2.27.2009

Rugi kalau tidak hadir !

Hadirilah…

Ta’lim bulanan Pusdiklat Dewan Da’wah Tambun Bekasi dengan tema :
‘KRISTENISASI TAK KENAL HENTI’ membaca kasus pemurtadan di Garut.

Bersama: Ust. Abu Deedat (ketua tim FAKTA & Pengasuh Kajian Kristologi DAKTA 107 FM).
Ahad 8 Maret 2009 pukul 8.30 WIB.

(Saksikan dokumentasi fakta tak terungkap) 021-92739740.


Diajak Wisata, eh...Malah Dibaptis...!!
Ditulis Oleh : Redaksi

Mereka yang menjadi korban itu diming-imingi dengan ajakan untuk berwisata ke Pantai Pengandaran dan di sanalah dibaptis menjadi Nasrani karena ketidak tahuan warga tersebut karena dijanjikan pula dengan bantuan berbentuk uang. Juga kami menemukan sertifikat pembaptisan serta kitab injil berbahasa sunda dari mereka

Garut-Puluhan orang yang tergabung dalam berbagai elemen Islam di Kabupaten Garut dan didukung PW Gerakan Reformis Islam (GARIS) Jawa Barat Selasa (22/2/09) mendatangi gedung DPRD Kota Garut. Utusan yang diterima ketua Komisi D itu menuntut kasus pemurtadan terhadap 34 orang warga muslim di Kecamatan Kadungora.

Selain itu menuntut pihak Gereja Masehi AdventHari ke-7 agar meminta maaf. Umat Islam di kota yang berjuluk Kota Dodol itu juga menuntut pelakunya diproses secara hukum dan membuat perjanjian untuk tidak mengulangi perbuatannya.

"Pihak GARIS hanya mendorong Forum Penyelamat Aqidah Umat Kecamatan Kadungora Garut untuk menyelesaikan masalah ini. Alhamdulillah 32 orang sudah dimuslimkan kembali oleh MUI Kecvamatan tersebut. Tinggal kita mintai pertanggumng jawabannya dari pihak gerejanya," ungkap Ketua PW GARIS, Suryana Nurfatwa dalam rilisnya yang disampaikan kepada kontributor Cybersabili di Bandung.

Penegasannya diperkuat dengan laporan Ketua Forum Penyelamat Akidah Umat Kecamatan Kadungora Kabupaten Garut, Asep Lukman, yang secara tertulis melaporkan kalau telah terjadi pemurtadan di wilayahnya yang dilakukan pihak gereja yang dimaksud.

"Mereka yang menjadi korban itu diming-imingi dengan ajakan untuk berwisata ke Pantai Pengandaran dan di sanalah dibaptis menjadi Nasrani karena ketidak tahuan warga tersebut karena dijanjikan pula dengan bantuan berbentuk uang. Juga kami menemukan sertifikat pembaptisan serta kitab injil berbahasa sunda dari mereka," kata Asep dalam laporannya itu.

"Ini persoalan aqidah saudara kami maka saya harus menyelesaikannya secara tuntas," tambah Asep

Pertemuan dengan pihak gereja yang dilakukan di gedung DPRD itu menghasilkan kesepakatan pihak Gereja Advent yang diwakili Pendeta Oliver Tambunan meminta maaf kepada kaum muslimin di Garut atas peristiwa yang terjadi. Gereja juga berjanji akan mengembalikan data orang yang telah dimurtadkan.

Akan menyerahkan kepada MUI bila ada orang Islam yang meminta bimbingan rohani kepadanya, tidak akan melakukan pemurtadan di wilayah Garut. Serta akan meninggalkan wilayah tersebut bila mengulangi perbuatan tersebut.


www.sabili.co.id

2.24.2009

Sunnatullah dalam dinamika kepartaian di Indonesia: Menyorot banyaknya Partai Islam

Pemilu 2004 mendatang telah menghasilkan 24 partai peserta pemilu yang akan bertarung memperebutkan 200 juta lebih suara rakyat Indonesia. Di antara 24 partai tersebut terdapat sejumlah partai yang berasaskan Islam, yaitu: Partai Keadilan Sejahtera pimpinan Hidayat Nur Wahid, Partai Bulan Bintang pimpinan Yusril Ihza Mahendra, Partai Persatuan Pembangunan pimpinan Hamzah Haz, Partai Bintang Reformasi pimpinan Zainuddin MZ, dan Partai Nahdlatul Umat Indonesia pimpinan Syukron Makmun.


Kelima partai tersebut mengusung idealisme yang sama yaitu tegaknya syariat Islam di negeri tercinta ini. Namun senantiasa ada pertanyaan klasik, jika tujuannya sama kenapa tidak satu saja partai Islam itu? Sebuah pertanyaan yang seringkali dihindari oleh para pemimpin partai Islam. Selama ini para pemimpin partai Islam ambigu menjawab pertanyaan tersebut. Tidak pernah memuaskan, yang pada akhirnya sebagian rakyat memandang faktor ego mengambil peranan sangat dominan dari ketidak bersediaan para pemimpin partai Islam menyatukan partainya dalam satu partai besar umat Islam.
Tentu tidak sepenuhnya benar egoisme kepemimpinan yang menyebabkan tercerai berainya suara umat Islam ke berbagai partai Islam. Sekalipun indikasi “Lebih baik jadi kepala tikus daripada ekor gajah” pada beberapa tokoh Islam kental terasa. Yaitu lebih baik menjadi pemimpin partai baru sekalipun kecil daripada harus menjadi anggota dari partai besar yang sudah lama dan mapan.

Namun demikian, dibalik itu semua saya melihat ada sunnatullah yang berlaku dalam dinamika kepartaian di tengah umat Islam saat ini. Merujuk kepada firman Allah swt dalam surat Al-Maidah ayat 48 yang berbunyi:
“…untuk tiap-tiap umat di antara kamu, kami berikan aturan-aturan dan jalan terang. Sekiranya Allah menghendaki niscaya kamu dijadikan –Nya satu umat (saja). Tetapi Allah hendak menguji kamu terhadap pemberian-Nya kepadamu, maka berlomba-lombalah dalam kebaikan. Hanya kepada Allah-lah kembali kamu semuanya, lalu diberitahukan-Nya kepadamu apa yang telah kamu perselisihkan itu.”

Ayat ini menunjukkan bahwa tiap umat (kelompok/partai) diberikan syariat (aturan) tersendiri dan manhaj (metode) yang jelas dalam hidup dan kehidupannya. Dalam prespektif Islam, jelas bahwa syariat kita adalah Islam. Syariat Islam inilah yang tidak bisa ditawar-tawar dan merupakan harga mati bagi sebuah realitas perjuangan kehidupan umat. Dimana jika keluar dari rel itu, akan dianggap telah keluar dari usaha memperjuangkan Islam. Maka dalam tataran hidup berdemokrasi yang sistem kepartaian merupakan keniscayaan, hal di atas tampak nyata dalam berbagai partai yang ada saat ini. Secara umum partai-partai yang mengikuti pemilu 2004 mendatang mengusung salah satu dari tiga asas dominan di Indonesia, yaitu: Islam, Pancasila dan marhaenisme.

Dengan melihat ayat di atas, dapatlah dipahami bahwa kewajiban partai-partai Islam adalah berasaskan Islam, sebab itu merupakan syariat. Adapun kemudian soal manhaj (metode ) Perjuangannya, disesuaikan dengan kapasitas pembacaan terhadap bagaimana cara agar syariat dapat tegak dan berlaku. Oleh karena itu dapat dipahami kenapa begitu banyak partai Islam. Sebab tiap individu memiliki idealisme, pemahaman dan kerangka yang berbeda untuk menegakkan syariat sesuai dengan kemampuannya masing-masing.

Hal di atas memang berbau egoisme, namun perlu dipahami pula bahwa umat Islam saat ini baru mendapatkan keleluasaan untuk berpolitik, dimana selama puluhan tahun pengalaman dan kedewasaan berpolitiknya terpasung. Sehingga ketika kran reformasi dibuka lebar-lebar, umat ini masih cukup balita saat harus bersaing dengan pemain-pemain lama di kancah perpolitikan. Maka munculah idealisme-idealisme kepartaian dengan corak masing-masing dalam memperjuangkan Islam yang melahirkan banyaknya partai Islam. Di luar itu semua, jika Allah swt menghendaki niscaya akan dijadikan satu saja partai-partai Islam itu.

Tetapi Karena Allah swt hendak menguji umat ini, maka Allah berikan kesempatan kepada semua golongan, organisasi ataupun partai politik untuk berlomba-lomba dalam kebajikan. Dari sanalah Allah akan melihat siapa yang ikhlas dengan komitmen perjuangan syariatnya atau tidak. Sehingga ketika semuanya bertindak dengan ikhlas dan menggunakan metode yang benar, suatu saat pasti akan disatukan oleh Allah.
Sebagaimana sebuah gunung yang meletus, kemudian memunculkan alur-alur sungai bekas aliran lahar yang turun. Makin ke hilir alur-alur tersebut menyatu dengan alur yang paling besar. Demikian pula fenomena kepartaian Umat Islam saat ini. Pada akhirnya atas izin Allah akan menyatu ke dalam satu partai yang paling besar dan paling kuat, jika semuanya ikhlas dalam perjuangan syariat. Hingga berpadulah partai Islam dan kekuatan umat sebagai ummatan wahida.

Alhasil, banyaknya partai Islam saat ini jangan dirasakan terlalu menyesakkan dan mengkhawatirkan. Yang patut dikhawatirkan adalah sikap kekanak-kanakan para fungsionaris partai-partai tersebut. Saling jegal, saling olok, hasud dan saling hina adalah perkara-perkara yang akan menghanguskan nilai keikhlasan. Sebab semuanya akan kembali pada Allah, lalu akan diterangkan oleh-Nya apa yang telah diperselisihkan oleh umat ini. Wh
Wallahu A’lam

(Pernah dimuat dalam rubrik Opini Majalah Mahsiswa STID Mohammad Natsir Jakarta, edisi perkenalan-Syawal 1424 H/Desember 2003)

Ketetapan Syar’i dan Realitas Politik

Saat menantikan voting tahap III pemilihan wakil presiden di gedung MPR RI Juli lalu, muncul interupsi dari seorang anggota sidang. Dengan tegas ia menyatakan agar fraksi-fraksi yang pernah mengharamkan presiden wanita, segera mencabut keputusan itu. Interupsi itu berkaitan dengan persetujuan fraksi-fraksi Islam mengangkat Megawati Soekarno Putri menjadi presiden RI menggantikan Abdurrahman Wahid.

Wajar, karena Hamzah Haz merupakan kandidat kuat wapres dari PPP yang sebelumnya dikenal tidak merekomendasikan bolehnya presiden wanita. Interupsi tersebut barangkali dimaksudkan untuk mengusik kepekaan anggota FPDIP supaya tidak terjebak. Sebab, kelompok inilah yang dulu menggagalkan Megawati dari tampuk kekuasaan.

Namun, idiom politik “tidak ada kawan dan lawan abadi, yang ada hanyalah kepentingan abadi,” mendapatkan bukti pada kemenangan Hamzah Haz. Tentu hamzah Haz tidak mungkin terpilih kalau tidak mendapat dukungan suara dari FPDIP. Namun tidak lantas mengubur klaim bahwa PDIP anti PPP. Konflik politik yang pada pemilu lalu sangat tajam, langsung mencair karena adanya kepentingan bersama tersebut.

Lantas, bagaimana dengan status hukum presiden wanita haram yang dulu diusung PPP? Bagi sebagian orang ini sangat membingungkan. Mereka menyimpulkan bahwa ‘pengakuan’ itu menunjukkan sikap inkonsistensi (hipokrit/munafik) PPP. Padahal fatwa yang dianggap mutlak keabsahannya itu tidak bisa disingkirkan begitu saja hanya untuk kepentingan politik sesaat.

Setidaknya saya memahami dua hal yang bisa dijadikan sarana memaklumi keputusan kelompok Islam menurunkan Abdurrahman Wahid dan menaikkan Megawati sebagai presiden. Pertama, dalam Islam masalah kepemimpinan dan pemerintahan sebuah negara merupakan bagian dari muamalah (duniawi) yang mendapat perhatian besar dari syariat dan harus dilakukan melalui proses musyawarah (QS. 3:159, 42:38), dengan memperhatikan kepentingan dan kemaslahatan umat.

Untuk mewujudkan hal tersebut dan menyikapi permasalahan di atas, setidaknya ada tiga poin yang harus dipertimbangkan sebagai dasar pembentukan undang-undang fikih Islam dan penjabaran kaidah-kaidah ushulnya. Pertama, adlaruratu tubihul mahdzuratu (Jika dalam situasi sangat terpaksa, dibolehkan melakukan yang dilarang). Kedua, dar’ul mafasid muqaddamun ‘ala jalbil mashalih (menghindari kerusakan lebih utama daripada mengejar kemaslahatan). Ketiga, la tadfa’ul munkarat bilmunkaraatil akbar (tidak boleh menghilangkan kemunkaran dengan kemunkaran yang lebih besar).

Dari ketiga kaidah ushul di atas, kita dapat memahami bahwa Allah swt tidak membebani manusia kecuali sesuai dengan kemampuannya (QS. 2:286).

Dalam hal ini, pengangkatan Megawati sebagai presiden bagi kelompok Islam ditempatkan secara fikih publik sebagai adlarurat (situasi serba sulit) yang tidak ada jalan lain untuk mencapai kemaslahatan umat keseluruhan kecuali dengan melakukan hal tersebut. Sebab, jika kelompok Islam di MPR RI waktu itu tidak menurunkan Abdurrahman Whid dan menaikkan Megawati sebagai gantinya, dikhawatirkan akan timbul gelombang kemarahan rakyat yang tidak terkendali, keterpurukan ekonomi dan kekacauan sosial politik yang lebih dahsyat dari sebelumnya yang pada saat itu sangat mungkin terjadi.

Jadi, menurut hemat saya, secara syar’i fatwa presiden wanita haram tidak jadi batal dengan naiknya Megawati sebagai presiden. Persoalannya adalah bagaimana kita menyikapi secara tepat berbagai kondisi di masyarakat tanpa harus mengubur nash-nash qhot’i.

Kedua, bahwa semua peristiwa terjadi tidak lepas dari izin Allah. Sebab, jika Ia tidak mengizinkan maka usaha sehebat apapun tidak akan menghasilkan apa-apa. Selain tidak ada yang kebetulan dalam setiap keputusan-Nya (QS. 3:191, 64:11).
Yang terpenting bagi kita sekarang ialah mengevaluasi diri apakah izin Allah tersebut disertai ridlo-Nya atau tidak? Tiada jalan lain bagi kita selain berusaha semaksimal mungkin memperbaiki keadaan demi kemaslahatan umat, sambil tetap mengharap ampunan dan petunjuk-Nya. Wh

(Pernah dimuat dalam rubrik Opini Anda majalah Saksi No. 24 Tahun III, 4 September 2001)

Rasulullah dan Pengemis Yahudi

Di Sudut pasar Madinah, seorang pengemis Yahudi buta selalu terdengar mengomel, “Jangan dekati Muhammad! Dia orang gila, pembohong, tukang sihir. Bila mendekatinya, kalian akan dipengaruhinya.”
Setelah Rasululah saw wafat, suatu hari Aisyah berkata pada Abu Bakar, “Hampir tidak ada satu sunnah pun yang tidak ayah lakukan, kecuali satu.”
“Apa itu?” Tanya Abu Bakar
“Setiap hari Rasulullah pergi ke ujung pasar membawakan makanan untuk seorang pengemis Yahudi buta di sana, lalu menyuapinya.”
Esok Harinya, Abu Bakar menemui pengemis dimaksud dan memberinya makanan. Ketika sang Khalifah mulai menyuapinya, tiba-tiba pengemis itu berteriak, “Siapa kamu?”
“Aku orang yang biasa menyuapimu,” jawab Abu Bakar.
“Ah, bukan! Engkau bukan orang yang biasa mendatangiku,” Sergah si pengemis. “Bila ia mendatangiku, tangan ini tidak perlu memegang dan mulut ini tidak susah mengunyah. Ia selalu menyuapiku dengan lebih dulu menghaluskan makanan dengan mulutnya.”
Abu Bakar tak kuasa menahan tangisnya, lalu tersendat ia berkata,”Aku memang bukan orang yang biasa mendatangimu. Aku seorang sahabatnya, sedangkan orang yang mulia itu telah meninggalkan kita. Dialah Muhammad Rasulullah saw.”
Demi mendengar penjelasan Abu Bakar, si pengemis tersedak. Orang yang selama ini ia coba bunuh karakternya ternyata justru pihak yang paling peduli padanya. Lalu, dengan spontan, ia berucap, “Asyhadu an laa Ilaaha Illallah wa asyhadu anna Muhammadan Rasulullah.” Si pengemis Yahudi bersyahadat.
Mahasuci Allah, betapa pengasih dan tanpa pamrih utusan yang Dia kirim ke muka bumi ini. Bisa kita bayangkan setiap kali Muhammad menyuapi si pengemis itu, setiap kali pula putra Abdullah ini mendengarkan cacian dan hinaan dari mulut orang yang justru kepadanya ia peduli.
Mahasuci Allah, betapa Rasul-nya yang agung telah menampakkan kesucian cinta Islam yang tiada tara terhadap umat lain. “Tetangga yang paling pertama harus diberi makanan, “ Kata Rasul yang agung ini, “Adalah mereka yang paling dekat pintu rumahnya dengan kita.” Sejarah mencatat, tetangga terdekat Muhammad selama bermukim di Madinah adalah orang Yahudi.
Demi Allah, tidaklah kita saat ini membenci Yahudi karena mereka ciptaan Allah. Namun, tidak lain karena pembangkangan mereka kepada Allah. wh

2.23.2009

Forum Kader Peduli

Forum Kader Peduli mengundang muslimin dan muslimat untuk hadir dalam acara 'Dzikir dan Taushiyah' bersama:
1. Ustadz H.M. Arifin Ilham,
2. K.H. Abdul Hasib Hasan Lc,
3. K.H. Fauzan Royani MA

Tema: Kepribadian Pemimpin Dambaan Umat

Waktu: Sabtu, 28 Februari 2009 07:30 - selesai

Tempat: Masjid Al-Hikmah Jl. Bangka II No. 24 Mampang Prapatan, Jakarta Selatan

Dimohon memakai baju warna putih. Mohon sebarkan jadwal ini ke forum, mailing list atau media lain, insya Allah mengajak orang mendatangi masjid untuk dzikir, kajian ilmu dan bermuhasabah adalah sebuah amal shalih.

Sumber : pkswatch.blogspot.com

2.17.2009

Forum Kajian Mohammad Natsir

Hadirilah...

Diskusi Forum Kajian Mohammad Natsir
Edisi Pebruari 2009
Tema : "Posisi ekonomi umat di tengah krisis keuangan global"
Pembicara : Rijal Arham, S.Sos.I (Pengamat Ekonomi)
Waktu : Kamis, 19 Pebruari 2009 pukul 20.00 s/d selesai (ba'da Isya)
Tempat : Masjid Wadhah al-Bahr Pusdiklat Dewan Da'wah Tambun Bekasi
CP (021) 927 397 40

2.16.2009

Peluang kuliah S2 Gratis


Kaderisasi Ulama
Program Kaderisasi Seribu Ulama

”Dan tidak sepatutnya bagi orang-orang yang beriman itu pergi semuanya (ke medan perang). Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang ad-Din (tafaqquh fid-din) dan untuk
memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya.” (QS at-Taubah:122).

Target
Dalam tempo 10 tahun program ini diharapkan mampu mencetak 1.000 kader ulama yang memiliki kriteria:

1. Faqih fid-Din (Menguasai Ulumuddin dengan baik)
2. Menguasai minimal bahasa Arab dan bahasa Inggris
3. Mampu menjawab tantangan pemikiran kontemporer dengan tepat
4. Memiliki ruhud da’wah dan ruhul jihad yang tinggi, berakhlak mulia, dan bisa menjadi teladan bagi masyarakatnya
5. Memiliki kemampuan leadership yang memadai
6. Mampu berkomunikasi secara lisan dan tulisan dengan baik

Program
Peserta program kaderisasi ulama ini mendapatkan bimbingan dan bantuan pembiayaan kuliah untuk tingkat S-2 dan S-3 di universitas tertentu. Pada kondisi tertentu, program ini juga dapat berupa bantuan biaya penulisan tesis atau disertasi yang temanya sesuai dengan kebutuhan dakwah. Program pembinaan ulama non-gelar diberikan dalam bentuk pelatihan-pelatihan gratis dalam bidang-bidang keilmuan tertentu.

Peserta
- Kader-kader umat terbaik yang memiliki potensi kecerdasan yang tinggi, memiliki kesungguhan dalam menuntut ilmu dan dakwah, serta bertekad menjadikan dakwah sebagai aktivitas terpenting dalam hidupnya.

- Diprioritaskan berasal dari para aktivis dakwah, baik di kampus, sekolah, masyarakat, organisasi Islam, atau pondok pesantren, serta umur tidak lebih dari 30 tahun.

- Akan menjalani tes seleksi..
- Peminat, silakan kirim biodata lengkap ke email : kaderulama_ddii@yahoo.comThis e-mail address is being protected from spam bots, you need JavaScript enabled to view it atau sekretariat@dewandakwah.comThis e-mail address is being protected from spam bots, you need JavaScript enabled to view it

Pelaksana
Dewan Da’wah Islamiyah Indonesia didukung Badan Amil Zakat Nasional

Pengarah:
1. Prof. Dr. Didin Hafidhuddin
2. Ust. Syuhada Bahri
3. Ust. Wahid Alwi, MA
4. KH A. Khalil Ridwan
5. Dr. Daud Rasyid
6. Ust. Syariful Alamsyah

Pelaksana : Adian Husaini, M.A. Suwito Suprayogi Lc, Avid Solihin M.M, Dr. Ahmad Zain an-Najah, Henri Shalahuddin MA, Nuim Hidayat, M.Si.

Negeri ini, Tanggung Jawab Kita!
Inilah Indonesia! Muslimnya 200 juta. Terbesar di dunia. Alhamdulillah, ada tanda-tanda kebangkitan. Tapi, saat yang sama, kemusyrikan dan kemunkaran pun merajalela. Playboy leluasa. RUU Anti-pornografi ditolak, dicerca. Syariat Islam dilecehkan. Pergaulan bebas dibudayakan. Materialisme dan hedonisme ditanamkan. Paham syirik modern (Pluralisme Agama) dikurikulumkan, diproyekkan. Aliran sesat dibela. Liberalisme dibanggakan. Relativisme dijadikan panduan. Ilmu Tafsir digusur; diganti tafsir Yahudi-Nasrani (hermeneutika). Perzinaan dibela. Homoseksual dihalalkan. Katanya demi kebebasan dan HAM. Perkawinan lintas agama dipromosikan. Pelopornya bergelar sarjana agama. Bahkan, ada guru besar agama. Artis jadi panutan. Ulama pejuang disingkirkan. Ulama jahat (’ulama as-su’) ditampilkan. Rasulullah saw sudah mengingatkan: “Termasuk diantara perkara yang aku khawatirkan atas umatku adalah tergelincirnya orang alim (dalam kesalahan) dan silat lidahnya orang munafik tentang al-Quran.” (HR Thabrani dan Ibn Hibban).

WUJUDKAN ULAMA PEWARIS NABI, ULAMA PEJUANG!

Salurkan Infaq fi sabilillah ke: Bank Syariah Mandiri, KCP Kramat No. Rekening 1280014976 a.n. Dewan Da’wah qq Infaq Club. (www.dewandakwah.com)

2.15.2009

Valentine menurut Islam


Bantahan terhadap tulisan Muhibin AM ‘Valentine dalam Islam’

Oleh: Wildan Hasan

Muhibin AM menulis dalam Republika (14/02) pro kontra umat Islam terhadap Valentine. Saya akan coba membuat bantahan per paragraf dan kalau mungkin per kalimat terhadap tulisannya Muhibin tersebut.

Pertama, Muhibin mengatakan, yang tidak menolak Valentine adalah mereka yang diwakili kaum muda borjuis perkotaan yang tidak memiliki fanatisme agama berlebihan. Perkataan Muhibin ini sangat kacau, fanatik terhadap kebenaran agama adalah wajib bagi setiap muslim. Apa maksud dari istilah fanatisme agama yang berlebihan versi Muhibin? Apakah yang dia maksud adalah orang Islam yang berpegang teguh kepada al-Qur’an dan as-Sunnah dan senantiasa memurnikan keyakinannya dari kebudayaan-kebudayaan yang tidak Islami? Jika demikian, sungguh Muhibin telah melecehkan Nabi dan Agamanya sendiri, karena begitu banyak ayat Allah maupun hadits Nabi yang memerintahkan kita untuk berpegang teguh kepada al-Qur’an dan as-Sunnah serta larangan dari melakukan hal-hal yang akan mengotori aqidahnya.

Kemudian, siapa kalangan muda borjuis perkotaan? Kita tanya sama Muhibin, tahu apa kaum muda borjuis perkotaan tentang fanatisme agama? Bisa jadi jangankan fanatisme agama berlebihan, agamanya pun mereka tidak kenal (maaf tanpa bermaksud men-genelarisir). Memangnya kaum muda seperti apa yang selama ini memperingati Valentine seperti yang dimaksud Muhibin? Apakah mereka yang rajin sholat tepat waktu, rutin mengaji, berbakti sama orang tua, menutup aurat, suka menundukkan pandangan pada lawan jenis, dan tekun sholat malam? Atau sebaliknya. Kalau justru yang dimaksud adalah kaum muda yang sebaliknya, apakah mereka itu yang disebut tidak memiliki fanatisme agama berlebihan? Jika benar maka wajar saja.

Kedua, tidak perlu kita berpanjang kalam terkait hukum Valentine kepada Muhibin. Basi akhirnya bicara hukum kepada orang yang tidak percaya kepada hukum itu sendiri. Dari tulisannya, keberpihakan Muhibin kepada Valentinian sangat kentara. Selain Muhibin tidak paham betul sejarah ideologis Valentine dan ideologi Islamnya (jika Muhibin seorang muslim), ia juga ikut melegitimasi kebolehan sesuatu atas dasar logika ‘asalkan’. Muhibin mengatakan ‘Dan, menurut mereka, sah-sah saja merayakan valentine asalkan tidak merusak keyakinannya.” Istilah ‘asalkan tidak merusak akidahnya’ itu mana standarnya, apa kategorinya, bagaimana batasannya? Inilah repotnya kita bicara dengan pemikir Liberal yang tidak punya standar, karena liberal adalah inkonsisten, jika konsisten justru bukan liberal (baca artikel ‘Islam Liberal’ di www.wildanhasan.blogspot.com).

Keyakinan seperti apa sih yang dimiliki oleh mereka sehingga dengan pede menyatakan valentine tidak akan merusak keyakinan? Apakah artinya mereka tetap beragama Islam dan tidak akan berpindah agama? Bagaimana mungkin itu bisa terjadi, sementara merayakan valentine itu sendiri menunjukkan keyakinan mereka terhadap Islam telah rusak. Jika yakin Islam adalah agama yang sempurna, yang tidak perlu ditambah dan dikurang, jika yakin Islam telah memberi makna dan cara yang paling indah untuk mengeksfresikan kasih sayang, lalu kenapa harus merayakan valentine yang tidak diajarkan Islam? Bukankah hal itu diakibatkan oleh keyakinan yang rusak.

Ketiga, Muhibin mengatakan ‘benar tidaknya ketika kita menolak dan menerima budaya valentine ini tergantung pada penilaian diri kita masing-masing’. Mari kita tanya lagi Muhibin, sejak kapan umat manusia sepakat bahwa valentine adalah budaya? Jangan asbun, bagi kalangan Gereja dan Kristen fanatik valentine adalah ritual, namun mereka menutupinya agar valentine ini dirayakan oleh umat lain dengan dalih bahwa ‘kasih sayang’ adalah universal. Perkataan Muhibin tentang benar atau tidak valentine tergantung pada penilaian masing-masing, mengisyaratkan Muhibin berpaham relativisme kebenaran. Relativisme adalah salah satu aqidah pokok kalangan liberal. Maka tidak sulit menyebut Muhibin adalah salah satu pengasong liberalisme di negeri ini. Apalagi kalau kita cermati profil lembaga ‘tadah hujannya’ LeKAS Yogyakarta itu.

Prinsip dasar Islam saat bersentuhan dengan kebudayaan adalah Islamlah yang melahirkan kebudayaan bukan Islam bagian dari kebudayaan. Jadi Islam di atas kebudayaan. Islam tidak bisa dinilai atau dikritik dari kacamata kebudayaan manusia. Islamlah yang terus menilai dan mengkritisi kebudayaan manusia, karena Islam sempurna sementara manusia tidak sempurna. Budaya manusia ataupun budaya agama lain yang secara ideologis berbeda dengan Islam, dibungkus dengan bungkusan apapun, apakah aroma kemodernan atau aroma keprimitifan tidak lantas menjadikannya sesuai dengan Islam. Kita sama-sama sadar bahwa saat ini, aroma kemodernan sebenarnya berbau busuk kejahiliyahan yang sangat menyengat. Dan bau kejahiliyahan inilah yang sedang ditawarkan oleh Muhibin lewat jalan tengahnya.

Apakah antara haq dan batil ada jalan tengah? Jelas tidak ada. Halal dan haram sudah jelas, di antaranya keduanya ada syubhat. Dan pesan Nabi saw yang syubhat ini juga harus ditinggalkan agar kita tidak terjerumus ke dalam kebatilan.

Kenapa kita harus bersusah payah berupaya melegitimasi ‘kehalalan’ valentine, sementara kita termasuk Muhibin belum pernah secara total mengamalkan ajaran Islam yang penuh kasih sayang ini? Sama pertanyaan ini kita ajukan kepada orang yang berpeluh basah merubah hukum agar dibolehkannya menikah beda agama, seolah-olah sudah tidak ada lagi wanita atau laki-laki muslim di dunia ini.

Keempat, jalan tengah yang ditawarkan Muhibin adalah qiyas (analogi) dengan dakwah para Wali. Qiyas Muhibin ini jelas batil, sebab la qiyasa ma’al fariq (tidak ada qiyas terhadap perkara yang berbeda). Konteks para Wali meyikapi kebudayaan lain (Hindu Budha) jelas berbeda dengan kaum muda borjuis menyikapi valentine. Motif para Wali adalah dakwah dan hasilnya sukses mengislamkan umat Hindu Budha waktu itu. Sedangkan motif kaum muda borjuis adalah hedonisme, materialisme, dan permisifisme. Kemudian apakah kaum muda borjuis itu berhasil mengislamkan orang-orang Kristen?
Di sisi lain kebudayaan Hindu Budha adalah ritual peribadatan sama dengan valentine. Tidak bisa disamakan sebuah kebudayaan murni hasil akal manusia dengan ritual peribadatan sebuah agama. Muhibin tidak bisa membedakan itu sehingga logika yang dia gunakan adalah logika ‘akal-akalan’.

Kelima, Prof. Dr. Rasyidi menuliskan dalam salah satu bukunya bahwa para Wali pernah berkumpul dan berdiskusi panas terkait metode dakwah yang memanfaatkan kebudayaan (ritual) Hindu Budha. Mereka khawatir amalan-amalan itu selanjutnya akan dianggap sebagai bagian dari ajaran Islam oleh umat Islam. Namun salah satu Sunan mengatakan ‘Suatu saat kita akan memurnikannya setelah masyarakat masuk Islam dan mencintai agamanya. Jika pun tidak oleh kita, maka pemurnian agama akan dilakukan oleh anak cucu kita’. Allah menaqdirkan para Wali tidak sempat mewujudkan niatnya itu karena perhatian mereka beralih untuk menghadapi dan melawan para penjajah yang datang. Maka tidak heran kita mendapati banyak di antara pejuang kemerdekaan yang masih memakai jimat dan jampi-jampi untuk kekuatan dan kekebalan.

Siapakah anak cucu kita yang akan memurnikan ajaran Islam itu? Siapa lagi kalau bukan kita termasuk Muhibin yang harus punya tanggung jawab dakwah mewujudkan niat para Wali tersebut. Seharusnya muhibin menuturkan sejarah secara mendalam dan menyeluruh, tidak mengambil bagian-bagian yang hanya akan mendukung teorinya saja.

Tentu berbicara metode dakwah harus melihat realita yang ada (Waqi’iyah). Namun bukan berarti boleh mencampur adukkan haq dan batil. Contoh yang paling layak diteladani adalah sikap Rasulullah saw yang tegas menolak untuk melakukan pergiliran ibadah sehingga turun surat al-Kafirun. Padahal saat itu Rasulullah dan para sahabat dalam kondisi sedikit dan tertekan.

Oleh karena itu akan membingungkan bagaimana merumuskan sifat inklusif asalkan nilai-nilai keislaman dapat masuk ke dalamnya seperti yang dikatakan Muhibin. Logika ‘asalkan’ kembali dipakai oleh Muhibin dengan menghalalkan valentine sebagai ajang memadu kasih antara dua orang kekasih ‘asalkan’ tidak sampai bunting…

Keenam, paragraf terakhir Muhibin makin menunjukkan kepada kita bahwa Muhibin orang yang mengidap penyakit sepilis (sekularisme, pluralisme, dan liberalisme) yang diharamkan MUI. Ukuran kebenaran bagi pengidap sepilis adalah pertimbangan manfaat dan mudarat menurut akalnya semata bukan menurut al-Qur’an dan as-Sunnah. Sebab bagi kita Al-Qur’an dan As-sunnah pasti manfaat tidak ada mudaratnya, sementara ukuran manfaat atau mudarat menurut akal manusia belum tentu benar. Manfaat Islam adalah universal sementara manfaat manusia bersifat lokal dan terbatas. Jelas, yang lebih tahu tentang manfaat dan mudarat adalah Allah swt bukan manusia ciptaan-Nya. Artinya, jika kita mampu memahami Islam dengan benar, mengapa harus blasak-blusuk mati-matian membela yang tidak benar.

2.11.2009

Ta'lim Bulanan..

Hadirilah....
Ta'lim Bulanan Pusdiklat Dewan Da'wah

Tema: Membongkar Kepalsuan Syi'ah Hizbullah Lebanon & Menguak ayat-ayat Setan dari kitab-kitab Zionis.

Pemateri: Ust.H. Yusuf Burhanuddin, Lc (Penulis, Mantan wartawan Sabili untuk Timur Tengah dan Kepala Bidang Hubungan luar negeri Pimpinan Pusat Pemuda Persis)

Waktu : Ahad, 15 Pebruari 2009, pukul 08.30 s/d Selesai

Tempat : Masjid Wadhah Al-Bahr Pusdiklat Dewan Da'wah Kp. Bulu Setia Mekar Tambun Selatan Bekasi

CP : (021) 927 397 40
Saksikan dokumentasi photo fakta historis Palestina-Israel!

2.07.2009



www.dakta.com


www.eramuslim.com


www.alislamu.com


www.swaramuslim.com


www.hidayatullah.com


www.detikislam.com


www.dewandakwah.com


www.insistnet.com


www.dudung.net



Kebenaran

Oleh Hamid Fahmy Zarkasyi

“Semua adalah relatif” (All is relative) merupakan slogan generasi zaman postmodern di Barat, kata Michael Fackerell, seorang missionaris asal Amerika. Ia bagaikan firman tanpa tuhan, dan sabda tanpa Nabi. Menyerupai undang-undang, tapi tanpa penguasa. Tepatnya dokrtin ideologis, tapi tanpa partai. Slogan itu memang enak didengar dan menjanjikan kenikmatan syahwat manusiawi. Baik buruk, salah benar, porno tidak porno, sopan tidak sopan, bahkan dosa tidak dosa adalah nisbi belaka. Artinya tergantung siapa yang menilainya.


Slogan relativisme ini sebenarnya lahir dari kebencian. Kebencian Pemikir Barat modern Barat terhadap agama. Benci terhadap sesuatu yang mutlak dan mengikat. Generasi postmodernis pun mewarisi kebencian ini. Tapi semua orang tahu, kebencian tidak pernah bisa menghasilkan kearifan dan kebenaran. Bahkan persahabatan dan persaudaraan tidak selalu bisa kompromi dengan kebenaran. Aristotle rela memilih kebenaran dari pada persahabatan.

Tidak puas dengan sekedar membenci, postmodernisn lalu ingin menguasai agama-agama. “Untuk menjadi wasit tidak perlu menjadi pemain” itu mungkin logikanya. Untuk menguasai agama tidak perlu beragama. Itulah sebabnya mereka lalu membuat “teologi-teologi” baru yang mengikat. Kini teologi dihadapkan dengan psudo-teologi. Agama diadu dengan ideologi. Doktrin “teologi” pluralisme agama berada diatas agama-agama. “Global Theology” dan Transcendent Unity of Religions mulai dijual bebas. Agar nama Tuhan juga menjadi global di ciptakanlah nama “tuhan baru” yakni The One, Tuhan semua agama. Tapi bagaimana konsepnya, tidak jelas betul.

Bukan hanya itu “Semua adalah relatif” kemudian menjadi sebuah kerangka berfikir. “Berfikirlah yang benar, tapi jangan merasa benar”, sebab kebenaran itu relatif. “Jangan terlalu lantang bicara tentang kebenaran, dan jangan menegur kesalahan”, karena kebenaran itu relatif. “Benar bagi anda belum tentu benar bagi kami”, semua adalah relatif. Kalau anda mengimani sesuatu jangan terlalu yakin keimanan anda benar, iman orang lain mungkin juga benar. Intinya semua diarahkan agar tidak merasa pasti tentang kebenaran. Kata bijak Abraham Lincoln, “No one has the right to choose to do what is wrong”, tentu tidak sesuai dengan kerangka fikir ini. Hadith Nabi Idha ra’a minkum munkaran…dst bukan hanya menyalahi kerangka fikir ini, tapi justru menambah kriteria Islam sebagai agama jahat (evil religion) versi Charles Kimbal.

Jadi merasa benar menjadi seperti “makruh” dan merasa benar sendiri tentu “haram”. Para artis dan selebriti negeri ini pun ikut menikmati slogan ini. Dengan penuh emosi dan marah ada yang berteriak “Semuanya benar dan harus dihormati”. Yang membuka aurat dan yang menutup sama baiknya. Confusing! Sadar atau tidak mereka sedang men “dakwah”kan ayat-ayat syetan Nietzsche tokoh postmodernisme dan nihilisme. “Kalau anda mengklaim sesuatu itu benar orang lain juga berhak mengklaim itu salah”. Kalau anda merasa agama anda benar, orang lain berhak mengatakan agama anda salah.

Para cendekiawan Muslim pun punya profesi baru, yaitu membuka pintu surga Tuhan untuk pemeluk semua agama. “Surga Tuhan terlalu sempit kalau hanya untuk ummat Islam”, kata mereka. Seakan sudah mengukur diameter surga Allah dan malah mendahului iradat Allah. Mereka bicara seperti atas nama Tuhan.

Slogan “Semua adalah relatif” kemudian diarahkan menjadi kesimpulan “Disana tidak ada kebenaran mutlak” (There exists no Absolute Truth)”. Kebenaran, moralitas, nilai dan lain-lain adalah relatif belaka. Tapi karena asalnya adalah kebencian maka ia menjadi tidak logis. Kalau anda mengatakan “Tidak ada kebenaran mutlak” maka kata-kata anda itu sendiri sudah mutlak, padahal anda mengatakan semua relatif. Kalau anda mengatakan “semua adalah relatif” atau “Semua kebenaran adalah relatif” maka pernyataan anda itu juga relatif alias tidak absolut. Kalau “semua adalah relatif” maka yang mengatakan “disana ada kebenaran mutlak” sama benarnya dengan yang menyatakan “disana tidak ada kebenaran mutlak”. Tapi ini self-contradictory yang absurd.

Menghapus kepercayaan pada kebenaran mutlak ternyata bukan mudah. Di negeri liberal seperti Amerika Serikat sendiri 70% Krsiten missionaries dan 27% atheis dan agnostik percaya pada kebenaran mutlak. Bahkan 38% warga Negara dewasanya percaya pada kebenaran mutlak. (Seperti dilaporkan William Lobdell di the Los Angeles Times dari hasil penelitian Barna Research Group). Karena itu doktrin postmo pun berubah:“Anda boleh percaya yang absolut asal tidak mencoba memaksakan kepercayaan anda pada orang lain”. Artinya tidak ada siapapun yang boleh menyalahkan siapa dan melarang siapa. Tapi pernyataan ini sendiri telah melarang orang lain. Bagi kalangan Katholik di Barat ini adalah sikap pengecut, pemalas dan bahkan hipokrit. Bagi kita pernyataan ini menghapuskan amar ma’ruf nahi munkar.

Slogan “Semua adalah relatif” pun menemukan alasan baru “yang absolut hanyalah Tuhan”. Aromanya seperti Islami, tapi sejatinya malah menjebak. Mulanya seperti berkaitan dengan masalah ontologi. Selain Tuhan adalah relatif (mumkin al-wujud). Tapi ternyata dibawa kepada persoalan epistemologi. Al-Qur’an yang diwahyukan dalam bahasa manusia (Arab), Hadith yang disabdakan Nabi, ijtihad ulama dsb. adalah relatif belaka. Tidak absolut. Sebab semua dihasilkan dalam ruang dan waktu manusia yang menyejarah. Padahal Allah berfirman al-haqq min rabbika (dari Tuhanmu) bukan ‘inda rabbika (pada Tuhanmu). “Dari Tuhanmu” berarti berasal dari sana dan sudah berada disini di masa kini dalam ruang dan waktu kehidupan manusia. Yang manusiawi dan menyejarah sebenarnya bisa mutlak.

Thomas F Wall, penulis buku Thinking Critically About Philosophical Problem, menyatakan percaya pada Tuhan yang mutlak berarti percaya bahwa nilai-nilai moral manusia itu dari Tuhan. Demikian sebaliknya kalau kita tidak percaya Tuhan (hal 60). Jika ada yang percaya bahwa nilai moral manusia itu adalah kesepakatan manusia,…tentu ia tidak percaya pada yang mutlak. “Semua adalah relatif” bisa berarti semua tidak ada yang tahu Tuhan yang mutlak dan kebenaran firmanNya yang mutlak. Jika begitu benarlah pepatah para hukama ’al-Nas a‘da ma jahila, manusia itu benci terhadap apa yang tak diketahuinya. [www.hidayatullah.com]

Penulis Direktur Eksekutif Institute for the Study of Islamic Thought and Civilization (INSISTS)

2.05.2009

Keajaiban Gaza : Rahasia "Suara" Tanpa Rupa di Jalur Gaza

Mengira ranjau yang ditanam tak berfungsi, sang mujahid kembali ke medan. Tiba-tiba ia diperingatkan "suara" tanpa rupa. Blarr! Meledak!

Kisah karamah mujahidin "pertempuran Al-Furqan" di Gaza terus bergulir. Kali ini disebutkan oleh khatib masjid Izzuddin Al-Qassam di wilayah Nashirat Gaza, yang telah ditayangkan oleh chanel Al-Quds. Sang khatib bercerita, bahwa seorang pejuang telah menanam sebuah ranjau yang telah disiapkan untuk menyambut pasukan Zionis yang melalui jalan tersebut.


"Saya telah menanam sebuah ranjau, namun setelah itu saya melihat sebuah helikopter menurunkan sejumlah pasukan dengan jumlah besar dan banyak pula tank yang beriringan menuju jalan tampat saya menanam ranjau.

Akhirnya saya putuskan untuk kembali, karena saya perkirakan ranjau itu tidak bisa bekerja optimal, karena jumlah musuh amat banyak," ucap sang khatib, menirukan si pelaku.

Akan tetapi, sebelum beranjak meninggalkan lokasi, pejuang itu mendengar suara aneh. "Utsbut, tsabatkallah!", yang maknanya kurang lebih, "tetaplah di tempat, maka Allah menguatkanmu." Ucapan itu, ia terdengar sangat keras dan berulang-ulang sebanyak tiga kali. Tak jelas siapa yang mengatakan dan dari mana asalnya.

"Saya mencari sekeliling untuk mengetahui siapa yang mengatakan hal itu kapada saya. Akan tetapi saya malah terkejut, karena tidak ada seorangpun yang bersama saya," ucap sang mujahid yang tak disebut namanya itu.

Tak disangka tak diduga, selang beberapa saat setelah peringatan itu, ranjau itu meledak dasyat. "Blarrr!". Dan menghancurkan tank yang di dalamnya banyak pasukan Zionis-Israel.

"Akhirnya, saya memutuskan untuk tetap berada di lokasi. Dan ketika sebuah tank melewati ranjau yang bersangkutan, terjadi sebuah ledakan yang menyebabkan tank hancur, dan banyak pasukan infantri Israel yang tewas, dan sebagian dari mereka telah diangkut oleh helikopter. Sedangkan saya sendiri dalam keadaan selamat," ujar sang Mujahid, ditirukan sang khatib di salah satu masjid Izzuddin Al-Qassam.

Hingga ranjau meledak dan menewaskan puluhan serdadu Zionis-Israel, sosok yang berteriak itu tak ditemukan hingga kini. Sungguh, itulah tanda-tanda rahasia Allah. [hidayatullah.com]

Yahudi Tak Boleh Masuk, Anjing Boleh

Semua gadis Yahudi selalu ingin tinggal di Turki. Impian mereka adalah bisa menikah di Sinagog terkenal Neveh Shaleom yang berada di Istanbul.

"Tempat yang indah," ujar Sheila, seorang gadis Yahudi. "Tapi saya dan tunangan saya tak mungkin lagi menikah di sana. Ketika ibu saya pergi ke kantor kementerian di Istanbul untuk mengambil berkas-berkas pernikahan, mereka sama sekali tidak menolongnya. Itu karena ibu saya seorang Yahudi. Sekarang situasinya menjadi tak terkontrol."

Sheila melanjutkan, "Semuanya menjadi buruk. Semua toko di Istanbul memasang banner 'Yahudi Tak Boleh Masuk, Anjing Boleh.' Anda semua bisa membayangkan bagaimana perasaan orang Yahudi sekarang ini. Gerakan anti-Yahudi di Turki mencapai tahap paling parah sepanjang sejarah."

Sheila tidak sendiri. Nathalie, seorang imigran Yahudi yang berada di Istanbul juga merasakan hal yang sama. "Sekarang, rakyat Turki bukan hanya menentang Israel, tapi juga semua bangsa Yahudi. Semuanya ini tidak masuk akal."

Pemerintah Israel sebenarnya sudah membuat pernyataan agar orang Yahudi yang menetap di Turki untuk segera kembali ke Israel. Tapi seruan ini ditolak mentah-mentah oleh banyak kaum Yahudi. "Saya katakan yang sejujurnya, saya sangat mencintai Turki. Siapapun tidak akan pernah bisa membuat saya meninggalkan Turki, walaupun saya dibayar mahal." ujar Itzik Bahar, Yahudi yang tinggal di Istanbul sejak tahun 1948. "Sekarang kami tengah hidup dalam suasana teror yang kami buat sendiri." (sa/jp/eramuslim)

Keajaiban Gaza : “Hilang Bayi Gaza seribu, tumbuh tiga ribu”.

Tanda-tanda kebesaran Allah terus terkuak. Selama serangan Israel yang menelan 1500 nyawa, Allah memunculkan 3700 bayi. “Kalau mereka membunuh seribu dari kami, maka kami akan mendatangkan beribu-ribu penggantinya,” demikian ujar seorang ibu di Gaza.

Berbeda dengan mental tentara Zionis-Yahudi yang dikenal takut mati, Melahirkan adalah bagian dari pada jihad bagi warga Gaza. Karenanya, kematian bukan sesuatu yang ditangisi. “Kalau mereka membunuh seribu dari kami, maka kami akan mendatangkan beribu-ribu penggantinya,” demikian ujar seorang ibu di Gaza

Jika ada pepatah mengatakan, “hilang satu, tumbuh seribu". Di Gaza yang terjadi “HilangBayi Gaza seribu, tumbuh tiga ribu”. Kesedihan rakyat Gaza atas hilangnya nyawa 1412 putra- putrid Gaza, justru diobati Allah dengan lahirnya 3700 bayi. Menariknya, mereka lahir selama 22 hari gempuran Israel terhadap kota kecil ini.

Hamam Nisman, Direktur Dinas Hubungan Sosial dalam Kementerian Kesehatan pemerintahan Gaza menyatakan, dalam 22 hari serangan Israe, sebanyak 3700 bayi lahir di Gaza.

“3700 bayi telah terlahir antara 27 Desember 2008 hingga 17 Januari 2009. ketika Israel melakukan serangan yang menyebabkan meninggalnya 1412 rakyat Gaza, yang mayoritas wanita dan anak-anak,” ujarnya.

Bulan Januari ini saja, terdaftar angka kelahiran tertinggi, dibanding bulan-bulan sebelumnya. “Setiap tahun 50 ribu kasus kelahiran tercatat di Gaza, dan dalam satu bulan tercatat 3000 hingga 4000 kelahiran. Akan tetapi di masa serangan Israel 22 hari, kami mencatat 3700 kelahiran dan pada sisa bulan Januari tercatat 1300 kelahiran. Yakni dalam bulan Januari, terjadi peningkatan kelahiran hingga mencapai1000 kasus,” ucapnya dikutip islamonline.net.

“Ini adalah karamah untuk penduduk Gaza, yang telah kehilangan banyak nyawa,” ungkapnya dengan penuh kegembiraan.

Menurutnya, jika dibandingkan antara angka kematian dan kelahiran di Gaza, maka angka kalahiran mencapai 50 ribu sedangkan kematian mencapai 5 ribu tiap tahunnya.

“Israel sengaja membunuh para wanita dan anak-anak untuk menghapus mesa depan Gaza, 440 anak-anak dan 110 wanita telah dibunuh dan 2000 anak serta 1000 wanita mengalami luka-luka,” unggapnya.

Langit Turunkan “Anwar Baru”

Anwar, adalah nama anak Gaza yang baru lahir dari keluarga Mahmud Ulyan. Nama itu juga nama saudara kandungnya yang telah syahid.

“Mereka membunuh Anwar, dan langit telah menurunkan Anwar yang baru.”

Jalan Al Yarmuk, barat kota Gaza telah kehilangan 15 penduduknya selama serangan Israel berlangsung. Akan tetapi mereka mendapatkan 30 bayi, yang lahir di masa itu.

Tampaknya Israel akan terus berhadapan dengan masalah demografi Palestina, dimana angka kelahiran di negeri itu semakin bertambah setelah terjadi peperangan. Ummu Ahmad, ibu 4 anak menegaskan hal itu.

“Dengan izin Allah, saya akan melahirkan setiap tahun satu anak, kami akan terus memerangi mereka, kalau mereka membunuh seribu dari kami, maka kami akan mendatangkan beribu-ribu penggantinya.”

Statistik menunjukkan bahwa dalam sepuluh tahun, terjadi peningkatan jumlah penduduk di Gaza, dari 1 juta menjadi 1,5 juta jiwa. Yakni bahwa peningkatan mencapai hingga 50%. Kalau tahun 1997 Gaza meyumbang 36% jumlah penduduk Palestina, kini penduduk Gaza menyumbang 40 % kepada penduduk Palestina secara keseluruhan.

Perkiraan tahun 2025 rakyat Palestina mencapai 6 juta jiwa. Peningkatan inilah yang dikhawatirkan Israel. Urnun Suvir, dosen Universitas Haifa menulis dalam buku terbarunya, bahwa meningkatnya jumlah penduduk Palestina, akan mengancam strategi Israel dan mengancam keberadaan ”negara Israel”.

Israel boleh saja berencana melakukan makar. Namun faktanya, makar oleh jauh lebih hebat dan lebih dasyat. (dakta)

2.01.2009

Gaza tonight

by: Michael Heart

A blinding flash of white light
Lit up the sky over Gaza tonight
People running for cover
Not knowing whether they’re dead or alive

They came with their tanks and their planes
With ravaging fiery flames
And nothing remains
Just a voice rising up in the smoky haze

We will not go down
In the night, without a fight
You can burn up our mosques and our homes and our schools
But our spirit will never die
We will not go down
In Gaza tonight

Women and children alike
Murdered and massacred night after night
While the so-called leaders of countries afar
Debated on who’s wrong or right

But their powerless words were in vain
And the bombs fell down like acid rain
But through the tears and the blood and the pain
You can still hear that voice through the smoky haze

We will not go down
In the night, without a fight
You can burn up our mosques and our homes and our schools
But our spirit will never die
We will not go down
In Gaza tonight

"Tuhan Sembilan Senti"

Oleh Taufiq Ismail

Indonesia adalah sorga luar biasa ramah bagi perokok,
tapi tempat siksa tak tertahankan bagi orang yang tak merokok,

Di sawah petani merokok,
di pabrik pekerja merokok,
di kantor pegawai merokok,


di kabinet menteri merokok,
di reses parlemen anggota DPR merokok,
di Mahkamah Agung yang bergaun toga merokok,
hansip-bintara-perwira nongkrong merokok,
di perkebunan pemetik buah kopi merokok,
di perahu nelayan penjaring ikan merokok,
di pabrik petasan pemilik modalnya merokok,
di pekuburan sebelum masuk kubur orang merokok,

Indonesia adalah semacam firdaus-jannatu-na’im
sangat ramah bagi perokok,
tapi tempat siksa kubur hidup-hidup bagi orang yang tak merokok,

Di balik pagar SMU murid-murid mencuri-curi merokok,
di ruang kepala sekolah ada guru merokok,
di kampus mahasiswa merokok,
di ruang kuliah dosen merokok,
di rapat POMG orang tua murid merokok,
di perpustakaan kecamatan ada siswa bertanya
apakah ada buku tuntunan cara merokok,

Di angkot Kijang penumpang merokok,
di bis kota sumpek yang berdiri yang duduk
orang bertanding merokok,
di loket penjualan karcis orang merokok,
di kereta api penuh sesak orang festival merokok,
di kapal penyeberangan antar pulau penumpang merokok,
di andong Yogya kusirnya merokok,
sampai kabarnya kuda andong minta diajari pula merokok,

Negeri kita ini sungguh nirwana
kayangan para dewa-dewa bagi perokok,
tapi tempat cobaan sangat berat
bagi orang yang tak merokok,

Rokok telah menjadi dewa, berhala, tuhan baru,
diam-diam menguasai kita,

Di pasar orang merokok,
di warung Tegal pengunjung merokok,
di restoran di toko buku orang merokok,
di kafe di diskotik para pengunjung merokok,

Bercakap-cakap kita jarak setengah meter
tak tertahankan asap rokok,
bayangkan isteri-isteri yang bertahun-tahun
menderita di kamar tidur
ketika melayani para suami yang bau mulut
dan hidungnya mirip asbak rokok,

Duduk kita di tepi tempat tidur ketika dua orang bergumul
saling menularkan HIV-AIDS sesamanya,
tapi kita tidak ketularan penyakitnya.
Duduk kita disebelah orang yang dengan cueknya
mengepulkan asap rokok di kantor atau di stopan bus,
kita ketularan penyakitnya.
Nikotin lebih jahat penularannya
ketimbang HIV-AIDS,

Indonesia adalah sorga kultur pengembangbiakan nikotin paling subur di dunia,
dan kita yang tak langsung menghirup sekali pun asap tembakau itu,
Bisa ketularan kena,

Di puskesmas pedesaan orang kampung merokok,
di apotik yang antri obat merokok,
di panti pijat tamu-tamu disilahkan merokok,
di ruang tunggu dokter pasien merokok,
dan ada juga dokter-dokter merokok,

Istirahat main tenis orang merokok,
di pinggir lapangan voli orang merokok,
menyandang raket badminton orang merokok,
pemain bola PSSI sembunyi-sembunyi merokok,
panitia pertandingan balap mobil,
pertandingan bulutangkis,
turnamen sepakbola
mengemis-ngemis mencium kaki sponsor perusahaan rokok,

Di kamar kecil 12 meter kubik,
sambil ‘ek-’ek orang goblok merokok,
di dalam lift gedung 15 tingkat
dengan tak acuh orang goblok merokok,
di ruang sidang ber-AC penuh,
dengan cueknya,
pakai dasi,
orang-orang goblok merokok,

Indonesia adalah semacam firdaus-jannatu-na’im
sangat ramah bagi orang perokok,
tapi tempat siksa kubur hidup-hidup
bagi orang yang tak merokok,

Rokok telah menjadi dewa, berhala, tuhan baru,
diam-diam menguasai kita,

Di sebuah ruang sidang ber-AC penuh,
duduk sejumlah ulama terhormat merujuk
kitab kuning dan mempersiapkan sejumlah fatwa.
Mereka ulama ahli hisap.
Haasaba, yuhaasibu, hisaaban.
Bukan ahli hisab ilmu falak,
tapi ahli hisap rokok.
Di antara jari telunjuk dan jari tengah mereka
terselip berhala-berhala kecil,
sembilan senti panjangnya,
putih warnanya,
ke mana-mana dibawa dengan setia,
satu kantong dengan kalung tasbih 99 butirnya,

Mengintip kita dari balik jendela ruang sidang,
tampak kebanyakan mereka
memegang rokok dengan tangan kanan,
cuma sedikit yang memegang dengan tangan kiri.
Inikah gerangan pertanda
yang terbanyak kelompok ashabul yamiin
dan yang sedikit golongan ashabus syimaal?

Asap rokok mereka mengepul-ngepul di ruangan AC penuh itu.
Mamnu’ut tadkhiin, ya ustadz.
Laa tasyrabud dukhaan, ya ustadz.
Kyai, ini ruangan ber-AC penuh.
Haadzihi al ghurfati malii’atun bi mukayyafi al hawwa’i.
Kalau tak tahan,
Di luar itu sajalah merokok.
Laa taqtuluu anfusakum.

Min fadhlik, ya ustadz.
25 penyakit ada dalam khamr.
Khamr diharamkan.
15 penyakit ada dalam daging khinzir (babi).
Daging khinzir diharamkan.
4000 zat kimia beracun ada pada sebatang rokok.
Patutnya rokok diapakan?

Tak perlu dijawab sekarang, ya ustadz.
Wa yuharrimu ‘alayhimul khabaaith.
Mohon ini direnungkan tenang-tenang,
karena pada zaman Rasulullah dahulu,
sudah ada alkohol,
sudah ada babi,
tapi belum ada rokok.

Jadi ini PR untuk para ulama.
Tapi jangan karena ustadz ketagihan rokok,
Lantas hukumnya jadi dimakruh-makruhkan,
jangan,

Para ulama ahli hisap itu terkejut mendengar perbandingan ini.
Banyak yang diam-diam membunuh tuhan-tuhan kecil yang kepalanya berapi itu,
yaitu ujung rokok mereka.
Kini mereka berfikir.
Biarkan mereka berfikir.
Asap rokok di ruangan ber-AC itu makin pengap,
dan ada yang mulai terbatuk-batuk,

Pada saat sajak ini dibacakan malam hari ini,
sejak tadi pagi sudah 120 orang di Indonesia mati karena penyakit rokok.
Korban penyakit rokok
lebih dahsyat ketimbang korban kecelakaan lalu lintas,
lebih gawat ketimbang bencana banjir,
gempa bumi dan longsor,
cuma setingkat di bawah korban narkoba,

Pada saat sajak ini dibacakan,
berhala-berhala kecil itu sangat berkuasa di negara kita,
jutaan jumlahnya,
bersembunyi di dalam kantong baju dan celana,
dibungkus dalam kertas berwarni dan berwarna,
diiklankan dengan indah dan cerdasnya,

Tidak perlu wudhu atau tayammum menyucikan diri,
tidak perlu ruku’ dan sujud untuk taqarrub pada tuhan-tuhan ini,
karena orang akan khusyuk dan fana
dalam nikmat lewat upacara menyalakan api
dan sesajen asap tuhan-tuhan ini,

Rabbana,
beri kami kekuatan menghadapi berhala-berhala ini.

Tentang PKS Pragmatis / Ideologis?

Seorang kawan bernama Andri yang baru pulang studi di Al-Azhar Cairo bertanya via sms kepada saya:

Andri: “Assalamualaikum…a gimana pandangan antum tentang PKS menjadi partai terbuka?” (24-01-2009/06:42:15)
Saya: “Maka tunggulah kehancurannya. Sesungguhnya berpolitik praktis adalah juga perjuangan idiologis (agama). Bagaimana itu bisa sukses kalau ada talbisul haq bilbatil.” (24-01-2009/06:47:05)


Andri: “Iyah, ana juga merasakan kurang nyaman a..dengan gagasan PKS ke sininya..beda dengan dulu..sekarang terkesan cair dan kurang idiologis..” (24-01-2009/06:50:17)
Saya: “Yang paling sulit memang ISTIQOMAH.” (24-01-2099/06:53:39)
Andri: “Iyah memang..antum sekarang masih di PKS? Ana teh pengen banyak diskusi masalah ini..” (24-01-2009/06:56:01)
Saya: “Ana tidak pernah di PKS. Kalau simpatisan iyah…sampai sekarang untuk beberapa hal.” (24-01-2099/06:59:34)

Sebelumnya kawan ini ditawari untuk menjadi caleg PKS di daerahnya. Wa, yaa…ayyuhal mu’minun maa ro’yukum? wh

Obrolan warung kopi dengan aktifis JIL

Obrolan ini berawal dari keheranan saya kepada seorang aktifis JIL yang berkomentar saat acara debat di salah satu stasiun televisi swasta beberapa pekan yang lalu. Ia mengatakan bahwa menghina Yahudi sama saja dengan menghina para Nabi yang juga kebanyakan diutus dari kalangan Yahudi. Nampaknya ia lupa bahwa bangsa Yahudi juga yang membunuh para Nabi mereka itu.


Selesai tayangan debat saya SMS beliau:
“Bang, mari kita bicara tidak atas nama agama sebagaimana anda memang tidak menyukainya. Mari kita bicara atas nama kemanusiaan sebagaimana anda suka dan agung-agungkan. Maka atas nama kemanusiaan apa yang telah anda lakukan untuk Palestina?” Entah apa jawaban beliau karena saya SMS menggunakan Hp adik yang saat saya cek sudah dia hapus.

Marilah kita ikuti obrolan warung kopi yang saya lakukan dengan beliau (selanjutnya saya menggunakan ‘beliau’ untuk mengidentifikasi aktifis JIL tersebut). Selanjutnya anda dapat memberikan komentar dari obrolan di bawah ini:

(Saya sengaja lebih banyak mengajukan banyak pertanyaan-pertanyaan dengan tujuan membongkar landasan cara berfikir JIL yang rapuh dan seringkali tidak ilmiah. Saya tidak mau repot-repot membantah dengan panjang lebar, sementara pendapat JIL sendiri hanya merupakan ungkapan kegenitan intelektual dan sambil lalu).

Saya: “Bang maaf kemarin terputus, mari kita lanjutkan obrolan via sms, kalau lewat telpon khawatir banyak kata yang mubadzir. Soal; kenapa buat Ahmadiyah JIL dan kawan-kawan bisa demo, buat Palestina tidak bisa?” (16-01-2009 / 14: 36: 02)
Beliau: “Kami sudah 3 kali berdemo. Sekarang kami melakukan donor darah. Pertanyaan yang sama, kenapa kawan-kawan begitu antusias demo soal Palestina tapi Ahmadiyah yang diusir dan dibakar rumahnya tidak dipedulikan.” (16-01-2009 / 15: 00: 32)
Saya: “Kenapa demonya tidak sebesar demo dukung Ahmadiyah dan tidak terdengar? Siapa yang mengusir dan membakar, punya bukti valid? Kalau ada kirim ke wildanhasan@yahoo. com. Ane tunggu.” (16-01-2009 / 15: 05: 42)
Beliau: “Pasti demo kami tenggelam oleh kampanye PKS yang memanfaatkan momentum Palestina.” (16-01-2009 / 18: 07: 14)
Beliau: “Datanya cari sendiri, mulai dari Parung, Tasik, Garut Lombok…kawan-kawan sendiri sudah berbuat apa untuk Palestina?” (16-01-2009 / 18: 05: 24)
Saya: “Datanya cari sendiri, mulai dari ormas-ormas Islam, parpol, LSM non oportunis, relawan jihad, dana jutaan dolar, makanan, obat-obatan dan lain-lain. Pokoknya lebih berarti dari sekedar donor darah.” (16-01-2009 / 18: 13: 34)
Beliau: “Alhamdulillah. Mudah-mudahan bantuan teman-teman lebih berarti.” (16-01-2009 / 18: 24: 48)
Saya: “Amien…kenapa membela Palestina tidak boleh atas nama agama?” (16-01-2009 / 18: 26: 56)
Beliau: “Tentu saja boleh, karena agama mengajarkan untuk membela siapapun yang teraniaya.” (16-01-2009 / 18: 33: 00)
Saya: “Solat dulu yuk…” (16-01-2009 / 18: 33: 57)
Saya: “Lanjut…teraniaya dalam arti apa bang?” (16-01-2009 / 18: 50: 36)
Beliau: “Siapapun yang diperlakukan tidak adil apalagi dibunuhi seperti rakyat Palestina sekarang.” (16-01-2009 / 19: 10: 57)
Saya: “Menurut abang adil itu apa? Rakyat Israel yang ‘dibunuhi’ Hamas apakah mereka telah diperlakukan tidak adil?” (16-01-2009 / 19: 14: 53)
Beliau: “Adil dalam konteks apa? Politik, ekonomi, filsafat?” (16-01-2009 / 20: 28: 07)
Beliau: “Ya, mereka juga tidak diperlakukan tidak adil. Rakyat sipil tidak boleh jadi korban.” (17-01-2009 / 03: 17: 24)
Saya: “Bagaimana agar dalam perang, rakyat sipil tidak jadi korban?” (16-01-2009 / 20: 19: 43)
Beliau : “Ya berhenti perang. Belajar kepada perjuangan Gandhi atau Soekarno.” (16-01-2009 / 20: 27: 54)
Saya: “Bagaimana caranya?” (16-01-2009 / 20: 25: 23)
Beliau: “Berhenti berperang. Jalan diplomasi jauh lebih manusiawi.” (17-01-2009 / 03: 24: 04)
Saya: “Cara berhenti berperang? Cara belajar kepada Gandhi dan Soekarno? Samakah motivasinya?” (16-01-2009 / 20: 30: 06)
Beliau: “Motivasi bagaimana?” (17-01-2009 / 03: 32: 49)
Saya: “Arti adil juga belum dijawab?” (16-01-2009 / 20: 19: 43)
Saya: “Arti adil dulu dijawab?” (16-01-2009 / 20: 34: 06)
Beliau: “Bagi saya, adil itu tidak memaksakan sesuatu, memanusiakan manusia. Semua manusia sama.” (16-01-2009 / 20: 36: 27)
Saya: “kalau artinya seperti itu berarti hidup akan tanpa peraturan? Berarti kita tidak boleh memaksa Israel hentikan serangannya? Memanusiakan manusia maksudnya?” (17-01-2009 / 12: 54: 26)
Beliau: “Kalau kita mampu memaksa Israel mengehentikan serangan, maka seharusnya itu dilakukan. Tetapi sejauh ini upaya pemaksaan hanya menjadi alasan Israel menyerang balik dan memperluas wilayah.” (17-01-2009 / 20: 45: 57)
Saya: “baiklah kalau begitu kita biarkan saja Israel terus menghabisi rakyat Palestina?” (17-01-2009 / 13: 48: 44)
Beliau: “Terus menekan Israel dan AS untuk menghentikan serangan mutlak diperlukan. Kamu sendiri apa bisa dilakukan?” (17-01-2009 / 13: 56: 59)
Saya; “Katanya tidak boleh memaksa, apalagi menekan? Tidak ‘adil’ dong…” (17-01-2009 / 13: 59: 13)
Beliau: “Israel itu sekarang melakukan pemaksaan, oleh karenanya mereka berlaku tidak adil. Kita melakukan tekanan melalui seruan, pernyataan sikap, dan lain-lain agar ketidak adilan itu berhenti.” (17-01-2009 / 18: 34: 09)
Saya: “Saya ingin melihat JIL dan kawan-kawan mencantumkan seruan dukungan di Palestina di media massa nasional secara terbuka seperti yang lain-lain bagaimana?” (17-01-2009 / 18: 49: 21)
Beliau: “Bukalah website JIL, kami perjuangkan rakyat Palestina sepenuh hati. Besok, pukul 13, teman-teman akan kembali menggelar demo. Kalau ada kemampuan, pasti akan kami lakukan apapun untuk rakyat Palestina.” (18-01-2009 / 01: 55: 17)
Saya: “Oh ya…nanti saya lihat. Tapi yang lihat web kan terbatas. Paling tidak di Kompas biar gratisan?” (17-01-2009 / 18: 58: 59)
Beliau: “Maksudnya gratisan?” (18-01-2009 / 02: 07: 42)
Saya: “Tulis di media “JIL sepenuhnya mendukung perjuangan rakyat palestina” berani? Atau pernyataan pers secara terbuka, bisa?” (17-01-2009 / 19: 04: 05)
Beliau: “Kami sudah mengeluarkan sikap sebagai lembaga. Kenapa terlalu banyak menuntut orang lain? Kalau kamu mampu berbuat, berbuatlah.” (17-01-2009 / 21: 13: 14)
Beliau: “Beberapa orang JIL sudah mengemukakan itu lewat tulisan di media cetak, konferensi pers, talkshow radio dan televisi. Maksudnya berani apa?” (18-01-2009 / 02: 07: 42)
Saya: “Kita ingin dengar, baca, lihat JIL nya bukan person-personnya. Hehe…siapa tahu tidak berani.” (17-01-2009 / 21: 04: 50)
Saya: “Ariel Sharon bilang jalan diplomasi adalah kelemahan?” (19-01-2009 / 22: 14: 28)
Beliau: “Israel memang selalu menghendaki perang, sebab dengan perang mereka bisa memperluas wilayah. Hamas sering terjebak dalam perang yang diinginkan Israel.” (19-01-2009 / 22: 27: 08)
Saya: “Hamas terjebak, dijebak, diam atau melawan sama saja diperangi. Itulah watak imperialis. Dulu Indonesia sering melakukan perjanjian damai dengan penjajah Belanda, toh tetap merdekanya oleh perjuangan fisik. Sebutkan Negara mana di dunia yang kemerdekaannya dihadiahkan oleh si penjajah?” (20-01-2009 / 07: 07: 15)
Saya: “Ass. Bang apa kabar? Karena pertanyaan terakhir tidak dijawab. Saya ajukan pertanyaan lain, optimiskah abang bahwa Obama akan seriusi nasib palestina?” (22-01-2009 / 08: 00: 23)
Beliau: “Tidak optimis” (22-01-2009 / 19: 06: 52)
Saya: “Wah…nampaknya abang sudah bosan ya. Ya sudah kita sudahi saja. Semoga sehat selalu. Salam.” (22-01-2009 / 19: 19: 23)
Beliau: (Tidak ada jawaban)

Sebenarnya saya ingin menambahkan beberapa penjelasan dari obrolan tersebut. Tapi nampaknya tidak terlalu fair. Kecuali si ‘beliau’ berkenan bergabung bersama kita di blog ini memberikan tanggapan. Silahkan forum terbuka dimulai……
wh