9.17.2010

POLISI DALANG TERORISME?

Teorisme Sengaja Dipelihara?

Kamis, 26 Agustus 2010, saya mendapat undangan diskusi ke-59 Forum Kajian Sosial dan Kemasyarakatan (FKSK) di Graha Intiland Jl. Sudirman Jakarta. Diskusi kali ini cukup menarik karena temanya sesuai dengan isu yang tengah hangat, yaitu tentang terorisme. Diskusi ini sendiri secara spesifik diberi topik, ”Polisi Dalang Terorisme?” Dalam diskusi itu dihadirkan pembicara dari kepolisian, Kombes Zulkarnaen, pengamat terorisme Mardigu W. Prasetyo, ketua FPI Munarman, sekjen FUI M. Al-Khaththat, dan anggota Komisi III DPR-RI Fahri Hamzah.

Diskusi berjalan sangat menarik. Pertanyaan-pertanyaan kritis dilontarkan terus sepanjang acara oleh modertaor M. Lutfi Hakim yang juga pengacara Abu Bakar Ba’asyir. Dalam diskusi terungkap berbagai fakta yang mengarah kepada kesimpulan bahwa ada peran Polri sendiri dalam kasus teoririsme. Kasus ini sengaja dipelihara karena ada dana besar yang dikucurkan pihak asing, dalam hal ini Amerika.
Dari Polri tidak banyak yang bisa digali karena lebih banyak memilih diam dan menjawab tidak tahu. Jawaban-jawaban yang diberikan sangat normatif, tidak beda dengan yang disampaikan Edward Aritonang di berbagai media. Mardigu juga tidak mengungkap banyak fakta. Ia hanya berkesimpulan akhir bahwa diduga memang isu ini sengaja dipelihara oleh pihak-pihak tertentu. Sebab, ia sudah mengusulkan banyak masukan. Kelihatannya tidak ada yang secara serius dilaksanakan. Dugaannya mengarah ke sana.

Berikut ini, atas izin penanggung jawab acara, secara khusus tanya jawab yang dilontarkan moderator kepada panelis Munarman, Fahri Hamzah, dan M. Al-Khaththat saya kutipkan untuk jamaah milis. Transkrip dibuat oleh kawan saya yang saya ajak dalam diskusi. Data-data yang terungkap sangat penting untuk diketahui publik. Selamat menyimak.

Munarman, SH:
Aktifis FPI dan Direktur An Nashr Institute


Tidak Lebih Tidak Kurang, Ini Proyek!

Ada anggapan sementara orang, pelaku di Aceh adalah orang-orang yang secara rekayasa direkrut oleh Sofyan Sauri, kemudian terjadilah kejadian ini. Apa yang bisa anda jelaskan dari orang-orang yang saya yakin telah anda investigasi itu? Mengapa itu bisa terjadi? Apa versi mereka?

Ya, jadi ini fakta. Kita bisa saling melengkapi. Jadi, fakta ini juga hasil riset investigasi saya, Sofyan Sauri ini masuk ke Aceh di awal bulan Februari 2009. Tahun 2009 dia masuk Aceh, dia menawarkan diri sebagai pelatih dalam latihan para mujahidin relawan ke Gaza. Pada waktu itu kita tahu bersama bahwa Israel membombardir Gaza, itu Desember 2008 sampai Januari 2009. Nah, FPI menyelenggarakan pelatihan untuk relawan ke Gaza. Karena tidak ada polisi dan tentara yang mau jadi pelatih, tiba-tiba dalam kesulitan mencari pelatih datanglah orang bernama Sofyan Sauri. Jadi ini kalau pernyataan dari Pak Edward Aritonang menyatakan bahwa Sofyan Sauri direkrut oleh FPI, itu kebalik. FPI yang direkrut oleh Sofyan Sauri. Kenapa saya katakan FPI yang direkrut, dari sekitar 67 relawan latihan ke Gaza, itu ada lima belas orang yang kemudian direkrut oleh Sofyan Sauri pada bulan Maret. Jadi setelah latihannya itu pada Februari, kemudian Sofyan Sauri mengundang.

anak-anak yang hasil pelatihan di Aceh 2009 itu diundang sebanyak lima belas orang, tanpa sepengetahuan dari pengurus-pengurus FPI. Ada lima belas yang diundang. Diundang, dibiayai, dikasih uang transport, dikasih uang saku selama satu bulan. Padahal dia desertir, jadi gak punya sumber keuangan yang tetap, ini maksud saya. Dengan dibiayai pelatihannya selama satu bulan, saya dapat data dari lima belas ini kemudian ada enam yang ikut pelatihan Aceh 2010.

Jadi ada sembilan anak-anak sekarang yang tengah saya lindungi. Jadi jangan digerebek nih, karena latihan yang di Mako Brimob legal kan? Di Mako Brimob! Jangan ditanya alamatnya nih, ini yang ini nggak boleh digerebek ini. Karena yang ini sumber informasi kita, ini penting.

Jadi dari lima belas yang dilatih, dilatih setiap hari. Siang latihannya latihan di samping Mako Brimob, fisik, olahraga. Kemudian dari beberapa sesi-sesi latihan fisik itu ada beberapa sesi yang masuk ke dalam Markas Brimob dan diberikan senjata dengan peluru tajam. Jadi ini asli latihan menembak. Ada latihan fisik, ada latihan menembak. Malamnya di doktrin selama satu bulan, dikasih buku-buku jihad, versi Sofyan Sauri tentu saja. Jadi ini ceritanya terbalik betul, bukan FPI yang merekrut Sofyan Sauri.

Ada gak pertanyaan mereka pada Sofyan mengapa...
Ini saya mau cerita, jadi kalau malam sesinya didoktrin bahwa halal merampok orang-orang di luar ’kelompok kita’ untuk membiayai jihad ini. Disebut ’jihad ini’. Ini disampaikan oleh Sofyan Sauri. Ini doktrin yang ditanamkan. Buku-buku jihadnya juga diberikan. Nah, kemudian ini anak-anak, ketika diundang di Aceh awal Maret, anak-anak ini sengaja diajak ngobrol di ruang tamu, kemudian di situ ditinggalkan surat pemecatan Sofyan Sauri (sebagai polisi-red). Surat pemecatan itu berisi tiga hal kenapa Sofyan Sauri dipecat. Satu, karena jarang masuk kerja. Kedua, karena poligami. Yang ketiga karena kegiatan jihad. Saya kira polisi walaupun sampai sekarang menangkapi orang-orang yang dalam tanda petik ’mujahidin-mujahidin’ tapi tidak akan berani polisi menuliskan kata “jihad” sebagai alassan pemecatan anggotanya. Paling-paling akan menuliskan terlibat terorisme, perampokan, atau semisalnya. Tidak mungkin nulis terlibat jihad.

Nah, Sofyan Sauri surat pemecatannya ’terlibat jihad’. Ini menimbulkan tanda tanya. Kok ini sepertinya memang didesain surat pemecatan itu untuk meyakinkan anak-anak Aceh bahwa dia memang pejuang, bahwa dia mujahidin. Dipecatnya pun karena jihad. Ada kesan begitu. Nah, karena itu yang berhasil direkrut lebih lanjut oleh Sofyan Sauri untuk mensurvey pelatihan Aceh di tahun 2010 itu hanya enam orang dari lima belas orang. Hanya enam orang.

Yang sisanya kemana?

Yang sisanya tentu saja tidak mau ikut. Karena dia melihat ada keanehan dari Sofyan Sauri. Yang sembilan tidak ikut kegiatan pelatihan militer di Aceh yang dihubung-hubungkan dengan terorisme. Informasi kita ini sangat kuat. Nah, jadi pengakuan dari yang sembilan orang yang sekarang kita bisa kontak dengan aman sampai sekarang ini bisa saya tanya terus, kita lindungi. Jadi dari sumber informasi inilah, yang sembilan orang ini, yang mengkonfirmasi bahwa Sofyan Sauri-lah yang memberikan pelatihan militer, yang menyuplai senjata, senjata di Aceh itu ada enam belas pucuk senjata terdiri dari AK-47 sembilan pucuk, sisanya M-16. Itu semua konfirm disuplai oleh Sofyan Sauri dan melibatkan Abdi Tunggal sama Tatang (anggota polisi-red).

Sebentar, waktu latihan di Brimob itu di ruangan-ruangan Brimob atau di mana? Di lapangan tembak Brimob?

Di lapangan tembak Brimob! Jadi terkonfirmasi itu. Bohong kalau Pak Edward Aritonang menyatakan dia di luar Markas Brimob. Katakanlah di luar Markas Brimob, kok yang pelatihan di Aceh tahu yang di samping Markas Brimob nggak ketahuan? Itu pertanyaan yang akal sehat ya, karena itu dia latihan tembak beneran ini.

Kalau ini keterangannya jelas ya?

Jelas. Ini bukan pistol-pistolan, bukan peluru-peluruan. Katakanlah kita pakai Markas Brimob, katakanlah di samping, kok Brimobnya nggak ketahuan, nggak kedengaran dar der dor.. Empat puluh butir loh itu satu orang.

Selama berapa lama itu?

Satu minggu. Nah, saya mau cerita. Selain Sofyan Sauri membiayai yang di Markas Brimob, kemudian yang di Aceh, menjelang pelatihan di Aceh yang Januari 2010, ini antara yang 2009 ada jeda waktu Maret sampai dengan Desember waktunya kan, Itu Sofyan Sauri keliling daerah Jawa Tengah dan Solo sekitarnya. Menemui beberapa Ustadz dan menawarkan uang lima ratus juta kepada setiap Ustadz kalau mau membuat pelatihan di Jawa. Kalau tidak mau bikin pelatihan di Jawa, ikut ke Aceh. Dia yang akan membiayai. Ini juga Ustadz-Ustadznya tidak mau. Alhamdulillah tidak mau direkrut oleh Sofyan Sauri. Nah, dalam konteks ini, menurut saya kalau kita.. ini teorinya jadi menghubung-hubungkan ini jadinya ya, ada Sofyan Sauri yang menyuplai senjata..

Sebentar, ini bukan su’udzhon ini ya?

Bukan, ini analisa. Dan berdasarkan fakta analisa kita ini. Dan terkonfirmasi semua ini. Nah, kalau kita lihat, yang mendesain sepenuhnya, kalau menurut saya, pelatihan militer yang di Aceh 2010 ya, bukan yang 2009, yang 2010 itu ya adalah Sofyan Sauri. Karena apa? Karena yang direkrut di Aceh itu, selain anak FPI yang enam orang, kemudian ada relawan Mer-C. Relawan Mer-C ada juga ada yang direkrut. Kemudian yang merekrut dari daerah Banten juga Sofyan Sauri. Yang merekrut dari Jawa Tengah juga Sofyan Sauri. Nah, Sofyan Sauri yang sekarang ditahannya di tahanan Rutan Narkoba Polda Metro Jaya. Dan di situ juga ada website yang saya baca yang mengklarifikasi, ”Sofyan Sauri ini mujahidin, jangan dituduh begitu dong! Mestinya datang!” Nah, kalau boleh dikeluarkan itu Sofyan Sauri wawancara sama kita boleh itu, kita uji itu validasinya.

Di mana ditahannya Sofyan Sauri itu? Di Polda?

Di Polda Metro Jaya. Dekat kamar saya yang dulu itu. (hahaha...) Kalau nggak salah informasinya di kamar saya yang saya tinggali dulu itu. Nah, jadi di lantai empat itu ditahan. Nah, saya sangat heran, ketika Kapolri bersama Menkopolkam, ketika kasus Aceh, pelatihan militer di Aceh itu meledak ya, mereka konferensi pers itu berdua tanpa sama sekali menyebut peran sentral dari seorang Sofyan Sauri, atau Abdi Tunggal, atau Tatang. Ini nama Abdi Tunggal dan Tatang ini belakangan keluar ini setelah Ustadz Abu ditangkap, karena kita keluarkan fakta tentang kronologi pelatihan militer di Aceh. Baru kemudian Irjen Edward Aritonang dengan terpaksa menjawab dan menyebutkan keterlibatan Bripda Tatang dan Abdi Tunggal.

Jadi menurut saya, ini untuk yang pelatihan militer 2010, kenapa saya katakan begini, ini dalam kaitannya dengan Ustadz Abu ini. Kenapa dalam kaitannya dengan Ustadz Abu? Ustadz Abu ditangkap semata-mata karena keterangan dari orang-orang yang ditangkap tanpa didampingi oleh pengacara yang independen. Nah, yang aneh adalah bukti yang diajukan kuat, ini saya punya BAP-nya nih, karena saya pengacaranya Ustadz Abu punya hak untuk dapat BAP... Nah, saya baca di BAP-nya Ubaid, alias Luthfi Haedaro, itu ada satu pertanyaan, pertanyaan nomor enam ditanya, ”Tolong ceritakan bagaimana anda mulai kenal dengan Dulmatin sampai dengan peristiwa di Aceh?” Pelatihan militer di Aceh tahun 2010. Satu pertanyaan itu dijawab oleh Ubaid atau Luthfi Haedaro itu dengan tujuh puluh delapan jawaban. Ada dua puluh lima lembar. Jadi bayangkan. Pengalaman saya sebagai terpidana nggak ada yang mau ngaku. Apalagi menceritakan dengan sukarela sebanyak tujuh puluh delapan jawaban
dengan dua puluh lima lembar halaman. Jadi menurut saya ini ada yang aneh. Dan Luthfi Haedaro inilah yang menjadi kunci sebetulnya nanti dalam kasus Ustadz Abu Bakar Ba’asyir. Karena apa? Karena dia yang menyatakan, dia yang mempertemukan Dulmatin dengan Ustadz Abu Bakar Ba’asyir. Itu pernyataannya Luthfi Haedaro. Tanpa ada konfirmasi dari pihak lain. Karena apa? Karena Dulmatin sudah mati ditembak. Jadi nggak bisa dikonfirmasi nih. Pernyataan dari Luthfi Haedaro tidak bisa dikonfirmasi dengan siapapun, karena bertemunya Luthfi Haedaro mengantarkan Dulmatin seorang diri dengan Ustadz Abu. Jadi cuma tiga orang, Luthfi Haedaro pun tidak ikut pertemuan. Bicaranya apa dia tidak tahu. Jadi ini tidak terkonfirmasi ini. Nah, inilah bukti yang dijadikan alat bagi polisi untuk menangkap Ustadz Abu.

Itu yang dikatakan oleh Polisi punya alat bukti yang cukup?

Itu yang oleh polisi disebut punya alat bukti yang cukup. Padahal dalam hukum unus testis nulus testis, satu saksi bukan saksi. Tidak bisa itu dijadikan alat bukti.

Terakhir, apa menurut Anda target dari kegiatan untuk melakukan, katakanlah memenjarakan Ustadz Abu dan beberapa orang lainnya ini? Apa target di balik ini?

Ya, saya kira ini proyek lah ya. Tidak lebih tidak kurang ini adalah proyek. Misalnya, Polisi mengklaim... (Munarman menunjukkan dua gambar wajah yang ditembak tim Densus 88 di Cawang-red). Saya sudah kemukakan, ini gambar dua orang yang mati ditembak di Cawang. Klaim dari pihak Densus 88 bahwa polisi dalam menarget tersangka-tersangka terorisme itu memiliki data-data yang kuat, fakta yang kuat. Nah, tetapi dalam peristiwa Cawang, dua orang ini ditembak tanpa tahu identitasnya apa, tanpa tahu peristiwa apa keterlibatan dia, dalam peristiwa terorisme yang mana. Ini dua orang dikuburkan sampai dengan dikuburkan jenazahnya tidak diketahui siapa. Ini harus dipertanggungjawabkan ini. Dunia akhirat ini. Ini menyangkut nyawa orang. Membunuh orang dengan sadis ini. Dua orang ini tidak terkonfirmasi. Padahal, klaimnya dalam pemberantasan terorisme sasarannya, targetnya itu tertentu, sudah pasti ini. Ternyata, faktanya ini. Ini sekali lagi saya katakan... Kenapa?

Ada apa sebetulnya?

Nah, saya mau ambil laporan dari Human Rights Watch ya, laporan ini dikeluarkan tahun 2003, Maret 2003. Ini ada menyinggung tentang Indonesia. Ini laporan di seluruh dunia atas nama terorisme ternyata telah terjadi berbagai pelanggaran. Nah, saya mau lihatkan...

(Munarman menunjukkan laporan dari Human Rights Watch yang berkantor di New York dengan judul laporan “In the Name of Counter-Terrorism: Human Rights Abuses Worldwide, A Human Rights Watch Briefing Paper for the 59th Session of the United Nations Commission on Human Rights March 25, 2003”)

Bagaimana ternyata Densus 88 dibiayai sepenuhnya pembentukannya oleh dana yang dikeluarkan oleh Amerika Serikat.. ”On a visit to Jakarta in 2002, U.S. Secretary of State Collin Powell announced a new $50 million program to assist the security forces in the campaign against terrorism.” Jadi ada 50 juta US Dollar untuk kampanye anti terorism. Ini kampanye ya, kampanye bisa ke media, bisa lewat seminar, bisa perguruan tinggi, bisa brosur. Itu kampanye disebut ya. Kemudian, ”The U.S. Congress approved legislation giving Indonesia’s police force $16 million, including $12 million to set up a special anti-terrorism unit.” Ya, Densus ini maksudnya. Jadi kemudian untuk membantu polisinya ada 16 juta US Dollar. Dari 16 juta ini, dibantu kepada polisi secara keseluruhan, 12 juta US Dollar khusus untuk pembentukan Densus 88. Ini proyek loh ini. 12 juta US Dollar itu dana yang tidak kecil, 120 milyar itu. Nah, ada sebetulnya satu yang mungkin selama ini.

sebetulnya tidak diketahui oleh masyarakat. Densus 88 ini memang lembaga formalnya... Tapi, yang melakukan, kalau istilah polisinya tim buser (buru sergap-red), ini data ini sudah saya konfirmasi juga dengan dua anggota polisi, satu aktif bintang tiga, satu pensiunan bintang satu, saya konfirmasi ini, yang mengendalikan ada sebuah unit kecil yang bernama Satgas Anti Bom di bawah jenderal bintang tiga, Gories Mere. Dialah yang mengendalikan operasi-operasi di lapangan untuk penangkapan. Khusus penangkapan, dia tim busernya. Dan dia menggunakan tempat pelatihan di beberapa pulau di daerah Lampung Selatan. Dan dia menggunakan beberapa rumah pengusaha yang dijadikan Posko dari Densus 88. Bahkan, beberapa posko itu dibuat spanduk besar ”Welcome to Indonesian Guantanamo.” Jadi ini Guantanamo-nya Indonesia. Nah, ini yang sebetulnya dibelakang layar, yang selama ini banyak yang tadi termasuk melakukan penembakan terhadap dua orang ini, ini adalah timnya
Gories Mere.

Ini di luar kendali Densus 88?

Di luar kendali. Karena Densus 88 itu pekerjaannya, selain dia melakukan pengamatan dan melakukan fungsi-fungsi intelijen pencegahan, Densus 88 ini dia juga melakukan proses penyelidikan. Jadi formal, berita acara. Pembuatan berita acara. Sementara Satgas ini dia tidak ada urusan dengan pembuktian. Dia urusannya dengan penyergapan. Makanya saya sebut tim buser. Tapi ini tidak di bawah kendali dari kepala Densus 88 yang bintang satu. Karena nggak mungkin yang bintang satu memerintah bintang tiga. Justru sebaliknya. Nah, inilah undercover dua tim yang bekerja secara langsung, sementara yang bintang tiga ini aksesnya luar biasa. Kita ingat misalnya waktu penangkapan, cerita penangkapan Noordin M. Top di Jawa Tengah, yang mengumumkan itu kan Perdana Menteri Australia. Karena mendapat laporan dari yang bintang tiga tadi, dari Gories Mere.




Fahri Hamzah, SE:
Wakil Ketua Komisi III DPR RI

Ini Pengalihan Isu!


Pak Fahri, Ustadz Abu Bakar Ba’asyir seorang ulama, seorang yang betapa pun dihormatilah... Dan dia itu sudah jelas dua kali dibebaskan dari ancaman hukuman disebut sebagai teroris. Artinya, dia tidak pernah terbukti dengan tuduhan-tuduhan yang sudah dilayangkan selama ini. Kemudian ditangkap dengan cara seperti itu... Saya kira semua sedihlah dengan cara penangkapan seperti itu... Apa yang bisa Anda katakan dengan peristiwa ini sebagai Wakil Ketua Komisi III Bidang Hukum?

Pertama, itulah yang sangat sayangkan karena polisi dan juga pemerintahan transisi itu tidak mau mendengar kita tentang apa yang terjadi dalam transisi. Jadi, Mas Zulkarnaen (Fahri Hamzah menyindir Kombes (Pol) Kabid Mitra Div. Humas Polri yang hadir di dalam forum mewakili pihak kepolisian-red) bukan saja sebagai Muslim, Anda sebagai anak bangsa Indonesia itu harus tahu diri kita. Bangsa kita ini ada apa, terjadi apa, sehingga kita ini bisa secara genuine mengambil penyelesaian dari dalam, dari apa yang kita punya, dari bangsa kita sendiri. Bukan karena dititip-titip orang, yang disebut oleh saudara Munarman itu sebagai proyek. Kalau saya menganggap selama industri senjata itu menjadi andalan perekonomian Amerika, ya selama itu juga perang mesti ada di mana-mana. Mau perang melawan negara, Amerika itu sudah menang dua kali melawan negara dalam perang dunia satu dan perang dunia kedua. Udah enggak ada negara yang diperangi sekarang dia memerangi rakyat melalui kegiatan terorisme dan sebagainya. Dan ini yang mereka selalu kalah, yang dimulai dari perang Vietnam kan mereka kalah di situ. Nah, jadi itu picture global nanti. Yang saya sedih, kita tidak tahu siapa itu Abu Bakar Ba’asyir. Sayang polisi nggak mau tahu. Atau pura-pura tidak tahu. Kan kita tahu siapa beliau, siapa Pak Abdullah Sungkar, posisinya di depan rezim Orde Baru, kan kita tahu semua. Bahkan, setahun yang lalu saya berkunjung sebagai anggota komisi, saya belum pimpinan waktu itu, saya berkunjung ke Kapolda Jawa Tengah, waktu itu saudara Alex Bambang sebagai Kapoldanya. Dia meyakinkan saya bagaimana dekatnya dia dengan Ustadz Abu. Dia cerita, ”Waduh saya sama Ustadz Abu itu calling-callingan tiap hari, ketemu, ngobrol. Beliau orang baik. Kami memang ada perbedaan pendapat beberapa. Tapi ya kita semua bisa mengerti. Saya undang dia ke sini, kalau beliau nggak cocok beliau nggak datang. Kalau cocok beliau datang. Saya datang ke
Ngruki.” Lha kalau dia tahu Ustadz Abu, dari dulu ya dia bilang dia teman. Jadi kalau ada orang bilang Ustadz Abu dipantau, ini pengakuan terbuka bahwa seorang perwira polisi itu memang mengenal Ustadz Abu secara dekat. Apalagi kalau cara penangkapannya, kan bengong. ”Lex, Lex, itu Pak Abu kita mau minta keterangan tolong undang dia,” ya kan bisa dong. Orang dia bilang ke kita baik kok hubungannya. Nah, ini yang begini ini yang menandakan polisi itu tidak menjalankan mandat bangsanya sendiri. Dia menjalankan mandat orang lain. Itu persoalannya begitu. Jadi kita harus tahu apa kita. Saya punya teman-teman di sini mungkin masih banyak, orang Islam di Indonesia ini punya masalah dengan negara sejak lama. Belanda menindas orang Islam. Jepang menindas orang Islam. Orde lama menindas orang Islam, bubarkan Masyumi, tapi memang partai lain juga dibubarkan. Tapi khusus kepada Masyumi dan sekitarnya, kekejaman orde lama lain. Orde baru kalau anda lihat
begitu juga. Sampai harus ada ijin baca khutbah segala macam. Orang seperti Ustadz Abu, ia mempunyai perbedaan paham tentang ideologi negara yang sekarang ini sudah kita tuntaskan semua. Soeharto kan jatuh gara-gara itu.

Orde yang sekarang ini bagaimana?

Jadi yang salah paham ini polisi doang atau bos-bosnya juga ini. Kalau ustadz Abu punya pandangan berbeda pada waktu itu wajar. Karena perbedaan pendapat itu tidak diberi ruang. Tetapi disertai dengan represi yang luar biasa. Jadi wajar orang marah. Wajar orang hijrah, lalu kemudian pindah ke Malaysia karena istilah mereka “thogut”-nya tidak sekasar yang di sini gitu... (hahaha...) Kalau sekarang “thogut” Malaysia lebih parah makanya Azhari segala macam pindah ke sini.

Jadi ceritanya kan begitu. Kalau negara ini mau dikritik, termasuk kalau orang mau diskusi membuat negara Islam, mau apa? Lha wong ini ruang terbuka kok. Asal orang tidak berpikir, atau bukan berpikir, berpikir dibebaskan, asal tidak ada bukti orang itu melakukan pencederaan kepada wilayah publik, kepada kehidupan bersama, dan sebagainya. Kan itu saja yang tidak boleh. Jadi itu pandangannya. Nah, mobilitas itu pada jaman sekarang itu harus kita akomodasi dengan cara yang berbeda. Pimpinan-pimpinan negara harus bicara, bahwa negara ini sudah berbeda sekarang. Ini negara sudah terbuka. Kita mau apakan terserah kita. Jangan minta restu dari negara lain terus. Ini demokrasi katanya. Kita harus dengar rakyat kita sendiri, rakyat mau apa ya kita dengar dong. Rakyat mau caci maki pejabat publik boleh...

Pak Fahri, apakah Kapolri sudah menjelaskan kepada Komisi III tentang penangkapan ini?

Kalau Anda mau bicara polisi, menurut saya semua kejadian belakangan ini adalah residu dan efek daripada problem internal kepolisian. Mereka pusing, bikin agenda supaya mengalihkan isu-isu internalnya kepada ini semua. Saya sebagai pimpinan komisi kan nggak ngerti ini semua. Susno misalnya, mengapa Susno ditangkap itu. Apa salahnya Susno? Orang itu bongkar kasus. Dia bilang dipanggil sama Satgas, “Eh, Pak ini ada mafia. Namanya Syahril Djohan, Haposan, Gayus Tambunan, ini mafianya.” Dibongkar, ketahuan benar. Dalam Undang-Undang LPSK pasal 11, orang seperti ini kita sebut sebagai Whistle Blower. Negara ditugaskan oleh Undang-Undang untuk melindungi dia. Nah, kok tiba-tiba tiga orang ini bikin kesaksian, “Oh, nggak. Mafianya termasuk Susno.” Susno ditarik, masukin penjara nggak boleh dikunjungi. Kan ngawur itu. Ini nggak bisa dijelaskan yang begini ini. Karena itu saya mengatakan ini soal internal yang tidak selesai, mau meledak letupkan yang
lain. Sampai kapan? Kita nggak tahu lah, ada orang yang di atas lagi. Ada orang yang namanya tiga huruf itu kan. Lihat sajalah mudah-mudahan dia bisa menjelaskan ini.

Maksudnya tiga huruf itu SBY?

Kalau kita jelaskan semua, audiens nanti kurang cerdas. Jadi cara berpikirnya mesti begitu. Ini soal kita kok, ya Allah... Orang mau jihad, mujahidin, orang mau ganas pada negara, anti negara dan sebagainya, hadapi dong. Kita nggak ada maksud jahat. Islam artinya keselamatan. Tidak ada Islam itu merancang pembunuhan untuk kejahatan atas orang lain. Kalau tidak ada jalan keluar, jalan keluar itu kita buka. Termasuk orang yang tidak setuju dengan ideologi, kita buka. Kok takut, kan katanya demokrasi. Tapi demokrasi setengah-setengah. Giliran orang berbeda pendapat, pusing dia. Ngeluh aja kerjaannya tuh. Jadi saya kira kita memerlukan jalan baru untuk memandang persoalan...

Bagaimana soal hubungan kepolisian dan terorisme?

Ini proyek, saya termasuk yang menganggap bahwa ini proyek. Sudahlah ya, jangan main-main. Rakyat ini mengetahui, memantau. Saya janji, karena saya dipilih oleh masyarakat, oleh umat juga, kita buka pintu komisi seterbuka-terbukanya kapanpun. Memang ada persoalan masa sidang dan sebagainya. Nggak masuk masa sidang ini, masa sidang yang akan datang. Kumpulkan data sebanyak-banyaknya, bongkar masalah ini. Kita mencintai Republik ini, kita nggak mau orang lain yang mengatur.



Muhammad Al Khaththath
Sekjen Forum Umat Islam (FUI)

Penangkapan Abu Bakar Ba’asyir Mirip Sinetron

Ustadz Khaththath, ini tentu menyesakkan sekali bagi kita, penangkapan Ustadz Abu yang ketiga kalinya ini. Kita tahu beliau aktifitasnya itu, untuk menghadirkan beliau, untuk pengajian itu butuh waktu kadang-kadang lebih dari satu bulan sebelumnya, saking sulitnya karena padatnya jadwal beliau berceramah ke berbagai daerah. Padat sekali. Kemudian begitu saja ditangkap dengan cara yang nista sekali, kasar sekali lah begitu. Sangat tidak patut, sangat tidak perlu pula. Lain kalau dia melawan dengan senjata. Sangat tidak perlu. Bagaimana perasaan umat dengan kejadian ini?
Saya sebelum bicara ingin mengingatkan kepada kita semua... Firman Allah Swt dalam surat Al Buruj (10),

إِنَّ الَّذينَ فَتَنُوا المُؤمِنينَ وَالمُؤمِنٰتِ ثُمَّ لَم يَتوبوا فَلَهُم عَذابُ جَهَنَّمَ وَلَهُم عَذابُ الحَريقِ

“Sesungguhnya orang-orang yang menfitnahi orang-orang yang mukmin laki-laki dan perempuan kemudian mereka tidak bertobat, maka bagi mereka azab neraka Jahanam dan azab api yang membakar.”

Ini Firman Allah, bukan karangan saya. Ini berlaku untuk semua, termasuk kepada saya kalau terlibat fitnah kepada orang-orang mukmin. Nah, kalau ditanya bagaimana Ustadz Abu ditangkap, saya kira polisi itu sudah tahu jadwal Ustadz Abu itu dimana-mana, makanya ditangkap setelah pengajian. Jadi sudah tepat polisi itu. Cuma tidak tepatnya itu kok pakai kayak sinetron. Itu nggak tepatnya.

Maksudnya, gimana yang kayak sinetron itu?
Ya, itu kan dibuat filmnya di lapangan Polres Banjar Patroman. Padahal, saya beberapa tahun sebelumnya, di Banjar Patroman itulah Ustadz Abu bersama saya, bersama Sobri Lubis, itu tabligh akbar umat Islam satu alun-alun penuh puluhan ribu orang dan Bapak Kapolres-nya saat itu sangat hormat dengan Ustadz Abu Bakar Ba’asyir. Bahkan, termasuk Pak Walikota-nya. Biasanya Walikota itu, seremonial dia sambutan terus pulang. Ini nggak, sampai akhir jam dua belas mengikuti. Jadi saya saat itu sangat salut sekali dengan Kapolres Banjar Patroman yang mengerahkan seluruh anggota Polres untuk menjaga pengajian Ustadz Abu pada waktu itu. Karena saya ikut sampai saya sangat salut kepada polisi pada waktu itu.

Anda bisa jelaskan yang tidak sampai diberitakan tentang bagaimana...
Ya, itulah. Makanya, jadi beberapa tahun lalu saya sangat salut dengan polisi. Lha, kok pas di kota yang membuat saya salut sama polisi kok jadi eneg saya pas lihat aksi polisi. Mohon maaf lho ini... Kemudian pengalaman pribadi saya lagi dengan Ustadz Abu Bakar Ba’asyir itu adalah di Bandung. Di tempatnya Pak Atian, ditawari ceramah. Beliau itu cerita, kenapa dia ini kok diuber-uber sama Amerika. Satu-satunya jawaban itu adalah beliau itu cuma lempeng aja menyampaikan Islam. Islam itu ya begini, cara menjalankan Islam itu ya begini. Tidak bisa seperti cara-cara seperti sekarang yang ada. Pasti Islam nggak akan bisa dijalankan. Allah itu menurunkan Islam dan juga termasuk menurunkan cara bagaimana melaksanakan Islam. Jadi Islam itu seperti kata beliau, sesuai dengan keadaan Islam itu seperti yang dilakukan oleh Rasulullah, itu adalah diterangkan Islamnya dan dicontohkan juga cara menjalankannya oleh Rasulullah di mana Rasulullah itu sebagai penguasa.

Rasul itu adalah atasannya polisi.
Nah, mengenai penangkapan di Banjar Patroman, ini bukan pengalaman pribadi saya. Saya tidak ikut yang ditangkap di situ, saya tidak menyaksikan. Tapi saya sebagai Sekjen Forum Umat Islam selalu mendapat informasi-informasi juga laporan-laporan antara lain kesaksian istrinya Ustadz Abu yang bersama beliau ikut ditangkap pada waktu itu. Kesaksian ini yang menarik, perlu dicatat ini. Yaitu adalah bahwa, ini karena ini yang nggak ada di tivi ya, kalau yang ada di tivi kan sudah disiarkan TV One yang disebutkan TV polisi itu, ya TV One, yang adalah bahwa kaca mobil pecah, sopir ditelungkupin, ditodong senjata, diinjak gitu kan yang ada... Yang nggak ada di televisi polisi itu adalah Ustadz Abu ditodong dengan senjata, kemudian Ustadz Abu alhamdulillah tidak pingsan, tidak lemes karena ditodong. Bahkan dikatakan, “Akan kutembak kau!” Kemudian Ustadz Abu kemudian malah menyumpahi polisi, “Kamu dilaknat aleh Allah Swt!” Sampai polisi itu lari, saya juga
heran. Diuber oleh Ustadz Abu yang sudah hampir 80 tahun. Polisi yang masih muda dan gagah itu lari. Kalau ini ditayangin dibikin film bagus banget itu.

Yang kedua yang juga tidak ada adalah ternyata rombongan Densus 88 itu setelah menangkap Ustadz Abu itu bareng-bareng tertawa terbahak-bahak. Itu didengar oleh istri Ustadz Abu. Nah, ini jadi yang saya bilang kok kayak sinetron. Biasanya kalau kita nonton sinetron, habis biasanya marah-marahan ya, pukul-pukulan, pas terakhir-terakhirnya kan ditayangin tuh, yang cekikikan-cekikikan itu. Ya itulah maka saya bilang penangkapan Ustadz Abu itu adalah mirip sinetron. Lha, pertanyaannya buat kita sebagai umat kok tega-teganya? Apa nggak takut itu, kalau saya orang Jawa, kalau kualat bagaimana itu?

Kalau Gories Mere itu gimana?

Saya sudah sampaikan kepada Kepala Suara Pembaruan, “Hati-hati Pak, Gories Mere ini. Kalau masyarakat sudah tahu dan marah, nah itu gak tahu reaksi masyarakat.” Saya sendiri itu nggak ingin terjadi. Tapi ini sudah semakin tahu orang. Jadi tidak hanya polisi yang tahu. Karena yang memberi tahu tentang Gories Mere itu juga polisi dan juga ada orang dalam yang polisi-polisi yang baik itu. Nah, TNI juga sudah tahu bagaimana Gories Mere, dan sekarang umat juga sudah mulai tahu.
***
Hendropriyono, Suryadharma Ali, Frans Magnis Suseno, dan Syafi’i Ma’arif pernah melakukan diskusi Deradikaliasi Islam di PP Muhammadiyah beberapa tahun yang lalu. Al Khaththath yang sempat hadir pada waktu itu menceritakan apa yang dibicarakan saat itu dan seputar isu terorisme lainnya.
***
Hendropriyono dan cs itu mengatakan bahwa teroris ini akan menguasai negara ini dengan senjata. Bahkan akan menyerang Filipina, Malaysia, lalu disatukan menjadi khilafah. Pada waktu itu saya katakan saya ini alumni Hizbut Tahrir. Dua puluh lima tahun saya di Hizbut Tahrir, diajari teori mendirikan negara. Dan itu tidak mungkin mendirikan negara dengan senjata, itu nggak mungkin, nggak masuk akal. Apalagi yang bersenjata juga yang itu-itu doang kan... Yang ikut pelatihan di Mako Brimob, itu pun disposal senjatanya, mau menguasai negara... Polisi saja itu empat ratus ribu. Pak Susno yang jenderal bintang tiga saja nggak berani kok melawan polisi pakai senjata. Nah, apalagi tadi yang teroris yang mau mendirikan negara.

Inilah yang nggak masuk akal. Banyak yang nggak masuk akal. Termasuk Nasir Abbas yang dijadikan narasumber itu nggak masuk akal. Kenapa? Dia kok bisa kayak selebritis lha wong dia itu nggak jelas. Saya ini adalah anggota tim penanggulangan terorisme Departemen Agama. Waktu berapa tim itu kita tanyakan si Nasir Abbas ini. Anda ini apa? KTPnya mana? Paspornya apa? Nggak ada semua. Saya bilang aja, “Ya ini, dia ini Green Card ini.” Tapi nggak katanya. Green Card ini maksudnya dari Amerika, warga Amerika. Jadi itulah Nasir Abbas, jadi nggak layak dia. Makanya, heran saya. Tapi itu dipakai terus oleh televisi...

Nasir Abbas jelas mengatakan dia bukan teroris seperti Imam Samudera. Tapi dia adalah mujahid di Afganistan, tapi dia masuk daftar teroris internasional. Nah, saya jadi bingung. Saya ingat Pak Munarman pernah cerita badan intelijen dari Amerika itu dapat daftar teroris dari Pak Hendro. “Nih daftar teroris dari Indonesia.” Nah, lalu oleh pimpinan intelijen Amerika bilang, “Oh, itu sudah out of date. Nih yang up to date.” Nah, jadi Pak Hendro bawa yang up to date. Siapa yang up to date? Dua ribu daftar mujahid yang ada di Afganistan, yang pulang ke Indonesia. Jadi selama yang dua ribu masih ada, kelihatannya pemain-pemain atau yang dimainkan, atau yang dikorbankan menjadi teroris itu akan tetap ada. Itulah kenapa rahasianya kenapa setelah menangkap Ustadz Abu kok tertawa terbaha-bahak. Karena memang cuma sinetron.

Firmansyah

1 komentar:

  1. Entah kenapa kok aku juga berpikir kegiatan teror ini berasa seperti projek yah. Sangat ironis jadinya

    BalasHapus