya pernah mengeritik dengan mengatakan KPK telah menjadi superbody alias lembaga dengan kekuasaan luar biasa. Kekuasaan KPK tak bisa lagi dikontrol.

Maka rakyat – terutama yang ingin korupsi diberantas – memilih posisi mendukung KPK. Banyak orang percaya di balik kriminalisasi terhadap para pejabat KPK tersimpan niat lebih jauh yang bertujuan agar KPK tak membongkar apa yang sesungguhnya terjadi di Bank Century, atau permainan data teknologi informasi (IT) KPU dalam pemilihan umum lalu, yang pernah akan diusut KPK.

Dalam kasus Bank Century, misalnya, sudah lama beredar isu bahwa penyelamatan dilakukan pemerintah karena ingin mengamankan dana para deposan besar di bank itu. Deposan itu konon penyumbang salah satu calon dalam Pemilu. Akibatnya, pemerintah harus menggelontorkan dana Rp 6,7 triliun ke bank swasta yang menurut bekas Wakil Presiden Yusuf Kalla, dikelola oleh para kriminal itu.

Karenanya peristiwa ini diduga akan terus berkembang. Malah tak sedikit yang berpendapat kasus ini bisa meniru skandal Watergate di Amerika Serikat tahun 1970-an, yang mengakibatkan tumbangnya Presiden Richard Nixon. Ikuti saja. [www.hidayatullah.com]

*)Penulis adalah Direktur Institute For Policy Studies (IPS) dan kolumis www.hidayatullah.com

FAKTA DIBALIK KRIMINALISASI KPK

Dear All,

Tulisan dibawah sempat populer di kompasiana.com karena jika dilihat
dari judul dan isinya, apabila benar maka sangat hebat permainan
sandiwara para petinggi negara kita ini. Berdoa saja semoga semuanya
terselesaikan dengan baik.

sumber :
http://politik. kompasiana. com/2009/ 11/15/fakta- di-balik- kriminalisasi- kpk-dan-keterlib atan-sby/


Apa yang terjadi selama ini sebetulnya bukanlah kasus yang sebenarnya,
tetapi hanya sebuah ujung dari konspirasi besar yang memang bertujuan
mengkriminalisasi institusi KPK. Dengan cara terlebih dahulu
mengkriminalisasi pimpinan, kemudian menggantinya sesuai dengan
orang-orang yang sudah dipilih oleh "sang sutradara", akibatnya,
meskipun nanti lembaga ini masih ada namun tetap akan dimandulkan.

Agar Anda semua bisa melihat persoalan ini lebih jernih, mari kita
telusuri mulai dari kasus Antasari Azhar. Sebagai pimpinan KPK yang
baru, menggantikan Taufiqurahman Ruqi, gerakan Antasari memang luar
biasa. Dia main tabrak kanan dan kiri, siapa pun dibabat, termasuk besan
Presiden SBY.

Antasari yang disebut-sebut sebagai orangnya Megawati (PDIP), ini tidak
pandang bulu karena siapapun yang terkait korupsi langsung disikat.
Bahkan, beberapa konglomerat hitam — yang kasusnya masih menggantung
pada era sebelum era Antasari, sudah masuk dalam agenda pemeriksaaanya.

Tindakan Antasari yang hajar kanan-kiri, dinilai Jaksa Agung Hendarman
sebagai bentuk balasan dari sikap Kejaksaan Agung yang tebang pilih,
dimana waktu Hendraman jadi Jampindsus, dialah yang paling rajin
menangkapi Kepala Daerah dari Fraksi PDIP. Bahkan atas sukses
menjebloskan Kepala Daerah dari PDIP, dan orang-orang yang dianggap
orangnya Megawati, seperti ECW Neloe, maka Hendarman pun dihadiahi
jabatan sebagai Jaksa Agung.

Setelah menjadi Jaksa Agung, Hendarman makin resah, karena waktu itu
banyak pihak termasuk DPR menghendaki agar kasus BLBI yang melibatkan
banyak konglomerat hitam dan kasusnya masih terkatung –katung di
Kejaksaan dan Kepolisian untuk dilimpahkan atau diambilalih KPK. Tentu
saja hal ini sangat tidak diterima kalangan kejaksaan, dan Bareskrim,
karena selama ini para pengusaha ini adalah tambang duit dari para
aparat Kejaksaan dan Kepolisian, khususnya Bareskrim. Sekedar diketahui
Bareskrim adalah supplier keungan untuk Kapolri dan jajaran perwira
polisi lainnya.

Sikap Antasari yang berani menahan besan SBY, sebetulnya membuat SBY
sangat marah kala itu. Hanya, waktu itu ia harus menahan diri, karena
dia harus menjaga citra, apalagi moment penahanan besannya mendekati
Pemilu, dimana dia akan mencalonkan lagi. SBY juga dinasehati oleh
orang-orang dekatnya agar moment itu nantinya dapat dipakai untuk bahan
kampanye, bahwa seorang SBY tidak pandang bulu dalam memberantas
korupsi. SBY terus mendendam apalagi, setiap ketemu menantunya Anisa
Pohan , suka menangis sambil menanyakan nasib ayahnya.

Dendam SBY yang membara inilah yang dimanfaatkan oleh Kapolri dan Jaksa
Agung untuk mendekati SBY, dan menyusun rencana untuk
"melenyapkan" Antasari. Tak hanya itu, Jaksa Agung dan Kapolri
juga membawa konglomerat hitam pengemplang BLBI [seperti Syamsul
Nursalim, Agus Anwar, Liem Sioe Liong, dan lain-lainnya) , dan
konglomerat yang tersandung kasus lainnya seperti James Riyadi (kasus
penyuapan yang melibatkan salah satu putra mahkota Lippo, Billy Sindoro
terhadap oknun KPPU dalam masalah Lipo-enet/Astro, dimana waktu itu
Billy langsung ditangkap KPK dan ditahan), Harry Tanoe (kasus NCD Bodong
dan Sisminbakum yang selama masih mengantung di KPK), Tommy Winata
(kasus perusahaan ikan di Kendari, Tommy baru sekali diperiksa KPK),
Sukanto Tanoto (penggelapan pajak Asian Agri), dan beberapa konglomerat
lainnya].

Para konglomerat hitam itu berjanji akan membiayai pemilu SBY, namun
mereka minta agar kasus BLBI , dan kasus-kasus lainnya tidak ditangani
KPK. Jalur pintas yang mereka tempuh untuk "menghabisi Antasari
" adalah lewat media. Waktu itu sekitar bulan Februari- Maret 2008
semua wartawan Kepolisian dan juga Kejaksaan (sebagian besar adalah
wartawan brodex – wartawan yang juga doyan suap) diajak rapat di
Hotel Bellagio Kuningan. Ada dana yang sangat besar untuk membayar
media, di mana tugas media mencari sekecil apapun kesalahan Antasari.
Intinya media harus mengkriminalisasi Antasari, sehingga ada alasan
menggusur Antasari.

Nyatanya, tidak semua wartawan itu "hitam", namun ada juga
wartawan yang masih putih, sehingga gerakan mengkriminalisaai Antasari
lewat media tidak berhasil.

Antasari sendiri bukan tidak tahu gerakan-gerakan yang dilakukan Kapolri
dan Jaksa Agung yang di back up SBY untuk menjatuhkannya. Antasari
bukannya malah nurut atau takut, justeru malah menjadi-hadi dan terkesan
melawan SBY. Misalnya Antasari yang mengetahui Bank Century telah
dijadikan "alat" untuk mengeluarkan duit negara untuk membiayai
kampanye SBY, justru berkoar akan membongkar skandal bank itu. Antasari
sangat tahu siapa saja operator –operator Century, dimana Sri
Mulyani dan Budiono bertugas mengucurkan duit dari kas negara, kemudian
Hartati Mudaya, dan Budi Sampurna, (adik Putra Sanpurna) bertindak
sebagai nasabah besar yang seolah-olah menyimpan dana di Century,
sehingga dapat ganti rugi, dan uang inilah yang digunakan untuk biaya
kampanye SBY.

Tentu saja, dana tersebut dijalankan oleh Hartati Murdaya, dalam
kapasitasnya sebagai Bendahara Paratai Demokrat, dan diawasi oleh Eddy
Baskoro plus Djoko Sujanto (Menkolhukam) yang waktu itu jadi Bendahara
Tim Sukses SBY. Modus penggerogotan duit Negara ini biar rapi maka harus
melibatkan orang bank (agar terkesan Bank Century diselamatkan
pemerintah), maka ditugaskan lah Agus Martowardoyo (Dirut Bank Mandiri),
yang kabarnya akan dijadikan Gubernur BI ini. Agus Marto lalu menyuruh
Sumaryono (pejabat Bank Mandiri yang terkenal lici dan korup) untuk
memimpin Bank Century saat pemerintah mulai mengalirkan duit 6,7 T ke
Bank Century.

Antasari bukan hanya akan membongkar Century, tetapi dia juga mengancam
akan membongkar proyek IT di KPU, dimana dalam tendernya dimenangkan
oleh perusahaannya Hartati Murdaya (Bendahara Demokrat). Antasari sudah
menjadi bola liar, ia membahayakan bukan hanya SBY tetapi juga
Kepolisian, Kejaksaan, dan para konglomerat , serta para innercycle SBY.
Akhirnya Kapolri dan Kejaksaan Agung membungkam Antasari. Melalui para
intel akhirnya diketahui orang-orang dekat Antasari untuk menggunakan
menjerat Antasari.

Orang pertama yang digunakan adalah Nasrudin Zulkarnaen. Nasrudin memang
cukup dekat Antasari sejak Antasari menjadi Kajari, dan Nasrudin masih
menjadi pegawai. Maklum Nasrudin ini memang dikenal sebagai Markus
(Makelar Kasus). Dan ketika Antasari menjadi Ketua KPK, Nasrudin
melaporkan kalau ada korupsi di tubuh PT Rajawali Nusantara Indonesia
(induk Rajawali Putra Banjaran). Antasari minta data-data tersebut,
Nasrudin menyanggupi, tetapi dengan catatan Antasari harus menjerat
seluruh jajaran direksi PT Rajawali, dan merekomendasarkan ke Menteri
BUMN agar ia yang dipilih menjadi dirut PT RNI, begitu jajaran direksi
PT RNI ditangkap KPK.

Antasari tadinya menyanggupi transaksi ini, namun data yang diberikan
Nasrudin ternyata tidak cukup bukti untuk menyeret direksi RNI, sehingga
Antasari belum bisa memenuhi permintaan Nasrudin. Seorang intel polsi
yang mencium kekecewaan Nasrudin, akhirnya mengajak Nasrudin untuk
bergabung untuk melindas Antasari. Dengan iming-iming, jasanya akan
dilaporkan ke Presiden SBY dan akan diberi uang yang banyak, maka
skenario pun disusun, dimana Nasrudin disuruh mengumpan Rani Yulianti
untuk menjebak Antasari.

Rupanya dalam rapat antara Kapolri dan Kejaksaan, yang diikuti
Kabareskrim. melihat kalau skenario menurunkan Antasari hanya dengan
umpan perempuan, maka alasan untuk mengganti Antasari sangat lemah. Oleh
karena itu tercetuslah ide untuk melenyapkan Nasrudin, dimana dibuat
skenario seolah yang melakukan Antasari. Agar lebih sempurna, maka
dilibatkanlah pengusaha Sigit Hario Wibisono. Mengapa polisi dan
kejaksaan memilih Sigit, karena seperti Nasrudin, Sigit adalah kawan
Antasari, yang kebetulan juga akan dibidik oleh Antasari dalam kasus
penggelapan dana di Departemen Sosial sebasar Rp 400 miliar.

Sigit yang pernah menjadi staf ahli di Depsos ini ternyata menggelapakan
dana bantuan tsunami sebesar Rp 400 miliar. Sebagai teman, Antasari,
mengingatkan agar Sigit lebih baik mengaku, sehingga tidak harus
"dipaksa KPK". Nah Sigit yang juga punya hubungan dekat dengan
Polisi dan Kejaksaan, mengaku merasa ditekan Antasari. Di situlah
kemudian Polisi dan Kejaksaan melibatkan Sigit dengan meminta untuk
memancing Antasari ke rumahnya, dan diajak ngobrol seputar
tekana-tekanan yang dilakukan oleh Nasrudin. Terutama, yang berkait
dengan "terjebaknya: Antasari di sebuah hotel dengan istri ketiga
Nasrudin.

Nasrudin yang sudah berbunga-bunga, tidak pernah menyangka, bahwa
akhirnya dirinyalah yang dijadikan korban, untuk melengserkan Antasari
selama-laamnya dari KPK. Dan akhirnya disusun skenario yang sekarang
seperti diajukan polisi dalam BAP-nya. Kalau mau jujur, eksekutor
Nasrudin buknalah tiga orang yangs sekarang ditahan polisi, tetapi
seorang polisi (Brimob ) yang terlatih.

Bibit dan Chandra. Lalu bagaimana dengan Bibit dan Chandra? Kepolisian
dan Kejaksaan berpikir dengan dibuinya Antasari, maka KPK akan melemah.
Dalam kenyataannya, tidak demikian. Bibit dan Chandra , termasuk yang
rajin meneruskan pekerjaan Antasari. Seminggu sebelum Antasari
ditangkap, Antasari pesan wanti-wanti agar apabila terjadi apa-apa pada
dirinya, maka penelusuran Bank Century dan IT KPU harus diteruskan.

Itulah sebabnya KPK terus akan menyelidiki Bank Century, dengan terus
melakukan penyadapan-penyadap an. Nah saat melakukan berbagai penyadapan,
nyangkutlah Susno yang lagi terima duit dari Budi Sammpoerna sebesar Rp
10 miliar, saat Budi mencairkan tahap pertama sebasar US $ 18 juta atau
180 miliar dari Bank Century. Sebetulnya ini bukan berkait dengan peran
Susno yang telah membuat surat ke Bank Century (itu dibuat seperti itu
biar seolah–olah duit komisi), duit itu merupakan pembagian dari
hasil jarahan Bank Century untuk para perwira Polri. Hal ini bisa
dipahami, soalnya polisi kan tahu modus operansi pembobolan duit negara
melalui Century oleh inner cycle SBY.

Bibit dan Chandra adalah dua pimpinan KPK yang intens akan membuka
skandal bank Bank Century. Nah, karena dua orang ini membahayakan, Susno
pun ditugasi untuk mencari-cari kesalahan Bibit dan Chandra. Melalui
seorang Markus (Eddy Sumarsono) diketahui, bahwa Bibit dan Chandra
mengeluarkan surat cekal untuk Anggoro. Maka dari situlah kemudian
dibuat Bibit dan Chandra melakukan penyalahgunaan wewenang.

Nah, saat masih dituduh menyalahgunakan wewenang, rupanya Bibit dan
Chandra bersama para pengacara terus melawan, karena alibi itu sangat
lemah, maka disusunlah skenario terjadinya pemerasan. Di sinilah
Antasari dibujuk dengan iming-iming, ia akan dibebaskan dengan bertahap
(dihukum tapi tidak berat), namun dia harus membuat testimony, bahwa
Bibit dan Chandra melakukan pemerasan.

Berbagai cara dilakukan, Anggoro yang memang dibidik KPK, dijanjikan
akan diselsaikan masalahnya Kepolisian dan Jaksa, maka disusunlah
berbagai skenario yang melibatkanAnggodo, karena Angodo juga selama ini
sudah biasa menjadi Markus. Persoalan menjadi runyam, ketika media mulai
mengeluarkan sedikir rekaman yang ada kalimat R1-nya. Saat dimuat media,
SBY konon sangat gusar, juga orang-orang dekatnya, apalagi Bibit dan
Chandra sangat tahu kasus Bank Century. Kapolri dan Jaksa Agung konon
ditegur habis Presiden SBY agar persoalan tidak meluas, maka ditahanlah
Bibit dan Chandra ditahan. Tanpa diduga, rupanya penahaan Bibit dan
Chandra mendapat reaksi yang luar biasa dari publik maka Presiden pun
sempat keder dan menugaskan Denny Indrayana untuk menghubungi para pakar
hokum untuk membentuk Tim Pencari Fakta (TPF).

Demikian, sebetulnya bahwa ujung persoalan adalah SBY, Jaksa Agung,
Kapolri, Joko Suyanto, dan para kongloemrat hitam, serta innercycle SBY
(pengumpul duit untk pemilu legislative dan presiden). RASANYA ENDING
PERSOALAN INI AKAN PANJANG, KARENA SBY PASTI TIDAK AKAN BERANI BERSIKAP.
Satu catatan, Anggoro dan Anggodo, termasuk penyumbang Pemilu yang
paling besar.

Jadi mana mungkin Polisi atau Jaksa, bahkan Presiden SBY sekalipun
berani menagkap Anggodo!

Oleh : Rina Dewreight

11.04.2009

Selamat Jalan Ustadz Shiddiq

Kepergian (Alm) Shidiq Amien bagi Persis seperti 'amul-huzni (hari kesedihan). Mereka kehilangan tokoh-tokoh yang berkonstribusi besar dalam dakwah

Oleh Tiar Anwar Bachtiar

Hidayatullah.com--Ribuan jama'ah berdesak-desakan untuk bisa menshalatkan jenazah Ust. Shiddiq Amien—Allahu yarham—dari sejak malam Ahad di RS. Al-Islam dan masjid PP. Persis Viaduct, sampai hari Ahad siang di Pesantren Persis, Benda, Tasikmalaya. Ribuan jama'ah turut pula berdesak-desakan mengantarkan Ust. Shiddiq Amien ke tempat peristirahatan terakhir. Allahumma-ghfir lahu wa-rhamhu wa 'afihi wa-'fu 'anhu wa akrim nuzulahu wa wassi' madkhalahu.

Ust. Drs. Shiddiq Amienullah, MBA, atau akrab dipanggil Ust. Shiddiq Amien, Sabtu malam (31/10/2009) wafat di RS. Al-Islam, Bandung. Beliau menghembuskan nafas terakhir pada jam 22.15 wib, setelah 22 hari sebelumnya menjalani perawatan di RS yang sama. Almarhum wafat setelah pada tanggal 9 Oktober terkena serangan stroke dan mengalami pendarahan di otak.

Jenazah almarhum dimandikan di RS. Al-Islam pada jam 23.00, untuk selanjutnya dishalatkan oleh keluarga dan beberapa tokoh Persatuan Islam (Persis). Pada jam 23.30 jenazah almarhum kemudian dibawa ke masjid PP. Persis Viaduct di Jl. Perintis Kemerdekaan No. 2, Bandung. Sesampainya di sana ratusan jama'ah telah menunggu untuk menshalatkan.

Sejak malam itu, ribuan jama'ah tidak henti-hentinya menshalatkan jenazah sampai jam 06.55 wib. Antrian jama'ah yang sangat banyak menyebabkan mereka harus berdesak-desakan di dua tangga pintu masuk masjid sampai ketika jenazah sudah diangkat ke dalam mobil ambulance sekalipun.

Menurut H. Andi Sugandi, Bendahara PP. Persis, mengatakan, "Sampai malam pun, jika tidak distop, jama'ah yang menshalatkan pasti akan terus berdatangan."

Akan tetapi, menurutnya, semua jama'ah diharapkan pengertiannya, karena jenazah almarhum tidak mungkin berlama-lama disemayamkan.

Tercatat hadir tokoh-tokoh yang ikut menshalatkan almarhum adalah para ulama Persis, Ust. Ikin Sodikin (Ketua Majelis Penasihat PP. Persis), Ust. Usman Sholehudin (Ketua Dewan Hisbah Persis), Ust. Syuhada Bahri (Ketua Umum Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia), KH. Athian Ali M. Da'i, KH. Miftah Farid, Ust. Aam Amiruddin, M.Si, Walikota Bandung, Dada Rosada, dan mantan Menhut M.S. Kaban.

Sementara Gubernur Jabar, Ahmad Heryawan, tidak sempat menshalatkan jenazah. Beliau tiba di lokasi tepat jam 06.55 wib saat jenazah sudah diangkat ke mobil ambulance. Walaupun begitu beliau sempat menengok almarhum di dalam mobil dan turut mendo'akannya.

Jenazah almarhum kemudian bertolak ke Tasikmalaya. Panjang antrian kendaraan terhitung + 10 km. Ketika mobil ambulance sudah sampai di Malangbong, Garut, antrian kendaraan yang terakhir masih berada di Cicalengka-Nagreg, Kab. Bandung. Jenazah kemudian sampai di Pesantren Persis, Benda, Tasikmalaya, pada jam 10.30 wib.

Kedatangan jenazah disambut dengan haru oleh seluruh jama'ah dan santri Pesantren Persis, Benda, yang dari sejak pagi berdesak-desakan mengantri untuk bisa menshalatkan almarhum. Tercatat hadir waktu itu Walikota Tasikmalaya, H. Syarief Hidayat.

Selepas shalat zhuhur jenazah kemudian dibawa ke tempat peristirahatan terakhir. Tampak dengan jelas di areal sawah puluhan hektar tersebut antrian jama'ah yang berjejal mengantarkan almarhum. Ketika penguburan selesai, Ust. Usman Sholehuddin (Ketua Dewan Hisbah Persis) menyeru semua jama'ah untuk memohonkan istighfar dan ketetapan hati dan surganya karena jenazah akan dimintai pertangungjawaban saat ini juga: Istaghfiru li akhikum, wa-s`alu lahut-tatsbita, fa innahul-ana yus`alu.

Sesaat sesudah itu, Ust. Usman menyerukan, "Cukup. Rangkaian acara pemakaman jenazah selesai." Jama'ah pun kemudian kembali ke tempatnya masing-masing, dan jama'ah yang belum menshalatkan antri untuk menshalatkan di atas kuburan almarhum.

Penyakit Ustadz

Ust. Shiddiq Amien dilarikan ke RS. Al-Islam setelah terkena serangan stroke di sekitar Nagreg, Kab. Bandung. Waktu itu (9/10/2009) beliau sedang melakukan perjalanan ke Bandung dari Tasikmalaya dengan menyetir kendaraan sendiri. Ketika beliau merasakan ketegangan di badannya, segera beliau menepi dan menelepon putra sulungnya, H. Arief Rahman Hakim di Tasikmalaya, untuk menyusul dan menjemputnya. Karena terjebak macet, H. Arief pun kemudian menelepon Sekretaris Ust. Shiddiq, H. Aan Iskandar yang kebetulan waktu itu sedang ada di Cileunyi untuk menjemput beliau.

Ketika masuk RS. Al-Islam, menurut H. Aan Iskandar, Ust. Shiddiq masih sempat bertanya, "Saha ieu?" (Siapa ini?), H. Aan pun lantas menjawabnya. Akan tetapi, sejak itu beliau koma sampai kemudian diwafatkan oleh Allah swt pada Sabtu malam, 31 Oktober 2009.

Selama di RS. Al-Islam, Ust. Shiddiq tercatat dioperasi sebanyak tiga kali di sekitar tempurung kepalanya. Kondisi beliau naik turun, kadang membaik, sering pula memburuk.

Menurut Jeje Zaenudin, M.Ag (Ketua Umum PP. Pemuda Persis) yang juga pernah diasuh Ust. Shiddiq di Pesantren Benda, jauh sebelum itu almarhum dikenal tidak memiliki gangguan tekanan darah tinggi. Walaupun beberapa tahun terakhir gangguan tersebut kemudian datang, akan tetapi beliau dikenal disiplin dalam hal makanan. Salah satunya, beliau tidak pernah bersedia untuk makan selepas tabligh/pengajian di malam hari. Akan tetapi Allah swt berkehendak lain. Pada Sabtu malam (31/10/2009) itu beliau menghembuskan nafas terakhirnya.

'Amul Huzni Persis

Bagi jama'ah Persis, tahun 2009 ini bisa dikatakan 'amul-huzni (tahun kesedihan). Jika di masa Rasul saw, 'amul huzni itu ditandai dengan wafatnya Khadijah ra, istri Nabi saw, dan Abu Thalib, paman Nabi saw, maka bagi jama'ah Persis, 'amul huzni ini ditandai dengan wafatnya (1) Ust. Drs. Endang Sukmana (Kabidgar Perwakafan PP. Persis) pada tanggal 24 Februari 2009, (2) Ust. Drs. H. Entang Mukhtar, ZA (Ketua PP. Persis Bidang Jam'iyyah) pada tanggal 21 April 2009, dan terakhir (3) Ust. Drs. Shiddiq Amien, MBA (Ketua Umum PP. Persis dan Anggota Dewan Pembina Dewan Da’wah Islamiyah Indonesia Pusat) pemimpin tertinggi di lingkungan Persatuan Islam.

Ya, 'amul-huzni, karena mereka semua adalah tokoh-tokoh yang berkonstribusi besar dalam dakwah Islam. Kehilangan mereka sedikitnya memberikan efek yang besar dalam hilangnya peran-peran strategis dakwah yang biasa mereka perankan. Walaupun itu semua bukan pertanda bahwa dakwah Islam, khususnya Persis, telah kiamat. Karena selepas Khadijah ra dan Abu Thalib, muncullah Abu Bakar, 'Umar, 'Utsman, 'Ali, dan sederetan shahabat lainnya yang terbukti lebih tangguh mengibarkan panji dakwah Islam. Demikian juga, selepas kepergian Ust. Shiddiq Amien, Ust. Entang Mukhtar, dan Ust. E. Sukmana, bukan berarti penegak panji-panji dakwah Islam harus hilang ditelan masa. Generasi berikutnya dalam hal ini tentu wajib berani memikul amanah yang besar ini. Semoga.

Penulis adalah Ketua II PP Pemuda Persatuan Islam. Tulisan ini dimuat di situs [www.hidayatullah.com]

10.20.2009

Silaturahmi

“Dan bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain dan (peliharalah) hubungan silaturrahim (Arham). Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu”. (QS. 4:1)

Silaturahmi secara bahasa berasal dari dua kata, yakni silah (hubungan) dan Rahim (Rahim perempuan) yang mempunyai arti Hubungan nasab, sebagaimana ayat diatas kata al-Arham (rahim) diartikan sebagai Silaturahmi. Namun pada hakikatnya silaturahmi bukanlah sekedar hubungan nasab, namun lebih jauh dari itu hubungan sesama muslim merupakan bagian dari silaturrahmi, sehingga Allah SWT mengibaratkan umat Islam bagaikan satu tubuh. Sebagaimana firman-Nya, “Sesungguhnya orang-orang mu’min adalah bersaudara, karena itu damaikanlah antara kedua saudaramu dan bertakwalah kepada Allah supaya kamu mendapat rahmat.” (49:10).

Rasulullah saw bersabda; “Tahukah kalian tentang sesuatu yang paling cepat mendatangkan kebaikan ataupun keburukan? "Sesuatu yang paling cepat mendatangkan kebaikan adalah pahala orang yang berbuat kebaikan dan menghubungkan tali silaturahmi, sedangkan yang paling cepat mendatangkan keburukan ialah siksaan bagi orang yang berbuat jahat dan yang memutuskan tali persaudaraan" (HR. Ibnu Majah).

Silaturahmi tidak sekedar bersentuhan tangan atau memohon maaf belaka. Ada sesuatu yang lebih hakiki dari itu semua, yaitu aspek mental dan keluasan hati. Hal ini sesuai dengan asal kata dari silaturahmi itu sendiri, yaitu shilat atau washl, yang berarti menyambungkan atau menghimpun, dan ar-rahiim yang berarti kasih sayang. Makna menyambungkan menunjukkan sebuah proses aktif dari sesuatu yang asalnya tidak tersambung. Menghimpun biasanya mengandung makna sesuatu yang tercerai-berai dan berantakan, menjadi sesuatu yang bersatu dan utuh kembali. Tentang hal ini Rasulullah SAW bersabda, "Yang disebut bersilaturahmi itu bukanlah seseorang yang membalas kunjungan atau pemberian, melainkan bersilaturahmi itu ialah menyambungkan apa yang telah putus" (HR. Bukhari).

Rasulullah SAW pernah memberikan nasihat kepada para sahabat, "Hendaklah kalian mengharapkan kemuliaan dari Allah". Para sahabat pun bertanya, "Apakah yang dimaksud itu, ya Rasulullah?" Beliau kemudian bersabda lagi, "Hendaklah kalian suka menghubungkan tali silaturahmi kepada orang yang telah memutuskannya, memberi sesuatu (hadiah) kepada orang yang tidak pernah memberi sesuatu kepada kalian, dan hendaklah kalian bersabar (jangan lekas marah) kepada orang yang menganggap kalian bodoh" (HR. Hakim).

Dalam hadis lain dikisahkan pula, "Maukah kalian aku tunjukkan amal yang lebih besar pahalanya daripada shalat dan shaum?" tanya Rasulullah SAW kepada para sahabat. "Tentu saja," jawab mereka. Beliau kemudian menjelaskan, "Engkau damaikan yang bertengkar, menyembungkan persaudaraan yang terputus, mempertemukan kembali saudara-saudara yang terpisah, menjembatani berbagai kelompok dalam Islam, dan mengukuhkan tali persaudaraan di antara mereka adalah amal shalih yang besar pahalanya. Barangsiapa yang ingin dipanjangkan umurnya dan diluaskan rezekinya, hendaklah ia menyambungkan tali silaturahmi" (HR. Bukhari Muslim).

Diantara ayat yang sering dijadikan dasar wajib bersilaturahmi adalah surat Annisa ayat 1 di atas yang didalamnya terdapat kalimat yang berbunyi, Wataqullâh alladzî tasã`alûna bihî wal arhâm… “Dan bertakwalah kepada Allâh yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturrahim.”

Arhâm bentuk jama dari kata rahim yang berarti kandungan. Imam Alqosimi di dalam tafsirnya memberikan pengertian dengan makna “wattaqul arhâm” (nitip rahim, nitip kandungan).

Sepintas terasa agak aneh, Allâh menitipkan kandungan, tapi menurut ahli ilmu bayan/balaghoh kalimat seperti ini termasuk kalimat Majaz Mursal, min ithlaqil mahâl lil iradati hâl, disebut tempat yang dimaksud adalah yang menempatinya.

Wattaqul arhâm. Nitip kandungan jelas maknanya adalah yang keluar dari kandungan yaitu anak dan keturunan. Jadi kalau kita tarik pemahaman dari kalimat yang diambil dari surat Annisa ayat 1 tadi. Allâh berpesan bertakwalah kamu kepada Allâh wahai para orang tua dan didik (jaga) anak keturunan kamu supaya mereka menjadi manusia-manusia yang bertakwa juga.

Di lingkungan kita banyak yang memahami makna silaturahmi itu sebatas mengadakan pertemuan keluarga atau pertemuan warga. Lalu saling mengenalkan hubungan kekerabatan; ini kakek, paman, bibi, keponakan, dstnya. Memang itu pun mempunyai nilai positif, tapi yang disebut silaturahmi tidak sebatas itu, bukan hanya memperkuat hubungan kekerabatan semata, yang lebih esensial (penting dan mendasar) adalah bagaimana memperkuat hubungan keimanan, ketakwaan pada lingkungan keluarga masing-masing.

Dalam tafsir Ibnu Katsier tercatat sebuah hadits yang diriwayatkan Ibnu Jarir, Rasûlullâh Saw., bersabda, “Nanti di hari kiamat diantara hamba-hamba Allâh ada sekelompok orang yang mendapat tempat istimewa di surga, mereka itu bukan para Nabi juga bukan Syuhada, malah para Nabi dan Syuhada tertarik dengan kedudukan mereka di sisi Allâh pada hari kiamat. Mendengar pernyataan seperti para sahabat semangat untuk bertanya, ‘Yaa Rasûlullâh, manusia macam apakah yang akan mendapat tempat istimewa di surga?’ Nabi tidak menyebut nama juga kelompok, tapi menyebutkan sifat, mereka yang akan mendapatkan tempat istimewa di surga adalah yang ketika hidupnya di dunia saling mencintai, menyayangi dengan dasar karena Ruh Allâh (keimanan, keislaman dan ketakwaan) bukan karena ikatan harta atau keturunan.”

Adalah wajar jika seorang kakek sayang kepada cucunya karena ada hubungan famili, pantas jika mertua sayang kepada menantu karena terikat oleh anak, normal jika seorang pedagang sayang kepada pelanggan karena ada ikatan simbiosa mutualistis (hidup saling menguntungkan yang terkait dengan harta). Tapi ternyata yang membawa akibat yang positif nanti di akhirat -sampai di tempatkan di kelas istimewa di surga-, bukan ikatan kekeluargaaan atau bisnis, tapi lebih karena ikatan rasa keimanan, keislaman, dan ketakwaan.

Oleh sebab itu maka yang di maksud dengan silaturahmi jelas bukan hanya sebatas mengumpulkan keluarga dan saling mengenalkan hubungan kekerabatan tapi bagaimana kita memperkokoh kualitas keimanan dan ketakwaan dalam keluarga kita.

Bukankah putra Nabi Nûh yang bernama Kan’an oleh Allâh ditenggelamkan di lautan banjir besar. Ketika Nabi Nûh meminta pertolongan kepada Allâh untuk menyelamatkan anaknya, Allâh menjawab, “Wahai Nûh, dia (Kan’an) bukan keluargamu!.” Ahli tafsier memaknai karena dia (Kan’an) tidak beramal sholeh seperti bapaknya (Nûh).

Al-Qur’an telah banyak menceritakan kisah terputusnya silaturahmi, padahal mereka mempunyai hubungan nasab. Diantaranya, Nabi Ibrahim AS menjadi jauh dengan bapaknya, karena seorang Musyrik. Malah doa nabi Ibrahim untuk bapaknya sendiri tidak dikabulkan oleh Allah SWT, sebagaimana firman-Nya, “Dan permintaan ampun dari Ibrahim (kepada Allah) untuk bapaknya tidak lain hanyalah karena suatu janji yang telah diikrarkannya kepada bapaknya itu. Maka, tatkala jelas bagi Ibrahim bahwa bapaknya itu adalah musuh Allah, maka Ibrahim berlepas diri dari padanya. Sesungguhnya Ibrahim adalah seorang yang sangat lembut hatinya lagi penyantun”. (QS. 9:114).

Nabi Luth AS harus berpisah dengan istrinya dikarenakan tidak mau mengikuti ajarannya, sehingga Allah SWT mengadzabnya bersama kaum yang lainnya, Nabi Nuh AS harus berpisah dengan anaknya Kan’an dikarenakan tidak mau mengikuti ajarannya, sehingga Allah SWT menenggelamkannya bersama umat yang lainnya. Begitupun dengan Nabi Muhammad SAW tidak bisa bersama-sama didalam surga bersama pamannya Abu Thalib, padahal pamannya sangat menjaga dan menyayangi beliau.

Dari cerita Nûh dan anaknya kita bisa belajar bahwa makna silaturahmi itu tidak hanya sebatas bersalaman mengadakan pertemuan tetapi yang paling penting adalah bagaimana kita memperkokoh kualitas keimanan, keislaman, dan ketakwaan dalam lingkungan keluarga kita sehingga kita bersama-sama menjadi manusia-manusia yang bertakwa.

“Dan orang-orang yang beriman dan yang anak cucu mereka mengikuti mereka dalam keimanan, Kami hubungkan anak cucu mereka dengan mereka, dan Kami tiada mengurangi sedikitpun dari pahala amal mereka. Tiap-tiap manusia terikat dengan apa yang dikerjakannya.” (Qs. Ath-Thuur [52]:21)

Untuk menghindari terputusnya silaturahmi, Allah SWT mengajarkan sebuah doa supaya senantiasa ada dalam keimanan,”Ya Tuhan kami, janganlah Engkau jadikan hati kami condong kepada kesesatan sesudah Engkau beri petunjuk kepada kami, dan karuniakanlah kepada kami rahmat dari sisi Engkau; karena sesungguhnya Engkau-lah Maha Pemberi (karunia).” (QS. 3:8)

10.07.2009

Ahmadinejad Ternyata Keturunan Yahudi

Tanpa dinyana Presiden Iran Mahmoud Ahmadinejad ternyata merupakan keturunan Yahudi yang taat. Sebelum masuk Syiah, pria yang kerap melancarkan kritikan kerasnya ke AS dan Israel itu bernama Sabourjian, yang artinya penenun.

Identitas itu terungkap dari sebuah foto yang diambil oleh staf kepresiden. Ketika itu Ahmadinejad berpose dengan memperlihatkan paspor saat menghadapi pemilu Maret 2008 lalu seperti dikutip The Daily Telelghrap, Minggu (4/10).

Para ahli tadi malam menyebutkan bahwa track record Ahmadinejad yang kerap mengeluarkan kritik pedas terhadap kaum Yahudi bisa jadi dilakukan untuk menutupi masa lalunya.

"Setiap keluarga yang pindah agama membuat identitas baru dengan mengecam kepercayaan mereka sebelumnya," kata Ali Nourizadeh dari Pusat Studi Arab dan Iran.

"Aspek latar belakang Ahmadinejad menjelaskan banyak hal tentang dia.Dengan mengeluarkan pernyataan-pernyataan anti-Israel, dia mencoba menghilangkan kecurigaan tentang keterkaitan dirinya dengan Yahudi. Dia merasa tak berdaya di tengah masyarakat radikal Syiah," terang Nourizadeh.

Ahmadinejad memang tidak pernah menyangkal bahwa namanya diganti saat keluarganya pindah ke Teheran pada tahun 1950-an. Namun dia tidak pernah mengungkapkan nama sebelumnya dan tidak menjelaskan alasan penggantian nama tersebut.
[muslimdaily.net/vvnws-inlh]

Catatan tambahan: Pada hakikatnya tanpa ada keterikatan darahpun antara ahmadinejad dengan yahudi, sebenarnya yahudi dan syi'ah adalah saudara kandung karena syi'ah lahir dari Abdullah bin Saba, seorang Yahudi hipokrit yang berpura-pura masuk Islam untuk menghancurkan Islam dari dalam dengan menyebarkan paham luar biasa jahat yang kita kenal saat ini dengan nama SYI'AH.

Oleh karena itu selama ini anda saksikan perseteruan antara iran dengan israel hanya gertak sambal belaka. Tidak akan pernah terjadi pertempuran fisik antara mereka. Toh keduanya bersaudara, mereka bermain cantik dengan kolega mereka, Amerika Serikat, agar drama bisa berhasil sempurna. Drama apa itu? Ikuti saja perjalanan sejarahnya. Insya Allah

10.02.2009

Ayat-Ayat Allah Swt dalam Gempa di Sumatera

Gempa besar berkekuatan 7,6 Skala Richter melantakkan kota Padang dan sekitarnya pukul 17.16 pada tanggal 30 September lalu. Gempa susulan terjadi pada pukul 17.58. Keesokan harinya, 1 Oktober kemarin, gempa berkekuatan 7 Skala Richter kembali menggoyang Jambi dan sekitarnya tepat pukul 08.52.

Adalah ketetapan Allah Swt jika bencana ini bertepatan dengan beberapa momentum besar bangsa Indonesia, dulu dan sekarang:

Pertama, tanggal 1 Oktober merupakan hari pelantikan anggota DPR dan DPD periode 2009-2014 yang menuai kontroversi. Acara seremonial yang sebenarnya bisa dilaksanakan dengan amat sederhana itu ternyata memboroskan uang rakyat lebih dari 70 miliar rupiah. Hal ini dilakukan di tengah berbagai musibah yang mengguncang bangsa ini. Dan kenyataan ini membuktikan jika para pejabat itu tidak memiliki empati sama sekali terhadap nasib rakyat yang kian hari kian susah.

Bukan mustahil, banyak kaum mustadh’afin yang berdoa kepada Allah Swt agar menunjukkan kebesaran-Nya kepada para pejabat negara ini agar mau bersikap amanah dan tidak bertindak bagaikan segerombolan perampok terhadap uang umat.

Satu lagi, siapa pun yang berkunjung ke Gedung DPR di saat hari pelantikan tersebut akan mencium aroma kematian di mana-mana. Entah mengapa, pihak panitia begitu royal menyebar rangkaian bunga Melati di setiap sudut gedung tersebut. Bunga Melati memang bunga yang biasanya mengiringi acara-acara sakral di negeri ini, seperti pesta perkawinan dan sebagainya. Namun agaknya mereka lupa jika bunga Melati juga biasa dipakai dalam acara-acara berkabung atau kematian.

Kedua, 44 tahun lalu, tanggal 30 September dan 1 Oktober 1965 merupakan tonggak bersejarah bagi perjalanan bangsa dan negara ini. Pada tanggal itulah awal dari kejatuhan Soekarno dan berkuasanya Jenderal Suharto. Pergantian kekuasaan yang di Barat dikenal dengan sebutan Coup de’ Etat Jenderal Suharto ini, telah membunuh Indonesia yang mandiri dan revolusioner di zaman Soekarno, anti kepada neo kolonialisme dan neo imperialisme (Nekolim), menjadi Indonesia yang terjajah kembali. Suharto telah membawa kembali bangsa ini ke mulut para pelayan Dajjal, agen-agen Yahudi Internasional, yang berkumpul di Washington.

Gempa dan Ayat-Ayat Allah Swt

Segala sesuatu kejadian di muka bumi merupakan ketetapan Allah Swt. Demikian pula dengan musibah bernama gempa bumi. Hanya berseling sehari setelah kejadian, beredar kabar—di antaranya lewat pesan singkat—yang mengkaitkan waktu terjadinya musibah tiba gempa itu dengan surat dan ayat yang ada di dalam kitab suci Al-Qur’an.

“Gempa di Padang jam 17.16, gempa susulan 17.58, esoknya gempa di Jambi jam 8.52. Coba lihat Al-Qur’an!” demikian bunyi pesan singkat yang beredar. Siapa pun yang membuka Al-Qur’an dengan tuntunan pesan singkat tersebut akan merasa kecil di hadapan Allah Swt. Demikian ayat-ayat Allah Swt tersebut:

17.16 (QS. Al Israa’ ayat 16): “Dan jika Kami hendak membinasakan suatu negeri, maka Kami perintahkan kepada orang-orang yang hidup mewah di negeri itu (supaya mentaati Allah) tetapi mereka melakukan kedurhakaan dalam negeri itu, maka sudah sepantasnya berlaku terhadapnya perkataan (ketentuan Kami), kemudian Kami hancurkan negeri itu sehancur-hancurnya.”

17.58 (QS. Al Israa’ ayat 58): “Tak ada suatu negeri pun (yang durhaka penduduknya), melainkan Kami membinasakannya sebelum hari kiamat atau Kami azab (penduduknya) dengan azab yang sangat keras. Yang demikian itu telah tertulis di dalam kitab (Lauh Mahfuz).”

8.52 (QS. Al Anfaal: 52): (Keadaan mereka) serupa dengan keadaan Fir’aun dan pengikut-pengikutnya serta orang-orang sebelumnya. Mereka mengingkari ayat-ayat Allah, maka Allah menyiksa mereka disebabkan disebabkan dosa-dosanya. Sesungguhnya Allah Maha Kuat lagi Amat Keras siksaan-Nya.”

Tiga ayat Allah Swt di atas, yang ditunjukkan tepat dalam waktu kejadian tiga gempa kemarin di Sumatera, berbicara mengenai azab Allah berupa kehancuran dan kematian, dan kaitannya dengan hidup bermewah-mewah dan kedurhakaan, dan juga dengan keadaan Fir’aun dan pengikut-pengikutnya. Ini tentu sangat menarik.

Gaya hidup bermewah-mewah seolah disimbolisasikan dengan acara pelantikan anggota DPR yang memang WAH. Kedurhakaan bisa jadi disimbolkan oleh tidak ditunaikannya amanah umat selama ini oleh para penguasa, namun juga tidak tertutup kemungkinan kedurhakaan kita sendiri yang masih banyak yang lalai dengan ayat-ayat Allah atau malah menjadikan agama Allah sekadar sebagai komoditas untuk meraih kehidupan duniawi dengan segala kelezatannya (yang sebenarnya menipu).

Dan yang terakhir, terkait dengan “Fir’aun dan para pengikutnya”, percaya atau tidak, para pemimpin dunia sekarang ini yang tergabung dalam kelompok Globalis (mencita-citakan The New World Order) seperti Dinasti Bush, Dinasti Rotschild, Dinasti Rockefeller, Dinasti Windsor, dan para tokoh Luciferian lainnya yang tergabung dalam Bilderberg Group, Bohemian Groove, Freemasonry, Trilateral Commission (ada lima tokoh Indonesia sebagai anggotanya), sesungguhnya masih memiliki ikatan darah dengan Firaun Mesir (!).

David Icke yang dengan tekun selama bertahun-tahun menelisik garis darah Firaun ke masa sekarang, dalam bukunya “The Biggest Secret”, menemukan bukti jika darah Firaun memang mengaliri tokoh-tokoh Luciferian sekarang ini seperti yang telah disebutkan di atas. Bagi yang ingin menelusuri garis darah Fir’aun tersebut hingga ke Dinasti Bush, silakan cari di www.davidicke.com (Piso-Bush Genealogy), dan ada pula di New England Historical Genealogy Society.

Nah, bukan rahasia lagi jika sekarang Indonesia berada di bawah cengkeraman kaum NeoLib. Kelompok ini satu kubu dengan IMF, World Bank, Trilateral Commission, Round Table, dan kelompok-kelompok elit dunia lainnya yang bekerja menciptakan The New World Order. Padahal jelas-jelas, kubu The New World Order memiliki garis darah dengan Firaun. Kelompok Globalis-Luciferian inilah yang mungkin dimaksudkan Allah Swt dalam QS. Al Anfaal ayat 52 di atas. Dan bagi pendukung pasangan ini, mungkin bisa disebut sebagai “…pengikut-pengikutnya.”

Dengan adanya berbagai “kebetulan” yang Allah Swt sampaikan dalam musibah gempa kemarin ini, Allah Swt jelas hendak mengingatkan kita semua. Apakah semua “kebetulan” itu sekadar sebuah “kebetulan” semata tanpa pesan yang berarti? Apakah pesan Allah Swt itu akan mengubah kita semua agar lebih taat pada perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya? Atau malah kita semua sama sekali tidak perduli, bahkan menertawakan semua pesan ini sebagaimana dahulu kaum kafir Quraiys menertawakan dakwah Rasulullah Saw? Semua berpulang kepada diri kita masing-masing. Wallahu’alam bishawab. (Ridyasmara/eramuslim.com)

Tambahan dari saya, silahkan juga renungkan surat 30 ayat 9 dan 10 dimana gempa terjadi pada tanggal 30 bulan 9 menjelang bulan 10.

‘Ala kulli hal, tanpa adanya kesesuaian teks dan konteks secara langsung seperti ini pun dalam setiap musibah yang menimpa kita, tidak akan mengurangi sedikitpun ketakwaan kita kepada Allah ‘Azza wa Jalla. Karena jelas semuanya datang dari-Nya dengan berbagai maksudnya.Yang pasti semua yang terjadi adalah kehendak-Nya dan kehendak-Nya yang terpenting adalah bagaimana kita mampu mengambil pelajaran dari yang terjadi. (Wildan)

9.25.2009

Jerat Kemiskinan Tuk Rakyat Dengan Uang Rp 2000

Apa Arti Peredaran Uang Rp 2000?

Uang Kertas 2000 rupiah Dewasa ini, bila anda berkendaraan melalui jalan tol, anda akan jarang menerima uang kembalian berupa lembaran Rp 1.000,-. Kasir pintu tol justru mengembalikan sisa tol dengan koin Rp 500,- aluminium. Memang sejak Maret 2007, Bank Indonesia berencana menerbitkan uang kertas (UK) baru, pecahan Rp 2000,- dan Rp 20.000,- lalu menarik uang kertas Rp 1000,- bergambar Pattimura untuk digantikan dengan koin baru Rp 1.000,- yang bahan metalnya lebih murah dari koin Rp 1.000,- seri Kelapa Sawit (1993 - 2000). Lalu apa arti perubahan ini?

Ya, tentu saja, dengan terbitnya pecahan Rp 2000, berarti pemangkasan harta atau aset kita dalam mata uang rupiah, menjadi separuh dari daya belinya semula, yang disebut inflasi rupiah! Anda yang tadinya cukup nyaman dengan penghasilan, katakanlah Rp 2 juta/bulan, kini dengan adanya pemangkasan tadi, anda harus menambah penghasilan dua kali lipatnya! Artinya selepas Idul Fitri 1430 H nanti, penghasilan anda harus naik menjadi Rp 4 juta atau sekurangnya Rp 3 juta / bulan bila ingin tetap nyaman seperti hari ini (Juli 2009).

Lalu bagaimana dengan rakyat kebanyakan yang penghasilannya kurang dari Rp 1 juta sebulan ? Ya, semakin blangsak

Berdasarkan sejarah, ketika era Soeharto dulu, uang kertas tertinggi sejak tahun 1968-1991 adalah Rp 10.000,-. Lalu dengan alasan defisit APBN, diedarkanlah uang lembaran Rp 20.000,- seri Cengkeh/Cenderawasih, tahun 1992. Karena nominal "aneh" ini sukses beredar, maka tak lama kemudian muncul nominal lebih tinggi lagi yaitu Rp 50.000,- bergambar Pak Harto (1993). Dan tidaklah mustahil, bila uang kertas Rp 2.000,- baru ini sukses beredar, maka Bank Indonesia akan menerbitkan uang kertas dengan nominal baru lainnya, misalnya: Rp 200.000,-; Rp 500.000,-, bahkan Rp 1 juta!

Sebab hal itu memang lazim dilakukan oleh Bank Sentral di negara berkembang. Karena ciri khas mata uang negara maju, nominal angkanya hanya tiga digit saja, seperti USA $100, Arab Saudi 200 riyal, Eropa 500 euro, Inggris 100 poundsterling; kecuali Jepang dan Korea Selatan dengan 10.000 yen dan 10.000 won, sebagai sisa sebuah trauma ekonomi pasca Perang Dunia II.

Dengan ditariknya pecahan Rp 1.000,- maka otomatis uang receh terkecil adalah Rp 500,-. Sedangkan koin pecahan Rp 100,- dan Rp 200,- akan lenyap dengan sendirinya, rusak atau dicuekin. Hal ini lazim terjadi pasca terbitnya uang baru, ketika pecahan Rp 1,- dan Rp 2,- lenyap pada tahun 1975, sepuluh tahun kemudian Rp 5,- dan Rp 10,- lenyap di tahun 1985, lalu Rp 25,- dan Rp 50,- lenyap di tahun 1995. Kini pada 2009 ini pecahan Rp 100,- dan Rp 200,- sudah kehilangan daya belinya. Rakyat dieksploitasi untuk memacu kegiatan ekonominya, dan dipaksa merelakan hilangnya sebagian jerih payah mereka.

Perhatikan akibatnya. Bila tadinya sebutir telur ayam negeri seharga Rp 10,-/butir di tahun 1975, lalu naik menjadi Rp 100,-/butir di tahun 1985, maka pemegang uang rupiah telah kehilangan asetnya 1 digit dari Rp 10,- ke Rp 100,-. Artinya si pemegang uang kertas harus mencari sepuluh kali lipat lebih banyak lagi lembaran rupiah agar bisa membeli telur yang sama. Bisa jadi suatu hari nanti harga sebutir telur ayam negeri harus dibayar dengan lembaran Rp 10.000,-/butir, tinggal menunggu waktu saja.

Untuk mengakali inflasi ini, Bank Indonesia cukup menambah angka nol pada uang kertas baru. Inilah riba Zero Sum Game! Sampai kapan permainan riba ini akan berakhir? Rakyat yang kalah gesit dalam mengimbangi permainan ini pasti semakin terpuruk kondisinya.
[wakalanusantara.com]

Sufyan al Jawi - Numismatik Indonesia
sumber: swaramuslim.com