Saya mengenal nama Damien Dematra dan Gerakan Peduli Pluralismenya sekitar sebulan yang lalu saat FPI bersama GPP di Jakarta, pada Jumat malam (20/08) pukul 21.30 sampai dengan dini hari 01.15 melangsungkan pertemuan tertutup antara Koordinator Gerakan Peduli Pluralisme (GPP), Damien Dematra dengan Habieb Rizieq (Ketua Umum FPI) di markas Front Pembela Islam (FPI) di Petamburan. Dalam pertemuan ini hadir juga empat petinggi FPI lainnya (perwakilan Dewan Syuro, Sekjen, Wakil Sekjen, dan Ketua).
Saya agak kaget tatkala menyaksikan FPI bergandengan dengan GPP, pertanyaan yang menggelayut adalah apakah FPI tidak tahu soal pluralisme. Ah..mustahil. Bagaimana mungkin Ust. Habib Ridzieq tidak tahu sementara beliau kalau tidak salah sedang menyelesaikan disertasi doktoralnya di Malasyia tentang pemikiran Islam atas dorongan kawan-kawan INSIST terutama Dr. Adian Husaini.
Pertemuan GPP dan FPI itu menghasilkan beberapa kesepakatan yang diantaranya adalah:
bahwa ada kesamaan platform konsep pluralisme antara GPP dan FPI, di mana pluralisme yang dianut kedua belah pihak adalah pluralisme sosial dan bukan pluralisme agama, yang artinya adalah tidak ada penyamarataan agama dan setiap orang menghargai kemajemukan atau ke-bhinneka-an.
Subhanallah, benarkah? Saya pikir FPI tidak akan gegabah untuk begitu saja membelakangi FATWA HARAM MUI tahun 2005 tentang Pluralisme yang menyebutkan ada perbedaan antara pluralisme dan pluralitas bahwa;
Pluralisme agama adalah suatu paham yang mengajarkan bahwa semua agama adalah sama dan karenanya kebenaran setiap agama adalah relative; oleh sebab itu, setiap pemeluk agama tidak boleh mengklaim bahwa hanya agamanya saja yang benar sedangkan agama yang lain salah. Pluralisme juga mengajarkan bahwa semua pemeluk agama akan masuk dan hidup dan berdampingan di surga. Sementara Pluralitas agama adalah sebuah kenyataan bahwa di negara atau daerah tertentu terdapat berbagai pemeluk agama yang hidup secara berdampingan.
Oleh karena itu seyogyanya jika yang dimaksud dengan pluralisme itu adalah tidak ada penyamarataan agama dan setiap orang menghargai kemajemukan atau ke-bhineka-an, maka lebih tepat disebut dengan istilah pluralitas bukan pluralisme sosial. Sekalipun disebut tidak ada penyamarataan agama, saya pikir ini masih umum dan mengambang. Karena bisa jadi yang dihati dengan yang dilisan berbeda. Kenapa? Bisa anda cek ke pemikiran-pemikiran tokoh-tokoh yang menjadi rujukan dan idola Damien dan GPPnya. Apakah Gus Dur dan kawan-kawan di Wahid Institute dan Ma’arif Institute akan mau menyebut bahwa hanya mereka dan agama mereka saja yang benar. Tidak akan. Apakah juga mereka akan tega menyebut bahwa para pemrakarsa dari kalangan agama lain pasti masuk neraka kalau tidak kembali kepada agama yang haq (Islam). Apakah mungkin GPP akan berbeda pemahaman pluralismenya dengan tokoh-tokoh yang justru menjadi dasar berdirinya GPP?
Bagi saya, sesuai dengan keterbatasan ilmu yang dimiliki; pluralisme adalah ideologi asing sebagaimana democracy, humanism, liberalism, dsb yang tidak bisa dimaknai seenaknya saja. Sayangnya seringkali pluralisme dipahami secara simplistis sebagai toleransi.
Anggapan bahwa “pluralisme agama adalah toleransi agama” adalah anggapan subyektif yang jelas-jelas ditolak oleh para pakar dan penganjur pluralisme sendiri. Seperti Diana L. Eck dalam “What is Pluralism?”, Albert Dondeyne dalam “faith and the World” dan Arnold Toynbee dalam “An Historian’s Approach”, yang memiliki pandangan miring terhadap toleransi. Pendapat-pendapat mereka dapat disimpulkan bahwa pluralisme itu lebih dari sekedar toleransi, menurut mereka seorang pluralis perlu melampaui toleransi menuju pemahaman yang konstruktif. Yakni jika hanya sekedar saling memahami dan menghargai maka toleransi adalah kebaikan yang menipu dan sebuah eksfresi ketidak toleranan yang sistematis. Dalam Istilah lain, toleransi dengan begitu hampir sinonim dengan intoleransi yang moderat.
Oleh karena itu bagi kalangan pluralis sejati, pluralisme tidak hanya sekedar kesetaraan dalam hak politik, sosial dan ekonomi semata. Tetapi lebih kepada “kesamaan’ dan “kesetaraan” dalam segala hal, termasuk “beragama”. Dimana setiap pemeluk agama harus memandang kebenaran yang sama pada semua agama dan pemeluk-nya. Hal inilah yang selama ini disalah pahami oleh kalangan pluralis di Tanah Air.
Saya memandang, apapun dalih GPP bahwa pluralismenya adalah pluralisme sosial sementara GPP lahir dari kecintaan terhadap pemikiran-pemikiran liberalnya Gus Dur, Syafii Ma’arif dan sebangsanya. Sangat diragukan bahwa pluralisme yang dimaksud adalah pluralisme sosial.
Inilah data-data terkait Demain Dematra dan Gerakan Peduli Pluralismenya yang saya copas dari www.damiendematra.com dan www.gerakanpedulipluralisme.com.
PROFIL
Damien Dematra adalah seorang novelis, penulis skenario, sutradara, produser, fotografer internasional, dan pelukis. Ia telah menulis 62 buah novel dalam bahasa Inggris dan Indonesia, 57 skenario film dan TV series, dan memproduksi 28 film dalam berbagai genre, di antaranya Obama Anak Menteng. Sebagai fotografer, ia memperoleh dua gelar tertinggi fotografi: Fellowship di bidang Portraiture dan Art Photography dari Master Photographer Association, dan berbagai penghargaan internasional, di antaranya International Master Photographer of the Year. Sebagai pelukis, Damien Dematra telah menghasilkan 365 karya lukis yang diselesaikan dalam waktu 1 tahun.
Novel-novel yang telah diterbitkan dalam bahasa Indonesia adalah: Yogyakarta, Obama dari Asisi, Si Anak Panah, Ketika Aku Menyentuh Awan, Obama, Anak Menteng, Si Anak Kampoeng, sebuah novel yang diangkat berdasarkan kisah nyata Buya Syafii Maarif, Sejuta Doa untuk Gus Dur, Sejuta Hati untuk Gus Dur, Ternyata Aku Sudah Islam, novel yang terinspirasi kisah nyata grup musik Debu, Demi Allah, Aku Jadi Teroris, Tuhan, Jangan Pisahkan Kami, Soulmate-Belahan Jiwa, Angels of Death-Kumpulan Kisah Malaikat Maut, If Only I Could Hear-Kisah Suara Hati. Dua buah novel lainnya yang menggunakan nama lain adalah: Tarian Maut (Katyana) dan Ku Tak Dapat Jalan Sendiri (Mark Andrew).
Novelnya yang segera diterbitkan oleh Gramedia adalah Kartosoewirjo: Pahlawan atau Teroris? sebuah novel sejarah, Demi Allah, Anakku Jadi Teroris ( akan difilmkan) dan Mama, Aku Harus Pergi.
Damien Dematra adalah penggagas dan koordinator nasional Gerakan Peduli Pluralisme yang dicetuskan pada Februari 2010 untuk memberi apresiasi terhadap perjuangan pluralisme Buya Ahmad Syafii Maarif dan Gus Dur, para guru bangsa. Gerakan ini dapat diakses di: www.gerakanpedulipluralisme.com.
Facebook: Damien Dematra
E-mail: damiendematra@gmail.com (damiendematra.com)
GERAKAN PEDULI PLURALISME
Gerakan Peduli Pluralisme (GPP) adalah gerakan yang lahir pasca wafatnya Gus Dur, tanggal 11 Februari 2010, di PP Muhammadiyah Jakarta, bersamaan dengan diluncurkannya novel Si Anak Kampoeng yang diinspirasikan kisah hidup Buya Ahmad Syafii Maarif. GPP merupakan apresiasi terhadap perjuangan pluralisme Gus Dur dan Buya Ahmad Syafii Maarif.
Damien Dematra yang adalah penulis novel-novel Gus Dur dan Buya Syafii Maarif, dalam pidatonya mencetuskan ide gerakan ini dan langsung mendapat dukungan spontan dari mereka yang hadir, antara lain Prof. Dr. Ahmad Syafii Maarif, Prof. Dr. M. Din Syamsuddin, Sofyan Wanandi, Bachtiar Effendi, Mgr. I. Suharyo, Sudhamek AWS SE, SH, Prof. Drs. H. Abdul Malik Fadjar, M.Sc., Pdt. Dr Andreas. A. Yewangoe, Yahya Muhaimin, Romo Franz Magnis Suseno, Sofjan Wanandi, Hajriyanto Y Thohari, St Sularto, Dr. Rizal Sukma, Dr. M Syafi'i Anwar, Eddie Lembong, dan tokoh-tokoh lainnya yang hadir dalam acara itu.
Damien Dematra kemudian menghubungi para tokoh masyarakat yang tidak menghadiri peluncuran novel tersebut untuk mengajak bergabung. Ia memperoleh antusiasme tinggi dan dukungan dari mereka, dan mereka menyatakan kesediaan sebagai pemrakarsa. Para tokoh ini antara lain adalah KH. A. Mustafa Bisri, MA, Dr. KH. Said Agil Siroj, KH. Masdar Farid Masudi, Anita Wahid, Bikkhu Pannyavaro Mahathera, Mgr. Johannes Pujasumarta, Budi Tanuwibowo, Hj. Aisyah Hamid Baidlowi Wahid, Umar Wahid, Drs. Nyoman Udayana Sangging, SH, MM, Dr. KH. Nuril Arifin. HSN, MBA, Romo Mudji Sutrisno SJ, KH. M Yusuf Chudlori, Franky Sahilatua, Mohamad Sobary, Pdt. Gomar, dan lain-lainny dengan total 61 tokoh nasional sebagai pemrakarsa.
Gerakan Peduli Pluralisme memiliki visi menciptakan kesadaran dan kepedulian terhadap pluralisme dalam masyarakat khususnya pada generasi penerus, dan membawa misi menjadikan pluralisme sebagai bagian dari gaya hidup masyarakat. Program tahun 2010 yang akan dijalankan Gerakan Peduli Pluralisme ini, adalah: mengadakan forum diskusi tentang pluralisme secara berkala, mengadakan perlombaan esai tentang pluralisme di lingkungan masyarakat lokal, mengadakan perlombaan menggambar tentang pluralisme, membuat iklan layanan masyarakat untuk mensosialisasikan peduli pluralisme, bekerjasama dengan gramedia menerbitkan buku buku tentang pluralisme, membuat film dokumenter tentang pluralisme, mengumpulkan satu juta pendukung gerakan peduli pluralisme.
Visi
Menciptakan kesadaran dan kepedulian terhadap pluralisme dalam masyarakat khususnya pada generasi penerus.
Misi
Menjadikan pluralisme sebagai bagian dari gaya hidup masyarakat. (Naudzubillah)
Bandingkan dengan Visi Misi FPI
VISI & MISI
Sesuai dengan latar belakang pendiriannya, maka FPI mempunyai sudut pandang yang menjadi kerangka berfikir organisasi ( visi ), bahwa penegakan amar ma´ruf nahi munkar adalah satu-satunya solusi untuk menjauh-kan kezholiman dan kemunkaran. Tanpa penegakan amar ma´ruf nahi munkar, mustahil kezholiman dan kemunkaran akan sirna dari kehidupan umat manusia di dunia.
FPI bermaksud menegakkan amar ma´ruf nahi munkar secara káffah di segenap sektor kehidupan, dengan tujuan menciptakan umat sholihat yang hidup dalam baldah thoyyibah dengan limpahan keberkahan dan keridhoan Allah ´Azza wa Jalla. Insya Allah. Inilah misi FPI.
Jadi, Visi Misi FPI adalah penegakan amar ma´ruf nahi munkar untuk penerapan Syari´at Islam secara káffah.
Sementara apakah GPP, Gus Dur, Syafii Ma’arif, Wahid Institute, Ma’arif Institute, Frans Magnis Suseno, PGI, Walubi dan individu serta organisasi pendukung berdirinya menginginkan penerapan syariat Islam secara kaffah sebagaimana FPI?
Program GPP 2010
1. Mengadakan forum diskusi " Pluralisme" secara berkala.
2. Mengadakan perlombaan esai tentang pluralisme di lingkungan masyarakat lokal.
3. Mengadakan perlombaan menggambar tentang pluralisme
4. Membuat iklan layanan masyarakat untuk mensosialisasikan peduli pluralisme.
5. Bekerjasama dengan gramedia menerbitkan buku buku tentang pluralisme.
6. Membuat film dokumenter tentang pluralisme.
7. Mengumpulkan satu juta pendukung gerakan peduli pluralisme.
Demikianlah jelas siapa itu Damien Dematra dan apa itu Gerakan Peduli Pluralisme (GPP). Semoga saya yang mungkin keliru dan kurang ilmu, karena saya sungguh-sungguh sangat tidak ingin meragukan perjuangan kawan-kawan FPI dalam li i’lai kalimatillah untuk izzul Islam wa muslimin.
Mungkin hanya tergelincir, mungkin terkelabui, mungkin terlalu baik sangka, mungkin dan mungkin. Saya harap, sebagai orang yang bukan apa-apa di kancah pergerakan dan pemikiran Islam, keheranan saya ini dapat terjawab setidaknya saya bisa kembali menguatkan komitmen untuk makin tsiqah mendukung perjuangan FPI. Allahu Akbar
Wildan Hasan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar