4.26.2009

Pandangan as-Syahrastani terhadap Nashrani dalam kitab al-Milal wa an-Nihal

Asy-Syahrastani dan Pemikirannya

Asy-Syahrastani adalah seorang tokoh pemikir muslim yang memiliki nama asli Muhammad ibn Ahmad Abu al-Fatah Asy-Syahrastani Asy-Syafi’i lahir di kota Syahrastan provinsi Khurasan di Persia tahun 474 H/1076 M dan meninggal tahun 548 H/1153 M. Beliau menuntut ilmu pengetahuan kepada para ulama’ di zamannya, seperti Ahmad al-Khawafi, Abu al-Qosim al-Anshari dan lain-lain. Sejak kecil beliau gemar belajar dan mengadakan penelitian, terlebih lagi didukung oleh kedewasaannya. Dalam menyimpulkan suatu pendapat beliau selalu moderat dan tidak emosional, pendapatnya selalu disertai dengan argumentasi yang kuat. Hal ini menunjukkan bahwa beliau memang menguasai masalah yang ditelitinya.


Seperti halnya ulama’-ulama’ lainnya beliau gemar mengadakan pengemberaan dari suatu daerah ke daerah lain seperti Hawarizmi dan Khurasan. Ketika usia 30 tahun, beliau berangkat ke tanah suci Makkah untuk menunaikan ibadah haji dan kemudian menetap di kota Baghdad selama 3 tahun. Di sana beliau sempat memberikan kuliah di Universitas Nizamiyah.

Kaum muslimin pada zamannya lebih cenderung mempelajari ajaran agama dan kepercayaan untuk keperluan pribadi yang mereka pergunakan untuk membuktikan kebathilan agama dan kepercayaan lain. Sedangkan asy-Syahrastani lebih cenderung menulis buku yang berbentuk ensiklopedi ringkas tentang agama, kepercayaan, sekte dan pandangan filosof yang erat kaitannya dengan metafisika yang dikenal pada masanya.
Asy-Syahrastani mempunyai beberapa buah karya tulis diantaranya adalah: Al-Milal wa Al-Nihal, Al-Mushara’ah, Nihayah al-Iqdam fi Ilm al-Kalam, Al-Juz’u Alladzi la yatajazzu, Al-Irsyad ila al-’Aqaid al-’ibad, Syuhbah Aristatalis wa Ibn Sina wa Naqdhiha, dan Nihayah al-Auham.

Jika dipandang dari segi pikiran dan kepercayaan, menurut Asy-Syahrastani manusia terbagi menjadi pemeluk agama-agama dan penghayat kepercayaan. Pemeluk agama Majusi, Nashrani, Yahudi dan Islam. Penghayat kepercayaan seperti Filosof, Dahriyah, Sabiah dan Barahman. Setiap kelompok terpecah lagi menjadi sekte, misalnya penganut Majusi terpecah menjadi 70 sekte, Nashrani terpecah menjadi 71 sekte, Yahudi terpecah menjadi 72 sekte, dan Islam terpecah menjadi 73 sekte. Dan menurutnya lagi bahwa yang selamat di antara sekian banyak sekte itu hanya satu, karena kebenaran itu hanya satu.

Asy-Syahrastani berpendapat bahwa faktor yang mendorong lahirnya sekte-sekte tersebut antara lain adalah; Pertama, masalah sifat dan keesaaan Allah. Kedua, Masalah Qada’ Qadar dan keadilan Allah, jabar dan kasab, keinginan berbuat baik dan jahat, masalah yang berada di luar kemampuan manusia dan masalah yang diketahui dengan jelas (badihiyah). Ketiga, masalah wa’ad (janji), wa’id (ancaman), dan Asma Allah. Keempat, Masalah wahyu, akal, kenabian (nubuwwah), kehendak Allah mengenai yang baik dan yang lebih baik, imamah, kebaikan dan keburukan, kasih sayang Allah, kesucian para nabi dan syarat-syarat imamah. Menurutnya ada empat madzhab di kalangan ummat Muslim, yaitu Syi’ah, Qadariyah, Shifatiyah dan Khawarij. Setiap madzhab bercabang menjadi sekian banyak sekte hingga mencapai 73 sekte.

Dalam Bukunya Al-Milal wa Al-Nihal, Syahrastani juga memaparkan dengan panjang lebar tentang kepercayaan dan secara umum mengklasifikasikan kepercayaan kepada beberapa kelompok sebagai berikut; Pertama, Mereka yang tidak mengakui adanya sesuatu selain yang dapat dijangkau oleh indera dan akal, mereka ini disebut kelompok Stoa. Kedua, Mereka yang hanya mengakui sesuatu yang dapat ditangkap oleh organ inderawi dan tidak mengakui sesuatu yang hanya dapat dijangkau oleh akal, mereka ini disebut kelompok materialis. Ketiga, Mereka yang mengakui adanya sesuatu yang dapat dicapai melalui indera dan akal, namun mereka tidak mempunyai hukum dan hukuman, mereka ini disebut kelompok filosof athies. Keempat, Mereka yang mengakui adanya sesuatu yang dapat dicapai oleh organ inderawi dan akal, namun mereka tidak mempunyai hukum dan hukuman juga tidak mengakui agama Islam, mereka ini disebut kelompok Ash-Shabiah. Kelima, Mereka yang mengakui adanya sesuatu yang dapat dicapai indera dan akal dan mempunyai syariat, namun mereka tidak mengakui syariat Muhammad, mereka ini kelompok Majusi, Yahudi dan Nasrani (Kristen). Dan yang Keenam, Mereka yang mengakui semua yang disebut diatas, dan mengakui kenabian Muhammad, mereka itu disebut kelompok Muslim.

Pandangan as-Syahrastani terhadap Nashrani

As-Syahrastani menyusun al-Milal wa an-Nihal dalam bentuk ensiklopedi. Sehingga agak sulit untuk merumuskan pandangan dirinya terhadap Nashrani atau pun sekte-sekte lainnya. Ia sendiri mengatakan dalam pengantar kitabnya tersebut bahwa bukunya terbebas dari rasa kebencian dan fanatisme yang berlebihan dengan tidak memberikan komentar untuk membenarkan atau menyesatkan suatu pemikiran. Ia menyerahkan kepada pembaca untuk memilih pendapat mana yang dianggap benar.

Namun dari pembahasan as-Syahrastani terhadap Nashrani dalam al-Milal wa an-Nihal terdapat beberapa pokok kajian sebagai berikut:
1. Al-Masih ibnu Maryam adalah utusan Allah yang diberi mukjizat sebagaimana Rasul-Rasul yang lain.
2. Al-Masih ibnu Maryam diberikan wahyu sejak masih di dalam buaian tidak sebagaimana Rasul-Rasul yang lain.
3. Ada perselisihan di antara murid-murid al-Masih terkait ketika al-Masih diangkat ke langit dalam dua hal. Pertama, tentang cara turunnya dari langit, hubungan dengan ibunya, dan Tuhan menjelma dalam bentuk manusia. Kedua, cara naiknya ke langit, hubungan dengan malaikat dan kesatuan dengan Tuhan.
4. Nashrani meyakini bahwa Tuhan terdiri dari tiga oknum
5. Nashrani memandang bahwa kesempurnaan manusia itu dalam tiga hal: kenabian (nubuwah), kepemimpinan (imamah) dan kerajaan (malikah).
6. Derajat al-Masih paling tinggi dibandingkan dengan Nabi-Nabi yang lain. Karena berkat al-Masih dosa Adam dan keturunannya diampuni dan ia akan menghisab dosa manusia pada hari kiamat.
7. Kenaikan Nabi Isa dengan jalan dibunuh dan disalib. Namun yang terbunuh adalah oknum kemanusiaan (nasut) tetapi oknum ketuhanan (lahut) tidak mati.
8. Paulus adalah perusak ajaran al-Masih.
9. Ucapan-ucapan al-Masih dikumpulkan oleh empat orang muridnya; Matius, Lukas, Markus dan Yohanes. (Matius 28: 18-19 dan Yohanes 1: 1)
10. Umat Nashrani terpecah menjadi tujuh puluh dua kelompok. Kelompok yang terbesar ada tiga: al-Mulkaniyah, an-Nusturiyah dan Ya’kubiyah.

Perdebatan seputar ketuhanan Isa al-Masih

Perpecahan yang terjadi di kalangan umat Nashrani diakibatkan oleh perbedaan mereka terhadap konsep Tuhan. Hal inilah yang memunculkan golongan-golongan termasuk tiga golongan besar di atas.

Fenomena ketuhanan tampaknya merupakan fakta universal. Hal ini tidak saja ditemukan pada masyarakat modern, tetapi juga pada masyarakat yang paling primitive sekalipun. Kajian sejarah tentang asal-usul agama telah membuktikan kenyataan ini. Louis Berkhof di dalam karyanya, Systemayic Theology, menegaskan bahwa
“ide tentang Tuhan secara praktis bersifat universal pada ras manusia. Hal ini juga ditemukan di antara bangsa-bangsa dan suku-suku yang tidak memiliki peradaban.”

Ia juga menyebutkan,
“di antara semua manusia dan suku-suku di dunia ini terdapat perasaan akan ketuhanan, yang dapat dilihat dari cara-cara penyembahannya. Karena gejala ini sangat universal, hal tersebut pasti merupakan sifat dasar yang dimiliki oleh manusia, dan jika sifat manusia ini secara alamiah membawa kepada penyembahan religi, maka penjelasannya hanya akan ditemukan pada Wujud Agung yang telah menciptakan manusia sebagai makhluk yang selalu beragama.”

Oleh karena itu, banyak para ahli teologi dan filsafat agama yang menisbahkan argumentasi tentang adanya Tuhan pada fakta sejarah ini. Bahkan, sebagian teolog dan pakar filsafat agama menyatakan bahwa fenomena ketuhanan sebenarnya telah terlembaga pada diri manusia sebagai ide bawaan (innate idea of God). Dengan demikian fenomena ketuhanan pada diri manusia selain bersifat universal juga bersifat natural.
Bahkan lebih dari itu, ide tentang ketuhanan dalam diri manusia oleh beberapa kalangan sudah dikategorikan bersifat naluriah (instinctive). Sementara yang lain menyebutkan bahwa ide ketuhanan merupakan tuntutan akal (the voice of reason).

Pemaparan di atas menunjukkan bahwa manusia tidak bisa lepas dan sangat berkebutuhan untuk bertuhan, dimana manusia bisa berharap, bergantung, meminta, menyembah dan melindungkan dirinya. Hal inilah yang juga menimpa kalangan Nashrani saat merumuskan konsep ketuhanan mereka.

As-Syahrastani merekam dinamika umat Nashrani dalam merumuskan konsep ketuhanannya yang pada akhirnya melahirkan kelompok-kelompok keagamaan, akibat tidak ada kata sepakat tentang Tuhan itu sendiri.

Seperti telah disebutkan di atas, as-Syahrastani membagi tiga kelompok besar di kalangan umat Nashrani, yakni: Al-Mulkaniyah, An-Nusturiyah dan Ya’kubiyah.
1. Al-Mulkaniyah berpandangan bahwa Firman bersatu dengan tubuh Al-Masih dan menyatu dengan kemanusiaan (nasut), yang dimaksud dengan Firman adalah oknum pengetahuan. Sementara Roh Kudus adalah oknum kehidupan dan dinamakan pengetahuan sebelum menjelma menjadi anak. Sebagiannya mengatakan Firman menyatu ke dalam tubuh Al-Masih seperti penyatuan air dan susu.

Al-Mulkaniyah menerangkan benda bukan oknum tetapi yang merupakan yang mempunyai sifat dan sifat, melalui cara ini mereka mengakui Trinitas. Al-Qur’an memberitakan tentang pendirian aliran ini dalam firman-Nya:
“Sesungguhnya kafirlah orang-orang yang mengatakan bahwasanya Allah salah satu dari yang tiga…” (QS. Al-Maidah: 73)
Menurut Al-Mulkaniyah, Al-Masih bukan manusia, bukan pula sebagian manusia. Ia adalah qadim yang azali, dari yang qadim azali.

2. An-Nusturiyah menafsirkan Injil dengan pemikirannya sendiri. Mereka berpandangan bahwa Allah yang maha Esa terdiri dari tiga oknum: wujud, pengetahuan dan kehidupan. Ketiga oknum ini bukan tambahan dari zat dan bukan pula sifat zat yang bersatu dengan jasad Al-Masih, tidak melalui integrasi seperti yang diyakini Al-Mulkaniyah dan tidak pula melalui kelahirannya sebagai wujud Tuhan seperti yang diyakini Al-Ya’kubiyah.

Mereka selalu menganggap anak selalu dilahirkan oleh ayah namun telah berintegrasi dan bersatu dengan tubuh Al-Masih pada saat lahir. Tuhan adalah dua oknum, dua zat dan dua tabiat (karakter), Tuhan sempurna dan manusia sempurna. Tidak merusak kesatuan didahului yang qadim dan dibelakangnya yang baru, namun keduanya bersatu dan tabiatnya satu. Kadang-kadang namanya dibawa dengan istilah lain, mereka ganti istilah tabiat, oknum dan person.

3. Ya’kubiyah mengakui oknum yang tiga, namun buat mereka kalimat (Firman) berubah menjadi darah dan daging yang akhirnya menjadi Tuhan ialah Al-Masih, Tuhan lahir dalam bentuk manusia, bahkan ia adalah Tuhan. Pendirian kelompok ini diterangkan dalam al-Qur’an :

“Sesungguhnya telah kafirlah orang-orang yang berkata: sesungguhnya Allah itu Al-Masih putra Maryam…” (QS. Al-Maidah: 72)

Sebagain besar kelompok aliran-aliran Ya’kubiyah menganggap Al-Masih adalah zat yang maha Esa, satu oknum yang terdiri dari dua zat atau satu tabiat dari dua tabiat. Ia adalah zat Tuhan yang qadim dan zat manusia yang baru yang keduanya terdiri dari perpaduan jiwa dan raga yang akhirnya menjadi satu zat, satu oknum ialah menjadi manusia seutuhnya dan Tuhan seutuhnya.

Asal Ide Ketuhanan Al-Masih

Ide Anak Tuhan merupakan hal yang lumrah di masyarakat Yahudi. Mereka menganggap bahwa bangsa Israel adalah "Anak-anak Tuhan". Bagi mereka istilah "Anak Tuhan" bukan untuk individu. "Anak-anak Tuhan" dalam pengertian individu merupakan paham penyembah berhala yang menganggap bahwa Tuhan beranak di dunia. (Tillich 1968)
Drapper dalam bukunya Conflict between Religion and Science menceritakan bahwa Plato lahir di Athena tahun 429 SM. Ibunya adalah Paraction yang bertunangan dengan Arus. Namun sebelum mereka menikah, Paraction telah dihamili oleh Tuhan Apollo yang merupakan "Roh Kudus" dalam ketuhanan bangsa Yunani. Tuhan Appolo mengancam Arus untuk menghormati Roh Kudus dan tidak mendekati Paraction yang telah dihamilinya. Oleh sebab itu Plato di sebut "Anak Tuhan". Pythagoras yang lahir tahun 575 SM yang dianggap lahir tanpa ayah, juga disebut "Anak Tuhan".

Paulus yang menganggap Yesus lahir melalui intervensi Roh Kudus, memperkenalkannya kepada para penyembah berhala di kerajaan Romawi sebagai "Anak Tuhan (Allah)".
"Jawab malaikat itu kepadanya: `Roh Kudus akan turun atasmu dan Kuasa Allah yanq Maha Tinqqi akan menaunqi engkau; sebab itu anak yang akan kau lahirkan akan disebut kudus, Anak Allah" (Lukas 1:35).
"Ketika itu juga ia memberitakan Yesus di rumah-rumah ibadat, dan mengatakan bahwa Yesus adalah Anak Allah" (Kisah Para Rasul 9:20)
Pekerjaan Paulus yang mulai merusak ajaran Tauhid yang diajarkan Yesus ini dikutuk oleh Allah dalam surah Maryam 19:88-92:
"Dan mereka berkata: 'Tuhan Yang Maha Pemurah mengambil (mempunyai) anak'. Sesungguhnya kamu telah mendatangkan sesuatu perkara yang sangat munqkar. Hampir-hampir lagit pecah karena ucapan itu, dan bumi belah, dan gunung-gunung runtuh, karena mereka mendakwa Allah Yanq Pemurah mempunyai anak" (Surah Maryam 19:88-92)

Arti dan Asal Trinitas

• 1. Athanasian Creed (abad VI) mendefinisikan Trinitas sebagai:

"The Father is God, the Son is God, and the Holy Ghost is God. And yet there Gods but one God".
(Bapak adalah Tuhan, Anak adalah Tuhan, dan Roh Kudus adalah Tuhan. Namun bukan tiga Tuhan melainkan satu Tuhan.)
• 2. The Orthodox Christianity kemudian mendefinisikan lagi Trinitas sebagai:

"The Father is God, the Son is God, and the Holy Spirit is God, and toqether, not exclusively, the form one God".
(Bapak adalah Tuhan, Anak adalah Tuhan, dan Roh Kudus adalah Tuhan, dan bersama-sama, bukan sendiri-sendiri, membentuk satu Tuhan.)

Sebelumnya sudah banyak para pemimpin Gereja yang mencoba memasukkan ajaran Platonis dan agama Mesir tentang tiga Tuhan dalam satu. Namun upaya tesebut baru pada tahap adanya tiga unsur atau oknum yang memiliki ikatan satu dengan lainnya. Ketetapan ketiga oknum: Tuhan, Anak dan Roh Kudus masing-masing dianggap Tuhan setara dan abadi, tidak pernah ada sebelum ditetapkananya Athanasian Creed di abad ke IV. Trinitas berarti kesatuan dari tiga. Trinitas dalam Kristen adalah Tiga Tuhan yakni Tuhan Allah, Tuhan Yesus dan Tuhan Roh Kudus dan ketiganya adalah satu.

Dogma ini berasal dari paham Platonis yang diajarkan oleh Plato (?-347 SM), dan dianut para pemimpin Gereja sejak abad II (Tony lane 1984). Edward Gibbon dalam bukunya The Decline and fall of the Roman Empire, hal 388, mengatakan:

• "Plato consider the divine nature under the thee fold modification: of the first cause, the reason, or Logos; and the soul or spirit of the universe...the Platonic system as three Gods, united with each other by a mysterious and ineffable qeneration; and the Logos was particularly considered under the more accessible character of the Son of an eternal Father and the Creator and Governor of the world".
(Plato menganggap keilahian alami terdiri dari atas tiga bagian: Penyebab awal, Firman (Logos), dan Roh alam semesta....Sistem Platonis sebagai tiga Tuhan, bersatu antara satu dengan lainnya melalui kehidupan yang baka dan misterius; dan Firman (Logos) secara khusus dianggap yang paling tepat sebagai Anak Bapak yang baka dan sebagai pencipta dan penguasa alam semesta).

Ajaran tiga Tuhan dalam satu ini bukan hanya dianut masyarakat Yunani dan Romawi, tetapi juga mereka yang mendiami wilayah Asia Barat, Tengah, Afrika Utara dan pengaruhnya menjalar ke beberapa kawasan lainnya di dunia.

Injil: Al-Masih bukan Tuhan

1. "Matius" pasal 5 ayat 9 menyebutkan: "Berbahagialah segala orang yang mendamaikan orang, karena mereka itu akan disebut anak-anak Allah." Berdasarkan ayat tersebut yang dimaksudkan " Anak Allah" itu ialah orang yang dihormati seperti Nabi. Kalau Yesus dianggap anak Allah, maka semua orang yang mendamaikan manusia pun menjadi anak-anak Allah juga. Jadi bukan Yesus saja Anak Allah tetapi ada terlalu banyak.

2. "Yohanes" pasal 17 ayat 23 menyebutkan: "Aku di dalam mereka itu, dan Engkau di dalam Aku; supaya mereka itu sempurna di dalam persekutuan." Pada ayat ini tersusun kata "Aku di dalam mereka." Kata "mereka" di ayat ini ialah sahabat Yesus. Sedang yang dimaksudkan "dengan aku" ialah Yesus. Jadi kata "AKU" beserta mereka artinya Yesus beserta sahabat-sahabatnya. Jadi Tuhan itu beserta Yesus dan para sahabatnya. Kalau umat Nashrani percaya tentang kesatuan Yesus dengan Bapa maka mereka pun harus percaya tentang kesatuan Bapa itu dengan semua sahabat Yesus yang berjumlah 12 orang itu. Jadi bukan Yesus dan Roh suci saja yang menjadi satu dengan Tuhan,melainkan harus ditambah 12 orang lagi. Ini namanya persatuan Tuhan atau Tuhan persatuan bukan hanya Tritunggal tetapi 15-tunggal. Jadi berdasarkan perselisihan ayat-ayat tersebut, yang manakah yang benar. Tiga menjadi Tunggal atau 15 menjadi Tunggal. Ayat manakah yang akan diyakini, yang tiga menjadi tunggal ataukah yang 15 itu?

3. "Yohanes" pasal 17 ayat 3 menyebutkan: "Inilah hidup yang kekal, yaitu supaya mereka mengenal Engkau, Allah yang Esa dan Yesus Kristus yang telah Engkau suruhkan itu." Ayat ini menyebutkan Tuhan adalah Esa. Dalam Kamus bahasa Indonesia oleh E. St. Harahap, cetakan ke II disebutkan bahwa Esa itu berarti satu, pertama (tunggal) dan di ayat itu juga disebutkan bahwa Yesus Kristus adalah Pesuruh Allah (Utusan/Rasul). Kalau demikian, manakah yang benar. Di satu ayat menyebutkan Tuhan dengan Yesus menjadi satu di lain ayat 15 menjadi satu dan yang lain lagi Tuhan itu Tunggal, sedangkan di ayat itu pula menyebutkan bahwa Yesus itu pesuruh Allah bukan Tuhan. Menurut pengakuan umat Nashrani sendiri suatu Kitab suci yang kandungan ayat-ayatnya bertentangan antara yang satu dengan yang lain tentu sulit sekali dipercaya kesuciannya, karena yang disebut suci itu bersih dari kekeliruan dan perselisihan.

4. "Ulangan" pasal 4 ayat 35 menyebutkan: "Maka kepadamulah ia itu ditunjuk, supaya diketahui olehmu bahwa Tuhan itulah Allah, dan kecuali Tuhan yang Esa tiadalah yang lain lagi." Bibel sendiri menerangkan bahwa Tuhan itu Esa, Tunggal.
5. “Markus” pasal 12 ayat 29 menyebutkan: "Maka jawab Yesus kepadanya. hukum yang terutama ialah: Dengarlah olehmu hai Israel, adapun Allah Tuhan kita ialah Tuhan yang Esa." "Ulangan" pasal 6 ayat 4 menyebutkan: "Dengarlah olehmu hai Israel, sesungguhnya Hua Allah kita, Hua itu Esa adanya." Bibel sendiri yang menjadi Kitab Sucinya umat Nashrani menyebutkan bahwa Tuhan itu tunggal, bukan tiga menjadi satu atau satu menjadi tiga.

6. "Matius" pasal 27 ayat 46 menyebutkan: "Maka sekira-kira pukul tiga itu berserulah Yesus dengan suara yang nyaring katanya: "Eli, Eli lama sabaktani," artinya "Ya Tuhan, apakah sebabnya Engkau meninggalkan Aku." Berdasarkan seruan Yesus di ayat itu, jelas bahwa Yesus tidak bersatu dengan Tuhan, yakni Tuhan meninggalkan Yesus, waktu akan disalibkan. Mestinya kalau Tuhan menjadi satu dengan Yesus, disaat itulah saat tepat untuk menolong Yesus, tetapi kenyataannya Tuhan tidak bersatu dengan Yesus sehingga Yesus sendiri minta tolong. Jadi Yesus bukan Tuhan.

Yesus hidupnya untuk disalib guna menebus dosa manusia?

Jika hidupnya Yesus memang untuk disalib, mengapa Yesus tidak bersedia dan menolak untuk disalib. Buktinya ia berseru dengan suara nyaring minta tolong pada Tuhan agar ia terlepas dari penyaliban. Dengan kata lain Yesus tidak bersedia menjadi penebus dosa. Oleh sebab itulah mengapa menyembah Yesus selaku Tuhan yang tidak berkuasa menyelamatkan dirinya sendiri, malah meminta tolong. Pantaskah ada Tuhan demikian. Dan kenapa manusia-manusia yang menyalibkan Yesus itu dilaknat? Mestinya tidak dilaknat, seharusnya Yesus berterima kasih kepada mereka yang menyalibkan dia, bahkan mereka itu seharusnya mendapatkan ganjaran, karena kehidupan Yesus itu harus disalib untuk menebus dosa-dosa. Jika tidak ada manusia yang bersedia menyalibkan Yesus, maka dosa-dosa manusia tentu tidak ada yang menebusnya. Jadi manusia-manusia yang telah menyalib Yesus itu berjasa kepada Yesus dan penganut-penganut kristen. Akan tetapi mereka yang sudah terbukti berjasa itu malah dilaknat. Mestinya mereka itu masuk surga dan dipuji-puji atas jasanya.

7. "Matius" pasal 1 ayat 16 menyebutkan: "dan Yakub memperanakkan Yusuf, yaitu suami Maria; ialah yang melahirkan Yesus yang disebut Kristus." Jelas bahwa yang diperanakkan itu pasti bukan Tuhan sebagaimana tersebut dalam ayat tersebut. "Keluaran" pasal 4 ayat 22 disebutkan: "Maka pada masa itu hendaklah katamu kepada Fir'aun demikian: 'Inilah firman Tuhan: Bahwa Israil itulah anakku laki-laki,yaitu anakku yang sulung'." Di ayat ini disebutkan bahwa Israil adalah anak tuhan yang sulung, sedangkan Yesus tidak disebutkan anak yang keberapa."Yeremia" pasal 31 ayat 9 menyebutkan, "Akulah bapak bagi Israil; dan Afraim itulah anak yang sulung." Jelas sekali bahwa berdasarkan Bibel sendiri Anak Tuhan itu banyak, bukan Yesus saja, padahal sebenarnya yang dimaksudkan dengan "Anak" dalam ayat itu ialah mereka yang dikasihi oleh Tuhan, termasuk Yesus jadi bukan anak yang sebenarnya.

8. "Kisah Rasul," pasal 6 ayat 5 menyebutkan: "Maka perkataan ini diperkenankan oleh sekalian orang banyak itu, lalu memilih Stephanus, yaitu seorang yang penuh dengan iman, dan Roh kudus, dan lagi Philippus, dan Prokhorus dan Nikanor dan Simion dan Parmenas dan Nikolaus yaitu mualaf asalnya dari negeri Antiochia." Jadi berdasarkan ayat Bibel sendiri menunjukkan bahwa Roh Kudus itu bukan pada Yesus saja. Ini menunjukkan bahwa Roh Kudus itu Roh Suci, atau Roh Kesucian yang maksudnya roh yang bersih dari roh-roh kotor, bukan seperti roh setan atau hantu. Sebagaimana halnya para Nabi lainnya dengan roh sucinya. Menurut Al-Qur'an, Roh Kudus (roh suci) itu berarti "Jibril." Di Bibel sendiri menyebutkan bahwa para nabi yang terdahulu adalah Kudus.

9. Yesus dianggap Tuhan karena ia mempunyai roh Ketuhanan, dengan pangkat Ketuhanannya sehingga ia dapat menghidupkan orang mati. Ini merupakan kesamaan Allah dengan Yesus. "Kitab Raja-raja yang kedua" pasal 13 ayat 21 menyebutkan: "Maka sekali peristiwa apabila dikuburkannya seorang Anu, tiba-tiba terlihat mereka itu suatu pasukan lalu dicampakkannya orang mati itu kedalam kubur Elisa, maka baru orang mati itu dimasukkan ke dalamnya dan kena mayat Elisa itu, maka hiduplah orang itu pula, lalu bangun berdiri." Disini menyebutkan malah tulang-tulang Elisa dapat menghidupkan orang mati. Jadi bukan Yesus saja dapat menghidupkan orang mati bahkan tulang-tulang Elisa dapat menghidupkan orang mati. Yang berarti tulang-tulang Elisa adalah tulang-tulang ketuhanan. Kalau Yesus di waktu hidupnya dapat menghidupkan orang mati, akan tetapi Elisa di waktu tak bernyawa, malah hanya dengan tulang-tulangnya, yang di dalam kubur dapat menghidupkan orang mati. Kalau perbuatan Yesus dikatakan ajaib maka Elisa lebih ajaib dari pada Yesus. Jadi seharusnya Ilyaspun dianggap Tuhan juga. Periksa lagi di "Kitab Raja-Raja yang pertama," pasal 17 ayat 22.

10. Johanes pasal 1 ayat 1 dan 2 menyebutkan: "Maka pada mulanya ada itu Kalam maka Kalam itu, serta dengan Allah, dan Kalam itu Allah, dan kalau itu Allah. Ia itu pada mulanya serta dengan Allah." Kata "Ia" di ayat ini maksudnya ialah "Yesus." Jadi Yesus beserta dengan Allah. Dalam susunan ayat tersebut di atas ada kata penghubung ialah: "Serta" atau beserta. Kalau ada orang berkata "Si Salim dengan si Amin" maka susunan kalimat ini semua orang dapat mengerti bahwa si Salim tetap si Salim bukan si Amin jadi berdasarkan ayat Bibel yang Saudara baca dengan susunan "Ia" (Yesus) beserta Allah, langsung dapat dimengerti bahwa Yesus bukan Allah, dan Allah bukan Yesus. Jelaslah bahwa Yesus tidak sama dengan Allah: dengan kata lain kata Yesus bukan Tuhan. Dan di ayat itu juga disebutkan bahwa Kalam itu Allah.
Padahal Kalam itu bukan Allah dan Allah bukan Kalam. Jadi Allah dan Kalam-pun lain.

11. "Wahyu," pasal 22 ayat 13 menyebutkan: "Maka Aku inilah Alif dan Ya, yang terdahulu dan yang kemudian. Yang Awal dan Yang Akhir." Rangkaian perkataan itu bukan perkataan Yesus sendiri, melainkan firman Allah kepada Yesus. Buktinya terdapat dalam Kitab "Wahyu" tersebut pasal 21 ayat 6 menyebutkan: "Maka firmannya kepadaku: "Sudahlah genap; Aku inilah Alif dan Ya, yaitu yang awal dan yang Akhir." Jelas di ayat itu menyebutkan: "Maka firmannya kepadaku," Siapakah yang berfirman kepadaku (kepada Yesus) di ayat ini? Tentu Allah yang berfirman. Jadi yang berfirman Aku inilah Alif dan Ya, yang Awal dan Yang Akhir, bukan perkataan Yesus sendiri, tetapi firman Allah kepada Yesus.

Walhamdulilahi rabbil ‘Alamin

Pandangan as-Syahrastani terhadap Nashrani dalam kitab al-Milal wa an-Nihal

Asy-Syahrastani dan Pemikirannya
Asy-Syahrastani adalah seorang tokoh pemikir muslim yang memiliki nama asli Muhammad ibn Ahmad Abu al-Fatah Asy-Syahrastani Asy-Syafi’i lahir di kota Syahrastan provinsi Khurasan di Persia tahun 474 H/1076 M dan meninggal tahun 548 H/1153 M. Beliau menuntut ilmu pengetahuan kepada para ulama’ di zamannya, seperti Ahmad al-Khawafi, Abu al-Qosim al-Anshari dan lain-lain. Sejak kecil beliau gemar belajar dan mengadakan penelitian, terlebih lagi didukung oleh kedewasaannya. Dalam menyimpulkan suatu pendapat beliau selalu moderat dan tidak emosional, pendapatnya selalu disertai dengan argumentasi yang kuat. Hal ini menunjukkan bahwa beliau memang menguasai masalah yang ditelitinya.

Seperti halnya ulama’-ulama’ lainnya beliau gemar mengadakan pengemberaan dari suatu daerah ke daerah lain seperti Hawarizmi dan Khurasan. Ketika usia 30 tahun, beliau berangkat ke tanah suci Makkah untuk menunaikan ibadah haji dan kemudian menetap di kota Baghdad selama 3 tahun. Di sana beliau sempat memberikan kuliah di Universitas Nizamiyah.

Kaum muslimin pada zamannya lebih cenderung mempelajari ajaran agama dan kepercayaan untuk keperluan pribadi yang mereka pergunakan untuk membuktikan kebathilan agama dan kepercayaan lain. Sedangkan asy-Syahrastani lebih cenderung menulis buku yang berbentuk ensiklopedi ringkas tentang agama, kepercayaan, sekte dan pandangan filosof yang erat kaitannya dengan metafisika yang dikenal pada masanya.
Asy-Syahrastani mempunyai beberapa buah karya tulis diantaranya adalah: Al-Milal wa Al-Nihal, Al-Mushara’ah, Nihayah al-Iqdam fi Ilm al-Kalam, Al-Juz’u Alladzi la yatajazzu, Al-Irsyad ila al-’Aqaid al-’ibad, Syuhbah Aristatalis wa Ibn Sina wa Naqdhiha, dan Nihayah al-Auham.

Jika dipandang dari segi pikiran dan kepercayaan, menurut Asy-Syahrastani manusia terbagi menjadi pemeluk agama-agama dan penghayat kepercayaan. Pemeluk agama Majusi, Nashrani, Yahudi dan Islam. Penghayat kepercayaan seperti Filosof, Dahriyah, Sabiah dan Barahman. Setiap kelompok terpecah lagi menjadi sekte, misalnya penganut Majusi terpecah menjadi 70 sekte, Nashrani terpecah menjadi 71 sekte, Yahudi terpecah menjadi 72 sekte, dan Islam terpecah menjadi 73 sekte. Dan menurutnya lagi bahwa yang selamat di antara sekian banyak sekte itu hanya satu, karena kebenaran itu hanya satu.

Asy-Syahrastani berpendapat bahwa faktor yang mendorong lahirnya sekte-sekte tersebut antara lain adalah; Pertama, masalah sifat dan keesaaan Allah. Kedua, Masalah Qada’ Qadar dan keadilan Allah, jabar dan kasab, keinginan berbuat baik dan jahat, masalah yang berada di luar kemampuan manusia dan masalah yang diketahui dengan jelas (badihiyah). Ketiga, masalah wa’ad (janji), wa’id (ancaman), dan Asma Allah. Keempat, Masalah wahyu, akal, kenabian (nubuwwah), kehendak Allah mengenai yang baik dan yang lebih baik, imamah, kebaikan dan keburukan, kasih sayang Allah, kesucian para nabi dan syarat-syarat imamah. Menurutnya ada empat madzhab di kalangan ummat Muslim, yaitu Syi’ah, Qadariyah, Shifatiyah dan Khawarij. Setiap madzhab bercabang menjadi sekian banyak sekte hingga mencapai 73 sekte.

Dalam Bukunya Al-Milal wa Al-Nihal, Syahrastani juga memaparkan dengan panjang lebar tentang kepercayaan dan secara umum mengklasifikasikan kepercayaan kepada beberapa kelompok sebagai berikut; Pertama, Mereka yang tidak mengakui adanya sesuatu selain yang dapat dijangkau oleh indera dan akal, mereka ini disebut kelompok Stoa. Kedua, Mereka yang hanya mengakui sesuatu yang dapat ditangkap oleh organ inderawi dan tidak mengakui sesuatu yang hanya dapat dijangkau oleh akal, mereka ini disebut kelompok materialis. Ketiga, Mereka yang mengakui adanya sesuatu yang dapat dicapai melalui indera dan akal, namun mereka tidak mempunyai hukum dan hukuman, mereka ini disebut kelompok filosof athies. Keempat, Mereka yang mengakui adanya sesuatu yang dapat dicapai oleh organ inderawi dan akal, namun mereka tidak mempunyai hukum dan hukuman juga tidak mengakui agama Islam, mereka ini disebut kelompok Ash-Shabiah. Kelima, Mereka yang mengakui adanya sesuatu yang dapat dicapai indera dan akal dan mempunyai syariat, namun mereka tidak mengakui syariat Muhammad, mereka ini kelompok Majusi, Yahudi dan Nasrani (Kristen). Dan yang Keenam, Mereka yang mengakui semua yang disebut diatas, dan mengakui kenabian Muhammad, mereka itu disebut kelompok Muslim.

Pandangan as-Syahrastani terhadap Nashrani

As-Syahrastani menyusun al-Milal wa an-Nihal dalam bentuk ensiklopedi. Sehingga agak sulit untuk merumuskan pandangan dirinya terhadap Nashrani atau pun sekte-sekte lainnya. Ia sendiri mengatakan dalam pengantar kitabnya tersebut bahwa bukunya terbebas dari rasa kebencian dan fanatisme yang berlebihan dengan tidak memberikan komentar untuk membenarkan atau menyesatkan suatu pemikiran. Ia menyerahkan kepada pembaca untuk memilih pendapat mana yang dianggap benar.

Namun dari pembahasan as-Syahrastani terhadap Nashrani dalam al-Milal wa an-Nihal terdapat beberapa pokok kajian sebagai berikut:
1. Al-Masih ibnu Maryam adalah utusan Allah yang diberi mukjizat sebagaimana Rasul-Rasul yang lain.
2. Al-Masih ibnu Maryam diberikan wahyu sejak masih di dalam buaian tidak sebagaimana Rasul-Rasul yang lain.
3. Ada perselisihan di antara murid-murid al-Masih terkait ketika al-Masih diangkat ke langit dalam dua hal. Pertama, tentang cara turunnya dari langit, hubungan dengan ibunya, dan Tuhan menjelma dalam bentuk manusia. Kedua, cara naiknya ke langit, hubungan dengan malaikat dan kesatuan dengan Tuhan.
4. Nashrani meyakini bahwa Tuhan terdiri dari tiga oknum
5. Nashrani memandang bahwa kesempurnaan manusia itu dalam tiga hal: kenabian (nubuwah), kepemimpinan (imamah) dan kerajaan (malikah).
6. Derajat al-Masih paling tinggi dibandingkan dengan Nabi-Nabi yang lain. Karena berkat al-Masih dosa Adam dan keturunannya diampuni dan ia akan menghisab dosa manusia pada hari kiamat.
7. Kenaikan Nabi Isa dengan jalan dibunuh dan disalib. Namun yang terbunuh adalah oknum kemanusiaan (nasut) tetapi oknum ketuhanan (lahut) tidak mati.
8. Paulus adalah perusak ajaran al-Masih.
9. Ucapan-ucapan al-Masih dikumpulkan oleh empat orang muridnya; Matius, Lukas, Markus dan Yohanes. (Matius 28: 18-19 dan Yohanes 1: 1)
10. Umat Nashrani terpecah menjadi tujuh puluh dua kelompok. Kelompok yang terbesar ada tiga: al-Mulkaniyah, an-Nusturiyah dan Ya’kubiyah.

Perdebatan seputar ketuhanan Isa al-Masih

Perpecahan yang terjadi di kalangan umat Nashrani diakibatkan oleh perbedaan mereka terhadap konsep Tuhan. Hal inilah yang memunculkan golongan-golongan termasuk tiga golongan besar di atas.

Fenomena ketuhanan tampaknya merupakan fakta universal. Hal ini tidak saja ditemukan pada masyarakat modern, tetapi juga pada masyarakat yang paling primitive sekalipun. Kajian sejarah tentang asal-usul agama telah membuktikan kenyataan ini. Louis Berkhof di dalam karyanya, Systemayic Theology, menegaskan bahwa
“ide tentang Tuhan secara praktis bersifat universal pada ras manusia. Hal ini juga ditemukan di antara bangsa-bangsa dan suku-suku yang tidak memiliki peradaban.”
Ia juga menyebutkan,
“di antara semua manusia dan suku-suku di dunia ini terdapat perasaan akan ketuhanan, yang dapat dilihat dari cara-cara penyembahannya. Karena gejala ini sangat universal, hal tersebut pasti merupakan sifat dasar yang dimiliki oleh manusia, dan jika sifat manusia ini secara alamiah membawa kepada penyembahan religi, maka penjelasannya hanya akan ditemukan pada Wujud Agung yang telah menciptakan manusia sebagai makhluk yang selalu beragama.”
Oleh karena itu, banyak para ahli teologi dan filsafat agama yang menisbahkan argumentasi tentang adanya Tuhan pada fakta sejarah ini. Bahkan, sebagian teolog dan pakar filsafat agama menyatakan bahwa fenomena ketuhanan sebenarnya telah terlembaga pada diri manusia sebagai ide bawaan (innate idea of God). Dengan demikian fenomena ketuhanan pada diri manusia selain bersifat universal juga bersifat natural.
Bahkan lebih dari itu, ide tentang ketuhanan dalam diri manusia oleh beberapa kalangan sudah dikategorikan bersifat naluriah (instinctive). Sementara yang lain menyebutkan bahwa ide ketuhanan merupakan tuntutan akal (the voice of reason).
Pemaparan di atas menunjukkan bahwa manusia tidak bisa lepas dan sangat berkebutuhan untuk bertuhan, dimana manusia bisa berharap, bergantung, meminta, menyembah dan melindungkan dirinya. Hal inilah yang juga menimpa kalangan Nashrani saat merumuskan konsep ketuhanan mereka.
As-Syahrastani merekam dinamika umat Nashrani dalam merumuskan konsep ketuhanannya yang pada akhirnya melahirkan kelompok-kelompok keagamaan, akibat tidak ada kata sepakat tentang Tuhan itu sendiri.
Seperti telah disebutkan di atas, as-Syahrastani membagi tiga kelompok besar di kalangan umat Nashrani, yakni: Al-Mulkaniyah, An-Nusturiyah dan Ya’kubiyah.
1. Al-Mulkaniyah berpandangan bahwa Firman bersatu dengan tubuh Al-Masih dan menyatu dengan kemanusiaan (nasut), yang dimaksud dengan Firman adalah oknum pengetahuan. Sementara Roh Kudus adalah oknum kehidupan dan dinamakan pengetahuan sebelum menjelma menjadi anak. Sebagiannya mengatakan Firman menyatu ke dalam tubuh Al-Masih seperti penyatuan air dan susu.
Al-Mulkaniyah menerangkan benda bukan oknum tetapi yang merupakan yang mempunyai sifat dan sifat, melalui cara ini mereka mengakui Trinitas. Al-Qur’an memberitakan tentang pendirian aliran ini dalam firman-Nya:
“Sesungguhnya kafirlah orang-orang yang mengatakan bahwasanya Allah salah satu dari yang tiga…” (QS. Al-Maidah: 73)
Menurut Al-Mulkaniyah, Al-Masih bukan manusia, bukan pula sebagian manusia. Ia adalah qadim yang azali, dari yang qadim azali.
2. An-Nusturiyah menafsirkan Injil dengan pemikirannya sendiri. Mereka berpandangan bahwa Allah yang maha Esa terdiri dari tiga oknum: wujud, pengetahuan dan kehidupan. Ketiga oknum ini bukan tambahan dari zat dan bukan pula sifat zat yang bersatu dengan jasad Al-Masih, tidak melalui integrasi seperti yang diyakini Al-Mulkaniyah dan tidak pula melalui kelahirannya sebagai wujud Tuhan seperti yang diyakini Al-Ya’kubiyah.
Mereka selalu menganggap anak selalu dilahirkan oleh ayah namun telah berintegrasi dan bersatu dengan tubuh Al-Masih pada saat lahir. Tuhan adalah dua oknum, dua zat dan dua tabiat (karakter), Tuhan sempurna dan manusia sempurna. Tidak merusak kesatuan didahului yang qadim dan dibelakangnya yang baru, namun keduanya bersatu dan tabiatnya satu. Kadang-kadang namanya dibawa dengan istilah lain, mereka ganti istilah tabiat, oknum dan person.

3. Ya’kubiyah mengakui oknum yang tiga, namun buat mereka kalimat (Firman) berubah menjadi darah dan daging yang akhirnya menjadi Tuhan ialah Al-Masih, Tuhan lahir dalam bentuk manusia, bahkan ia adalah Tuhan. Pendirian kelompok ini diterangkan dalam al-Qur’an :

“Sesungguhnya telah kafirlah orang-orang yang berkata: sesungguhnya Allah itu Al-Masih putra Maryam…” (QS. Al-Maidah: 72)

Sebagain besar kelompok aliran-aliran Ya’kubiyah menganggap Al-Masih adalah zat yang maha Esa, satu oknum yang terdiri dari dua zat atau satu tabiat dari dua tabiat. Ia adalah zat Tuhan yang qadim dan zat manusia yang baru yang keduanya terdiri dari perpaduan jiwa dan raga yang akhirnya menjadi satu zat, satu oknum ialah menjadi manusia seutuhnya dan Tuhan seutuhnya.

Asal Ide Ketuhanan Al-Masih
Ide Anak Tuhan merupakan hal yang lumrah di masyarakat Yahudi. Mereka menganggap bahwa bangsa Israel adalah "Anak-anak Tuhan". Bagi mereka istilah "Anak Tuhan" bukan untuk individu. "Anak-anak Tuhan" dalam pengertian individu merupakan paham penyembah berhala yang menganggap bahwa Tuhan beranak di dunia. (Tillich 1968)
Drapper dalam bukunya Conflict between Religion and Science menceritakan bahwa Plato lahir di Athena tahun 429 SM. Ibunya adalah Paraction yang bertunangan dengan Arus. Namun sebelum mereka menikah, Paraction telah dihamili oleh Tuhan Apollo yang merupakan "Roh Kudus" dalam ketuhanan bangsa Yunani. Tuhan Appolo mengancam Arus untuk menghormati Roh Kudus dan tidak mendekati Paraction yang telah dihamilinya. Oleh sebab itu Plato di sebut "Anak Tuhan". Pythagoras yang lahir tahun 575 SM yang dianggap lahir tanpa ayah, juga disebut "Anak Tuhan".
Paulus yang menganggap Yesus lahir melalui intervensi Roh Kudus, memperkenalkannya kepada para penyembah berhala di kerajaan Romawi sebagai "Anak Tuhan (Allah)".
"Jawab malaikat itu kepadanya: `Roh Kudus akan turun atasmu dan Kuasa Allah yanq Maha Tinqqi akan menaunqi engkau; sebab itu anak yang akan kau lahirkan akan disebut kudus, Anak Allah" (Lukas 1:35).
"Ketika itu juga ia memberitakan Yesus di rumah-rumah ibadat, dan mengatakan bahwa Yesus adalah Anak Allah" (Kisah Para Rasul 9:20)
Pekerjaan Paulus yang mulai merusak ajaran Tauhid yang diajarkan Yesus ini dikutuk oleh Allah dalam surah Maryam 19:88-92:
"Dan mereka berkata: 'Tuhan Yang Maha Pemurah mengambil (mempunyai) anak'. Sesungguhnya kamu telah mendatangkan sesuatu perkara yang sangat munqkar. Hampir-hampir lagit pecah karena ucapan itu, dan bumi belah, dan gunung-gunung runtuh, karena mereka mendakwa Allah Yanq Pemurah mempunyai anak" (Surah Maryam 19:88-92)
Arti dan Asal Trinitas
• 1. Athanasian Creed (abad VI) mendefinisikan Trinitas sebagai:

"The Father is God, the Son is God, and the Holy Ghost is God. And yet there Gods but one God".
(Bapak adalah Tuhan, Anak adalah Tuhan, dan Roh Kudus adalah Tuhan. Namun bukan tiga Tuhan melainkan satu Tuhan.)
• 2. The Orthodox Christianity kemudian mendefinisikan lagi Trinitas sebagai:

"The Father is God, the Son is God, and the Holy Spirit is God, and toqether, not exclusively, the form one God".
(Bapak adalah Tuhan, Anak adalah Tuhan, dan Roh Kudus adalah Tuhan, dan bersama-sama, bukan sendiri-sendiri, membentuk satu Tuhan.)
Sebelumnya sudah banyak para pemimpin Gereja yang mencoba memasukkan ajaran Platonis dan agama Mesir tentang tiga Tuhan dalam satu. Namun upaya tesebut baru pada tahap adanya tiga unsur atau oknum yang memiliki ikatan satu dengan lainnya. Ketetapan ketiga oknum: Tuhan, Anak dan Roh Kudus masing-masing dianggap Tuhan setara dan abadi, tidak pernah ada sebelum ditetapkananya Athanasian Creed di abad ke IV. Trinitas berarti kesatuan dari tiga. Trinitas dalam Kristen adalah Tiga Tuhan yakni Tuhan Allah, Tuhan Yesus dan Tuhan Roh Kudus dan ketiganya adalah satu.
Dogma ini berasal dari paham Platonis yang diajarkan oleh Plato (?-347 SM), dan dianut para pemimpin Gereja sejak abad II (Tony lane 1984). Edward Gibbon dalam bukunya The Decline and fall of the Roman Empire, hal 388, mengatakan:
• "Plato consider the divine nature under the thee fold modification: of the first cause, the reason, or Logos; and the soul or spirit of the universe...the Platonic system as three Gods, united with each other by a mysterious and ineffable qeneration; and the Logos was particularly considered under the more accessible character of the Son of an eternal Father and the Creator and Governor of the world".
(Plato menganggap keilahian alami terdiri dari atas tiga bagian: Penyebab awal, Firman (Logos), dan Roh alam semesta....Sistem Platonis sebagai tiga Tuhan, bersatu antara satu dengan lainnya melalui kehidupan yang baka dan misterius; dan Firman (Logos) secara khusus dianggap yang paling tepat sebagai Anak Bapak yang baka dan sebagai pencipta dan penguasa alam semesta).
Ajaran tiga Tuhan dalam satu ini bukan hanya dianut masyarakat Yunani dan Romawi, tetapi juga mereka yang mendiami wilayah Asia Barat, Tengah, Afrika Utara dan pengaruhnya menjalar ke beberapa kawasan lainnya di dunia.
Injil: Al-Masih bukan Tuhan
1. "Matius" pasal 5 ayat 9 menyebutkan: "Berbahagialah segala orang yang mendamaikan orang, karena mereka itu akan disebut anak-anak Allah." Berdasarkan ayat tersebut yang dimaksudkan " Anak Allah" itu ialah orang yang dihormati seperti Nabi. Kalau Yesus dianggap anak Allah, maka semua orang yang mendamaikan manusia pun menjadi anak-anak Allah juga. Jadi bukan Yesus saja Anak Allah tetapi ada terlalu banyak.
2. "Yohanes" pasal 17 ayat 23 menyebutkan: "Aku di dalam mereka itu, dan Engkau di dalam Aku; supaya mereka itu sempurna di dalam persekutuan." Pada ayat ini tersusun kata "Aku di dalam mereka." Kata "mereka" di ayat ini ialah sahabat Yesus. Sedang yang dimaksudkan "dengan aku" ialah Yesus. Jadi kata "AKU" beserta mereka artinya Yesus beserta sahabat-sahabatnya. Jadi Tuhan itu beserta Yesus dan para sahabatnya. Kalau umat Nashrani percaya tentang kesatuan Yesus dengan Bapa maka mereka pun harus percaya tentang kesatuan Bapa itu dengan semua sahabat Yesus yang berjumlah 12 orang itu. Jadi bukan Yesus dan Roh suci saja yang menjadi satu dengan Tuhan,melainkan harus ditambah 12 orang lagi. Ini namanya persatuan Tuhan atau Tuhan persatuan bukan hanya Tritunggal tetapi 15-tunggal. Jadi berdasarkan perselisihan ayat-ayat tersebut, yang manakah yang benar. Tiga menjadi Tunggal atau 15 menjadi Tunggal. Ayat manakah yang akan diyakini, yang tiga menjadi tunggal ataukah yang 15 itu?
3. "Yohanes" pasal 17 ayat 3 menyebutkan: "Inilah hidup yang kekal, yaitu supaya mereka mengenal Engkau, Allah yang Esa dan Yesus Kristus yang telah Engkau suruhkan itu." Ayat ini menyebutkan Tuhan adalah Esa. Dalam Kamus bahasa Indonesia oleh E. St. Harahap, cetakan ke II disebutkan bahwa Esa itu berarti satu, pertama (tunggal) dan di ayat itu juga disebutkan bahwa Yesus Kristus adalah Pesuruh Allah (Utusan/Rasul). Kalau demikian, manakah yang benar. Di satu ayat menyebutkan Tuhan dengan Yesus menjadi satu di lain ayat 15 menjadi satu dan yang lain lagi Tuhan itu Tunggal, sedangkan di ayat itu pula menyebutkan bahwa Yesus itu pesuruh Allah bukan Tuhan. Menurut pengakuan umat Nashrani sendiri suatu Kitab suci yang kandungan ayat-ayatnya bertentangan antara yang satu dengan yang lain tentu sulit sekali dipercaya kesuciannya, karena yang disebut suci itu bersih dari kekeliruan dan perselisihan.
4. "Ulangan" pasal 4 ayat 35 menyebutkan: "Maka kepadamulah ia itu ditunjuk, supaya diketahui olehmu bahwa Tuhan itulah Allah, dan kecuali Tuhan yang Esa tiadalah yang lain lagi." Bibel sendiri menerangkan bahwa Tuhan itu Esa, Tunggal.
5. “Markus” pasal 12 ayat 29 menyebutkan: "Maka jawab Yesus kepadanya. hukum yang terutama ialah: Dengarlah olehmu hai Israel, adapun Allah Tuhan kita ialah Tuhan yang Esa." "Ulangan" pasal 6 ayat 4 menyebutkan: "Dengarlah olehmu hai Israel, sesungguhnya Hua Allah kita, Hua itu Esa adanya." Bibel sendiri yang menjadi Kitab Sucinya umat Nashrani menyebutkan bahwa Tuhan itu tunggal, bukan tiga menjadi satu atau satu menjadi tiga.
6. "Matius" pasal 27 ayat 46 menyebutkan: "Maka sekira-kira pukul tiga itu berserulah Yesus dengan suara yang nyaring katanya: "Eli, Eli lama sabaktani," artinya "Ya Tuhan, apakah sebabnya Engkau meninggalkan Aku." Berdasarkan seruan Yesus di ayat itu, jelas bahwa Yesus tidak bersatu dengan Tuhan, yakni Tuhan meninggalkan Yesus, waktu akan disalibkan. Mestinya kalau Tuhan menjadi satu dengan Yesus, disaat itulah saat tepat untuk menolong Yesus, tetapi kenyataannya Tuhan tidak bersatu dengan Yesus sehingga Yesus sendiri minta tolong. Jadi Yesus bukan Tuhan.
Yesus hidupnya untuk disalib guna menebus dosa manusia?
Jika hidupnya Yesus memang untuk disalib, mengapa Yesus tidak bersedia dan menolak untuk disalib. Buktinya ia berseru dengan suara nyaring minta tolong pada Tuhan agar ia terlepas dari penyaliban. Dengan kata lain Yesus tidak bersedia menjadi penebus dosa. Oleh sebab itulah mengapa menyembah Yesus selaku Tuhan yang tidak berkuasa menyelamatkan dirinya sendiri, malah meminta tolong. Pantaskah ada Tuhan demikian. Dan kenapa manusia-manusia yang menyalibkan Yesus itu dilaknat? Mestinya tidak dilaknat, seharusnya Yesus berterima kasih kepada mereka yang menyalibkan dia, bahkan mereka itu seharusnya mendapatkan ganjaran, karena kehidupan Yesus itu harus disalib untuk menebus dosa-dosa. Jika tidak ada manusia yang bersedia menyalibkan Yesus, maka dosa-dosa manusia tentu tidak ada yang menebusnya. Jadi manusia-manusia yang telah menyalib Yesus itu berjasa kepada Yesus dan penganut-penganut kristen. Akan tetapi mereka yang sudah terbukti berjasa itu malah dilaknat. Mestinya mereka itu masuk surga dan dipuji-puji atas jasanya.
7. "Matius" pasal 1 ayat 16 menyebutkan: "dan Yakub memperanakkan Yusuf, yaitu suami Maria; ialah yang melahirkan Yesus yang disebut Kristus." Jelas bahwa yang diperanakkan itu pasti bukan Tuhan sebagaimana tersebut dalam ayat tersebut. "Keluaran" pasal 4 ayat 22 disebutkan: "Maka pada masa itu hendaklah katamu kepada Fir'aun demikian: 'Inilah firman Tuhan: Bahwa Israil itulah anakku laki-laki,yaitu anakku yang sulung'." Di ayat ini disebutkan bahwa Israil adalah anak tuhan yang sulung, sedangkan Yesus tidak disebutkan anak yang keberapa."Yeremia" pasal 31 ayat 9 menyebutkan, "Akulah bapak bagi Israil; dan Afraim itulah anak yang sulung." Jelas sekali bahwa berdasarkan Bibel sendiri Anak Tuhan itu banyak, bukan Yesus saja, padahal sebenarnya yang dimaksudkan dengan "Anak" dalam ayat itu ialah mereka yang dikasihi oleh Tuhan, termasuk Yesus jadi bukan anak yang sebenarnya.
8. "Kisah Rasul," pasal 6 ayat 5 menyebutkan: "Maka perkataan ini diperkenankan oleh sekalian orang banyak itu, lalu memilih Stephanus, yaitu seorang yang penuh dengan iman, dan Roh kudus, dan lagi Philippus, dan Prokhorus dan Nikanor dan Simion dan Parmenas dan Nikolaus yaitu mualaf asalnya dari negeri Antiochia." Jadi berdasarkan ayat Bibel sendiri menunjukkan bahwa Roh Kudus itu bukan pada Yesus saja. Ini menunjukkan bahwa Roh Kudus itu Roh Suci, atau Roh Kesucian yang maksudnya roh yang bersih dari roh-roh kotor, bukan seperti roh setan atau hantu. Sebagaimana halnya para Nabi lainnya dengan roh sucinya. Menurut Al-Qur'an, Roh Kudus (roh suci) itu berarti "Jibril." Di Bibel sendiri menyebutkan bahwa para nabi yang terdahulu adalah Kudus.
9. Yesus dianggap Tuhan karena ia mempunyai roh Ketuhanan, dengan pangkat Ketuhanannya sehingga ia dapat menghidupkan orang mati. Ini merupakan kesamaan Allah dengan Yesus. "Kitab Raja-raja yang kedua" pasal 13 ayat 21 menyebutkan: "Maka sekali peristiwa apabila dikuburkannya seorang Anu, tiba-tiba terlihat mereka itu suatu pasukan lalu dicampakkannya orang mati itu kedalam kubur Elisa, maka baru orang mati itu dimasukkan ke dalamnya dan kena mayat Elisa itu, maka hiduplah orang itu pula, lalu bangun berdiri." Disini menyebutkan malah tulang-tulang Elisa dapat menghidupkan orang mati. Jadi bukan Yesus saja dapat menghidupkan orang mati bahkan tulang-tulang Elisa dapat menghidupkan orang mati. Yang berarti tulang-tulang Elisa adalah tulang-tulang ketuhanan. Kalau Yesus di waktu hidupnya dapat menghidupkan orang mati, akan tetapi Elisa di waktu tak bernyawa, malah hanya dengan tulang-tulangnya, yang di dalam kubur dapat menghidupkan orang mati. Kalau perbuatan Yesus dikatakan ajaib maka Elisa lebih ajaib dari pada Yesus. Jadi seharusnya Ilyaspun dianggap Tuhan juga. Periksa lagi di "Kitab Raja-Raja yang pertama," pasal 17 ayat 22.
10. Johanes pasal 1 ayat 1 dan 2 menyebutkan: "Maka pada mulanya ada itu Kalam maka Kalam itu, serta dengan Allah, dan Kalam itu Allah, dan kalau itu Allah. Ia itu pada mulanya serta dengan Allah." Kata "Ia" di ayat ini maksudnya ialah "Yesus." Jadi Yesus beserta dengan Allah. Dalam susunan ayat tersebut di atas ada kata penghubung ialah: "Serta" atau beserta. Kalau ada orang berkata "Si Salim dengan si Amin" maka susunan kalimat ini semua orang dapat mengerti bahwa si Salim tetap si Salim bukan si Amin jadi berdasarkan ayat Bibel yang Saudara baca dengan susunan "Ia" (Yesus) beserta Allah, langsung dapat dimengerti bahwa Yesus bukan Allah, dan Allah bukan Yesus. Jelaslah bahwa Yesus tidak sama dengan Allah: dengan kata lain kata Yesus bukan Tuhan. Dan di ayat itu juga disebutkan bahwa Kalam itu Allah. Padahal Kalam itu bukan Allah dan Allah bukan Kalam. Jadi Allah dan Kalam-pun lain.
11. "Wahyu," pasal 22 ayat 13 menyebutkan: "Maka Aku inilah Alif dan Ya, yang terdahulu dan yang kemudian. Yang Awal dan Yang Akhir." Rangkaian perkataan itu bukan perkataan Yesus sendiri, melainkan firman Allah kepada Yesus. Buktinya terdapat dalam Kitab "Wahyu" tersebut pasal 21 ayat 6 menyebutkan: "Maka firmannya kepadaku: "Sudahlah genap; Aku inilah Alif dan Ya, yaitu yang awal dan yang Akhir." Jelas di ayat itu menyebutkan: "Maka firmannya kepadaku," Siapakah yang berfirman kepadaku (kepada Yesus) di ayat ini? Tentu Allah yang berfirman. Jadi yang berfirman Aku inilah Alif dan Ya, yang Awal dan Yang Akhir, bukan perkataan Yesus sendiri, tetapi firman Allah kepada Yesus.

Walhamdulilahi rabbil ‘Alamin

Pendidikan dan Universalisme Islam

Mendiskusikan relasi pendidikan dengan universalime Islam bukan hanya sangat mungkin tetapi adalah sebuah keniscayaan. Pendidikan (tarbiyah, ta’dib, ta’lim dsb) merupakan bagian penting yang tak terpisahkan dari bangunan Islam. Jika pendidikan lepas dari Islam, hilang pula status Islam sebagai agama yang universal. Namun sebelum kita berbicara tentang pendidikan, pendidikan Islam tentunya. Kita harus terlebih dahulu memahami seperti apa universalitas Islam itu.

Universalisme Islam

Kata Islam punya dua makna. Pertama, nash (teks) wahyu yang menjelaskan din (agama) Allah. Kedua, Islam merujuk pada amal manusia, yaitu keimanan dan ketundukan manusia kepada nash (teks) wahyu yang berisi ajaran din (agama) Allah.

Berdasarkan makna pertama, Islam yang dibawa satu rasul berbeda dengan yang dibawa rasul lainnya, dalam hal keluasan dan keuniversalannya. Meskipun demikian dalam permasalah fundamental dan prinsip tetap sama. Islam yang dibawa Nabi Musa lebih luas dibandingkan yang dibawa Nabi Nuh. Karena itu, tak heran jika Al-Qur’an pun menyebut-nyebut tentang Taurat. Misalnya di ayat 145 surat Al-A’raf. “Dan telah Kami tuliskan untuk Musa di Luh-luh (Taurat) tentang segala sesuatu sebagai peringatan dan penjelasan bagi segala sesuatunya.…”

Islam yang dibawa Nabi Muhammad lebih luas lagi daripada yang dibawa oleh nabi-nabi sebelumnya. Apalagi nabi-nabi sebelumnya diutus hanya untuk kaumnya sendiri. Nabi Muhammad diutus untuk seluruh umat manusia. Oleh karena itu, Islam yang dibawanya lebih luas dan menyeluruh. Tak heran jika Al-Qur’an bisa menjelaskan dan menunjukkan tentang segala sesuatu kepada manusia. “Dan Kami turunkan kepadamu Al-Kitab sebagai penjelas segala sesuatu.” (An-Nahl: 89)

Dengan kesempurnaan risalah Nabi Muhammad saw., sempurnalah struktur kenabian dan risalah samawiyah (langit). Kita yang hidup setelah Nabi Muhammad diutus, telah diberi petunjuk oleh Allah tentang semua tradisi para nabi dan rasul yang sebelumnya. Allah swt. menyatakan hal ini di Al-Qur’an. “Mereka orang-orang yang telah diberikan petunjuk oleh Allah, maka ikutilah petunjuk mereka.” (Al-An’am: 90). “Dan kamu diberi petunjuk tentang sunah-sunah orang-orang yang sebelum kamu.” (An-Nisa: 20)

Sedangkan tentang telah sempurnanya risalah agama-Nya, Allah menyatakan dalam surat Al-Maidah ayat 3. “Pada Hari ini telah Aku sempurnakan bagimu agamamu, dan telah Aku sempurnakan nikmat-Ku, dan Aku ridha Islam sebagai agama bagimu sekalian….”

Rasulullah saw. menjelaskan bahwa risalah yang dibawanya adalah satu kesatuan dengan risalah yang dibawa oleh nabi-nabi sebelumnya. “Perumpamaanku dan perumpamaan nabi-nabi sebelumku ibarat orang yang membangun sebuah rumah. Ia memperindah dan mempercantik rumah itu, kecuali letak batu bata pada salah satu sisi bangunannya. Kemudian manusia mengelilingi dan mengagumi rumah itu, lalu mengatakan: ‘Alangkah indah jika batu ini dipasang!’ Aku adalah batu bata tersebut dan aku adalah penutup para nabi,” begitu sabda Rasulullah saw. (Bukhari dan Muslim)

Islam sebagai agama yang sempurna berarti lengkap, menyeluruh dan mencakup segala hal yang diperlukan bagi panduan hidup manusia. Sebagai petunjuk/ pegangan dalam hidupnya, sehingga dapat menjalani hidup dengan baik, teratur dan sejahtera, mendapatkan kebahagiaan hidup baik di dunia maupun di akhirat.

Islam adalah sistem yang menyeluruh, mencakup seluruh sisi kehidupan. Ia adalah negara dan tanah air, pemerintah dan umat, akhlaq dan kekuatan, kasih sayang dan keadilan, peradaban dan undang-undang, ilmu dan peradilan, materi dan kekayaan alam, penghasilan dan kekayaan, jihad dan dakwah, pasukan dan pemikiran. Ia adalah aqidah yang lurus, ibadah yang benar, tidak kurang tidak lebih. Syumul (universalitas) merupakan salah satu karakter Islam yang sangat istimewa jika dibandingkan dengan syariah dan tatanan buatan manusia, baik komunisme, kapitalisme, demokrasi maupun yang lainnya. Universalitas Islam meliputi waktu, tempat dan seluruh bidang kehidupan.

Kesempurnaan Islam ini ditandai dengan syumuliyatuz zaman (sepanjang masa), syumuliyatul minhaj (mencakup semuanya) dan syumuliyatul makan (semua tempat).

1. Islam sebagai syumuliyatuz zaman (sepanjang masa) adalah agama masa lalu, hari ini dan sampai akhir zaman nanti. Sebagaimana Islam merupakan agama yang pernah Allah sampaikan kepada para Nabi terdahulu, “Dan sesungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat untuk menyerukan: “Sembahlah Allah dan jauhilah Thaghut.” (QS. An Nahl 16: 36). Kemudian disempurnakan oleh Allah melalui risalah nabi Muhammad SAW sebagai kesatuan risalah dan nabi penutup. Islam yang dibawa nabi Muhammad SAW dilaksanakan sepanjang masa untuk seluruh umat manusia hingga hari kiamat. “Dan Kami tidak mengutus kamu, melainkan kepada umat manusia seluruhnya sebagai pembawa berita gembira dan sebagai pemberi peringatan, tetapi kebanyakan manusia tiada mengetahui.” (QS. Saba’ 34: 28)

2. Islam sebagai syumuliyatul minhaj (mencakup semuanya) melingkupi beberapa aspek lengkap yang terdapat dalam Islam itu sendiri, misalnya jihad dan da’wah (sebagai penyokong/ penguat Islam), akhlaq dan ibadah (sebagai bangunan Islam) dan aqidah (sebagai asas Islam). Aspek-aspek ini menggambarkan kelengkapan Islam sebagai satu-satunya agama yang diridhai oleh Allah SWT. Firman Allah SWT: “Sesungguhnya agama (yang diridhai) di sisi Allah hanyalah Islam.” (QS. Ali ‘Imran 3: 19)

3. Islam sebagai syumuliyatul makan (semua tempat) karena Allah menciptakan manusia dan alam semesta ini sebagai satu kesatuan. Pencipta alam ini hanya Allah saja. Karena berasal dari satu pencipta, maka semua dapat dikenakan aturan dan ketentuan kepada-Nya. Firman Allah SWT sebagai satu-satunya Tuhan dan pencipta alam semesta: “Dan Tuhanmu adalah Tuhan Yang Maha Esa; tidak ada Tuhan melainkan Dia Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang. Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, silih bergantinya malam dan siang, bahtera yang berlayar di laut membawa apa yang berguna bagi manusia, dan apa yang Allah turunkan dari langit berupa air, lalu dengan air itu Dia hidupkan bumi sesudah mati-nya dan Dia sebarkan di bumi itu segala jenis hewan, dan pengisaran angin dan awan yang dikendalikan antara langit dan bumi; sungguh tanda-tanda bagi kaum yang memikirkan.” (QS. Al Baqarah 2: 163-164)

Kelengkapan Ajaran Islam Di Bidang Aqidah

Aqidah Islam adalah aqidah yang lengkap dari sudut manapun. Islam mampu menjelaskan persoalan-persoalan besar kehidupan ini. Aqidah Islam mampu dengan jelas menerangkan tentang Tuhan, manusia, alam raya, kenabian, dan bahkan perjalanan akhir manusia itu sendiri.

Islam tidak hanya ditetapkan berdasarkan instink/ perasaan atau logika semata, tetapi aqidah Islam diyakini berdasarkan wahyu yang dibenarkan oleh perasaan dan logika. Iman yang baik adalah iman yang muncul dari akal yang bersinar dan hati yang bercahaya. Dengan demikian, aqidah Islam akan mengakar kuat dan menghujam dalam diri seorang muslim. Meyakini secara benar bahwa tiada Tuhan selain Allah dengan meyakini dalam hati, mengucapkan secara lisan dan dibuktikan dengan mematuhi perintah Allah dan menjauhi larangan Allah.

Kelengkapan Ajaran Islam Di Bidang Ibadah

Ibadah dalam Islam menjangkau keseluruhan wujud manusia secara penuh. Seorang muslim beribadah kepada Allah dengan lisan, fisik, hati, akal, dan bahkan kekayaannya. Lisannya mampu bedzikir, berdoa, tilawah, amar ma’ruf nahi munkar. Fisiknya mengiringi dengan berdiri, ruku’ dan sujud, puasa dan berbuka, berjihad dan berolah raga, membantu mereka yang membutuhkan. Hatinya beribadah dengan rasa takut (khauf), berharap (raja’), cinta (mahabbah) dan bertawakal kepada Allah. Ikut berbahagia atas kebahagiaan sesama, dan berbela sungkawa atas musibah sesama. Akalnya beribadah dengan berfikir dan merenungkan kebesaran dan ciptaan Allah. Hartanya diinfakkan untuk pembelanjaan yang dicintai dan diperintahkan Allah serta membawa kemaslahatan bersama.

Kelengkapan Ajaran Islam Di Bidang Akhlaq

Akhlaq Islam memberikan sentuhan kepada seluruh sendi kehidupan manusia dengan optimal. Akhlaq Islam menjangkau ruhiyah, fisik, agama, duniawi, logika, perasaan, keberadaannya sebagai wujud individu, atau wujudnya sebagai elemen komunal (masyarakat).

Akhlaq Islam meliputi hal-hal yang berkaitan dengan pribadi, seperti kewajiban memenuhi kebutuhan fisik dengan makan dan minum yang halalan thoyiban serta menjaga kesehatan, seruan agar manusia mempergunakan akalnya untuk berfikir akan keberadaan dan kekuasaan Allah, seruan agar manusia membersihkan jiwanya, “Sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu. Dan sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya.” (QS. Asy Syams 91: 9-10).

Hal-hal yang berkaitan dengan keluarga, seperti hubungan suami istri dengan baik, hubungan anak dan orang tua, hubungan dengan kerabat dan sanak saudara. Semuanya diajarkan dalam Islam untuk saling berkasih sayang dalam mewujudkan keluarga yang sakinah, mawaddah, warahmah.

Hal-hal yang berkaitan dengan masyarakat, seperti seruan untuk memuliakan tamu dan etika bertamu, mengajarkan bahwa tetangga merupakan keluarga dekat, hubungan muamalah yang baik dengan saling menghormati, seruan untuk berjual beli dengan adil, dsb. Menjadikan umat manusia dapat hidup berdampingan dengan damai dan harmonis.

Kesempurnaan Islam juga mengatur pada akhlaq Islam yang berkaitan dengan menyayangi binatang, tidak menyakiti dan membunuhnya tanpa alasan. Akhlaq Islam yang berkaitan dengan alam raya, sebagai obyek berfikir, merenung dan belajar, “Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal.” (QS. Ali ‘Imran 3: 190), sebagai sarana berkarya dan pemenuhan kebutuhan hidup sehari-hari.

Lebih dari itu semua adalah akhlaq muslim kepada Allah SWT, Pencipta, dan Pemberi nikmat, dengan bertahmid, bersyukur, berharap (raja’), dan takut (khauf) terpinggirkan apalagi dijatuhi hukuman, baik di dunia maupun di akhirat.

Kelengkapan Ajaran Islam Di Bidang Hukum/ Syariah

Syariah Islam tidak hanya mengurus individu tanpa memperhatikan masyarakatnya, atau masyarakat tanpa memperhatikan individunya. Syariah Islam mencakup seluruh aspek kehidupan manusia. Ada aturan ibadah, yang mengatur hubungan manusia dengan Allah. Ada halal dan haram (bahaya-berguna) yang mengatur manusia dengan dirinya sendiri. Ada hukum keluarga, nikah, thalaq, nafkah, persusuan, warisan, perwalian, dsb. Ada aturan bermasyarakat, seperti: jual beli, hutang-piutang, pengalihan hak, kafalah, dsb. Ada aturan tentang tindak kejahatan, minuman keras, zina, pembunuhan, dsb.

Dalam urusan negara ada aturan hubungan negara terhadap rakyatnya, loyalitas ulil amri (pemerintah) yang adil dan bijaksana, bughot (pemberontakan), hubungan antar negara, pernyataan damai atau perang, dsb. Untuk mewujudkan negara yang adil dan sejahtera sesuai dengan tatanan hidup Islam, maka syariah Islam harus diterapkan secara kaffah dalam kehidupan bernegara.

Kelengkapan Ajaran Islam Dalam Seluruh Aspek Kehidupan

Islam adalah agama yang sempurna. Salah satu bukti kesempurnaannya adalah Islam mencakup seluruh peraturan dan segala aspek kehidupan manusia. Oleh karena itu Islam sangat sesuai dijadikan sebagai pedoman hidup. Di antara kelengkapan Islam yang digambarkan dalam Al Qur’an adalah mencakup konsep keyakinan (aqidah), moral, tingkah laku, perasaan, pendidikan, sosial, politik, ekonomi, militer, hukum/ perundang-undangan (syariah).

Kesempurnaan Islam yang mengatur seluruh aspek kehidupan manusia dan merupakan satu-satunya diin yang diridhai Allah SWT menjadikannya satu-satunya agama yang benar dan tak terkalahkan. “Dialah yang telah mengutus Rasul-Nya petunjuk dan agama yang benar untuk dimenangkan-Nya atas segala agama, walaupun orang-orang musyrikin tidak menyukai.” (QS. At Taubah 9: 33).

Islam sendiri memiliki syariat / peraturan hukum yang sangat sempurna karena memiliki beberapa keunikan, di antaranya:

Pertama, bersifat manusiawi yang menunjukkan relevansi hukum Islam dengan watak manusia serta kebutuhan dan keinginan manusia. Kemudian menghargai hak hidup manusia, memenuhi kebutuhan rohani dan mengembangkan akal pikir manusia. Selain itu, juga menjunjung tinggi prinsip kehidupan manusia seperti keadilan, toleransi, permusyawaratan, saling mengasihi,saling memaafkan, persatuan, perdamaian dan sebagainya.

Kedua, bercirikan moral yang menunjukkan bahwa hukum Islam berpijak pada kode etik tertentu mengingat Nabi Muhammad diturunkan bertujuan untuk menyempurnakan akhlak manusia dengan tetap berpijak pada kode etik dalam Alqur’an. Hal ini berarti Islam menjaga kehormatan dan martabat manusia, saling nasihat menasihati dalam kebenaran dan kesabaran, serta mendudukkan sesuatu sesuai kedudukannya..

Ketiga, bercirikan universal dalam artian seluruh aturan ada dan mengikat untuk seluruh umat manusia tanpa terkecuali. Tidak seperti agama lain yang diturunkan untuk umat agamanya saja, segenap peraturan yang ada dalam Islam tidak hanya untuk umat Islam saja tetapi mengikat juga ke umat lain.

Islam dan syariahnya membuka diri dan dapat berdialog dengan siapapun dan kapanpun karena Islam menjelaskan seluruh permasalahan umat.

Selain itu, syariah Islam juga memliki karakteristik tersendiri di antaranya:

Pertama, sempurna mengingat Islam sebagai agama terakhir telah disempurnakan oleh Alloh sehingga mencakup berbagai dimensi kehidupan baik akidah, politik kemasyarakatan, kebudayaan, pertahanan dan keamanan, sosial kemasyarakatan, ekonomi dan sebagainya.

Kedua, berwatak harmonis dan seimbang yakni keseimbangan yang tidak goyah, selaras dan serasi sehingga membentuk ciri khas yang unik. Karenanya ada hukum wajib sebagai bandingan haram, sunah dengan makruh dan ditengahi oleh hukum mubah. Hal lainnya adalah menempatkan kewajiban seiring dengan penuntutan hak, menggunakan harta benda tidak terlalu banyak dan tidak terlalu sedikit, dan sebagainya.

Ketiga, dinamis yang menunjukkan bahwa syariah Islam bisa berkembang menurut kondisi pada masa itu. Adanya ijtihad dalam Islam membuka jalan berubahnya peraturan yang belum ada ketetapan yang pasti.

Pendidikan Islam

Dari uraian di atas dapat kita ambil kesimpulan bahwa itu semua adalah dasar bagi pendidikan Islam khusus, selain setiap aturan dalam Islam adalah pendidikan itu sendiri.

Menurut Hasan Langgulung, berbicara tentang tujuan pendidikan tidak dapat tidak mengajak kita berbicara tentang tujuan hidup. Sebab pendidikan bertujuan untuk memelihara kehidupan manusia. Tujuan ini menurutnya tercermin dalam surat Al-An’am ayat 162 yang berbunyi: “Katakanlah: Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidupku dan matiku hanya untuk Allah, Tuhan semesta alam”.

Maka dari sifat dan karakteristik universalitas Islam kita dapat menarik beberapa ciri dan sifat pendidikan Islam, di antaranya:

Pertama, memadukan unsur Ilahiyah dan Insaniyah. Mendidik pada hakekatnya adalah sebuah proses mengantarkan peserta didik untuk lebih dekat dan berperilaku dengan sifat-sifat ketuhanan (altakhalluq bi akhlaqillah).

Kedua, menjaga prinsip keseimbangan. Dalam pendidikan Islam prinsip keseimbangan meliputi: keseimbangan antara dunia dan akhirat, antara kebutuhan jasmani dan ruhani, antara kepentingan individu dan sosial, dan antara ilmu pengetahuan dan amal.

Ketiga, Pendidikan seumur hidup (Long life education). dan Keempat, Mengintegrasikan ilmu, iman dan amal. Ketiga unsur ini tidak bisa dipisahkan dalam kehidupan seorang muslim, termasuk dalam pendidikan. Pendidikan Islam harus dapat melahirkan sosok seorang muslim yang berilmu, beriman dan beramal. Atau dengan kata lain, memiliki kecerdasan intelektual, emosional dan spiritual.

Lembaga Pendidikan Islam kontemporer

Problem pendidikan Islam saat ini adalah terpolarisasinya ilmu ke dalam dua kubu, ilmu-ilmu umum dan agama. Hal itu kemudian menyebabkan terbaginya institusi pendidikan menjadi dua kubu pula; di bawah Departemen Agama (DEPAG) dan di bawah Departemen Pendidikan Nasional (DEPDIKNAS). Pendidikan di bawah DEPAG seperti, Madrasah Ibtidaiyah (MI), Madrasah Tsanawiyah (MTS), Madrasah Aliyah (MA) dan Perguruan Tinggi Islam (PTI). Sedangkan di bawah DEPDIKNAS seperti, Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), Sekolah Menengah Atas (SMA) dan Perguruan Tinggi Umum (PTU).

Munculnya upaya-upaya penyatuan antar keduanya sudah lama muncul. Sebagai misal munculnya Sekolah Dasar Islam Terpadu (SDIT), Sekolah Menengah Islam Terpadu (SMPIT), Sekolah Menengah Atas Islam Terpadu (SMAIT) dan ditingkat PTN ada Universitas Islam Negeri (UIN) dan lain sebagainya adalah buah dari kegelisahan banyak kalangan atas jarak yang sangat jauh antara pendidikan agama dan umum.

Namun demikian, bukan berarti permasalahan terobati dan selesai sampai di situ, bahkan muncul problem-problem yang semakin rumit. Di sekolah-sekolah Islam terpadu, misalkan, konsep keilmuan yang terintegralistik kurang terbangun secara benar dan konseptual, justru yang ditekankan hanya semangat beribadah dan praktikal saja. Akibatnya, dan ini persoalan paling serius, ilmu-ilmu Islam terseret kepada paradigma Barat, sadar atau tidak.

Konsep-konsep ilmu secara menyeluruh didominasi oleh cara pandang sekuler. Banyak kita menyaksikan sekolah-sekolah Islam terpadu mengajarkan ilmu-ilmu Islam tapi kehilangan ruhnya. Akibatnya aqidah dan akhlak siswa tidak beda dengan siswa yang belajar di sekolah non-Islam Terpadu.

Begitu pula cara pandang mereka terhadap ilmu umum. Mereka tidak melihat bahwa ilmu umum juga adalah bagian dari Islam, yang merupakan kewajiban agama untuk mempelajarinya dan bernilai ibadah tinggi. Tidak terlihat motivasi bahwa belajar mereka adalah demi kemuliaan Islam dan kaum Muslimin. Atau bahkan, materi pelajaran umum di sekolahnya tidak berusaha di-Islamisasikan oleh penyelenggara pendidikan itu sendiri.

Problem lain terdapat di Perguruan Tinggi Islam, selain sudah terbaratkan, jurusan-jurusan keagamaan semakin tidak diminati, karena arah dan tujuan belajar di sana sudah terorientasikan untuk dunia kerja. Padahal lapangan kerja untuk jurusan agama nyaris tidak ada. Tak bisa dipungkiri bahwa itulah penyebab utama mengapa jurusan-jurusan agama tidak diminati, bahkan hanya menjadi pelarian manakala calon siswa gagal dalam tes di jurusan-jurusan umum.

Menurut Imam Al Ghazali, semestinya institusi pendidikan Islam tidak membagi ilmu itu kepada umum dan agama, tapi kepada fardhu ‘ain dan fardhu kifayah. Fardhu ‘ain berkaitan dengan asas-asas Islam yang wajib diketahui dan diamalkan oleh setiap individu muslim seperti rukun iman (Tauhid), rukun Islam dan menjauhi hal-hal yang jelas keharamannya. Sedangkan fardhu kifayah menurut Al Ghazali berkaitan dengan ilmu-ilmu syariah dan non syariah. Ilmu syariah ialah ilmu yang diperoleh dari nabi saw dan ilmu non syariah ialah ilmu-ilmu terpuji, yaitu ilmu-ilmu yang ada hubungannya dengan kepentingan duniawi dan kemaslahatan umat seperti kedokteran, militer, politik, ekonomi, hukum dan lain sebagainya.

Selama ini kita menganggap bahwa fardhu kifayah hanya sebatas mengurusi jenazah saja. Padahal hakikat fardhu kifayah terus meluas, setiap kemajuan dunia yang sesuai dengan syariat menjadi fardhu kifayah untuk umat Islam. Fardhu kifayah itu sendiri artinya perkara wajib yang apabila telah dilakukan oleh sebagian orang maka gugurlah kewajiban yang lain terhadap kewajiban tersebut. Artinya di antara umat Islam harus ada yang ahli dibidang politik, medis, militer, hukum dan ekonomi.

Sehingga dengan konsep seperti ini para pengajar dituntut memahami ilmu fardhu ‘ain, selain spesialisasinya. Begitu pula pelajar harus memahami ilmu fardhu ‘ain, selain ilmu yang menjadi favoritnya. Dengan cara seperti ini, mempelajari agama, terutama yang fardhu ‘ain, tidak lagi dipandang sebelah mata, yang tidak menjanjikan lapangan kerja, karena ia akan dipelajari sebelum belajar yang lainnya oleh setiap penuntut ilmu.

Pendidikan Islam Integral

Menurut Hasan Langgulung (1995) pendidikan Islam mempunyai dua maksud; Yaitu pendidikan Islam umum dan pendidikan Islam khusus. Pendidikan Islam umum ialah pendidikan yang diberikan kepada orang Islam dalam semua keadaan seperti di sekolah, rumah, masjid, kantin, tempat bermain, kendaraan. Saat mandi, makan, minum, bermain, tidur, bekerja dan lain sebagainya. Termasuk juga di bidang politik, hukum, budaya, sosial, kedokteran, perdagangan, militer dan lain sebagainya. Sedangkan pendidikan Islam khusus ialah mata pelajaran sekolah, yaitu Tauhid, tafsir, hadits, akhlak dan lain sebagainya.

Maka bila disebutkan pendidikan Islam, bukan hanya mata pelajaran agama di sekolah. Tetapi memiliki arti luas, yaitu segala usaha mendidik orang Islam menjadi mu’min dan muttaqin. Pendidikan seperti ini harus dilakukan oleh setiap individu muslim secara sinergis dalam konsep amar ma’ruf dan nahyi munkar. Maka insya Allah dengan konsep ini tidak akan ada lagi orang tua siswa yang mengeluhkan kelemahan aqidah, akhlak, cara hidup dan cara pandang anaknya yang menjadi siswa di sekolah Islam terpadu.

4.16.2009

Kebohongan perkosaan massal Mei 1998 terungkap

image Isu pemerkosaan massal atas perempuan Cina dalam Kerusuhan Mei 1998 senantiasa dihembus-hembuskan. Tidak lebih dari berita bohong. Hasil penyidikan FBI akhirnya membongkar kebohongan itu. “Jika sebuah kebohongan terus-menerus diceritakan hingga terdengar luas di masyarakat, maka lama-kelamaan masyarakat akan meyakini kebohongan itu sebagai sebuah kebenaran.” kata Menteri Propaganda Nazi Jerman, Dr Josef Goebels, enam dasawarsa yang lalu. Meski sudah kuno, namun prinsip propaganda yang diterapkan Nazi untuk melibas bangsa Yahudi di Eropa menjelang Perang Dunia II itu masih terus dipakai dan dilestarikan hingga kini. Strategi propaganda ala Goebels ini pun tetap laris di Indonesia dan masih cukup efektif sebagai alat pemukul lawan politik dan ide yang berseberangan.


Tengoklah berbagai propaganda hitam yang dikembangkan dengan cara itu. Misalnya, pembangunan opini bahwa Islam sudah tidak cocok untuk zaman modern ini, pembentukan opini bahwa poligami identik dengan kekerasan, pengelabuan bahwa pluralisme adalah kebaikan yang harus diterima dan sebagainya. Tapi, propaganda kebohongan paling dahsyat di Republik ini adalah isu tentang pemerkosaan massal atas para perempuan etnis Cina pada saat kerusuhan Mei 1998. Dengan sistematis mereka meniupkan isu tentang isu perkosaan itu, dengan berbagai cerita di berbagai media, dengan berbagai cara dan sarana, baik di dalam dan luar negeri. Padahal, dengan jelas isu itu sebenarnya dipakai untuk mendeskreditkan Islam dan simbol-simbol Islam.

Kisah Vivian dan Foto-Foto Perkosaan
image Internet menjadi sarana paling hebat untuk menyebarluaskan kisah perkosaan massal itu. Yang paling kontroversial adalah kisah yang konon dialami oleh seorang gadis keturunan Cina bernama ‘Vivian. Kisah itu muncul kira-kira pada pertengahan Juni 1998. Konon Vivian tinggal bersama orang tuanya di lantai 7 sebuah apartemen di kawasan Kapuk, Jakarta Utara ketika diserbu orang-orang tak dikenal saat kerusuhan Mei. Mereka lalu memperkosa Vivian, saudara, tante dan tetangga-tetangganya. Kisah Vivian sangat deskriptif, detail dan menyentuh, sehingga mampu membangkitkan emosi. Majalah Jakarta-Jakarta sempat mengutip cerita perkosaan yang sangat vulgar itu mentah-mentah dalam sebuah edisinya. Dalam cerita itu, dengan sangat kurang ajar, ia menceritakan bahwa orang-orang yang bertampang seram itu memperkosa mereka dengan berteriak “Allahu Akbar” sebelum melakukan perbuatan itu. Caci maki pun berhamburan kepada ummat Islam dan para Ulama. Hampir bersamaan dengan munculnya kisah Vivian, muncul pula foto-foto yang konon berisi gambar para korban kerusuhan Mei di jaringan internet. Beberapa website memuat foto-foto yang luar biasa sadis dan mencekam. Siapapun pasti tersulut amarahnya bila melihat foto-foto yang disebut-sebut sebagai foto kerusuhan Mei 1998 dan korban-korban perkosaan massal itu.

Pemajangan foto-foto di media internet itu telah mengundang emosi luar biasa bagi etnis Cina di seluruh dunia. Mereka menganggap kerusuhan Mei 1998 adalah sebuah operasi yang sengaja ditujukan untuk mengenyahkan orang Cina, dan menyetarakan kasus perkosaan massal atas perempuan-perempuan itu dengan kasuk The Rape of Nanking, saat pendudukan Jepang ke Cina tahun 1937.

Upaya Menelisik Fakta
Para wartawan yang kredibel mengakui bahwa pada saat peristiwa Mei 1998, peristiwa perkosaan memang terjadi. Seorang wartawan FORUM mendapat pengakuan dari seorang anggota Satgas PDI Perjuangan bernama M, bahwa dia dan teman-temannyalah yang menyerbu dan membakar pertokoan di Pasar Minggu. Ia juga mengaku melecehkan perempuan, bahkan beberapa kawannya memperkosa mereka. Tapi menurut dia, korban tidak hanya dari kalangan Cina. “Siapa aja, ada Amoy, ada Melayu, ada Arab,” kata anggota Satgas PDIP itu. Para wartawan pun terus mencoba mengejar dan mewawancarai korban dengan semua petunjuk tentang para korban, tapi hasilnya nihil. Konon semua sudah pergi ke luar negeri dan tidak terlacak lagi. Hanya anak ekonom Christianto Wibisono yang terkonfirmasi sebagai korban perkosaan Mei 1998. Majalah Tempo, dalam edisi pertama setelah terbit lagi juga tak mampu menemukan korban, apalagi sampai berjumlah ratusan. Beberapa wartawan yang melacak lokasi yang di duga menjadi tempat tinggal Vivian dan keluarganya, juga tak menemukan apa-apa. Warga di sekitar apartemen menjawab tidak ada dan tidak pernah terdengar adanya Amoy yang diperkosa saat kerusuhan Mei 1998. Seorang anak nelayan yang pada dua hari jahanam itu menjarah apartemen tempat Vivian tinggal mengaku, jangankan memperkosa, ketemu penghuni juga tidak. Sebab, mereka sudah kabur ke luar negeri.

Soal jumlah korban perkosaan pun menjadi ajang perdebatan seru. Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) Kasus Kerusuhan Mei 1998 pecah gara-gara bab yang membahas hal ini. Sebagian anggota ingin memasukkan semua laporan tentang adanya perkosaan, sementara yang lain meminta semua di klarifikasi dulu. “Terkesan ada yang ingin memanfaatkan isu ini untuk kepentingan tertentu.” kata anggota TGPF Roosita Noer.
Tengoklah data yang mereka kumpulkan. Dari 187 nama menurut daftar yang dibawa anggota TGPF Saparinah Sadli dan 168 dalam daftar Pastor Jesuit Sandyawan Sumardi, ternyata hanya 4 orang yang berhasil diklarifikasi, yang lain baru qaala wa qiila, alias kata orang. Sementara, 2 (dua) orang korban yang di datangkan anggota TGPF Nursyahbani Katjasungkana ternyata orang gila beneran yang di duga sudah lama. Lucunya, ketika data ini diminta, Ketua TGPF Marzuki Darusman tidak mau membagi data itu kepada anggota yang lain. Dari sisi ilmu statistik, data soal perkosaan massal pun aneh. Misalnya laporan tentang adanya perkosaan jauh lebih besar dari pada laporan tentang pelecehan seksual, di raba-raba dan sebagainya. Padahal, seharusnya menurut statistik, berdasarkan kurva sebaran, pola acak akan selalu membentuk kurva seimbang. Jumlah laporan orang yang diraba-raba saja seharusnya lebih banyak dari pada yang dilaporkan mengalami pelecehan, apalagi yang sampai diperkosa, dengan tingkatan paling berat. Kebenaran kisah Vivian sempat juga dipertanyakan kalangan keturunan Cina sendiri. Mungkinkah si terperkosa, dalam waktu singkat menceritakan hal ini, sehingga cerita ini muncul di internet pada 13 Juni 1998— dan bisa mengendalikan emosi, sehingga bisa menuliskan kisah kesadisan yang dialaminya secara detail? Bukankah hal ini bertentangan dengan anggapan bahwa etnis Tionghoa teramat sangat tertutup dalam hal perkosaan? Setelah menerima banyak pertanyaan soal orisinilitas cerita Vivian, pengelola situs Web World Huaren Federation (WHF), Dean Tse, dalam pesannya tanggal 18 Agustus 1998, minta agar pengirim cerita bisa memberi keterangan lebih lanjut. Namun hingga kini, permintaan Dean Tse belum ada jawaban. Dean Tse pun tidak bisa melacak alamat si pengirim cerita tersebut di jaringan internet.
Belakangan Soekarno Chenata, pengelola situs Web Indo Chaos, juga mengakui foto-foto yang bergentayangan di situsnya, sama sekali tidak otentik. Kepada detik.com, Soekarno mengaku pernah menerima foto sadis yang sempat di pajang di Indo Chaos. Namun ia segera mencabut foto itu dari situsnya karena ternyata foto itu adalah hasil montase dan diambil dari situs porno yang memang brutal.

Terbongkar Habis
Upaya pembuktian telah dilakukan, namun upaya pengaburan dan disinformasi terus dilakukan. Misalnya, ketika fakta bahwa Vivian tidak pernah ada, para agitator itu berdalih, Vivian adalah nama dan alamat yang dipakai dan hanyalah nama samaran. Ketika para wartawan tidak menemukan korban, mereka berkilah soal keselamatan korban. Hingga akhirnya kebohongan itu terbongkar, justru dari AMERIKA SERIKAT, tempat di mana para pembohong itu mengobral cerita untuk menyudutkan kaum Muslimin di Indonesia. Semula, pemerintah Amerika Serikat dengan mudah memberikan suaka kepada imigran asal Indonesia yang mengaku dianiaya dan dirudung kekerasan seksual di negerinya dengan alasan etnik dan agama. Tapi gara-gara kesamaan pola cerita, kedekatan waktu pengajuan, kesamaan alamat dan asal pengaju, dan kesamaan kantor pengajuan, mereka mulai curiga.

Setelah menyelidiki selama dua tahun, pada Senin, 22 November 2004 satuan tugas rahasia pemerintah Amerika Serikat menggelar operasi bersandi Operation Jakarta. Operasi penangkapan 26 anggota sindikat pemalsu dokumen suaka ini dilakukan serentak di lebih dari 10 negara bagian di Amerika Serikat. “Pemimpin sindikat ini adalah Hans Guow, WNI yang dikabulkan permohonan suakanya pada 1999,” kata Jaksa Penuntut Wilayah Virginia, Paul J McNulty yang menangani kasus ini. Para tersangka dikenai tuduhan sama, yakni memalsukan dokumen suaka serta berkonspirasi dalam pemalsuan berbagai dokumen. Awalnya mereka hanya membantu menyediakan dokumen asli tapi palsu. Tapi setelah berhasil mengibuli pihak berwenang dengan memalsukan izin kerja dan nomor jaminan sosial, mereka mulai menyiapkan aplikasi suaka palsu. Mereka juga menyiapkan skenario pengakuan bo’ong-bo’ongan seperti diperkosa atau dianiaya dalam kerusuhan Mei 1998. “Cerita tentang penyiksaan itu sangat seragam karena para pelamar menghafalkan kata demi kata secara persis seperti yang diajarkan,” kata Jaksa McNulty. Mereka pun mengajari kliennya untuk menangis dan memohon dengan emosional untuk mengundang simpati petugas. Lucunya, mereka menceritakan kisah yang sama. Cerita diperkosa supir taksi misalnya meluncur dari mulut 14 perempuan yang mengajukan permohonan suaka sejak 31 Oktober 2000 hingga 6 Januari 2002. “Mereka mengaku diperkosa karena keturunan Cina,” kata Dean McDonald, agen spesial dari Biro Imigrasi dan Bea Cukai Kepabeanan Departemen Keamanan Dalam Negeri Amerika Serikat di negara bagian Virginia. Belakangan, Voice of Amerika juga membuat liputan investigatif tentang isu perkosaan massal itu. Mereka keluar masuk berbagai lokasi yang dicurigai sebagai TKP perkosaan massal, dan mencoba mewawancarai berbagai pihak. Tapi hasilnya nihil. Perkosaan memang ada, tapi dengan mengikuti petuah Goebels, fakta telah didramatisasi sedemikian rupa dan dimanipulasi dengan dahsyat.

Wa lahu khairul maakireenn.. …..
Oleh:
Abu Zahra
Disarikan dari:
TABLOID DUA MINGGUAN SUARA ISLAM, EDISI 17, MINGGU III-IV MARET 2007
Copy from: www.meisusilo.wordpress.com

4.02.2009

Daurah Sejarah Peradaban Islam

Ikutilah Daurah 'Sejarah Peradaban Islam'
Pusdiklat Dewan Da'wah

Ahad, 03 Mei 2009 (Pukul: 07.30 - 16.00 WIB)

Tema: “Mengenal Peradaban Islam Menuju Kebangkitan Umat”

Materi:

1. "Peradaban: Makna dan Hakikat" oleh: Ust. Romly Qomaruddien, MA (Kepala Divisi Pendidikan dan Pembinaan Pusdiklat Dewan Da'wah)

2."Sirah Nabawiyah Saw.: Ruh Peradaban Rabbani" oleh: Ust. H. Muzayyin Abdul Wahab, MA (Kepala Biro luar Negeri Dewan Da’wah Pusat dan Pakar kajian Sirah)

3."Fiqih Sejarah Peradaban Islam: Pelurusan Fakta dan Data" Oleh: Ust. Asep Sobari, Lc (Peneliti INSIST bidang Sejarah Peradaban Islam)

5."Sejarah Islam di Nusantara: Pelurusan Fakta atas Perkembangan dan Peranan" oleh: Ust. Tiar Anwar Bakhtiar, MA (Magister Sejarah Universitas Indonesia & Ketua PP. Pemuda Persis)

Infaq Peserta Rp. 50.000,(Sertifikat, makalah, makan dan snack)untuk 100 orang peserta.

Akhir pendaftaran 01 Mei 2009 (bisa langsung ke Ust Deni Wahyuddin di Pusdiklat Dewan Da'wah Setiamekar Tambun Bekasi) atau hubungi 021-927 397 40.