12.28.2008

Iblis Sekali Membangkang, Kita Berkali-kali

MANUSIA lebih mulia dari iblis. Itu sebabnya, ketika Allah menciptakan manusia pertama, Adam Alaihissalam, Dia memerintahkan jin dan malaikat untuk sujud kepada Adam. Semua pun sujud. Namun, iblis menolak. Lantaran itulah, ia diusir dari surga.

Namun, tak selamanya kedudukan manusia lebih mulia dari iblis. Kadang, ia bahkan setara hinanya. Bahkan, lebih hina lagi.

Ada sebuah kisah yang menarik. Namun, tak jelas apakah kisah ini bersumber dari penuturan hadis ataupun sekadar kisah semata. Tetapi, kandungannya sangat menarik untuk menggugah semangat untuk kembali meninggikan derajat melebihi iblis, setan dan para pengikutnya.

Alkisah, ada seseorang yang bertemu dengan setan di waktu subuh. Tak jelas bagaimana asal usulnya, akhirnya mereka berdua sepakat mengikat tali persahabatan.

Baru saja keduanya bersahabat, waktu subuh pun berakhir. Setan itu melihat manusia yang menjadi sahabatnya itu tidak mengerjakan salat. Maka setan pun tersenyum.

“Orang ini memang pantas menjadi sahabatku !” gumamnya.

Persahabatan pun berlanjut dengan mesranya. Tetapi, sebagaimana ‘teori’ persahabatan dengan setan, selalu saja setan yang mendominasi pengaruh. Manusia sahabat setan itu mulai memiliki sifat-sifat setan. Sementara, setan sahabat manusia itu sama sekali tidak bertambah sifat kemanusiaannya.

Ketika azan Dhuhur bergema, setan membisikkan kepada sahabatnya ini untuk tidak mengerjakan salat. Ia pun tersenyum lebar lantaran sahabatnya ini memang tidak menunaikan salat Dhuhur.

“ Rupanya inilah bakal teman sejatiku di akhirat nanti !” kata setan dalam hati, andai ia memang punya hati.

Setan makin gembira. Manusia yang satu ini memang menyenangkan untuk menjadi sahabatnya. Ketika waktu Ashar berlalu, temannya itu dilihatnya masih juga asyik dengan kegiatannya. Kali ini, setan mulai terdiam.

Begitu pula ketika datang waktu Magrib. Temannya itu ternyata tidak juga menunaikan salat. Aneh, bukannya gembira, si setan malah tampak mulai gelisah. Senyumnya sudah berubah menjadi kecut. Dari wajahnya nampak bahwa ia seolah-olah sedang mengingat- ingat sesuatu.

Akhirnya, ketika dilihatnya sahabatnya itu tidak juga mengerjakan salat Isya, setan itu terlihat sangat panik. Ia rupanya tidak bisa menahan diri lagi. Dihampirinya manusia yang menjadi sahabatnya itu.

“Hai sobat, aku terpaksa memutuskan persahabatan kita !” katanya dengan nada ketakutan.

Manusia yang menjadi sahabatnya ini keheranan.

“Kenapa kamu ingkar janji ? Bukankah baru tadi pagi kita berjanji akan menjadi sahabat ?” katanya.

“Aku takut !” jawab setan dengan suara gemetar. “Nenek moyangku saja, dulu dilaknat Allah hanya karena sekali membangkang perintah-Nya, yaitu ketika menolak disuruh sujud pada Adam. Nah, hari ini saja kusaksikan kamu telah lima kali membangkang perintah untuk bersujud kepada-Nya. Tidak terbayangkan olehku bagaimana besarnya murka Allah kepadamu !” jelas setan sambil pergi meninggalkannya


Jika kamu memancing ikan....

Jika kamu memancing ikan....
Setelah ikan itu tersangkut di mata kail, hendaklah kamu mengambil ikan itu....
Janganlah sesekali kamu lepaskan ia kembali ke dalam air begitu saja....
Karena ia akan sakit oleh karena ketajaman mata kailmu dan mungkin ia akan menderita selama ia masih hidup.

Begitu juga setelah kamu memberi banyak pengharapan kepada seseorang...
Setelah ia mulai menyayangimu hendaklah kamu menjaga hatinya....
Janganlah sesekali kamu meninggalkannya begitu saja....
Karena dia akan terluka oleh kenangan bersamamu dan mungkin tidak dapat melupakan segalanya selagi dia mengingatmu....

Biarkan Allah menilaimu.

== Terkadang orang berfikir secara tidak masuk akal dan bersikap egois,
tetapi,bagaimanapun juga,terimalah mereka apa adanya.

== Apabila Engkau berbuat baik,orang lain mungkin akan berprasangka bahwa ada maksud-maksud buruk di balik perbuatan baik yang kau lakukan itu.
Tetapi,.tetaplah berbuat baik selalu....

== Apabila Engkau sukses , engkau mungkin akan mempunyai musuh dan juga teman-teman yang iri hati atau cemburu.
Tetapi,..teruskanlah kesuksesanmu itu.

== Apabila engkau jujur dan terbuka,orang lain mungkin akan menipumu.
Tetapi,.. tetaplah bersikap jujur dan terbuka setiap saat.

== Apa yang engkau bangun bertahun-tahun lamanya,dapat dihancurkan orang dalam satu malam saja.
Tetapi,..janganlah berhenti,tetaplah membangun.

== Apabila engkau menemukan kebahagiaan dan kedamaian di dalam hati,orang lain mungkin akan iri hati kepadamu.
Tetapi,..tetaplah berbahagia.

== Kebaikan yang engkau lakukan hari ini , mungkin besok akan di lupakan orang.
Tetapi,..teruslah berbuat baik.

== Berikan yang terbaik dari apa yang kau miliki,dan mungkin itu tidak akan pernah cukup.
Tetapi,..tetap berikanlah yang terbaik.

== Apabila engkau mencintai seseorang dengan ikhlas dan tanpa pamrih,mungkin ia tidak akan berbuat seperti apa yang engkau lakukan.
Tetapi tetaplah mencintainya tanpa pamrih,karena Allah maha mengetahui dan maha adil,lagi bijaksana,hakim dari segala hakim.

== Sadarilah bahwa semua yang engkau katakan, dan lakukan itu ada diantara engkau dan Tuhanmu.Tidak akan pernah ada antara engkau dan orang lain.Jangan piker dan pedulikan apa yang engkau lakukan atas orang lain,dimana orang lain akan berfikir atas perbuatan baik yang kau lakukan.
Tetapi percayalah bahwa, mata Tuhan tertuju pada orang-orang yang jujur,dan berbuat baik.Dan Dia dapat melihat ketulusan hatimu.

" Yang dinamakan Muslim itu , adalah apabila muslim lainnya selamat dari keburukan lidah dan tangannya ". ( Al Hadist )

" Takwalah kamu pada Allah dimana saja kamu berada,dan lakukanlah perbuatan baik,untuk menipiskan perbuatan burukmu,yang akan menghapuskannya,dan pergaulilah manusia dengan pergaulan yang baik

" Barang siapa yang bertaqwa pada Allah,Allah akan memberikannya jalan keluar yang terbaik,dan akan memberikan rezeki padanya dari sumber yang tidak ia sangka-sangka ".( Al Qur'an ).

Wallahua'lam bisshawab.
( El Ghiza 15 Agustus 2004 Rahima.Sikumbang.Sarmadi.)

HAKIKAT MANUSIA

Oleh : Wildan Hasan

• Apa faktor utama yang menjadikan derajat manusia lebih tinggi dan lebih mulia dari makhluk Allah yang lainnya?

• Jawaban dari pertanyaan ini atau pertanyaan apapun harus kembalikan kepada al-Qur’an dan as-Sunnah.

• Di dalam al-Qur’an, A
llah sedikitnya menyebut manusia dengan lima predikat: ‘Abd (QS. Ad-Dzariyat: 56), Khalifah (QS. Al-Baqarah: 30), an-Nas (QS. An-Nas: 1), al-Basyar (QS: al-Kahfi: 110), dan al-Insan (QS. At-Tin: 4).

• ‘Abd dan Khalifah menetapkan tugas manusia adalah beribadah kepada Allah.

• An-Nas menurut bahasa bermakna atau ditujukan secara umum (lil ‘ammah). Dengan ayat ini seluruh manusia dengan berbagai keadaannya terpanggil dan disebut sebagai hamba Allah termasuk orang-orang kafir dan musyrik. Orang kafir dan musyrik dipanggil oleh Allah sebab pada hakikatnya mereka juga adalah hamba Allah. Namun, kemudian mereka divonis kafir dan akan menghuni neraka selamanya karena mereka mengingkari ke-Esaan Allah (QS. al-Bayinah: 7). Dengan demikian, manusia tidak bisa berbangga lebih baik dari makhluk Allah yang lain jika keadaannya kufur kepada Allah. Karena orang yang kufur kepada Allah justru lebih hina daripada binatang.

• Al-Basyar menurut bahasa bermakna atau ditujukan kepada fisik atau jasmani manusia (lil hissiyah). Secara fisik, Rasulullah sama keadaannya dengan manusia lainnya. Salah satu hikmah Rasulullah diutus dari kalangan manusia adalah bisa dicontoh oleh manusia maupun jin. Bisa dibayangkan jika Rasulullah diutus dari kalangan jin, bagaimana bisa manusia meneladani perilaku kehidupan Rasulullah seperti yang diperintahkan. Secara fisik apakah manusia bisa berbangga dari makhluk Allah yang lain? Belum tentu. Jika dievaluasi justru banyak kelebihan makhluk lain seperti binatang daripada manusia:

1. Kekuatan otot. Bandingkan kekuatan otot manusia dengan seekor gajah
2. Kecepatan berlari. Bandingkan kecepatan berlari manusia dengan seekor kuda
3. Kecantikan. Manusia justru lebih banyak yang menyukai kecantikan tumbuhan dan binatang. Bahkan sampai menghinakan dirinya dengan menjadikan makanan dan perawatan pohon dan hewan peliharaannya jauh lebih mahal daripada untuk dirinya.
4. Kotoran. Kotoran binatang berharga jika dijual ke pasar
5. Rambut. Bulu ayam berharga jika dijual ke pasar

Maka secara fisik manusia tidak ada apa-apanya dibanding binatang. Lalu faktor apa yang membuat manusia lebih mulia kedudukannya di sisi Allah dibanding makhluk Allah lainnya? AKAL! Betulkah, mari kita evaluasi juga:

1. Seekor kambing masuk ke kebun singkong orang yang akan dicuri hanya daunnya saja itupun kalau nyampe. Tapi jika ada manusia masuk ke kebun singkong orang tidak hanya daunnya diambil, juga batang dan singkongnya. Karena dia punya akal dia bawa gerobak dan mengajak orang lain. Kehancuran dan kerusakannya lebih dahsyat dibanding apa yang dilakukan oleh seekor kambing.
2. Sekawanan gajah merusak hutan, yang rusak paling hanya beberapa hektar saja. Tapi jika ada manusia masuk hutan, dia punya akal, harta dan jabatan. Maka yang dirusak ratusan juta hektar (ilegal loging). Jauh lebih dahsyat kerusakan yang ditimbulkan dibanding sekawanan gajah padahal dia punya akal.
3. Sebuas-buasnya dan sejahat-jahatnya harimau tidak ada bapak harimau yang memperkosa anak kandungnya sendiri. Tapi manusia yang katanya punya akal?
Maka pantas saja Allah berfirman:
“al-A’raf: 179……..

• Dan kelima adalah al-Insan yang bermakna manusia yang memiliki ruhani penuh keimanan (lil Ruh wal Iman). Yang dimaksud Allah telah menciptakan manusia dengan sebaik-baiknya bentuk, bukan sebaik-baik bentuk penciptaan fisik manusia. Karena dengan contoh-contoh di atas telah terbantahkan. Lalu apa yang membuat manusia bisa lebih mulia dari makhluk Allah lainnya? Jawabannya terdapat pada ayat selanjutnya surat at-Tin 5 dan 6. Sesungguhnya allah akan menjerumuskan manusia ke dalam keraknya neraka. Yaitu orang-orang munafiq yang mengaku Islam tapi sesungguhnya kufur kepada Allah (QS. An-Nisa: 145). Kecuali orang-orang yang beriman dan beramal shaleh (at-Tin: 6). Jadi, sesungguhnya faktor yang bisa membuat manusia lebih unggul dari makhluk yang lain adalah keimanan dan amal shaleh. Karena jika manusia dalam hidupnya tidak dibimbing oleh keimanan maka amalnya akan jauh lebih buruk daripada binatang.

• Maka yang dimaksud manusia diciptakan dengan sebaik-baiknya bentuk adalah sebaik-baiknya bentuk penciptaan. Manusia diberikan seluruh potensi kehidupan oleh Allah; jasad yang indah, akal, nafsu, dan iman yang tidak diberikan kepada makhluk-makhluk yang lain.

• Jelas hanya iman dan amal shaleh saja yang bisa membuat manusia unggul dari makhluk yang lain sebagaimana ditegaskan oleh Allah dan Rasul-Nya:
“Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kalian di sisi Allah adalah orang yang paling bertaqwa.” (QS. )
“Sesungguhnya Allah di hari akhirat nanti tidak akan melihat kepda bentuk tubuh kalian, akan tetapi kepada keimanan dan amal shaleh kalian.” (HR. Muslim)

• Jadi hakikat manusia adalah hamba yang beriman dan beramal shaleh seperti yang dimaksud oleh predikat ‘Abd dan khalifah.

Wallahu Musta’an

Antara Dosa Adam dan Dosa Iblis

Oleh: Wildan Hasan

• Al-Qur’an banyak memaparkan kisah-kisah jaman dulu untuk dijadikan pelajaran bagi umat sesudahnya. Di antaranya kisah tentang penciptaan manusia pertama sekaligus pelanggaran pertama terhadap Syari’at Allah (al-Baqarah: 30-38).

• Pada dasarnya dosa Iblis dan dosa Adam as adalah sama. Yakni sama-sama melanggar Syariat Allah.

• Iblis melanggar Syariat Allah dengan menolak perintah Allah untuk sujud kepada Adam (al-Baqarah: 34).

• Sujud kepada Adam berarti menghormati dan memuliakan bukan menyembah atau menghamba kepada Adam. Karena Adam lebih tinggi ilmunya daripada Iblis dan para Malaikat (al-Baqarah: 31).

• Adam melanggar Syari’at dengan menolak larangan Allah, memakan buah di Jannah yang pohonnya dilarang untuk didekati (al-Baqarah: 35).

• Namun dari dua dosa yang sama itu terdapat hakikat perbedaan yang sangat jelas.
• Iblis dengan dosanya digolongkan kafir dan menjadi penghuni neraka selamanya “wa kana minal kafirin.” Sedangkan Adam dengan dosanya digolongkan kepada golongan orang yang zalim “fatakuna minaz zalimin.”

• Kenapa bisa seperti itu? Karena penolakan Iblis dibarengi dengan istikbar (kesombongan). Sombong membuat si pelaku merasa tidak bersalah apalagi berdosa. Ia merasa berjalan di atas kebenaran. Tanpa ada rasa malu apalagi penyesalan. Sombong adalah induk dari segala penyakit hati.

• Maka ketika Iblis ditanya Allah : “Apa yang menghalangimu untuk sujud kepada Adam saat AKU perintahkan? Iblis menjawab: “Saya lebih baik dari dia (Adam). Engkau ciptakan aku dari api sedangkan Engkau ciptakan Adam dari tanah. Apakah aku harus sujud kepada makhluk yang Engkau ciptakan dari tanah?.”

• Sehingga Iblis bukannya taubat tapi malah semakin menjadi-jadi. Iblis malah menantang Allah dengan akan mengganggu manusia,anak cucu Adam. Sehingga Iblis masuk ke dalam golongan kafirin. (QS…..)

• Adapun Adam karena ketika ia menolak, secepatnya sadar akan dosanya dan segera bertaubat. Kalimat taubatnya diajarkan langsung Allah (al-Baqarah: 37).

• Ada di posisi mana kita, anak cucu Adam atau anak cucu Iblis?

• Rasulullah Saw bersabda:

“Setiap anak Adam pernah melakukan kesalahan. Tapi sebaik-baiknya yang pernah salah adalah yang mampu bertaubat.”
• Jangan seperti Iblis yang sombong menolak kebenaran. Rasulullah Saw bersabda:
“Tidak akan masuk surga orang yang di dalam hatinya terdapat kesombongan sekalipun seberat biji zarrah……sombong yaitu menolak kebenaran dan menghina orang lain.”
• JIka Iblis hanya dengan satu dosa divonis kafir oleh Allah apatah lagi kita yang sering menolak banyak Syari’at Allah.

Wa faina nadzhabun?.....

SDIT PUSDIKLAT DEWAN DA'WAH

SDIT Pusdiklat Dewan Da'wah Tambun Bekasi menerima siswa/siswi baru dan pindahan tahun ajaran 2009/2010 mulai Januari-Februari 2009.
Hubungi Call Center kami di(021) 9828 2792, 9273 9740.

Hanya Islam yang memerdekakan Negeri ini

Hanya Islam yang memerdekakan Negeri ini

Oleh : Wildan Hasan 20 Nov 2008 - 7:30 pm


baca : Mengapa Inggris Membom Surabaya??

Oleh : Wildan Hasan *
“Kalaulah suatu penduduk Negeri beriman dan bertaqwa kepada Allah, niscaya kami akan membuka kan berkah buat mereka dari langit dan dari bumi…” (Al-A’raf : 96)

Setiap tanggal 10 November rakyat Indonesia memperingatinya sebagai Hari Pahlawan Nasional. 10 November sebuah tanggal yang monumental buah perjuangan arek-arek Suroboyo di bawah pimpinan pejuang besar kemerdekaan, Bung Tomo. Namun naas, karena sejarah milik penguasa. Nasib Bung Tomo tiada ubahnya bak pesakitan dan pengkhianat bangsa. Ia di penjara oleh rezim yang berkuasa. Namun pula akhir sejarah Allah yang menentukan, Bung Karno kena tulah dari ucapannya yang terkenal "Bangsa yang besar adalah bangsa yang mampu menghargai jasa para pahlawannya".

Ia terjungkal dari kekuasaan dengan cara yang mengenaskan dan jadi pesakitan yang sebenarnya. Hal yang sama terjadi kepada penggantinya, Soeharto.

Bung Tomo Jum'at 7 November lalu akhirnya ditetapkan oleh pemerintah sebagai pahlawan Nasional bersama Dr. Mohammad Natsir dan KH. Abdul Halim. Ketiga Mujahid pejuang kemerdekaan ini-seandainya masih hidup-mungkin akan bergumam "ah, malu aku. Hanya seperti inikah kemampuan pelanjutku dalam menghargai perjuangan yang berdarah-darah itu?" Bukan berarti mereka mengharapkan penghargaan. Terlintas di pikiran pun tentunya tidak.

Dr. Mohammad Natsir seorang Ulama besar yang diakui dunia, da'i, pendidik dan politisi ulung yang mempersatukan negara-negara boneka buatan kolonial Belanda dengan mosinya yang terkenal, Mosi Integral Natsir menjadi Negara Kesatuan republik Indonesia (NKRI). Mosi yang disebut-sebut sebagai proklamasi kemerdekaan Indonesia yang kedua setelah proklamasi 17 Agustus 1945. Akhirnya dipercaya menjadi Perdana Menteri pertama Negara Kesatuan Republik Indonesia. Beliau pernah menjabat sebagai Menteri Penerangan di tiga kabinet yang berbeda masa Soekarno. Dimana menurut pengakuan Bung Hatta, Bung Karno tidak pernah mau menandatangani surat-surat pemerintah jika tidak disusun oleh Natsir.

KH. Abdul Halim Ulama kharismatik asal Majalengka Jawa Barat – penulis sendiri lahir dan besar di kota yang sama merasakan kharisma beliau yang begitu kuat pada masyarakat setempat – melahirkan banyak para pejuang kemerdekaan dengan metode pendidikannya yang khas.


Inggris tidak bisa membendung kegigihan Arek Arek Soeroboyo, akhirnya mengeluarkan pengumuman "Genjatan Saja. baca : Lihat Galeri "Battle of Surabaya"

Mari kita kembali ke awal. Lalu apa pentingnya gelar pahlawan Nasional tersebut? Buat mereka bertiga tentu sangat tidak penting.Karena mereka adalah pahlawan dalam arti yang sebenarnya yakni yang berjuang ikhlas hanya berharap pahala dari Allah swt (pahala-wan). Karena faktor keikhlasan itulah setelah kemerdekaan diraih para kyai, ulama dan santri itu kembali melanjutkan amal mereka di sawah, lading, pesantren dan lain-lain. Sementara pemerintahan akhirnya diisi oleh mereka yang tidak ikut berjuang atau ikut berjuang tapi tidak cinta Islam

Para pejuang kemerdekaan berjuang atas motivasi mempertahankan aqidah dan memperjuangkan agama Allah di bumi ini. Maka ketika adanya penjajahan yang otomatis akan merusak aqidah, umat Islam bangkit melawan. Jelas benar bahwa pejuang kemerdekaan seluruhnya adalah kaum muslimin tidak yang lain. Hanya umat Islamlah yang memerdekakan Negeri ini dari penjajahan. Karena buat kaum muslimin saat itu perjuangan kemerdekaan adalah jihad fi sabilillah. Mereka sangat menyadari bahwa akan tetapi hidup di sisi Allah sekalipun syahid di medan perang. Allah swt berfirman, “Laa tahsabanna ladziina qutiluu fii sabiilillahi amwaatan bal ahyaaun ‘inda Robbihim yurzaquun…” (Janganlah kamu mengira bahwa orang-orang yang terbunuh di jalan Allah itu mati, bahkan mereka hidup di sisi Rab mereka dengan diberi rezeki…)

Maka tidak lain dan tidak bukan, Islamlah yang memerdekakan Negeri ini. Seluruh pejuang kemerdekaan beragama Islam. Menurut penelitian Guru Besar Sejarah UNPAD Prof. Dr. Ahmad Mansur Suryanegara; tokoh pejuang kemerdekaan asal wilayah timur Nusantara Thomas Mattulesy ternyata bernama Muhammad atau Ahmad Lesy seorang muslim. Kenapa demikian, karena wilayah timur Indonesia dari dulu sampai saat ini komposisi muslim dan non-muslim seimbang bahkan pada awalnya hanya ada Islam. Tidak benar jika dikatakan bahwa wilayah timur mayoritas non muslim. Bahkan Islamlah yang pertama kali menapakkan kaki di wilayah tersebut. Kata ‘Maluku’ sendiri diambil dari bahasa muluk (Raja-Raja), wilayah maluku saat ini dan Papua awalnya dikuasai dan diperintah oleh para Raja Islam (Sultan) sebelum akhirnya datang misionaris-misionaris Kristen yang mempertahankan adat dan tradisi jahiliyyah di wilayah tersebut. Sehingga upacara-upacara kemusyrikan dan pakaian yang tidak syar’i dipertahankan dengan dalih pelestarian budaya.


Kegiatan Dakwah "Majelis Muslim Papua"


Prosesi massal "Syahadat" para Mualaf

Tragisnya ternyata hal itu dilanjutkan secara legal oleh pemerintah kita hingga detik ini. Padahal, menurut para Da’i Dewan Da’wah yang bertugas di sana termasuk Ustadz Fadhlan Garamatan seorang Da’i putra asli daerah, warga Papua-contohnya-sebenarnya malu dan tidak ingin lagi memakai koteka. Namun demi pelestarian budaya daerah, pemerintah tetap mantap dalam pembodohan struktural terhadap rakyatnya tersebut. Ustadz Fadhlan menggambarkan betapa warga pedalaman Papua begitu senang bisa mandi menggunakan sabun sebelum mereka di syahadat-kan. Sebelumnya mereka mandi dengan melumuri badannya dengan minyak babi atas petunjuk para misionaris Kristen.

Raja Sisinga Mangaraja juga adalah muslim yang taat. Menurut Ahmad Mansur Suryanegara, tidak benar kalau raja Sisinga Mangaraja adalah penganut agama leluhur tapi dia adalah seorang muslim yang taat. Termasuk para pejuang Nasional yang kita kenal, mereka semuanya muslim. Pangeran Diponegoro adalah Ustadznya Istana dan para penasihatnya adalah para Kyai. Imam Bonjol, Cut Nyak Dien dan lain-lain semuanya adalah para ulama dan santri.

Konsekuensinya umat-umat yang lain khususnya umat Kristiani tidak punya andil sama sekali dalam perjuangan kemerdekaan. Umat Kristiani tidak mungkin akan bangkit berjuang melawan penjajah. Bagaimana mungkin itu bisa terjadi sementara agama yang dianutnya dengan agama para penjajahnya sama? Akankah mereka akan membunuh saudara seimannya? Lebih-lebih kita tahu Kristen disebarkan melalui penjajahan. Bagi yang mengerti sejarah hal ini adalah fakta yang teramat jelas. Jadi sungguh mengherankan ketika mereka menuntut lebih bahkan sedikitpun sebenarnya mereka tidak berhak, ketika faktanya mereka tidak punya saham apapun dalam perjuangan kemerdekaan.

Katakan dulu di BPUPKI dalam persiapan kemerdekaan Indonesia tercantum nama Maramis dan Latuharhary dua orang perwakilan umat Kristiani, sungguh faktanya masih buram. Jika benar mereka ada (bukan fiktif), apakah mereka tidak malu mengaku-ngaku tapi tidak memiliki kemerdekaan, atau menurut beberapa sumber mereka sengaja mendompleng atau didomplengkan oleh Soekarno agar terlihat bahwa umat Kristiani juga punya peran dalam kemerdekaan Republik ini. Fakta selanjutnya, mereka termasuk yang menolak Piagam Jakarta.

Begitu besarnya peran umat Islam dalam perjuangan kemerdekaan, dalam bukunya ‘Menemukan Sejarah’ Ahmad Mansur Suryanegara menuliskan beberapa data di antaranya :

  1. Pengakuan George Mc Turner Kahin seorang Indonesianis (Nationalism and revolution Indonesia) bahwa ada 3 faktor terpenting yang mempengaruhi terwujudnya integritas Nasional; 1) Agama Islam dianut mayoritas rakyat Indonesia, 2) Agama Islam tidak hanya mengajari berjama’ah, tapi juga menanamkan gerakan anti penjajah, 3) Islam menjadikan bahasa Melayu sebagai senjata pembangkit kejiwaan yang sangat ampuh dalam melahirkan aspirasi perjuangan Nasionalnya.


  2. Bahwa pelopor gerakan Nasional bukan Budi Utomo tetapi Syarekat Islam (SI) yang memasyarakatkan istilah Nasional dan bahasa Melayu ke seluruh Nusantara, anggotanya beragam dan terbuka. Sementara Budi Utomo; menolak persatuan Indonesia, memakai bahasa Jawa dan Belanda dalam pergaulannya, bersikap eklusif di luar pergerakan Nasional dan keanggotaannya hanya untuk kalangan Priyayi (Bangsawan/ningrat) saja.


  3. Pelopor pembaharuan sistem pendidikan Nasional adalah Muhammadiyah (1912) 10 tahun lebih awal dari taman Siswa (1922). Muhammadiyah sudah memakai bahasa Melayu sementara Taman Siswa berbahasa Jawa dan Belanda.


  4. Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928 dipelopori oleh para pemuda Islam atas prakarsa para ulama dalam rapat Nasional PSII di Kediri pada 27-30 September 1928. Dan masih banyak lagi-lagi fakta-fakta lain yang belum terungkap…


Pada hakikatnya dan seharusnya Negeri ini adalah Negeri Islam. Karena salah satu sumber hukum positif di Negeri ini adalah Syariat Islam. Dicantumkannya Piagam Jakarta dalam Dekrit Presiden 5 Juli 1959 sebagai menjiwai UUD 1945 oleh Soekarno menjadi dasar sahih keharusan Negeri ini diatur oleh syari’at Islam selain faktor histories yang sudak dikemukakan di atas. Maka sebelumnya, saat ini dan seterusnya seluruh produk perundang-undangan yang lahir harus mengandung nilai-nilai syari’at.

Dengan dasar tersebut sungguh tidak logis dan inkonstitusional jika ada sebagian kalangan yang menggugat perda-perda bernuansa Syariah termasuk UU Pornografi yang juga sebenarnya belum murni syari’ah. Tanpa malu-malu mereka bisanya hanya mengancam akan berpisah dari NKRI, seolah-olah NKRI membutuhkan mereka. Mereka harus berpisah diri-diri mereka saja, karena wilayah timur atau wilayah manapun di Negeri ini adalah milik umat Islam.

Negeri ini lahir atas buah karya keikhlasan para mujahid pejuang kemerdekaan atas Berkat Rahmat Allah. Sebagaimana tercantum dengan tegas dalam Pembukaan UUD 1945 “Atas Berkat Rahmat Allah swt….” Karena jika tidak atas Berkat Rahmat Allah swt tidak mungkin bambu runcing dapat menang melawan senjata-senjata otomatis penjajah.

Para muarrikhin (sejarawan) mengatakan “sejarah selalu milik penguasa”. Perjuangan seorang Mohammad Natsir dan kawan-kawan yang berjasa besar dalam perjuangan kemerdekaan dan mempersatukan Indonesia dalam NKRI banyak tidak diketahui oleh para pewarisnya (rakyat Indonesia), karena Natsir memperjuangkan Islam sebagai dasar Negara sementara para penguasa tidak menginginkannya.

Sebagian besar dari kita atau anak-anak kita di sekolah tidak mengenal sosok para mujahid tersebut. Dengan dianugerahkannya gelar Pahlawan Nasional maka sudah menjadi keharusan materi sejarah diluruskan di buku-buku sejarah anak-anak kita. Hal yang sebenarnya paling ditakuti oleh penguasa dimana pemikiran dan perjuangan sosok-sosok itu dibaca dan akan membangkitkan ruh jihad di dada-dada generasi Islam. Sehingga gelar pahlawan yang secara otomatis pengakuan konstitusional senantiasa diulur-ulur.

Mereka khawatir jika saat keluar dari kelas para siswa akan memekikkan takbir Allahu Akbar…Allahu Akbar…Allahu Akbar !!!

* Forum Kajian Muhammad Natsir For World Civilization

Ada Apa dengan Teori Evolusi?

Ada Apa dengan Teori Evolusi?

Sebagian orang yang pernah mendengar "teori evolusi" atau "Darwinisme" mungkin beranggapan bahwa konsep-konsep tersebut hanya berkaitan dengan bidang studi biologi dan tidak berpengaruh sedikit pun terhadap kehidupan sehari-hari. Anggapan ini sangat keliru sebab teori ini ternyata lebih dari sekadar konsep biologi. Teori evolusi telah menjadi pondasi sebuah filsafat yang menyesatkan sebagian besar manusia.

Filsafat tersebut adalah "materialisme", yang mengandung sejumlah pemikiran penuh kepalsuan tentang mengapa dan bagaimana manusia muncul di muka bumi. Materialisme mengajarkan bahwa tidak ada sesuatu pun selain materi dan materi adalah esensi dari segala sesuatu, baik yang hidup maupun tak hidup. Berawal dari pemikiran ini, materialisme mengingkari keberadaan Sang Maha Pencipta, yaitu Allah. Dengan mereduksi segala sesuatu ke tingkat materi, teori ini mengubah manusia menjadi makhluk yang hanya berorientasi kepada materi dan berpaling dari nilai-nilai moral. Ini adalah awal dari bencana besar yang akan menimpa hidup manusia.

Kerusakan ajaran materialisme tidak hanya terbatas pada tingkat individu. Ajaran ini juga mengarah untuk meruntuhkan nilai-nilai dasar suatu negara dan masyarakat dan menciptakan sebuah masyarakat tanpa jiwa dan rasa sensitif, yang hanya memperhatikan aspek materi. Anggota masyarakat yang demikian tidak akan pernah memiliki idealisme seperti patriotisme, cinta bangsa, keadilan, loyalitas, kejujuran, pengorbanan, kehormatan atau moral yang baik, sehingga tatanan sosial yang dibangunnya pasti akan hancur dalam waktu singkat. Karena itulah, materialisme menjadi salah satu ancaman paling berat terhadap nilai-nilai yang mendasari tatanan politik dan sosial suatu bangsa.

Karl Marx dengan jelas menyatakan bahwa teori Darwin memberikan dasar yang kokoh bagi materialisme, dan tentu saja bagi komunisme. Ia juga menunjukkan simpatinya kepada Darwin dengan mempersembahkan buku Das Kapital, yang dianggap sebagai karya terbesarnya, kepada Darwin. Dalam bukunya yang berbahasa Jerman, ia menulis: "Dari seorang pengagum setia kepada Charles Darwin".

Satu lagi kejahatan materialisme adalah dukungannya terhadap ideologi-ideologi anarkis dan bersifat memecah belah, yang mengancam kelangsungan kehidupan negara dan bangsa. Komunisme, ajaran terdepan di antara ideologi-ideologi ini, merupakan konsekuensi politis alami dari filsafat materialisme. Karena komunisme berusaha menghancurkan tatanan sakral seperti keluarga dan negara, ia menjadi ideologi fundamental bagi segala bentuk gerakan separatis yang menolak struktur kesatuan suatu negara.

Teori evolusi menjadi semacam landasan ilmiah bagi materialisme, dasar pijakan ideologi komunisme. Dengan merujuk teori evolusi, komunisme berusaha membenarkan diri dan menampilkan ideologinya sebagai sesuatu yang logis dan benar. Karena itulah Karl Marx, pencetus komunisme, menuliskan The Origin of Species, buku Darwin yang mendasari teori evolusi dengan "Inilah buku yang berisi landasan sejarah alam bagi pandangan kami"1
Namun faktanya, temuan-temuan baru ilmu pengetahuan modern telah membuat teori evolusi, dogma abad ke-19 yang menjadi dasar pijakan segala bentuk ajaran kaum materialis, menjadi tidak berlaku lagi, sehingga ajaran ini - utamanya pandangan Karl Marx - benar-benar telah ambruk. Ilmu pengetahuan telah menolak dan akan tetap menolak hipotesis materialis yang tidak mengakui eksis-tensi apa pun kecuali materi. Dan ilmu pengetahuan menunjukkan bahwa segala yang ada merupakan hasil ciptaan sesuatu yang lebih tinggi.

Tujuan penulisan buku ini adalah memaparkan fakta-fakta ilmiah yang membantah teori evolusi dalam seluruh bidang ilmu, dan mengungkapkan kepada masyarakat luas tujuan sesungguhnya dari apa yang disebut "ilmu pengetahuan" ini, yang ternyata tidak lebih dari sebuah penipuan.
Perlu diketahui bahwa evolusionis tidak memiliki bantahan terhadap buku yang sedang Anda baca ini. Mereka bahkan tidak akan berusaha membantah karena sadar bahwa tindakan seperti itu hanya akan membuat setiap orang semakin paham bahwa teori evolusi hanyalah sebuah kebohongan.

12.27.2008

Teladani Sumsel Larang Ahmadiyah



Oleh : Wildan Hasan 06 Sep 2008 - 4:30 am

Jum’at (5/9) pagi kami menerima short message servis dari Ketua Front Pembela Islam (FPI) Wilayah Bekasi Raya Ustadz Murhali Barda yang menyampaikan bahwa Dewan Pimpinan Wilayah (DPW) FPI Jawa Barat akan mengajak seluruh elemen Umat Islam untuk meminta Gubernur Jawa Barat Ust. H. Ahmad Heryawan, Lc melarang keberadaan Ahmadiyah di wilayah hukum Provinsi Jawa Barat.

Maka kami yang tergabung dalam Forum Kajian Muhammad Natsir for World Civilization menyatakan :

1. Mendukung sepenuhnya upaya kawan-kawan FPI dan elemen Umat Islam yang lain untuk secara elegan, formal dan konstitusional bersatu merapatkan shaf mendesak Gubernur Jawa Barat Ust. H. Ahmad Heryawan, Lc menerbitkan keputusan pelarangan Ahmadiyah di wilayah Hukum Provinsi Jawa Barat.

2. Menghimbau kepada seluruh Ormas dan Orpol Islam untuk secepatnya berkordinasi dan berkonsultasi dengan pihak-pihak terkait agar aksi berjalan tertib dan damai serta tidak tersusupi pihak-pihak yang akan mengotori perjuangan suci umat.

3. Hendaknya seluruh elemen umat dalam satu komando yang disepakati bersama mengikuti langkah-langkah yang telah ditempuh oleh kawan-kawan Ormas dan Orpol Islam di Sumatera Selatan yang atas idzin Allah bekerja sama dengan pemerintah setempat berhasil melarang keberadaan Ahmadiyah di Provinsi tersebut.

4. Menghimbau kepada pemerintah Provinsi Jawa Barat Khususnya Gubernur Ust. H. Ahmad Heryawan, Lc untuk bertindak bijaksana dan lebih mengedepankan kemaslahatan umat Islam sebagai warga mayoritas di Jawa Barat yang hak-hak salimul Aqidah dan shahihul Ibadah-nya harus tetap dijaga dan dipelihara. Sesuai kewenangan Gubernur untuk melakukan pengamanan dalam pelaksanaan SKB yang meliputi pembinaan dan pengawasan Ahmadiyah di daerah. Seperti tertuang dalam surat keputusan bersama (SKB) Menteri Agama, Jaksa Agung dan Menteri Dalam Negeri Nomor 3/2008 serta surat edaran bersama Sekjen Depag, Jaksa Agung Muda Intelijen, dan Direktur Jenderal Kesatuan Bangsa dan Politik Depdagri Nomor SE/SJ/1322/2008, Nomor SE/B-1065/D/Dsp.4/08/2008, dan Nomor SE/119/921.D.III/2008.

5. Mendukung penegasan Mendagri Mardiyanto (Republika, 4/9) yang menyatakan bahwa SK Gubernur Sumsel benar dan tidak bermasalah serta merupakan penjabaran dari surat keputusan Bersama (SKB) tiga Menteri.

Demikian pernyataan kami. Semoga perjuangan ini di Ridhoi Allah ‘Azza wa Jalla dan membuahkan kemaslahatan umat. In tanshurullaha yanshurukum wa yutsabbit aqdamakum.


Forum Kajian Muhammad Natsir
For World Civilization

Orang miskin dilarang sekolah?

by: Wildan Hasan

Seorang anak SMA berlari meninggalkan barisan pramuka di lapangan Kiarapayung, Jatinangor, Sumedang, Jawa Barat, Ahad siang kemarin, saat pembukaan Jambore Nasional 2006 oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Siswa SMA kelas II IPS Sandy Putra, Bandung tersebut, berlari menuju podium dimana presiden berada. Dimas Gumilar Taufik, sesampainya di podium langsung menyerahkan sebuah map putih kepada presiden tanpa berkata-kata. Hanya matanya nampak memerah dan berkaca-kaca menyiratkan sesuatu yang tidak sulit untuk dibaca. Malu, tapi harus dilakukan.



Aksi mengejutkan ini ternyata luput dari pengawasan pasukan pengamanan presiden (paspampres), yang langsung mengamankannya seusai kejadian. Ada apa gerangan? Kenapa Dimas begitu nekat menghampiri presiden? Apa yang diinginkannya? Ternyata aksi yang dilakukan Dimas “hanyalah” untuk meminta bantuan biaya sekolah kepada presiden. Memakai kata ‘Hanyalah” dalam tanda kutip disini, karena bagi sebagian orang, soal biaya sekolah tidak perlu melakukan aksi gila seperti itu atau langsung mencemooh apa yang dilakukan Dimas, sebagai cari sensasi dan memalukan. Ciss....

Namun Dimas mengatakan, dirinya sangat ingin sekolah dan menuntut banyak ilmu. Apa mau dikata kedua orangtuanya menganggur tanpa pekerjaan. Dirinya bingung hendak meminta bantuan pada siapa. Sedangkan semua saudaranya juga sama-sama susah dan miskin. Boro-boro untuk nyekolahin anak, buat makan sekali sehari saja susahnya minta ampun.

Aksi yang dilakukan siswa cerdas dan aktif ini, memang sengaja dilakukannya dan sudah ia persiapkan sebelumnya. Terbetik pikiran menyampaikan masalahnya langsung kepada presiden. Kenapa tidak? Toh bukan aksi kejahatan, bukan pula salah kirim. Ia berikan langsung kepada Presiden, karena di tangannyalah nasib pendidikan jutaan anak bangsa, termasuk dirinya bergantung. Tidak sesuai prosedur? Memang, tapi Dimas sadar jika sesuai prosedur, suratnya tidak akan sampai ke tangan presiden. Surat apa sih di negeri ini, kalau tanpa ada uang pelicin akan berhasil dengan sukes.

Presiden kaget memang, menerima surat tersebut. Namun dengan bijak ia menerimanya dan ia simpan untuk ditindak lanjuti. Namun sampai kapan akan disimpan kita tidak tahu, jikapun ternyata ditindak lanjuti dan Dimas dibantu biaya sekolahnya. Haruskah berjuta-juta pelajar di negeri ini pun melompat menghadap presiden dan menyampaikan permohonan bantuan biaya pendidikan? Seperti yang dilakukan Dimas?. Karena, selama ini mereka menangis , berteriak, berpeluh basah dan berdarah-darah, tidak jua diperhatikan oleh anak buah mister presiden tersebut. Atau haruskah mereka meneladani aksi teman-temannya, menggantung diri, menyisit urat nadi, meminum jus obat nyamuk, memenggal kepala orangtua. Dan bisa jadi tidak sesadis itu, cukup dengan pergi ke jalanan, kumpul-kumpul dengan para preman, kemudian berbangga menjadi sampah masyarakat.

Ironis memang, nasib bangsa ini. Di saat melimpahnya kekayaan dan hidup mewah dinikmati segelintir orang di negeri ini. Di saat pejabat yang telah salah kita pilih menumpuk-numpuk uang haram, sebagai ganti pengeluarannya saat pemilihan. Di saat pemerintah pusat disiplin menggelar gaji ketiga belas.

Di saat orang kaya bingung membelanjakan uangnya. Di saat yang sama pula, ada seorang ibu yang mengutil demi sekolah anaknya, ada seorang bapak mencuri sepeda demi SPP anaknya yang nunggak lima bulan. Ada seorang ibu yang menghabisi anak-anaknya karena tidak kuat membiayai sekolah mereka. Ada jutaan anak yang terpaksa terjun ke jalanan, mengemis dan menghiba recehan untuk sekedar bisa makan. Dan ada seorang siswa yang berlari menghiba kepada presiden agar dibantu biaya sekolahnya.

Masih banyak ironi yang seringkali dipertontonkan oleh negeri ini. Ada tim pelajar Indonesia untuk olimpiade matematika internasional, gagal total mengikuti ajang tersebut gara-gara pemerintah malas mengurusi visa mereka, yang hanya bisa diurus dengan dua atau tiga hari saja. Padahal mereka telah bersusah payah mengikuti seleksi, dilatih berbulan-bulan dan siap mengharumkan nama bangsa. Tapi pemerintah senantiasa rajin dan sangat bersemangat mendukung keberangkatan duta kehancuran moral bangsa, puteri Indonesia untuk beradu keberanian mengumbar syahwat dan aurat di ajang Miss Universe.

Anggaran pendidikan bertambah? Tidak kemudian menjadikan pelajar optimis akan tenang belajar tanpa dikejar-kejar guru BP menagih uang SPP. Hingga saat ini kita terus berharap sampai kapan mimpi buruk ini akan berakhir. Sampai puisi kehilangan kata-kata indah, sampai kata-kata kehilangan maknanya dan sampai makna malu mewarnai pendidikan negeri ini. Kosong, hampa tanpa jiwa.




DELAPAN KADO TERINDAH

Assalamu’alaikumwrwb,

Bagus juga lho....untuk direnungi



DELAPAN KADO TERINDAH

Aneka kado ini tidak dijual di toko. Anda bisa
menghadiahkannya setiap saat, dan tak perlu membeli !
Meski begitu, delapan macam kado ini adalah hadiah
terindah dan tak ternilai bagi orang-orang yang Anda
sayangi.


KEHADIRAN
Kehadiran orang yang dikasihi rasanya adalah kado yang
tak ternilai harganya. Memang kita bisa juga hadir
dihadapannya lewat surat,telepon, foto atau faks.
Namun dengan berada disampingnya. Anda dan dia dapat
berbagi perasaan, perhatian , dan kasih sayang secara
lebih utuh dan intensif. Dengan demikian, kualitas
kehadiran juga penting. Jadikan kehadiran Anda sebagai
pembawa kebahagian.
NB.: pantes ya.. setiap kali hari raya keagamaan,
orang selalu berbondong-bondong mudik...

MENDENGAR
Sedikit orang yang mampu memberikan kado ini, sebab,
kebanyakan orang lebih
suka didengarkan, ketimbang mendengarkan. Sudah lama
diketehui bahwa keharmonisan hubungan antar manusia
amat ditentukan oleh kesediaan saling mendengarkan.
Berikan kado ini untuknya. Dengan mencurahkan
perhatian pada segala ucapannya, secara taklangsung
kita juga telah menumbuhkan kesabaran dan kerendahan
hati. Untuk bisa mendengar dengan baik, pastikan Anda
dalam keadaan betul-betul relaks dan bisa menangkap
utuh apa yang disampaikan. Tatap wajahnya. Tidak perlu
menyela, mengkritik, apalagi menghakimi. Biarkan ia
menuntaskannya. Ini memudahkan Anda memberi tanggapan
yang tepat setelah itu. Tidak harus berupa diskusi
atau penilaian. Sekedar ucapan terima kasihpun akan
terdengar manis baginya.

D I A M
Seperti kata-kata, didalam diam juga ada kekuatan.
Diam bisa dipakai untuk menghukum, mengusir, atau
membingungkan orang. Tapi lebih dari segalanya. Diam
juga bisa menunjukkan kecintaan kita pada seseorang
karena memberinya \" ruang\". Terlebih jika sehari-hari
kita sudah terbiasa gemar menasihati, mengatur,
mengkritik bahkan mengomeli.

KEBEBASAN
Mencintai seseorang bukan berarti memberi kita hak
penuh untuk memiliki atau mengatur kehidupan orang
bersangkutan. Bisakah kita mengaku mencintai seseorang
jika kita selalu mengekangnya ? Memberi kebebasan
adalah salah satu perwujudan cinta. Makna kebebasan
bukanlah, \"Kau bebas berbuat semaumu.\" Lebih dalam
dari itu, memberi kebebasan adalah memberinya
kepercayaan penuh untuk bertanggung jawab atas segala
hal yang ia putuskan atau lakukan

KEINDAHAN
Siapa yang tak bahagia, jika orang yang disayangi
tiba-tiba tampil lebih ganteng atau cantik ?
(eh..)Tampil indah dan rupawan juga merupakan kado
lho. Bahkan tak salah jika Anda mengkadokannya tiap
hari ! Selain keindahan penampilan pribadi, Anda pun
bisa menghadiahkan keindahan suasana dirumah. Vas dan
bunga segar cantik di ruang keluarga atau meja makan
yang tertata indah, misalnya.

TANGGAPAN POSITIF
Tanpa, sadar, sering kita memberikan penilaian negatif
terhadap pikiran, sikap atau tindakan orang yang kita
sayangi. Seolah-olah tidak ada yang benar dari dirinya
dan kebenaran mutlak hanya pada kita. Kali ini, coba
hadiahkan tanggapan positif. Nyatakan dengan jelas dan
tulus. Cobalah ingat, berapa kali dalam seminggu
terakhir anda mengucapkan terima kasih atas segala hal
yang dilakukannya demi Anda. Ingat-ingat pula,
pernahkah Anda memujinya. Kedua hal itu, ucapan terima
kasih dan pujian (dan juga permintaan maaf ), adalah
kado cinta yang sering terlupakan.

KESEDIAAN MENGALAH
Tidak semua masalah layak menjadi bahan pertengkaran.
Apalagi sampai menjadi cekcok yang hebat. Semestinya
Anda pertimbangkan, apa iya sebuah hubungan cinta
dikorbankan jadi berantakan hanya gara-gara persoalan
itu? Bila Anda memikirkan hal ini, berarti Anda siap
memberikan kado \" kesediaan mengalah\". Okelah, Anda
mungkin kesal atau marah karena dia telat datang
memenuhi janji. Tapi kalau kejadiannya baru sekali
itu, kenapa mesti jadi pemicu pertengkaran yang
berlarut-larut ? Kesediaan untuk mengalah sudah dapat
melunturkan sakit hati dan mengajak kita menyadari
bahwa tidak ada manusia yang sempurna didunia ini.

SENYUMAN
Percaya atau tidak, kekuatan senyuman amat luar biasa.
Senyuman,terlebih yang diberikan dengan tulus, bisa
menjadi pencair hubungan yang beku, pemberi semangat
dalam keputus asaan. pencerah suasana muram, bahkan
obat penenang jiwa yang resah. Senyuman juga merupakan
isyarat untuk membuka diri dengan dunia sekeliling
kita. Kapan terakhir kali anda menghadiahkan senyuman
manis pada orang yang dikasihi ?

HAKIKAT MANUSIA

HAKIKAT MANUSIA

Oleh : Wildan Hasan

Apa faktor utama yang menjadikan derajat manusia lebih tinggi dan lebih mulia dari makhluk Allah yang lainnya?
Jawaban dari pertanyaan ini atau pertanyaan apapun harus kembalikan kepada al-Qur’an dan as-Sunnah.

Di dalam al-Qur’an, Allah sedikitnya menyebut manusia dengan lima predikat: ‘Abd (QS. Ad-Dzariyat: 56), Khalifah (QS. Al-Baqarah: 30), an-Nas (QS. An-Nas: 1), al-Basyar (QS: al-Kahfi: 110), dan al-Insan (QS. At-Tin: 4).

‘Abd dan Khalifah menetapkan tugas manusia adalah beribadah kepada Allah.

An-Nas menurut bahasa bermakna atau ditujukan secara umum (lil ‘ammah). Dengan ayat ini seluruh manusia dengan berbagai keadaannya terpanggil dan disebut sebagai hamba Allah termasuk orang-orang kafir dan musyrik. Orang kafir dan musyrik dipanggil oleh Allah sebab pada hakikatnya mereka juga adalah hamba Allah. Namun, kemudian mereka divonis kafir dan akan menghuni neraka selamanya karena mereka mengingkari ke-Esaan Allah (QS. al-Bayinah: 7). Dengan demikian, manusia tidak bisa berbangga lebih baik dari makhluk Allah yang lain jika keadaannya kufur kepada Allah. Karena orang yang kufur kepada Allah justru lebih hina daripada binatang.

Al-Basyar menurut bahasa bermakna atau ditujukan kepada fisik atau jasmani manusia (lil hissiyah). Secara fisik, Rasulullah sama keadaannya dengan manusia lainnya. Salah satu hikmah Rasulullah diutus dari kalangan manusia adalah bisa dicontoh oleh manusia maupun jin. Bisa dibayangkan jika Rasulullah diutus dari kalangan jin, bagaimana bisa manusia meneladani perilaku kehidupan Rasulullah seperti yang diperintahkan. Secara fisik apakah manusia bisa berbangga dari makhluk Allah yang lain? Belum tentu. Jika dievaluasi justru banyak kelebihan makhluk lain seperti binatang daripada manusia:

1. Kekuatan otot. Bandingkan kekuatan otot manusia dengan seekor gajah

2. Kecepatan berlari. Bandingkan kecepatan berlari manusia dengan seekor kuda

3. Kecantikan. Manusia justru lebih banyak yang menyukai kecantikan tumbuhan dan binatang. Bahkan sampai menghinakan dirinya dengan menjadikan makanan dan perawatan pohon dan hewan peliharaannya jauh lebih mahal daripada untuk dirinya.

4. Kotoran. Kotoran binatang berharga jika dijual ke pasar

5. Rambut. Bulu ayam berharga jika dijual ke pasar

Maka secara fisik manusia tidak ada apa-apanya dibanding binatang. Lalu faktor apa yang membuat manusia lebih mulia kedudukannya di sisi Allah dibanding makhluk Allah lainnya? AKAL! Betulkah, mari kita evaluasi juga:

1. Seekor kambing masuk ke kebun singkong orang yang akan dicuri hanya daunnya saja itupun kalau nyampe. Tapi jika ada manusia masuk ke kebun singkong orang tidak hanya daunnya diambil, juga batang dan singkongnya. Karena dia punya akal dia bawa gerobak dan mengajak orang lain. Kehancuran dan kerusakannya lebih dahsyat dibanding apa yang dilakukan oleh seekor kambing.

2. Sekawanan gajah merusak hutan, yang rusak paling hanya beberapa hektar saja. Tapi jika ada manusia masuk hutan, dia punya akal, harta dan jabatan. Maka yang dirusak ratusan juta hektar (ilegal loging). Jauh lebih dahsyat kerusakan yang ditimbulkan dibanding sekawanan gajah padahal dia punya akal.

3. Sebuas-buasnya dan sejahat-jahatnya harimau tidak ada bapak harimau yang memperkosa anak kandungnya sendiri. Tapi manusia yang katanya punya akal?

Maka pantas saja Allah berfirman:

“al-A’raf: 179……..

Dan kelima adalah al-Insan yang bermakna manusia yang memiliki ruhani penuh keimanan (lil Ruh wal Iman). Yang dimaksud Allah telah menciptakan manusia dengan sebaik-baiknya bentuk, bukan sebaik-baik bentuk penciptaan fisik manusia. Karena dengan contoh-contoh di atas telah terbantahkan. Lalu apa yang membuat manusia bisa lebih mulia dari makhluk Allah lainnya? Jawabannya terdapat pada ayat selanjutnya surat at-Tin 5 dan 6. Sesungguhnya allah akan menjerumuskan manusia ke dalam keraknya neraka. Yaitu orang-orang munafiq yang mengaku Islam tapi sesungguhnya kufur kepada Allah (QS. An-Nisa: 145). Kecuali orang-orang yang beriman dan beramal shaleh (at-Tin: 6). Jadi, sesungguhnya faktor yang bisa membuat manusia lebih unggul dari makhluk yang lain adalah keimanan dan amal shaleh. Karena jika manusia dalam hidupnya tidak dibimbing oleh keimanan maka amalnya akan jauh lebih buruk daripada binatang.

Maka yang dimaksud manusia diciptakan dengan sebaik-baiknya bentuk adalah sebaik-baiknya bentuk penciptaan. Manusia diberikan seluruh potensi kehidupan oleh Allah; jasad yang indah, akal, nafsu, dan iman yang tidak diberikan kepada makhluk-makhluk yang lain.

Jelas hanya iman dan amal shaleh saja yang bisa membuat manusia unggul dari makhluk yang lain sebagaimana ditegaskan oleh Allah dan Rasul-Nya:

“Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kalian di sisi Allah adalah orang yang paling bertaqwa.” (QS. )

“Sesungguhnya Allah di hari akhirat nanti tidak akan melihat kepda bentuk tubuh kalian, akan tetapi kepada keimanan dan amal shaleh kalian.” (HR. Muslim)

Jadi hakikat manusia adalah hamba yang beriman dan beramal shaleh seperti yang dimaksud oleh predikat ‘Abd dan khalifah.

Wallahu Musta’an

12.26.2008

Menimbang Jihad Amrozi cs

Menimbang Jihad Amrozi cs
Makna Jihad

Jihad secara bahasa menunjukkan makna kesusahan yang timbul akibat dari mencurahkan kekuatan dalam suatu urusan tertentu. Secara umum Jihad secara bahasa diartikan upaya yang sungguh-sungguh dalam suatu urusan.

Secara istilah Jihad diartikan sebagai ketetapan sunnatullah tentang terujinya manusia dengan tingkat kesusahan dalam pergulatan antara haq dan batil yang akan terus berlangsung sampai hari kiamat.
Jihad dibagi beberapa macam berdasarkan muatan yang berbeda:

1. Berdasarkan alat yang dipakai terbagi menjadi tiga bagian, jihad dengan jiwa, harta, dan lisan.

2. Berdasarkan hukumnya jihad terbagi menjadi wajib dan sunnah

3. Berdasarkan target sasaran jihad terbagi menjadi empat bagian, berjihad melawan hawa nafsu dan setan, melawan orang-orang kafir dan musyrik, melawan orang-orang munafik, dan melawan orang-orang fasik dan zalim.

Jihad menjadi fardhu ‘ain apabila:

1. Imam memerintahkan untuk berperang

2. Musuh menyerang

3. Apabila kedua pasukan sudah berhadap-hadapan.

Ayat-ayat yang berkaitan dengan jihad cukup banyak di dalam al-Qur’an di antaranya; at-Taubah:41, (fase-fase diwajibkan jihad; an-Nisa: 77, al-Hajj: 39, al-Baqarah: 190,193, at-Taubah: 36,122,123, al-Furqan: 51-52), a-Anfal: 15-16,39,45, al-Maidah: 54.

Sementara Hadits Rasulullah Saw banyak sekali yang menunjukkan kewajiban jihad qital fi sabilillah di antaranya:

“Barangsiapa yang mati, dan ia belum pernah berjihad atau tidak terbetik di dalam hatinya keinginan berjihad, maka ia mati dalam keadaan membawa satu sifat kemunafikan.”
“Barangsiapa yang tidak pernah berjihad atau tidak memberikan bekal untuk orang yang berperang atau tidak mencukupi kebutuhan keluarganya sepeninggalnya dengan baik, niscaya Allah akan menimpakan kepadanya goncangan.”

Antara Fakta dan Kesaksian

Terjadi begitu banyak kesimpangsiuran fakta, data dan informasi terkait peledakan yang dilakukan Amrozi cs, penangkapan, proses hukum dan eksekusi mati mereka. Namun, ada hal yang justru sangat penting untuk diungkapkan di sini dari seseorang yang dipastikan sebagai senior Amrozi cs di medan jihad Afghanistan. Beliau menyampaikan beberapa keterangan yang mengejutkan:

1. Bahwa seluruh peledakan di Bali waktu itu baik Sari Club maupun Paddy’s pub adalah benar dilakukan oleh Amrozi cs. Menurutnya, adalah mudah membuat dan merakit segala jenis bom buat alumni Afghan. Sekalipun satu jenis bom tidak mampu dibuat, maka di black market (pasar gelap) sangat mudah mendapatkan peledak jenis apapun. Lalu kenapa tokoh-tokoh Islam dan media-media Islam selalu memberikan pembelaan kepada Amrozi cs terhadap peledakan tersebut? Itu dilakukan untuk memberikan pencitraan negatif terhadap Amerika Serikat. Namun hal ini jelas masih sangat debatable.

2. Apa yang dilakukan Amrozi cs berdasarkan fatwa Ulama Ahlu Tsugur di Afghan. Termasuk rencana peledakan di Bali mereka komunikasikan ke para Ulama tersebut.

3. sekembalinya ke Indonesia Amrozi cs keluar dari jaringan Jama’ah Islamiyah (JI) pimpinan Abu Bakar Ba’asyir (Asia). Mereka bergabung ke jaringan al-Qaida pimpinan Osama bin Laden yang bersifat internasional.

‘Ala kulli hal, mereka telah tiada dan akan mempertanggungjawabkan amalannya. Mereka telah berbuat sementara kita belum apa-apa. Semoga mereka mendapatkan kesyahidan atas niat dan amalannya. Amien

Islam Liberal adalah inkonsisten, jika konsisten bukan Liberal

“Kata “kebebasan” (freedom) memunculkan berbagai golongan manusia untuk melawan terhadap segala kekuatan, terhadap setiap kekuasaan, bahkan terhadap Tuhan dan hukum-hukum alam. Dengan alasan ini, kita – ketika tiba di Kerajaan kita – akan menghapus kata ini dari kamus kehidupan karena mengisyaratkan suatu prinsip kekuatan yang brutal yang dapat mengubah rakyat menjadi binatang buas yang haus darah”

Kehadiran gagasan liberalisasi Islam, yang kemudian dikenal dengan sebutan “Islam Liberal,” dalam dunia pemikiran Islam akhir-akhir ini, khususnya di Indonesia, telah menimbulkan kontroversi dan perdebatan panjang. Ini karena banyaknya ide dan gagasan yang mereka usung sangat bertentangan dengan prinsip-prinsip aqidah dan syariat Islam. Tren pemikiran Islam Liberal merupakan penomena global yang belakangan ini menggejala di hampir seluruh dunia Islam. Ia menyebar dan menjalar ke setiap lini kehidupan masyarakat muslim seiring dengan derasnya ekspansi neo-imperialisme Barat yang dibuat atas nama globalisasi dan perang melawan terorisme. Di Indonesia tren ini selalu diidentikkan dengan Jaringan Islam Liberal (JIL), meskipun tidak seluruh orang-orang yang berfikiran liberal yang ada di Indonesia tergabung secara formal dalam jaringan ini. Tren ini menyebar di berbagai institusi-institusi perguruan tinggi, organisasi keagamaan, dan juga LSM-LSM.

Peminat pemikiran-pemikiran Ulil Abshar Abdala dengan artikelnya - “Menjadi Muslim dengan perspektif liberal” menyatakan bahwa tulisan Ulil itu merupakan sebuah refleksi keislaman dan keimanan yang indah. Maka namanya juga refleksi, menurut saya tidak usah terlalu dianggap serius apalagi diklaim sebagai kebenaran absolut. Karena dalam kamus Ulil dan kawan-kawan tidak dikenal istilah kebenaran absolut. Semua kebenaran adalah relatif, termasuk kebenaran versi mereka…harusnya.

Bagaimana ini ko bisa terbolak-balik? Menjadi muslim dengan persfektif liberal, menjadi liberal dengan persfektif muslim, menjadi muslim sekaligus liberal atau menjadi liberal sekaligus muslim? Mana yang pokok mana yang cabang, mana yang dasar mana yang tambahan, mana yang ushul mana yang furu’? Atau mana yang asli mana yang palsu? Lebih penting mana jadi muslim atau jadi liberal? Jadi muslim yang liberal atau jadi liberal yang muslim? Apa itu muslim, apa itu liberal?

kita seharusnya sebelum berdiskusi harus terlebih dahulu menetapkan batasan-batasan, kriteria, distingsi dan kategorisasi-kategorisasi dari kata-kata kunci yang kita diskusikan. Agar diskusi tidak jadi liar dan membabi-buta.

“Muslim adalah hamba Allah yang bersaksi tiada Tuhan selain Allah dan Muhammad utusan Allah, menegakkan sholat, membayar zakat, melaksanakan shaum Ramadhan, dan menunaikan haji jika mampu.” (HR. Bukhari Muslim dari Abdullah bin Umar Ra).
Kemudian apa arti liberal? Coba tanya apa arti liberal sama mereka. Maka mereka akan sama bingungnya dengan kita. Kenapa? Karena makna ‘liberal’ itu sendiri tidak jelas. Batasan makna liberal tidak dieksplorasi secara mendalam, padahal konsep ‘batas’ dapat merumuskan kriteria, distingsi dan kategorisasi liberal.

Akibat kaburnya batasan itu adalah timbulnya ide ‘tak terbatas’. Hasilnya, paham liberal cenderung dibangun di atas paham relativisme, skeptisisme, dan agnotisisme. Gagasan liberalisme Islam tanpa konsep yang jelas dapat berujung pada gagasan Islam liar yang bersembunyi dibalik jargon kebebasan.

Oleh karena tidak adanya konsep batasan tersebut, maka konsep Islam liberal tersebut menjadi kriteria yang longgar dan kabur. Ketidakjelasan definisi atau deskripsi makna liberal terungkap secara implisit dalam pemikiran Charles Kruzman (salah satu tokoh rujukan penting kalangan Islam Liberal). Kurzman membagi lima makna liberal, yaitu pertama, para penulis di dalam bunga rampai ini tidak menganggap diri mereka sebagai kaum liberal; kedua, para penulis mungkin tidak mendukung seluruh aspek ideologi liberal, sekalipun mereka menganut beberapa di antaranya; ketiga, bahwa istilah “liberal” mengandung konotasi negatif bagi sebagian dunia Islam karena makna itu diasosiasikan dengan dominasi asing, kapitalisme tanpa batas, kemunafikan yang mendewakan kebenaran, serta permusuhan kepada Islam; keempat, konsep ”Islam liberal” harus dilihat sebagai alat bantu analisis, bukan kategori yang mutlak; kelima, saya tidak membuat klaim apa pun mengenai “kebenaran” interpretasi liberal terhadap Islam. Saya tidak memiliki kualifikasi untuk terlibat dalam perdebatan-perdebatan yang demikian. Saya ingin mendeskripsikannya saja. Kruzman menggambarkan konsep Islam liberal dengan sesuka hatinya. Karena tidak adanya batasan yang jelas, Kruzman memasukkan nama Yusuf al-Qaradhawi dan M. Natsir sebagai pemikir Islam Liberal. Padahal jelas bahwa karya-karya mereka tidak sesuai untuk disandingkan dengan gagasan Islam liberal yang sumber pemikirannya adalah akal yang skeptis.

Kurzman tidak menjelaskan secara rinci apa yang dia maksud dengan “Islam Liberal”. Untuk menghindar definisi itu, ia mengutip sarjana hukum India, Ali Asghar Fyzee (1899-1981) yang menulis, “Kita tidak perlu menghiraukan nomenklatur, tetapi jika sebuah nama harus diberikan padanya, marilah kita sebut itu Islam Liberal.” Bahkan, Fyzee menggunakan istilah lain untuk Islam Liberal yaitu “Islam Protestan.”

Strategi Kruzman dalam memaknai Islam liberal dapat disejajarkan dengan strategi Michel Foucaulst (salah satu tokoh rujukan Islam liberal) ketika memahami makna hewan. Foucaulst (yang meninggal karena penyakit AIDS, pendukung homoseksualitas, lesbianisme dan praktek penyiksaan kepada lawan jenis sebelum berhubungan badan) mengutip sebuah ensiklopedia Cina tertentu yang mengklasifikasikan binatang sebagai berikut; yang dimiliki kaisar, yang dimumikan, yang jinak, babi-babi yang menyusui, yang merayu betina, yang menakjubkan, anjing-anjing yang sesat, yang termasuk dalam klasifikasi sekarang, yang gila, yang tidak dapat dihitung, yang dilukiskan dengan sikat rambut unta yang cantik, yang telah mematahkan teko air dan yang kelihatan seperti lalat dari kejauhan.

Jadi deskripsi Foucault mengenai makna hewan mencerminkan relativitas. Sama halnya dengan definisi Kruzman mengenai ‘liberal’ dalam menggambarkan makna Islam liberal. Implikasi dari ini semua adalah adanya kekaburan makna. Kebenaran akan menjadi kesesatan dan sebaliknya. Keyakinan akan menjadi keraguan dan sebaliknya. Yang haq akan jadi batil, yang batil jadi haq. Yang yakin dijadikan keraguan dan yang ragu dijadikan keyakinan. Inilah hakikat dari strategi postmodernism.

Menurut Adian Husaini, Liberalisasi Islan di Indonesia sudah dijalankan secara sistematis sejak awal tahun 1970-an. Menurutnya, secara umum, ada tiga bidang penting dalam ajaran Islam yang menjadi sasaran liberalisasi, yaitu (1) Liberalisasi bidang aqidah dengan penyebaran paham Pluralisme Agama, (2) Liberalisasi bidang syariah dengan melakukan perubahan metodologi ijtihad, dan (3) Liberalisasi konsep wahyu dengan melakukan dekonstruksi terhadap al-Quran.

Ulil di tahun 2001 pernah menegaskan bahwa masa depan hanya pada Islam liberal. Membicarakan masa depan berarti mengukur manfaat wacana bagi peningkatan taraf hidup semua unsur masyarakat. Misalnya, manfaat apa yang dirasakan wong cilik dari perkembangan pemikiran Islam liberal? Dengan demikian, kegiatan pemikiran tidak hanya menjadi kegenitan intelektual belaka yang kegunaannya sebatas untuk kesenangan para aktifis dan pemikirnya. Adakah korelasi Islam liberal dengan pengentasan kemiskinan misalnya? Bukankah Ulil dan kawan-kawan (termasuk Rizal Malarangeng) langsung atau tidak termasuk pendukung kebijakan kenaikan harga BBM?

Pada intinya point paling penting dalam ke-Islaman seseorang adalah meyakini kebenaran yang disampaikan Allah dan Rasulnya tanpa reserve. Harus dipertanyakan ke-Islaman seseorang yang mengaku rajin solat dan puasa tapi tidak meyakini syariat Islam sebagai kebenaran absolut.

Contoh….
Seorang anak berkata kepada ibu kandungnya; “Ibu saya melakukan perintah ibu, tapi maaf saya tidak meyakini ibu sebagai ibu kandung saya” Sebab menurut Ulil Tuhan itu bukan hanya Allah-nya umat Islam. Padahal di dalam al-Qur’an dan hadits bertebaran keterangan qhot’i yang menegaskan Allah itu ahad tidak boleh didua dan ancaman-ancaman Allah terhadap orang yang mensyarikatkan-Nya. Bagaimana bisa seorang ibu rela kalau anak kandungnya mau melaksanakan perintahnya, tapi tidak yakin bahwa ibunya itu sebagai ibu kandung satu-satunya bagi dia..?

Dekontruksi makna Islam yang dilakukan oleh Ulil dan kawan-kawan sebenarnya merupakan dekontruksi Islam secara keseluruhan. Jika makna Islam didekonstruksi, maka akan terdekonstruksi juga makna; Kafir, murtad, munafik, al-haq, dakwah, jihad, amar makruf nahi munkar, dan sebagainya. Jika dicermati, dalam berbagai penerbitan di Indonesia, upaya-upaya dekonstruksi istilah-istilah itu bisa dilihat dengan jelas. Bahkan, berlanjut ke konsep-konsep dasar Islam, seperti; wahyu, Al-Qur’an, sunnah, mukjizat dan sebagainya.

Dekonstruksi makna Islam, dan mereduksinya hanya dengan makna “submission”, berdampak pada tidak boleh adanya klaim kebenaran (truth claim) pada Islam. Kata mereka, Islam bukan satu-satunya agama yang benar. Ada banyak agama yang benar. Atau “semua agama yang benar” bisa disebut “Islam”. Kebenaran tidak satu, tetapi banyak. Sehingga, orang Islam tidak boleh mengklaim sebagai pemilik agama satu-satunya yang benar.

Tidaklah mengherankan, jika ide dekonstruksi dan reduksi makna Islam, biasanya berjalan beriringan dengan propaganda agar masing-masing pemeluk agama menghilangkan pikiran dan sikap merasa benar sendiri. Jika orang muslim tidak boleh meyakini bahwa Islam adalah satu-satunya agama yang benar, dan agama lain salah, lalu untuk apa ada konsep dan lembaga dakwah? Jika seseorang tidak yakin dengan kebenaran agamanya-karena semua kebenaran dianggapnya relatif-maka untuk apa ia berdakwah dan berada dalam organisasi dakwah? Atau makna dakwah pun harus didekonstruksi agar tidak bertentangan dengan konsep liberal? Kenapa liberal harus mengangkangi dakwah? Dan makna amar makruf nahi munkar akan didekonstruksi juga?

Pada akhirnya, golongan ‘ragu-ragu’ akan ‘berdakwah’ mengajak orang untuk bersikap ragu juga. Mereka sejatinya telah memilih satu jenis keyakinan baru, bahwa tidak ada agama yang benar atau semuanya benar. Artinya, hakekatnya, ia memilih sikap untuk tidak beragama, atau telah memeluk agama baru, dengan teologi baru, yang disebut sebagai “teologi semua agama” atau “agama pluralisme.” Cak Nur sendiri menyatakan bahwa sekularisme itu ialah paham yang tidak bertuhan dan sekularisasi merupakan salah satu gagasan penting-kalau tidak disebut sebagai gagasan utama-kelompok Islam liberal. Maka seorang sekuler yang konsekuen dan sempurna adalah seorang ateis. Jika tidak, akan mengalami kepribadian yang pecah.

Sekedar contoh, jika kita dibolehkan memaknai Islam dan syariatnya semau kita bisa jadi akan berdampak pelecehan terhadap agama. Misalnya, salah satu kitab aliran kebatinan di Indonesia, yang bernama “Darmogandul,” dalam salah satu bait Pangkur-nya menyatakan, “Akan tetapi bangsa Islam, jika diperlakukan dengan baik, mereka membalas jahat. Ini adalah sesuai dengan dzikir mereka. Mereka menyebut nama Allah, memang Ala (jahat) hati orang Islam. Mereka halus dalam lahirnya saja, pada hakekatnya mereka itu terasa pahit dan masin.”

Ada lagi ungkapan dalam kitab itu, “Adapun orang yang menyebut nama Muhammad, Rasulullah, nabi terakhir. Ia sesungguhnya melakukan dzikir salah. Muhammad artinya makam atau kubur. Ra-su-lu-lah, artinya rasa yang salah. Oleh karena itu ia itu orang gila, pagi sore berteriak-teriak, dadanya ditekan dengan tangannya, berbisik-bisik, kepala ditaruh di tanah berkali-kali.” Di bagian lain disebutkan, “Saya mengira, hal yang menyebabkan santri sangat benci kepada anjing, tidak sudi memegang badannya atau memakan dagingnya, adalah karena ia suka bersetubuh dengan anjing di waktu malam. Baginya ini adalah halal walaupun tidak pakai nikah. Inilah sebabnya mereka tidak mau makan dagingnya.”

Inti ajaran Darmogandul : Yang penting dalam Islam bukan sembahyang, tetapi syahadat ‘sarengat’. Dan ‘sarengat’ artinya: hubungan kelamin antara laki-laki dan perempuan. Hubungan seksual itu penting sekali, sehingga empat kiblat juga berarti hubungan seksual. Darmogandul menafsirkan kata-kata pada ayat kedua dalam surat al-Baqarah sebagai berikut; “zalikal” artinya “jika tidur, kemaluan bangkit,” “kitabu la” artinya “kemaluan laki-laki masuk secara tergesa-gesa ke dalam kemaluan perempuan,” raiba fihi hudan” artinya “perempuan telanjang,” “lil muttaqin” artinya “kemaluan laki-laki berasa dalam kemaluan perempuan.” (Perkembangan kebatinan di Indonesia. Hamka, Bulan Bintang, 1971, hlm 22-23)

Sebut saja jika kawan-kawan FPI menuntut pemerintah untuk membubarkan aliran kebatinan seperti ini, maka kalangan Islam liberal dengan jargon kebebasannya akan paling depan membela penistaan agama seperti ini. Sama seperti kasus Ahmadiyah.

Soal buka puasa sebagai tindakan kolektif, itu terserah Ulil. Itu soal perasaan, tidak perlu jadi dalil wajib atau haramnya buka puasa sendirian atau berjama’ah. Kita juga sering ifthor jama’i, malah duluan kita daripada dia. Pengalaman sosial yang dialami Ulil saat buka puasa dan solat tarawih berjama’ah sebagai pengalaman yang paling membekas bagi dirinya merupakan pengalaman pribadi yang masing-masing orang akan merasakannya berbeda-beda. Rasanya tidak perlu dibuat dramatis. Apa Ulil baru tahu bahwa buka puasa bersama dan solat tarawih berjama’ah itu lebih syahdu dan lebih nikmat? Apa baru sekarang bisa merasakan buka puasa dan solat tarawih bersama?

Lagi-lagi pengalaman sosial. Apakah Ulil baru mengalami hidup bersosial? Jadi selama ini Ulil duduk ekslusif di menara gading merasa paling benar sendiri dengan teologi inklusifnya. Lalu ketika ‘turun gunung’ berbaur dan mau sedikit bertoleransi, hati baru terbuka betapa nikmatnya hidup bermasyarakat. Kaburo maqtan (As-Shaf: 3). Padahal kita sudah biasa merasakan nikmatnya hidup bersosial.

Kemudian, jelas di belakang Ulil pasti ada yang berkata, “ kenapa solat dan puasa, bukannya liberal?”

Ini adalah bukti kebingungan dan pecah kepribadian (split personality) kalangan Islam liberal. Sebab mereka menganggap berbeda dan tidak ada kaitan antara keimanan dengan praktek amaliyah ibadah. Tidak ada kaitan antara aspek esoteris dan eksoteris agama. Bagi mereka solat, puasa, zakat dan haji hanya kulit atau bagian luar dari praktek keberagamaan seseorang dan tidak menentukan posisi keimanan dirinya.

Tapi anehnya mereka suka berdalil atas kasusnya itu: “lihat liberal juga saya masih solat dan puasa,” atau “lihat liberal juga ternyata ‘santun’.” Sengaja kata ‘santun’ diberi tanda petik. Sebab santun menurut siapa, apa batasannya, standar kesantunan itu apa, kriterianya mana, santun yang ini masuk kategori siapa dan yang mana? atau akan direlatifkan juga?

Saya Istighfar dan taubat jika pernyataan saya ini salah. Saya menyangsikan jika kalangan Islam liberal ta’at solat dan puasa. Dimana taat sekalipun, mudah-mudahan bukan ta’at seperti Abdullah bin Ubay bin Salul, maaf kalau pernyataan ini tidak ’santun.’ Saya yakin kita harus dalam posisi mengasihani mereka dalam pencarian kebenaran tanpa ujung, penuh fatamorgana dan kamuflase.

Ada sebuah dialog menarik;

Muslim : “Apakah anda sudah menemukan kebenaran hakiki?’

Liberal : “Belum, karena saya dalam posisi pencari kebenaran”

Muslim : “Lalu kalau diri anda saja belum mendapatkan kebenaran, kenapa anda menyalah-nyalahkan orang lain yang sudah mendapatkan kebenaran dan meyakininya?”

Liberal : “justru ini salah satu cara saya menemukan kebenaran.”

Muslim : “Kalau begitu cara anda salah. Yang namanya mencari kebenaran itu salah satu caranya dengan jalan bertanya. Anda belum juga bertanya sudah menggugat kebenaran yang diyakini orang lain. Berarti anda tidak siap untuk belajar. Pantas saja anda tidak pernah menemukan kebenaran. Sebaiknya anda temukan dulu kebenaran yang akan anda yakini kebenarannya. Baru nanti kita ketemu lagi.”

Pada akhirnya liberal tidak pernah datang-datang lagi karena kebenaran hakiki tidak pernah ia dapatkan. Karena bagi dia semua kebenaran adalah relatif, tanpa ujung, tanpa pegangan, dan nyangkut di tempat mana yang paling menguntungkan ke-tuhan-an akal dan hawa nafsunya. Himmatuhum Butunuhum….

Tujuan utama dari JIL penuh tuduhan tak berdasar. Ironisnya sebagai yang meng-klaim berideologi liberal yang mengedepankan toleransi dan kebebasan ternyata tidak toleran dan berstandar ganda. Harusnya Ulil juga toleran kepada paham fundamentalis, radikal dan pro kekerasan seperti yang dituduhkannya. Sekalipun cap itu belum tentu benar karena hanya sepihak, dimana tuduhan liar seperti ini akan mengenai siapapun dan apapun. Bahwa tuduhan seperti ini pun termasuk kekerasan verbal yang sangat ditentang oleh Ulil.

Soal bajak membajak Islam. Menurut saya jangan sampai menjadi bumerang buat si penuduh. Bicara membela Islam tapi….

Begitulah mereka yang anti “truth claim”. Namun karena merasa paling benar (padahal mereka anti terhadap klaim merasa paling benar) dengan pemahamannya itu, akhirnya membabi buta aktif menyalahkan-nyalahkan yang lain. Benar-benar sudah jauh menyimpang dari filosofi liberalisme yang diagung-agungkannya. Bukankah mereka sendiri yang menyatakan bahwa keyakinan dan pemahaman seseorang tidak bisa dihakimi? Lalu kenapa mereka dengan mudahnya menghakimi pemahaman dan keyakinan orang lain?
Tidak akan cukup singkat saja membahas tujuan kedua JIL yang disebat rasional, kontekstual, humanis dan pluralis. Kembali ke soal konsep batas, kalau konsep batas tetap tidak dipakai maka tetap akan jadi debat kusir. Tapi itulah liberal.

Saat Ulil mengatakan “di mata saya dan kawan-kawan” Jelas pandangannya sangat subyektif. Artinya harus dianggap biasa pernyataannya tidak ada implikasi dan konsekuensi apapun. Karena sepihak. Mengatakan “di mata saya” “menurut saya” sebenarnya hal yang ketat dihindari oleh Ulil dan kawan-kawan. Tapi kenapa begitu, ya itulah liberal. Mereka anti disesatkan dan dikafirkan. Maka agar fair sebagaimana yang selalu mereka dengung-dengungkan, jangan pula menyebut yang lain konservatif, Arabis, kolot, kuno, fundamentalis, radikal dan pro kekerasan. Sekalipun makna masing-masingnya belum tentu berkonotasi negatif.

Lagi-lagi tuduhan, soal teks dan konteks. Persoalan pengelolaan negara yang harus dicontoh mentah-mentah atau mateng-mateng dari Rasulullah perlu pembahasan yang panjang dan mendalam….

Persoalan yang digugat oleh Ulil bukan persoalan ibadah mahdoh dan goer mahdoh. Tapi persoalan bagaimana cara pandang seseorang memakai cara pandang Islam itu sendiri atau tidak. Islam menurut siapa? Ini biasanya pertanyaan yang akan dilontarkan oleh mereka. Maka, mendingan mana penilaian terhadap seorang anak, obyektif menurut ibunya atau tetangganya? Memahami Islam tentu harus dari orang yang pakar tentang Islam dan hidup dalam kehidupan Islam. Bukan dari non muslim yang hidup tidak mengenal Islam. Sekalipun ada beberapa kebaikan yang juga harus diambil dari mereka seperti sains dan teknologi dan sebagainya.

Khilafiyah antara khutbah jum’at berbahasa Arab dan berbahasa lokal tidak bisa disebutkan sebagai pertentangan antara yang konsevatif dengan yang liberal. Ini dinamakan pengelabuan untuk pengaburan makna. Harusnya gentle saja tidak perlu ditutup-tutupi, kan katanya yakin benar dengan aqidah liberal. Ko yakin ditutup-tutupi, apa ada yang salah? Kayaknya tidak begitu deh penerapan makna liberal yang selama ini Ulil lakukan? Kenapa agar istilah liberal diterima oleh kaum Muslimin kemudian persoalan khilafiyah umat diseret-seret? Apa tidak ada cara lain….

Dalam kasus khutbah jum’at dan sholat memakai bahasa apa? Ulil justru mencoba mengomentari apa yang bukan wilayahnya. Hingga liar main comot untuk menjustifikasi pemahaman liberalnya. Dalam sejarah Islam para ulama Islam sepakat bahwa bahasa sholat adalah bahasa Arab. Tidak pernah dikenal di bagian manapun dalam sejarah Islam ada Ulama-bukan ulama-ulamaan-yang sholat menggunakan bahasa selain Arab. Kecuali sekarang ‘intelektual-intelektual’ genit korban perasaan inferior terhadap peradaban lain. Kalau anda berpendapat seperti itu berdasar ijtihad Abu Hanifah. Ketahuilah bahwa Abu Hanifah tidak pernah berpendapat demikian. Anda suka sekali mengambil pandangan-pandangan yang tidak sharih dan goer mutawatir.

Kalau Ulil menyatakan bahwa sholat menempati kedudukan yang penting dalam pemahaman Islam liberalnya, itu hak dia beranggapan seperti itu. Karena memang seharusnya juga seperti itu. Namun kemudian kalau sholatnya tanpa disertai dengan keyakinan akan kebenaran seluruh syariat Allah bahwa hanya ada satu Tuhan Allah Swt dan hanya Islam agama yang benar dan memilah-milah mana syariat yang cocok dan tidak, mana yang disuka dan tidak buat dirinya, jelas sama saja dengan tidak sholat. Percuma saja sholat kalau tidak percaya kepada Allah sebagai Kholik satu-satunya, sebagai Syari’ dengan syariat yang tidak ada bandingnya.

Pembicaraan Ulil kemudian mengarah untuk mengajak pembaca berpandangan bahwa orang yang berseberangan dengannya tidak rasional dan konservatif. Cukup jelas Ulil yang senantiasa mendorong untuk membudayakan dialog ternyata tidak cukup mampu berdialog dengan paham yang berseberangan dengannya. Karena tuduhan seperti ‘budak’ yang taat tanpa berpikir pada sebuah perintah adalah absurd.

Bukankah dengan adanya tafsir Qur’an dan syarah hadits yang disusun oleh para ulama yang tidak diragukan kompetensinya adalah bukti dari buah proses berpikir manusia untuk memahami perintah Tuhannya? Yang membedakan adalah motif dari cara berpikir untuk memahami perintah Tuhan. Yang satu untuk ketaatan dan yang lainnya untuk pengingkaran.

Yang aneh kenapa Ulil bisa tidak tahu bahwa dalam sejarah Islam pemahaman seperti yang dipermasalahkannya adalah hal yang biasa didiskusikan dan dibicarakan oleh kalangan ‘konservatif’. Bukan seperti persangkaannya bahwa umat Islam buta terhadap syariat mana yang ta’abbudi mana yang ta’aqquli.

Ujungnya arah tulisan Ulil semakin jelas dalam rangka menegaskan posisi akal dalam Islam versi liberal. Soal mengikuti dan merawat tradisi, tradisi yang mana dan seperti apa yang dimaksud? Lalu QS 26:74 itu anda arahkan kepada siapa? Kepada yang pemahamannya konservatif atau justru kepada yang pemahamannya progresif? Bukankah anda berdalil dan berdalih seperti ini atas tradisi yang diwariskan guru-guru anda seperti Harvey Cox, Robert N. Bellah, Michel Foucaulst dan lain-lain?

Anda menjaga tradisi pemahaman seperti itu apakah juga bisa dipastikan tidak membabi buta? Apakah anda juga berpikir kritis terhadap pemikiran guru-guru anda? Toh ujung-ujungnya anda meng-klaim ada akar historis antara anda dan kawan-kawan dengan pemikiran kaum muktazilah. Bukankah itu juga berarti anda merawat tradisi? Tradisi muktazilah. Sekalipun sebenarnya Muktazilah tidak se-liar anda dan kawan-kawan.

Saya sepakat kita harus berpikir kritis dalam memahami perintah Tuhan. Namun dalam makna seperti apa? Apakah mengkritisi perintah Tuhan atau mengkritisi akal kita dalam memahami perintah Tuhan? Jangan sampai ketika akal kita belum mampu memahami perintah Tuhan lalu dipaksa agar seolah-olah nampak paham atau memaksakan menyeret perintah Tuhan ke arah standar pemahamannya sendiri. Jadi Tuhan yang Maha kuasa dipaksa mengikuti kehendak hambanya.

Salah satu dalil JIL memang memahami syariat dengan persfektif tekstual dan kontekstual. Kasus pengharaman perempuan duduk di parlemen Saudi misalnya, memang harus diperdalam status hukumnya. Tapi apakah benar persis seperti itu kenyataannya di sana? Apakah juga hanya atas dasar hadits tersebut saja para ulama di sana memfatwakan demikian?

Soal hukum potong tangan. Jika Ulil mengajukan banyak pertanyaan, maka saya juga ingin mengajukan beberapa pertanyaan:

1.Kenapa anda tidak toleran terhadap orang yang berpandangan bahwa hukum potong tangan adalah bentuk hukuman yang relevan untuk saat ini? Toh jika itu kemudian disepakati umum dan diatur oleh Negara maka konstitusional. Kenapa anda tidak biarkan alamiah saja sebagaimana hukum penjara yang warisan kolonial tidak anda ganggu gugat.

2.Apakah jika teknik hukum pidana pencurian bersifat dinamis lalu ada kolerasinya dengan manusia yang makin beradab dan makin matang mentalnya saat ini? Tidakkah anda melihat betapa jauh lebih biadabnya perilaku manusia saat ini? Itukah bentuk manusia yang mentalnya matang? Coba anda bandingkan dengan jujur efektifitas hukum potong tangan dengan hukum penjara (yang mungkin anda anggap dinamis dan kontekstual) di negara-negara yang menerapkannya.

3.Entah anda tahu atau tidak bahwa hukum potong tangan dalam Islam tidak dilakukan begitu saja. Diatur sedemikian rupa sesuai dengan asas-asas keadilan dan hak-hak kemanusiaan. Apakah yang tergambar dalam benak anda orang mencuri lalu langsung dipotong pakai golok si Pitung begitu? Prosesnya tetap melalui pengadilan, harus ada saksi, bukti, laporan dan sebagainya. Kadar pencurian juga menjadi pertimbangan, apakah dia miskin atau tidak, terpaksa atau tidak, dalam keadaan sadar atau tidak dan lain sebagainya, jadi sangat adil dan manusiawi.

4.Coba anda bandingkan kembali dari sisi efesiensi dan efektifitas lebih dinamis mana lebih ber-efek mana antara hukum potong tangan dengan hukum penjara (sekalipun di negara-negara yang memberlakukan hukum potong tangan terdapat pula hukum penjara). Coba anda teliti ulang dalam sejarah Islam dan sejarah Yahudi-Kristen Barat atau sejarah manusia ‘modern’ saat ini, pencurian lebih banyak terjadi dalam sejarah yang mana? Mudah-mudahan anda jujur. Kejahatan, pembunuhan, pemusnahan sumber daya alam, perusakan dan pemerkosaan yang sangat dahsyat terjadi di peradaban yang mana? Sebaiknya anda membaca tulisan Syafii Ma’arif (sesepuh anda dan kawan-kawan) di kolom Resonansi Republika (26/08).

5.Justru anda tidak paham esensi penghukuman. Cara menghukum jelas sangat berkaitan dengan esensi penghukuman. Tolong anda jelaskan apa esensi penghukuman dengan jalan pemenjaraan? Berapa banyak cost sosial, materi dan waktu yang harus dikeluarkan dengan hukum penjara dibandingkan dengan potong tangan? Saya pikir anda hanya sibuk menambah PR umat ketimbang membantu menjawab PR-PR yang sudah ada. Atau bahkan anda sendiri adalah PR besar umat saat ini.

Secara umum argumentasi kaum liberal untuk menolak penerapan syariat Islam dapat dikategorikan menjadi tiga.

Argumentasi historis. Argumen ini berbunyi bahwa hukum Islam adalah produk masa lalu. Ia dibentuk berdasarkan latar belakang sosial dan politik masyarakat ketika itu. Ia merupakan sebuah respon terhadap keperluan dan kepentingan masyarakat saat itu. Karena itulah, syariat Islam tidak mungkin diaplikasikan untuk saat ini karena ia tidak merefleksikan kepentingan masyarakat saat ini.

Berdasarkan pertimbangan maqashid syariah. Argumentasi ini menyatakan bahwa setiap hukum mempunyai objektif/maqasid utamanya sendiri. Dan objektif utama syariat Islam secara umum adalah menciptakan kemaslahatan bagi umat manusia. Konsep maslahah itu sendiri berubah seiring dengan berjalannya waktu. Apa yang dianggap maslahah pada saat tertentu dan oleh masyarakat tertentu belum tentu dianggap sama oleh masyarakat lain dan dalam konteks waktu yang lain.

Atas pertimbangan Hak Asasi Manusia. Tradisi Ulil dan kawan-kawan adalah suka bermain-main di wilayah esoterik. Memutar-mutar logika agar kelihatan ilmiah sudah menjadi ritual yang niscaya. Termasuk soal ‘ibadah murni’-memangnya ada ibadah yang tidak murni? Murni dalam makna apa? Cara ibadah buat mereka bukan hal penting karena hanya bersifat eksoterik (kulit/cangkang) saja. Tidak substansial. Mereka cenderung tidak menyukai hal-hal yang bersifat formalistik. Dalam Islam tidak ada pemisahan esoterik dan eksoterik. Keduanya seperti dua sisi dari satu mata uang yang sama, berjalin berkelindan tidak dapat dipisahkan. Dua-duanya adalah bagian penting dalam Islam, tidak ada esoterik tanpa eksoterik begitu pula sebaliknya.

Bukankah dalam Islam ada dua syarat diterimanya ibadah oleh Allah swt; pertama harus ikhlas lillahi ta’ala. Entah apakah yang dimaksud dengan penghayatan spiritual menurut Ulil itu adalah ikhlas? Dan harus showab tata caranya harus sesuai dengan contoh Rasulullah saw. Ulil juga sepakat bahwa hal ini tidak dapat diganggu gugat. Tapi kenapa Ulil menyebut tata cara ibadah tidak penting?

Pengembangan spiritualitas seperti apa yang dimaksud Ulil untuk kebahagiaan ukhrawi itu? Standarnya apa? bukannya buat Ulil tidak ada standar. Metodenya seperti apa, spiritualitas yang mana dan seperti apa? Terus fungsi agama untuk mencapai kebahagiaan. Kebahagiaan seperti apa, yang mana, kata siapa, buat siapa saja, tujuannya apa, standarnya apa?

Inilah wujud kerancuan sekaligus kebingungan bangunan pola pikir Ulil. Bicara konsep kebahagiaan tentu harus merujuk pada apa yang dimaksud oleh Dzat pembuat kebahagiaan itu sendiri. Dalam al-Qur’an dan hadits banyak bertebaran keterangan bahwa orang yang beriman dan beramal sholih (tentu iman dan amal sholih cara Islam) akan mendapatkan kebahagiaan. Ulil pasti setuju dengan konsep ini, sekalipun harus terlebih dulu didekonstruksi maknanya.

Soal depresi sekarang. Menurut saya justru yang akan depresi adalah individu atau kelompok yang mengumbar dan membebaskan akalnya tanpa bimbingan wahyu. Liar, beringas, nabrak sana nabrak sini, mencari-cari pembenaran, yang ini bias yang itu absurd, masuk ke gang-gang yang buntu. Menuhankan akal, sementara tidak paham bahwa kemampuan akal terbatas. Jadi ingat ke istilah humanisme. Humanisme Barat didefinisikan sebagai “bahwa manusia dengan akalnya tanpa campur tangan Tuhan akan mampu menyelesaikan setiap persoalan.” Apakah humanisme dalam makna ini yang dimaksud Ulil? Akhirnya membabi buta, kalap, arogan, fundamentalis dalam keliberalannya, teroris dalam cara ‘dakwah’nya, konservatif dalam cara pandangnya, dan radikal (kemaruk) dalam pengamalannya.

Ulil, anda sebelum bicara soal baik dan benar, harus disepakati konsep standar tentang itu. Jangan mengambang, membuat bingung yang akhirnya malah tidak rasional.
Ulil, saya juga merasa tenteram dan bahagia dengan pemahaman saya sebagaimana anda juga mengatakan merasakan hal yang sama dengan pemahaman anda. Maka dengan demikian anda sebagai yang meng-klaim paling toleran sudah sepatutnya menjadi terdepan sebagai ‘uswatun hasanah’ yang santun, sopan, lembut, toleran memberikan kebebasan terhadap pemahaman dan kelompok yang berbeda dengan anda. Jadi tidak bijak rasanya kalau anda sebagai orang yang paling toleran, di dalam tulisan anda harus dicederai dengan teror dan provokasi.

Wallahu Musta’an

Maraji’

Hasan, Wildan, “Namanya juga Liberal….” posting anda di swaramuslim.com, 1 September 2008.
Protokol of Zion Bab 3 Pasal 20. Terjemah lengkap 24 Pasal Protokol of Zion oleh Ahmad Lukman, Depok, Pustaka Nauka, cet 1 2002
Syafrin, Nirwan, Kritik terhadap paham liberalisasi Syariat Islam, Jakarta, Dewan Da’wah Islamiyah Indonesia, cet 1 2007
Armas, Adnin, Pengaruh Kristen Orientalis terhadap Islam Liberal, Jakarta, Gema Insani Press, cet 1 2003
Kruzman, Charles, Liberal Islam: A Source Book, diterjemahkan sebagai Wacana Islam Pemikiran Islam Kontemporer tentang Isu-Isu Global, Jakarta, Paramadina
Husaini, Adian, Islam Liberal; Sejarah, Konsepsi, Penyimpangan dan jawabannya, Depok, Gema Insani Press, cet 5 2006
------------------, Pluralisme Agama Haram, Jakarta, Pustaka Al-kAutsar, cet 1 2005
8. ------------------, Liberalisasi Islam di Indonesia Fakta dan data, Jakarta, Dewan Da’wah Islamiyah Indonesia, cet 1 2006
9. J. Firmansyah, Islam Liberal versi Anak Muda, Jakarta, Pustaka Zaman, cet 1 2003

Posisi Gender dalam Al-Qur’an



Posisi Gender dalam Al-Qur’an
Oleh : Wildan Hasan

Abstraksi

Saat ini menguraikan persoalan kemitraan laki-laki dan perempuan dengan merujuk sumber ajaran (al-Qur’an dan as-Sunnah), dapat menimbulkan beda pendapat, apalagi memahami teks-teks keagamaan, bahkan teks apapun yang dipengaruhi oleh banyak faktor.
Di sisi lain berbicara tentang judul di atas, mengharuskan masyarakat manusia memandang kembali perempuan. Sejarah menginformasikan bahwa sebelum turunnya al-Qur’an terdapat...
sekian banyak peradaban seperti Yunani, Romawi, India dan Cina. Dunia juga mengenal agama-agama seperti Yahudi dan Nashrani, Budha, Zoroaster di Persia dan sebagainya.
Pada puncak peradaban Yunani, perempuan merupakan alat pemenuhan naluri seks laki-laki. Mereka diberi kebebasan sedemikian rupa untuk memenuhi kebutuhan dan selera tersebut dan para perempuan dipuja untuk itu. Patung-patung telanjang yang terlihat dewasa ini di Eropa adalah bukti dan sisa pandangan itu.
Peradaban Romawi menjadikan perempuan sepenuhnya berada di bawah kekuasaan ayahnya. Setelah menikah, kekuasaan pindah ke tangan suami. Kekuasaan ini mencakup kewenangan menjual, mengusir, menganiaya dan membunuh. Ini berlangsung hingga abad V Masehi. Segala hasil usaha perempuan, menjadi milik keluarganya yang laki-laki.
Peradaban Hindu dan Cina tidak lebih baik dari yang lain. Hak hidup bagi perempuan yang bersuami harus berakhir pada saat kematian suaminya. Istri harus dibakar hidup-hidup pada saat mayat suaminya dibakar. Tradisi ini baru berakhir pada abad XVII Masehi.
Dalam pandangan Yahudi, martabat perempuan sama dengan pembantu. Mereka menganggap bahwa perempuan adalah sumber laknat karena dialah yang menyebabkan Adam diusir dari Surga. Abul A’la Al-Maududi dalam bukunya Al-Hijab mengatakan:
Tertullian (150 M), sebagai Bapak gereja pertama menyatakan tentang perempuan:
“Wanita yang menggunakan pintu bagi masuknya godaan setan dan membimbing kaum pria ke pohon terlarang untuk melanggar hukum Tuhan, dan membuat laki-laki menjadi jahat serta menjadi bayangan Tuhan”.
St John Crysostom (345-407 M) seorang Bapak Gereja bangsa Yunani menyatakan:
“Wanita adalah setan yang tidak bisa dihindari, suatu kejahatan dan bencana yang abadi dan menarik, sebuah resiko rumah tangga dan ketidakberuntungan yang cantik”.
Pandangan masyarakat Kristen masa lalu juga tidak lebih baik. Sepanjang abad pertengahan, nasib perempuan tetap sangat memprihatinkan bahkan sampai dengan tahun 1805 perundang-undangan Inggris mengakui hak suami untuk menjual istrinya dan sampai dengan tahun 1882 perempuan Inggris belum memiliki hak pemilikian harta benda secara penuh dan hak menuntut ke pengadilan. Tragisnya lagi, sosok perempuan sempat diperdebatkan apakah dia manusia atau binatang.
Kemudian datanglah peradaban Islam yang mengangkat dan mengembalikan perempuan kepada kedudukannya yang terhormat. Islam datang membawa peradaban baru yang lebih manusiawi. Ajaran fitrahnya sesuai dengan naluri kemanusiaan (humanity) yang fitri. Dalam kaitannya dengan perilaku diskriminatif terhadap perempuan itu, al-Qur’an juga menentang keras dengan mengajukan sebuah pertanyaan yang mendasar:

“Dan apabila bayi-bayi perempuan yang dikubur hidup-hidup itu ditanya, karena dosa apakah mereka dibunuh?” (At-Takwir: 8-9)

Perjuangan menghapuskan diskriminasi itu dilakukan oleh Rasulullah SAW dengan mendidik umatnya melalui ajaran dan teladan akhlaqul karimah. Beliau menjadi pelopor sekaligus model orangtua yang sangat baik dalam memperlakukan anak-anak perempuannya. Sampai di sini, antara Islam dan mereka yang menamakan dirinya sebagai feminis masih sejalan. Apa yang diperjuangkan oleh kelompok ini sudah lama diperjuangkan oleh Rasulullah SAW sejak 14 abad yang lampau. Akan tetapi ketika mereka mendesakkan tuntutan yang melebihi proporsi fitrah dan tujuan penciptaan, maka Islam menolak, bahkan menentangnya. Bagaimanapun juga perempuan tidak persis sama dengan laki-laki. Jika laki-laki dan perempuan itu sama, tidak perlu diciptakan dua jenis yang berbeda.

“Dan tidaklah sama laki-laki dengan perempuan.” (Ali Imran: 36)

Tujuan penciptaan laki-laki dan perempuan itu adalah untuk menjadi pasangan. Suatu pasangan, akan menjadi sempurna jika antara satu dengan lainnya saling melengkapi (komplementer), bukan saling menggantikan (substitusi). Laki-laki dan perempuan adalah pasangan yang ideal. Masing-masing memiliki tugas dan fungsi yang berbeda. Ketika keduanya dipaksakan untuk menjadi sama, maka disharmoni pasti akan terjadi. Keseimbangan menjadi terganggu, dan pada akhirnya sistem dan tatanan sosial menjadi rusak.
Namun saat ini Islam (Al-Qur’an) dijadikan tertuduh oleh lisan para pemerhati masalah perempuan dan hak-haknya, baik dari kalangan tokoh Barat maupun para pengekor Barat yang ada di tengah-tengah kita sendiri. Sekalipun mereka tidak menyatakan Al-Qur’an bersalah atas hal ini, tapi kesalahan para Mufassir yang menurut mereka secara sadar atau tidak telah menafsirkan ayat-ayat yang berkaitan dengan perempuan menjadi sangat diskriminatif terhadap perempuan (misoginis).
Sementara mereka melontarkan berbagai tuduhan terhadap Islam, berbagai tradisi yang primitif di berbagai pedalaman dan budaya jahiliyah yang diagung-agungkan tidak pernah mereka perbincangkan atau kritisi. Bahkan ketika memperbincangkannya, mereka justru melontarkan waham bahwa itu merupakan realitas yang diciptakan oleh Islam.
Dalam sejarah peradaban Islam, masalah-masalah perempuan merupakan masalah klasik yang umurnya setua umur manusia itu sendiri. Masalah perempuan dalam sejarah Islam bukan merupakan warisan dari perkembangan zaman atau revolusi kemanusiaan bukan pula warisan sebuah kebudayaan yang mengalami modifikasi dan reformasi. Kendati demikian, belum pernah ada yang mengkritisi permasalahan-permasalahan ini dengan mengatasnamakan kemenangan kaum perempuan dan mempertahankan mereka, kecuali beberapa dekade terakhir ini.
Apa sebabnya? Sebuah pertanyaan menarik, sekaligus mengusik.
Apakah generasi terdahulu kurang memiliki kepedulian terhadap perempuan dan segala kemaslahatannya?
Atau karena mereka kurang memahami apa yang kerap dikemukakan para penulis dan peneliti sekarang, bahwa Islam tidak memperlakukan kaum perempuan secara adil, yang terlihat dari pemberlakuan hak dan kewajiban terhadap mereka?
Permasalahannya bukan terletak pada kedua hipotesis tersebut. Generasi terdahulu (dalam hal ini para Mufassir) bukannya kurang perhatian terhadap hak-hak kaum perempuan dan kemaslahatan mereka, bukan pula generasi yang sekarang lebih cerdas dalam memahami syari’at Islam, sehingga mereka mengatakan bahwa Islam tidak memperlakukan kaum perempuan secara adil.
Barat berhasil meracuni pikiran dan jiwa kaum perempuan Islam, sehingga mereka phobi terhadap segala ajarannya. Barat membentuk opini kaum perempuan, bahwa Islam tidak memperlakukan mereka secara adil dan manusiawi, tidak memperhatikan eksistensi kemanusiaannya, dan tidak memberikan hak-hak kaum perempuan secara adil. Sampai yang paling memprihatinkan, para pemuja Barat dari kalangan kaum Muslimin mencari-cari justifikasi syari’at dalam Al-Qur’an maupun Al-Hadits agar pandangan Barat itu dianggap benar adanya.
Kondisi semacam ini diperparah dengan anggapan sebagian umat Islam, bahwa kaum perempuan di Barat yang senatiasa memperhatikan kaum perempuan Islam, kondisinya membahagiakan, memiliki kemerdekaan, hak-hak mereka terjamin, dan bisa menikmati eksisitensi mereka dalam percaturan kehidupan. Padahal kondisi kaum perempuan di Barat telah mengalami dehumanisasi eksistensi. Kemuliaan dan kehormatan mereka diinjak-injak, hak-hak mereka diperkosa melalui berbagai bentuk slogan yang mengatasnamakan pembebasan perempuan. Bahkan, mereka telah menjadi alat pemuas nafsu birahi kaum laki-lakinya dan objek komersialisasi seks sama seperti leluhur mereka dulu melakukannya, sekalipun dilakukan dengan cara yang lebih moderat tapi jauh lebih merusak.

Pengertian Jender
Nasaruddin Umar dalam bukunya Argumen kesetaraan Jender Perspektif Al-Qur’an menjelaskan bahwa kata Jender berasal dari bahasa Inggris, gender, berarti “jenis kelamin”. Dalam Webster’s New Worl Dictionary, diterjemahkan Nasaruddin, jender diartikan sebagai “perbedaan yang tampak antara laki-laki dan perempuan dilihat dari segi nilai dan tingkah laku.”
Nasaruddin juga mengutip Women’s Studies Enscyklopedia yang menjelaskan bahwa jender adalah suatu konsep kultural yang berupa membuat perbedaan (distinction) dalam hal peran, perilaku, mentalitas, dan karakteristik emosional antara laki-laki dan perempuan yang berkembang di masyarakat.
Secara lebih luas jender diartikan sebagai pembedaan antara perempuan dan laki-laki berdasarkan jenis kelaminnya dalam hal sifat, peran, posisi, tanggung jawab, akses, fungsi, control, yang dibentuk/dikonstruksi secara sosial yang dipengaruhi oleh berbagai faktor: budaya, agama, sosial, politik, hukum, pendidikan, dan lain-lain, yang bisa berubah sesuai konteks waktu, tempat dan budaya. Misalnya: peran perempuan adalah mengelola rumah tangga, memiliki sifat emosional, lemah lembut, dan tidak tegas. Sedangkan peran laki-laki adalah sebaliknya yaitu mencari nafkah untuk keluarga dan memiliki sifat yang rasional, bijaksana dan pintar.
Dari berbagai definisi di atas dapat disimpulkan bahwa jender adalah suatu konsep yang digunakan untuk mengidentifkasi perbedaan laki-laki dan perempuan dilihat dari segi sosial budaya. Jender dalam arti ini mendefinisikan laki-laki dan perempuan non-biologis.

Kesetaraan Jender dalam Al-Qur’an
Dalam dua dekade terkahir, feminisme banyak dibicarakan di kalangan akademisi Indonesia, baik dalam tujuan yang bersifat umum – terutama menyangkut hak-hak dan pemberdayaan perempuan – maupun yang dikaitkan dengan pemikiran Islam – terutama tentang penafsiran ayat-ayat yang berhubungan dengan masalah perempuan.
Banyaknya pembicaraan tentang feminisme ini didorong oleh keprihatinan terhadap realitas kecilnya peran perempuan dalam kehidupan sosial-ekonomi, apalagi politik dibandingkan dengan peran laki-laki. Peran-peran publik didominasi oleh laki-laki, sementara perempuan lebih banyak memainkan peran domestik, baik sebagai istri maupun ibu rumah tangga.
Dominasi laki-laki dalam peran publik dan domestikasi perempuan bukanlah hal yang baru, tetapi sudah berlangsung sepanjang perjalanan sejarah peradaban umat manusia sebagaimana telah dijelaskan di awal. Oleh sebab itu tidak heran kalau kemudian dianggap sebagai sesuatu yang sudah bersifat alami atau kodrati. Anggapan seperti itu ditolak oleh feminisme. Dalam feminisme konsep seks dibedakan dengan jender. Perbedaan-perbedaan biologis dan fisiologis adalah perbedaan seks, sedangkan yang menyangkut fungsi, peran, hak dan kewajiban adalah konsep jender. Jender adalah hasil konstruksi sosial kultural sepanjang sejarah kehidupan manusia. Bahwa perempuan itu dikenal lemah lembut, cantik, emosional, keibuan, sementara laki-laki dianggap kuat, rasional, jantan, perkasa dan lain-lain adalah konsep jender hasil konstruksi sosial dan kultural, bukan kodrati atau alami.
Konstruksi jender dalam perjalanan sejarah peradaban umat manusia dipengaruhi oleh berbagai macam faktor: sosial, ekonomi, politik, termasuk penafsiran terhadap teks-teks keagamaan. Feminisme mengkaji berbagai macam konstruksi jender yang ada dan berkembang di masyarakat dengan menggunakan paradigma kesetaraan antara laki-laki dan perempuan. Salah satu tema kajian feminisme yang menarik dalam hubungannya dengan pemikiran Islam adalah kajian tentang konsep kesetaraan Jender dalam Al-Qur’an.
Dalam beberapa ayat Al-Qur’an masalah kesetaraan antara laki-laki dan perempuan ini mendapat penegasan. Secara umum dinyatakan oleh Allah dalam surat Al-Hujurat ayat 13 bahwa semua manusia, tanpa membedakan jenis kelamin, warna kulit dan perbedaan-perbedaan yang bersifat given lainnya, mempunyai status yang sama di sisi Allah. Mulia dan tidak mulianya mereka di sisi Allah ditentukan oleh ketakwaannya. Secara khusus kesetaraan laki-laki dan perempuan itu ditegaskan oleh Allah dalam surat Al-Ahzab ayat 35 :

“Sesungguhnya laki-laki dan perempuan yang muslim, laki-laki dan perempuan yang mu’min, laki-laki dan perempuan yang tetap dalam ketaatannya, laki-laki dan perempuan yang benar, laki-laki dan perempuan yang sabar, laki-laki dan perempuan yang khusyu’, laki-laki dan perempuan yang bersedekah, laki-laki dan perempuan yang berpuasa. Laki-laki dan perempuan yang memelihara kehormatannya, laki-laki dan perempuan yang banyak menyebut (nama) Allah, Allah telah menyediakan untuk mereka ampunan dan pahala yang besar.” (Q.S. Al-Ahzab 33 : 35)

Namun demikian, dalam beberapa ayat yang lain, muncul problem kesetaraan, terutama dalam penafsiran terhadap teks-teks tersebut. Misalnya problem kesetaraan muncul dalam masalah penciptaan laki-laki (Adam AS) dari tanah, sementara perempuan (Hawa) dari tulang rusuk Adam. Dalam tugas-tugas keagamaan problem kesetaraan muncul mulai dari tidak adanya perempuan jadi Nabi dan tidak bolehnya perempuan mengimami jama’ah laki-laki dalam sholat, atau jadi khatib Jum’at dan ‘Idain (penafsiran terhadap ayat-ayat tentang shalat berdasarkan hadits Nabi), bahkan perempuan tidak dibolehkan shalat selagi mereka haidh. Dalam perkawinan muncul problem kesetaraan dalam masalah perwalian (laki-laki boleh menikah tanpa wali, sedangkan perempuan harus pakai wali), perceraian (mengapa hak menjatuhkan talak hanya ada pada laki-laki), poligami (laki-laki boleh poligami sedangkan perempuan tidak boleh poliandri), nikah beda agama (mengapa laki-laki muslim boleh menikahi perempuan Ahlul Kitab, sementara perempuan muslimah tidak diizinkan menikah dengan laki-laki non-muslim manapun, termasuk dengan Ahlul Kitab). Dalam bidang lain muncul problem kesetaraan dalam masalah pembagian warisan (anak laki-laki dapat dua bagian perempuan), kesaksian dalam transaksi kredit (formula dua saksi laki-laki atau satu saksi laki-laki dua perempuan). Dan juga problem kesetaraan muncul dalam masalah pembagian tugas publik dan domestik antara laki-laki dan perempuan.
Sepanjang telaah literatur tulisan para feminis ‘muslim’ tentang persoalan-persoalan di atas, yang mereka gugat bukanlah teks-teks suci al-Qur’an itu sendiri secara langsung, tetapi penafsiran para mufassir terhadap teks-teks tersebut yang tekstual, bahkan dalam beberapa hal dipengaruhi oleh bias dominasi laki-laki terhadap perempuan.


Dari uraian di atas dapat diambil beberapa kesimpulan bahwa:
Penomena feminisme dengan doktrin kesetaraan jendernya tidak lahir dari kemurnian peradaban Islam. Feminisme lahir atas pemberontakan kaum perempuan Barat atas peradabannya yang sangat diskriminatif terhadap perempuan. Namun karena tidak memiliki dasar dan pedoman yang jelas dan baku, kesetaraan yang mereka inginkan adalah kesetaraan yang liar dan melewati batas. Mereka menginginkan peran dan fungsi yang sama dalam segala hal dengan kaum laki-laki tanpa memperhatikan hal-hal yang bersifat kodrati - yang justru sangat menentukan peran dan fungsi perempuan sebagai pasangan laki-laki agar hubungan kesetaraan antara perempuan dan laki-laki adalah kesetaraan yang proporsional bukan emosional.
Untuk mempertahankan hegemoninya, Barat sebagai sebuah ideologi punya kepentingan untuk menyebarkan apapun yang menjadi arus utama pada peradabannya diyakini dan diamalkan oleh peradaban lain. Feminisme disebarkan ke dunia Islam tidak lepas dari upaya Barat untuk menjauhkan kaum perempuan muslim dari keyakinan terhadap kebenaran agamanya. Maka kemudian disebarkanlah program-program tasykik yang contoh-contohnya telah disebutkan di atas.

Kedudukan Perempuan Dalam Islam
Kemuliaan yang dianugerahkan Islam kepada perempuan merupakan bagian integral dari kemuliaan yang dianugerahkan Islam kepada seluruh manusia. Hal ini telah dijelaskan Allah Swt. dalam firman-Nya :

Sesungguhnya Kami telah memuliakan anak Adam – manusia - dan Kami muliakan juga mereka di darat dan di laut, Kami beri mereka rezeki yang baik-baik dan kami benar-benar unggulkan mereka atas kebanyakan ciptaan kami (Al-Isra’: 70)

Secara implisit, ayat ini menegaskan bahwa kemuliaan itu telah dianugerahkan Allah kepada anak Adam atau manusia secara keseluruhan, baik laki-laki maupun perempuan.
Selanjutnya, Islam juga memperkuat bahwa kemuliaan ini dibangun atas dasar realitas kemanusiaan, yang mencakup kaum laki-laki dan perempuan secara setara. Kesetaraan kemuliaan ini terjadi manakala dibingkai oleh ketakwaan dan amal saleh. Lalu dari keduanya – laki-laki dan perempuan – Allah menjelaskan bahwa kedudukan manusia itu bertingkat-tingkat. Hanya saja diferensiasi gradasi kemuliaan itu bukan karena perbedaan “realitas kemuliaan” melainkan karena ketakwaan mereka kepada Allah. Dari diferensiasi gradasi ketakwaan ini, lahir pula diferensiasi gradasi dalam hal amal saleh bagi kemaslahatan umat.
Karena faktor diferensiasi gradasi kemuliaan manusia hanya satu – yakni ketakwaan kepada Allah - maka pahala atau balasan manusia atas segala amal perbuatan mereka juga sama baik secara kuantitas dan kualitas. Tidak ada alasan bagi laki-laki dan perempuan untuk memperoleh diferensiasi gradasi dalam hal balasan. Ini telah dijelaskan oleh Allah :

Lalu, Allah mengabulkan doa mereka. Dia berfirman, “Sesungguhnya Aku tidak akan menyia-nyiakan amal seseorang di antara kamu baik laki-laki maupun perempuan….!” (Ali ‘Imran: 195)

Barangsiapa mengerjakan amal saleh baik laki-laki maupun perempuan sedang dia dalam keadaan beriman, maka mereka akan masuk surga. Mereka tidak akan dizalimi sedikitpun. (An-Nisa’: 124)

Barangsiapa mengerjakan amal saleh baik laki-laki maupun perempuan sedang dia dalam keadaan beriman, maka Kami pasti akan memberikan kehidupan dengan balasan yang lebih baik daripada apa yang telah mereka kerjakan. (An-Nahl : 97)

Dalam aplikasinya, syariat Islam menempatkan laki-laki dan perempuan dalam satu kedudukan. Dari beberapa ayat dan uraian di atas dapat ditarik beberapa konklusi sebagai berikut:

Hukum Islam menyentuh setiap individu agar menyadari kewajiban dan menunaikannya dengan penuh keikhlasan. Hukum Islam juga menyatakan bahwa setiap individu memiliki hak-hak yang harus mereka terima. Hak-hak ini dijamin dan dilindungi dengan sempurna.
Setelah menyentuh individu, lalu menyentuh keluarga. Islam menegaskan bahwa keluarga memiliki kedudukan suci yang harus dijaga dan dipelihara, dengan cara memperkuat rasa tanggung jawab setiap anggotanya, dan mengisinya dengan saling mencintai dan saling menghormati.
Setelah menyeru keluarga, barulah masyarakat. Islam menegaskan bahwa sebuah masyarakat hanya akan terbentuk dari gugusan keluarga. Untuk menjaga eksistensi sebuah masyarakat, Islam memberikan sejumlah pranatanya, seperti peraturan, hukum, undang-undang, politik, majelis syuro atau musyawarah dan hubungan antara pemimpin dan rakyat.

Hukum-hukum tersebut melindungi setiap individu, keluarga dan masyarakat. Di balik perlindungan hukum terhadap individu, keluarga, dan masyarakat, terkandung hak-hak dan kewajiban laki-laki dan perempuan dalam syariat Islam dan hukumnya, sebagaimana terkandung juga kesatuan hak yang diturunkan untuk menjaga kesatuan keluarga dan komunitas manusia.
Di antara fenomena keserasian yang paling jelas antara berbagai tabiat yang diciptakan Allah dengan perintah yang diturunkan adalah kesesuaian antara fitrah laki-laki dan perempuan dengan substansi perintah-perintah-Nya. Oleh karena itu, manusia tidak terbebani oleh perintah tersebut. Keesaan Khaliq terlukis jelas pada makhluk-Nya dan wadah tatanan skala kosmik. Ini terefleksikan dalam sumber dan asal muasal tabiat manusia dan hajatnya yang sesuai dengan kutubnya yang tercermin pada kompilasi syariat dan undang-undang yang diturunkan kepada hamba-hamba-Nya.
Konsekuensi dari sistem Ilahi ini adalah bahwa masing-masing dari laki-laki dan perempuan menjadi sekutu satu dengan lainnya dalam keseluruhan Hak Asasi Manusia, tanpa diskriminasi apa pun. Di antara hak-hak tersebut adalah:

Hak hidup,
Hak Kemerdekaan,
Hak kepemilikan,
Hak dalam lapangan ekonomi,
Hak berpolitik, dan
Hak-hak sosial

Demikian juga, sistem Ilahi ini mengandung konsekuensi bahwa laki-laki dan perempuan saling berserikat dalam hal kewajiban yang dibebankan oleh kehidupan kemanusiaan sesuai dengan yang digambarkan syariat Islam, mulai dari individu, keluarga, lalu masyarakat. Bentuk persekutuan ini, laki-laki dan perempuan saling berbagi tugas dan pekerjaan yang seimbang dalam resiko dan kepentingannya, dalam rangka menegakkan kehidupan dan memeliharanya.
Selanjutnya, Al-Qur’an memberikan penjelasan bahwa di dalam soal prinsipil ada perbedaan antara perempuan dan laki-laki. Akan tetapi Al-Qur’an juga sejalan dengan fakta kehidupan, maka di luar hal-hal yang ditegaskan tadi diakui ada perbedaan antara laki-laki dan perempuan. Sebagian besar perbedaan itu menyangkut dua hal, yaitu perbedaan biologis dan perbedaan fungsional dalam kehidupan sosial seperti sudah disinggung di awal. Perbedaan biologis ini tidak dapat dipungkiri, karena bersifat alamiah (kodrati), seperti halnya dalam dunia makhluk lain ada jantan dan betina. Pertama, dari bentuk tubuhnya yang tidak sama. Lebih jauh ilmu pengetahuan melihat perbedaan-perbedaan di dalam otak laki-laki dan perempuan, sampai sel-sel darah, susunan saraf, secara biologis tidak sama. Adanya perbedaan-perbedaan itu membentuk watak yang berbeda. Sehingga menimbulkan watak keperempuanan dan watak kelaki-lakian.
Dengan adanya perbedaan-perbedaan tersebut, Islam mempertegas prinsip-prinsip dasar mengenai kemanusiaan dan hak-hak asasi perempuan serta kesempatan yang sama untuk mengabdi. Karena itu walaupun ada perbedaan biologis yang alamiah tidak menjadi hambatan untuk mendapatkan hak yang sama. Kedua perbedaan fungsional, akibat dari perbedaan biologis tadi, maka timbul perbedaan fungsional. Misalnya dalam kehidupan manusia yang disebutkan pasangan (suami-istri) di dalam kedudukan masing-masing pihak terdapat perbedaan fungsional.
Dalam kaitannya dengan reproduksi, fungsi laki-laki dengan perempuan berbeda, tidak mungkin sama. Laki-laki adalah pemberi bibit dan perempuan yang menampung dan mengembangkan bibit itu di dalam rahimnya, sehingga mengandung dan bersalin. Hal itu merupakan fungsi alamiah yang merupakan ciri khas keperempuanan, yang tidak mungkin diganti laki-laki. Tapi, tidak mungkin perempuan melakukan fungsi kalau tidak ada laki-laki yang membuahi. Ini dapat dianalogikan pada hal-hal lain.
Perbedaan fungsi tadi tidak harus menimbulkan perbedaan mengenai hakikat kemanusiaan, hak asasi dan kesempatan untuk melakukan pengabdian. Dengan perbedaan-perbedaan fungsional tadi maka muncul beberapa kewajiban yang berbeda. Misalnya ketika perempuan mengandung dan bersalin maka wajib menyusui anaknya, maka imbangannya laki-laki wajib menafkahi. Dengan demikian, perbedaan bukan untuk mendiskriminasikan, melainkan untuk saling melengkapi.
Quraish Shihab dalam bukunya “Perempuan” mengutip pendapat dua orang pakar, asal Amerika Margeret Seed dan Perancis Alexis Carrel. Margeret Seed menyatakan bahwa “Dunia akan lebih baik kalau kedua jenis manusia – laki-laki dan perempuan – mengakui bahwa masing-masing memiliki kemampuan yang berlebih dibanding dengan yang lain dalam bidang yang berbeda-beda.”
Sedangkan Alexis Carrel, pakar Perancis peraih Nobel bidang kedokteran dan sains, menulis dalam bukunya Man The Unknown bahwa, ”Orang-orang yang menyerukan persamaan antara laki-laki dan perempuan serta mengajak untuk mengajukan pendidikan dan pengajaran serta pekerjaan kedua jenis itu, sama sekali tidak mengetahui perbedaan antara laki-laki dan perempuan, yakni perbedaan-perbedaan yang tanpa diragukan, sangat esensial dan mendasar. Perempuan sebenarnya sangat berbeda dengan laki-laki, perbedaan yang sungguh sempurna. Setiap sel pada diri perempuan memiliki ciri khasnya, yakni ciri khas keperempuanan, dan selama perempuan memiliki keistimewaan dalam hal perasaan halus, serta selama laki-laki memiliki kemampuan penguasaan terhadap perasaan dan kemampuan memikul tanggung jawab-tanggung jawab besar, maka selama itu pula harus dibebankan kepadanya kekuasaan dan pengaturan. Perbedaan antara laki-laki dan perempuan bukannya lahir dari perbedaan alat kelamin, adanya rahim serta kandungan, atau akibat perbedaan cara pendidikan, tetapi perbedaan-perbedaan itu lahir dari sebab yang sangat dalam, yakni keterpengaruhan anggota badan seluruhnya dengan unsur-unsur kimiawi serta apa yang dihasilkan oleh kelenjar-kelenjar. Ketidak tahuan menyangkut kenyataan-kenyataan dasar di atas itulah yang menjadikan kaum feminis mendukung pendapat yang menyatakan bahwa kedua jenis itu bisa menerima pendidikan yang sama dan melakukan pekerjaan-pekerjaan yang sama pula. Sesungguhnya hukum-hukum yang mengatur fisik manusia, sama dengan hukum-hukum alam angkasa. Ia tidak dapat dilanggar, dan mustahil dapat diganti oleh keinginan manusia, Karena itu kita harus menerima sebagaimana adanya.”
Quraish Shihab melanjutkan pendapat Alexis Carrel bahwa problem terbesar yang dialami oleh peradaban Barat adalah mereka menetapkan hukum serta melakukan perencanaan bagi makhluk (manusia) yang mereka tidak kenal sifat dan ciri-cirinya, apalagi rahasia dan tujuan hidupnya, dan karena mereka tidak mengetahuinya – sebagaimana apa adanya – maka kelirulah mereka dalam segala hal.”
Menurut Santi Soekanto, mengutip pendapat Professor T.J. Winters (Abdul Hakim Murad) dari Universitas Cambridge, mencatat bahwa feminisme tahun 1960-an dan 1970-an adalah “feminisme kesejajaran” yang berjuang menghancurkan ketimpangan jender yang menurut mereka semata-mata social contructs yang bisa diubah lewat pendidikan dan media. Sedangkan feminisme tahun 1990-an adalah “feminisme perbedaan” yang berakar pada semakin tumbuhnya kesadaran bahwa faktor alami itu sama pentingnya dengan faktor pengasuhan dalam pembentukan perilaku laki-laki dan perempuan.



Asy-Syubuhat
Adapun beberapa lontaran tuduhan dari pihak-pihak yang berupaya mendekonstruksi-meminjam istilah Derrida- teks-teks keagamaan dengan tujuan terjadinya kesetaraan jender seperti yang mereka pahami di antaranya terangkum dalam beberapa poin di bawah ini :
Pertama, Adanya penafsiran-penafsiran yang didominasi ideology patriarkhi, karena kebanyakan mufassir adalah kaum lak-laki, sehingga kurang mengakomodir kepentingan kaum perempuan. Hal itu terjadi, menurut mereka, karena sekalipun secara normatif Ilahiyah kebenaran al-Quran adalah mutlak, namun dalam tataran histories-interpretatif, kebenaran itu menjadi relatif. Dengan demikian mereka mengajukan paradigma baru penafsiran yang menurutnya lebih mencerminkan nuansa kesetaraan dan tidak bias jender.
Kedua, Kurangnya perempuan yang menjadi ahli tentang kitab Suci. Kekurangan ini menurut mereka, mendorong terjadinya dominasi lak-laki dan pada waktu yang sama menyingkirkan perempuan untuk sekedar menempati posisi sebagai pengelola keluarga di rumah.
Ketiga, Adanya kontrol terhadap materi sejarah. Menurut mereka, campur tangan penguasa harus dipertimbangkan untuk dapat memahami kenapa citra perempuan menjadi rendah. Bagi mereka sejarah Islam banyak dimanipulasi oleh para penguasa bukan saja terhadap naskah suci, tetapi juga terhadap Rasul. Termasuk manipulasi terhadap peran dan posisi penting kaum perempuan pada zamannya, karena para penguasa didominasi kaum laki-laki.
Keempat, Adanya hadits-hadits misogini (melecehkan perempuan) di antaranya :

Hadits yang disebutkan dalam Sahih Bukhari dari Abu Bakrah: “Siapa yang menyerahkan urusannya kepada kaum perempuan, mereka tidak akan mendapatkan kemakmuran.”
Hadits riwayat Abu Hurairah: “Anjing, keledai dan perempuan akan membatalkan shalat jika melintas di antara orang yang shalat dan qiblat.”
Hadits riwayat Abu Hurairah : “Ada tiga hal yang membawa bencana, yakni rumah, perempuan, dan kuda.”
Hadits Riwayat Abdullah bin Umar: “Sepeninggalku kelak, tidak ada penyebab kesulitan yang lebih fatal bagi laki-laki kecuali perempuan.” Juga hadits, “Aku melihat ke surga dan aku saksikan sebagian besar penghuninya adalah kaum miskin, kemudian aku lihat ke neraka, aku saksikan sebagian besar penghuninya adalah kaum perempuan.”
Hadits riwayat Bukhari Muslim dari Abu Sa’id Al-Khudry bahwa Rasulullah pernah berkata kepada sekelompok perempuan: “Aku tidak melihat orang yang paling kurang akal dan agamanya namun lebih mudah meluluhkan hati seorang laki-laki yang bijak, selain salah satu dari kalian.”
Hadits riwayat Ahmad dan Nasa’i dari Anas bin Malik: “Kalau aku berhak memerintah manusia untuk bersujud kepada sesamanya, niscaya aku perintahkan agar seorang istri bersujud kepada suaminya, karena besarnya hak suami yang harus ditunaikan istri.”
Hadits-hadits tersebut, menurut mereka, perlu diteliti ulang, tidak saja kebenaran dan kelengkapannya, tetapi juga identitas sahabat yang meriwayatkan, situasi yang melingkupi, tujuan periwayatan maupun rantai para perawinya.
Kesalahan utama fiqih Islam dan tafsir Al-Qur’an konvensional yang ada sekarang bersumber dari kesalahan metodologi yang tidak memperhatikan karakteristik dan fleksibilitas pengertian teks-teks kitab suci. Akibatnya, hukum Islam yang ada sekarang membebani punggung umat dan tidak sesuai lagi dengan kemajuan ilmu pengetahuan serta situasi dan kondisi masa kini.
Bahwa hukum-hukum Islam tentang kaum Perempuan mempunyai sifat yang sama dengan hukum-hukum Islam tentang perbudakan, yang tidak menggunakan cara revolusi dalam menuntut perubahan. Keduanya dilakukan secara berangsur-angsur. Karena itu, harus dikatakan bahwa emansipasi kaum perempuan dalam Islam telah dimulai sejak zaman Nabi saw. Dan belum berakhir, sebagaimana halnya dengan pembebasan budak. Karena itu, dengan bersandarkan kepada ayat-ayat hudud, “program” perbaikan kondisi sosial kaum perempuan harus tetap berlanjut.


Khatimah


“Saya menyadari bahaya seruanku dan
saya bersyukur kepada Allah yang menggagalkannya”

Itulah pengakuan Qasim Amin, orang pertama di Mesir yang menganjurkan kebebasan wanita (tahrirul mar’ah), yaitu kebebasannya dari penghambaannya kepada Allah, menjadi penghambaannya kepada setan dan nafsu yang mendorong berbuat kemaksiatan.
Tujuh tahun setelah mengumumkan seruannya dan menyiarkannya kepada masyarakat, ia pun mencabut pendapatnya dan meninggalkan seruannya. Ia mengakui:

“Saya telah menyerukan kepada orang-orang Mesir sebelum ini untuk mengikuti jejak orang-orang Turki, bahkan bangsa Eropa dalam membebaskan kaum wanitanya.
Saya meningkatkan makna ini, hingga saya anjurkan mereka untuk merobek-robek hijab dan mengikutsertakan kaum wanita dalam semua bidang pekerjaan, jamuan makan dan walimah.
Akan tetapi, sekarang saya menyadari bahaya seruan ini setelah mengetahui akhlak masyarakat. Saya telah menelusuri langkah-langkah kaum wanita di banyak perkampungan di Ibukota dan Iskandariah, untuk mengetahui sejauh mana penghormatan orang-orang kepada mereka dan sikap mereka terhadap para wanita bila mereka keluar tanpa memakai hijab.
Saya melihat kerusakan akhlak laki-laki dengan penuh penyesalan, sehingga saya bersyukur kepada Allah yang telah menggagalkan seruanku dan menggerakkan orang-orang yang menentangnya.”



Wallahu Musta’an

Maraji’

Al-Maududi, Abul A’la, Al-Hijab, terj, Bandung: Gema Risalah Press, cet. 8, 1995, Gema Risalah
Umar, Nasaruddin, Argumen kesetaraan Jender Perspektif Al-Quran, Jakarta: Paramadina, cet. 2, 2001, kata Pengantar Quraish Shihab
Al-Buthi, M. Sa’id Ramadhan, Perempuan antara kezaliman sistem barat dan keadilan Islam, terj, Solo, Era Intermedia, cet 1 2002.
Putu, Lily dkk, Modul Pendidikan Adil Gender untuk perempuan Marginal, Jakarta, Sentralisme Production, cet. 1 2006
Ilyas, Yunahar, Kesetaraan Gender dalam Al-Qur’an, Yogyakarta, Labda Press, cet. I 2006,
Yafie, Ali, “Kodrat, kedudukan, dan Kepemimpinan Perempuan”, dalam Memposisikan Kodrat, Mizan, Cet 1 1999
Shihab, M. Quraish, Perempuan, Jakarta, Lentera Hati, Cet 11 2005
Soekanto, Santi, Gerakan Feminisme kembali ke “Sunnatullah”? Artikel menyambut Hari Kartini 21 April 2006, wartawan senior yang 13 tahun silam meliput konferensi wanita Dunia di Beijing.
Mustaqim, Abdul, Tafsir Feminis Versus Tafsir Patriarki, Yogyakarta, Sabda Persada, cet 1 2003
Mernissi, Fatima, Menggugat ketidakadilan gender, dalam Pemikiran Islam Kontemporer, Yogyakarta, Jendela, cet 1 2003
15. Abied Sah, M. Aunul edt, Islam Garda Depan, dalam tafsir ayat-ayat gender: Tinjauan terhadap pemikiran Muhammad Syahrur dalam “Bacaan Kontemporer,” Bandung, Mizan cet 1 2001
16. Abdul Aziz, Muh. Bin Al-Musnid, Barat digugat, terj, Surabaya, Risalah Gusti, cet 1 1992