“Para Sahabat Nabi Muhammad Saw. adalah generasi kaum muslimin pertama, yang dibina langsung oleh Rasulullah Saw. Jika para Sahabat itu dijadikan teladan utama bagi generasi penerus kaum muslimin dewasa ini, Insya Allah generasi muda Islam masa kini akan dapat tampil sebagai pahlawan melanjutkan Da’wah Islamiyah. Para Sahabat itu adalah pahlawan-pahlawan penegak Iman dan pejuang yang tidak kenal lelah dalam melaksanakan amar ma’ruf dan nahi munkar” (Dr. Mohammad Natsir)
Sosok para Sahabat Nabi merupakan perwujudan dan pengaktualan nilai-nilai Islam yang nyata. Mereka berusaha dengan keras untuk memahami setiap ajaran yang diberikan Nabi lalu melaksanakan dalam tingkah laku nyata. Sebagaimana dalam menghafal Al-Qur’an, tidak mengajak ke ayat berikutnya sebelum menguasai benar ayat yang sedang dihafalnya.
Sementara di dalam menegakkan kalimat Allah sebagaimana diajarkan Nabi, mereka dikenal paling gigih dan tak kenal menyerah. Apapun dilakukan dan dikorbankan demi tegkanya nilai-nilai Islam, baik di dalam diri mereka sendiri maupun dalam masyarakat secara umum.
Keutamaan Sahabat dalam Al-Qur’an
Allah Swt menegaskan keutamaan para Sahabat dalam beberapa ayat Al-Qur’an di antaranya:
1. QS. Al-Fath: 18-19
“Sungguh Allah telah meridhai orang-orang mukmin ketika mereka berjanji setia kepadamu (Muhammad) di bawah pohon, Dia mengetahui apa yang ada dalam mereka, lalu Dia memberikan ketenangan atas mereka dan member balasan dengan kemenangan yang dekat, dan harta rampasan perang mereka yang banyak yang akan mereka peroleh. Dan Allah Maha Perkasa, Maha Bijaksana.”
2. QS. At-taubah: 100
“Dan orang-orang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) di antara orang-orang Muhajirin dan Anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Alah ridha kepada mereka dan mereka pun ridha kepada Allah. Allah menyediakan bagi mereka surge-surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai. Mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Itulah kemenangan yang agung.”
3. QS. Al-Hasyr: 8-9
“(Harta rampasan itu juga) untuk orang-orang fakir yang berhijrah yang terusir dari kampong halamannya dan meninggalkan harta bendanya demi mencari karunia dari Allah dan keridaan-Nya dan demi menolong (agama) Allah dan Rasul-Nya. Mereka itulah orang-orang yang benar. Dan orang-orang (Anshar) yang telah menempati kota Madinah dan telah beriman sebelum (kedatangan) mereka (Muhajirin), mereka mencintai orang yang berhijrah ke tempat mereka. Dan mereka tidak menaruh keinginan dalam hati mereka terhadapa pa yang diberikan kepada mereka (Muhajirin), dan mereka mengutamakan (Muhajirin), atas dirinya sendiri, meskipun mereka juga memerlukan. Dan siapa yang dijaga dirinya dari kekikiran, maka mereka itulah orang-orang yang beruntung.”
4. QS. Az-Zumar: 23
“Allah telah menurunkan perkataan orang yang paling baik (yaitu) Al-Qur’an yang serupa (ayat-ayatnya) lagi berulang-ulang, gemetar karenanya kulit orang-orang yang takut kepada Tuhan-Nya, kemudian menjadi tenang kulit dan hati mereka ketika mengingat Allah. Itulah petunjuk Allah, dengan Kitab itu Dia memberi petunjuk kepada siapa yang Dia kehendaki. Dan barangsiapa dibiarkan sesat oleh Allah, maka tidak seorang pun yang dapat member petunjuk.”
5. QS. As Sajdah: 15-17
“orang-orang yang beriman dengan ayat-ayat kami, hanyalah orang-orang yang apabila diperingatkan dengannya (ayat-ayat kami), mereka menyungkur sujud dan bertasbih serta memuji Tuhannya, dan mereka tidak menyombongkan diri. Lambung mereka jauh dari tempat tidurnya, mereka berdoa kepada Tuhannya dengan rasa takut dan penuh harap, dan mereka menginfakkan sebagian dari rezeki yang Kami berikan kepada mereka. Maka tidak seorang pun yang mengetahui apa yang disembunyikan untuk mereka yaitu (bermacam-macam nikmat) yang menyenangkan hati sebagai balasan terhadap apa yang mereka kerjakan.”
6. QS. As-Syuura: 26
“Dan Dia memperkenankan (doa) orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebaikan serta menambah (pahala) kepada mereka dari karunia-Nya. Orang-orang yang ingkar akan mendapat azab yang sangat keras.”
7. QS. Al-Ahzab: 23-24
“Di antara orang-orang mukmin itu ada orang-orang yang menepati apa yang telah mereka janjikan kepada Allah. Dan di antara mereka ada yang gugur, dan di antara mereka ada (pula) yang menunggu-nunggu dan mereka sedikitpun tidak mengubah (janjinya). Agar Allah memberikan balasan kepada orang-orang yang benar itu karena kebenarannya, dan mengazab orang munafik jika Dia kehendaki, atau menerima tobat mereka. Sungguh, Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang.”
8. QS. Az-Zumar: 9
“(Apakah kamu orang musyrik yang lebih beruntung) ataukah orang yang beribadah pada waktu malam dengan sujud dan berdiri, karena takut kepada (azab) akhirat dan mengharapkan rahmat Tuhannya? Katakanlah, “Apakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?” Sebenarnya hanya orang yang berakal sehat yang dapat menerima pelajaran.”
Keutamaan Para Sahabat Dalam Hadits-Hadits Rasulullah Saw
Rasulullah Saw bersabda:
“Manusia terbaik adalah generasiku, kemudian generasi berikutnya, kemudian generasi berikutnya”. (HR. Bukhari dan Muslim)
Rasulullah Saw juga bersabda:
“Janganlah kalian mencaci sahabat-sahabatku. Demi Allah yang jiwaku berada di tangan-Nya, seandainya seorang di antara kalian bersedekah dengan emas sebesar gunung Uhud, maka tidak akan setara dengan satu mudd atau setengahnya dari sedekah mereka.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Sahabat Umar bin Khattab menjelaskan ayat 110 surat Ali-Imran dengan mengatakan: “Kalaulah Allah mengatakan “antum” maka yang dimaksud adalah seluruh manusia, akan tetapi Allah mengatakan “kuntum” maka yang dimaksud adalah khusus para Sahabar Rasulullah Saw dan orang-orang yang berbuat seperti perbuatan mereka. Mereka itulah sebaik-baik ummat yang dikeluarkan untuk manusia.”
Abdullah bin Umar pernah berpesan kepada murid-muridnya dari generasi tabi’in:
“Siapa yang mencari teladan, hendaklah meneladani orang-orang yang telah meninggal, yaitu sahabat-sahabat Muhammad saw. Merekalah generasi terbaik umat ini, hati mereka lebih bersih, ilmu mereka lebih dalam, dan mereka sangat jauh dari sikap berlebihan. Merekalah generasi yang dipilih Allah untuk menyertai Nabi-Nya saw. dan menyampaikan agama-Nya. Maka teladanilah akhlaq dan jejak hidupnya, karena mereka adalah sahabat-sahabat Muhammad saw. dan telah mendapat petunjuk yang lurus”.
Definisi Sahabat
Berbagai pendapat mengenai definisi sahabat telah dikemukakan. Ada pendapat yang mengatakan: "Barangsiapa yang bersahabat dengan Nabi saw. atau melihatnya daripada orang-orang Islam, maka ia adalah daripada para sahabatnya." Definisi inilah yang dipegang oleh al-Bukhari di dalam Sahihnya. Sementara gurunya Ali bin al-Madini berpendapat: Barangsiapa yang bersahabat dengan Nabi saw. atau melihatnya, sekalipun satu jam di siang hari, adalah sahabatnya. Manakala al-Zain al-Iraqi berkata: "Sahabat adalah siapa saja yang berjumpa dengan Nabi sebagai seorang Muslim, kemudian mati di dalam Islam." Said bin Musayyab berpendapat: "Barangsiapa yang tinggal bersama Nabi selama satu tahun atau berperang bersamanya satu peperangan." Pendapat ini tidak bisa dipakai karena definisi ini mengeluarkan sahabat-sahabat yang tinggal kurang daripada satu tahun bersama Nabi saw. dan sahabat-sahabat yang tidak ikut berperang bersamanya. Ibn Hajar berkata: "Definisi tersebut tidak bisa diterima”.
Ibn al-Hajib menceritakan pendapat 'Umru bin Yahya yang mensyaratkan seorang itu tinggal bersama Nabi saw. dalam masa yang lama dan "mengambil (hadith) daripadanya . Ada juga pendapat yang mengatakan: "Sahabat adalah orang Muslim yang melihat Nabi saw. dalam masa yang pendek.
Kedudukan para sahabat
Kedudukan para sahabat dibagi menjadi tiga:
1. Sahabat semuanya adil dan mereka adalah para mujtahid. Ini adalah pendapat Ahlu s-Sunnah wa l-Jama'ah.
2. Sahabat seperti orang lain, ada yang adil dan ada yang fasiq karena mereka dinilai berdasarkan perbuatan mereka. Justru itu yang baik diberi ganjaran karena kebaikannya. Sebaliknya yang jahat dibalas dengan kejahatannya. Ini adalah pendapat mazhab Ahlu l-Bait Rasulullah saw./Syi'ah/Imam Dua belas.
3. Semua sahabat adalah kafir --semoga dijauhi Allah-- ini adalah pendapat Khawarij yang keluar dari Islam.
Ibnu Hajar al-Asqalani asy-Syafi'i pernah berkata:
"Ash-Shabi (sahabat) ialah orang yang bertemu dengan Rasulullah SAW, beriman kepada beliau dan meninggal dalam keadaan Islam"
Kebanyakan muslim mendefinisikan para sahabat sebagai mereka yang mengenal Nabi Muhammad SAW, mempercayai ajarannya, dan meninggal dalam keadaan Islam. Para sahabat utama yang biasanya disebutkan hingga 50 sampai 60 nama, yakni mereka yang sangat dekat dengan Nabi Muhammad SAW. Sahabat disebut pula murid Nabi Muhammad saw.
Identifikasi terhadap sahabat nabi, termasuk status dan tingkatannya merupakan hal yang penting dalam dunia Islam karena dapat digunakan untuk mengevaluasi keabsahan suatu hadits maupun perbuatan Nabi yang diriwayatkan oleh mereka.
Menurut al-Hakim dalam Mustadrak, Sahabat terbagi dalam beberapa tingkatan, yaitu:
1. Para sahabat yang masuk Islam di Mekkah, sebelum melakukan hijrah, seperti Khulafa'ur Rasyidin
1. Khadijah binti Khuwailid
2. Ali bin Abi Thalib
3. Zaid bin Haritsah
4. Abu Bakar ash-Shiddiq
5. Umar bin Khattab
6. Utsman bin Affan
7. Abbas bin Abdul Muthalib
8. Hamzah bin Abdul Muthalib
9. Ja'far bin Abi Thalib
2. Para sahabat yang mengikuti majelis Darunnadwah
3. Para sahabat yang ikut serta berhijrah ke negeri Habasyah
4. Para sahabat yang ikut serta pada bai'at Aqabah pertama
5. Para sahabat yang ikut serta pada bai'at Aqabah kedua
6. Para sahabat yang berhijrah setelah sampainya Rasulullah ke Madinah
7. Para sahabat yang ikut serta pada perang Badar
8. Para sahabat yang berhijrah antara perang Badar dan perjanjian Hudaibiyyah
9. Para sahabat yang ikut serta pada bai'at Ridhwan
10. Para sahabat yang berhijrah antara perjanjian Hudaibiyyah dan fathu Makkah
1. Khalid bin Walid
2. Amru bin Ash
11. Para sahabat yang masuk Islam pada fathu Makkah,
1. Abu Sufyan
2. Mu'awiyah bin Abu Sufyan
3. Ikrimah bin Abu Jahal
12. Bayi-bayi dan anak-anak yang pernah melihat Rasulullah saw pada fathu Makkah
Beberapa Sahabat yang Terkenal :
* Abdurrahman bin Auf
* Abdullah ibn Umar
* Abu Bakar
* Abu Dzar Al-Ghiffari
* Abu Hurairah
* Abu Ubaidah bin al-Jarrah
* Amru bin Ash
* Ali bin Abi Talib
* al-Qamah
* Hamzah bin Abdul Muthalib
* Hakim bin Hazm
* Umar bin Khattab
* Usman bin Affan
* Bilal bin Rabah
* Khalid bin Walid
* Mua'dz bin Jabal
* Mua'wiyah bin Abu Sufyan
* Mus'ab bin Umair
* Sa'ad bin Abi Waqqas
* Sa'id bin Zayd bin `Amr
* Usamah bin Zaid bin Haritsah
* Thalhah bin Ubaidillah
* Uwais Al-Qarny
* Wahsyi
* Zubair bin Awwam
Dalam bahasa Indonesia, istilah sahabat bermakna kawan, teman, rekan. Namun bersifat lebih dekat dan lebih khusus. Sedangkan istilah shahabat nabi dalam istilah para ahli ushul fiqih, tidak demikian maknanya. Keduanya memiliki perbedaan yang amat signifikan.
Istilah "shahabat nabi" jangan diterjemahkan dengan rasa bahasa Indonesia seperti teman, kawan atau sejenisnya. Nabi Muhammad SAW dengan para shahabatnya itu tidak berhubungan hanya semata-mata seperti antara seseorang dengan temannya atau shahabatnya.
Istilah shahabah itu bermakna unik dan khas, yaitu orang-orang Islam yang pernah bertemu dengan nabi Muhammad SAW secara langsung dan meninggalnya juga dalam keadaan beragama Islam.
Ketika masa tiga tahun pertama dakwah Islam, jumlah mereka baru sekitar 30-an orang. Ketika peristiwa pembebasan kota Makkah, jumlah mereka paling tidak ada sekitar 10.000-an orang. Dan tatkalaRasulullah SAW wafat, jumlah mereka diperkirakan ada sekitar 140.000-an orang.
Tentu saja semua bukan sahabat dalam arti kata teman atau sahabat dekat. Karena jumlahnya terlalu banyak, tidak mungkin semuanya jadi shahabat dekat. Padahal secara hukum, puluhan ribu orang itu berstatus shahabat nabi.
Lalu bagaimana sesungguhnya posisi para shahabat di depan nabi Muhammad SAW?
• Mereka adalah famili dan keluarga Rasulullah SAW yang mendapatkan keberkahan dalam keluarga serta menjadikan beliau sebagai sesepuh keluarga. Para shahabat dari kalangan famili inilah yang pertama kali menjadi shahabat.
• Mereka adalah anak-anak dari sosok Rasulullah SAW sebagai ayah atau orang tua yang mendapatkan belaian kasih sayang serta kehangatan hubungan mesra orang tua dan anak.
• Mereka adalah bagian dari team work yang teramat solid yang dibina langsung dengan tangan Rasulullah SAW sendiri.
• Mereka adalah lapis pertama orang-orang yang menerima wahyu dari langit setelah Rasulullah SAW. Mereka menghafalnya, mengerti maknanya dan mempraktekkannya langsung saat itu juga. Bahkan banyak dari mereka yang menjadi penyebab turunnya ayat-ayat suci dari langit. Tidak sedikit ayat Al-Quran yang melibatkan masalah mereka secara nyata.
• Mereka adalah murid yang selalu siap belajar 24 jam sehari dengan menteladani kehidupannya yang agung.
• Mereka adalah sumber pertama jejak peninggalan ajaran Islam yang berstatus ''uduul. Semua riwayat yang mereka sampaikan tidak diragukan lagi keshahihannya.
• Mereka adalah rakyat dan warga negara dari sebuah negara super modern pertama di muka bumi, di mana Rasulullah SAW bertindak sebagai pimpinan mereka.
• Mereka adalah struktur pemerintahan yang mengelola negara dengan sepenuh dedikasi, profesional, jujur, punya visi ke depan, demokratis serta kompak di bawah kepemimpinan Rasulullah SAW.
• Mereka juga prajurit perang yang siap maju ke medan laga untuk bertempur baik dalam perang defensif atau ofensif.
• Mereka juga pengganti atau penerus tugas Rasulullah SAW sebagai penyebar agama Islam ke seluruh penjuru dunia.
Jadi pendeknya, hubungan mereka dengan Rasulullah SAW bukan semata-mata teman seperti kita dengan teman kita. Tetapi hubungan yang unik dan spesifik. Sayyid Qutub dalam bukunya Ma''laim fit-Thariiq telah menyebut mereka dengan sebutan: Al-Jiilul-Qurani Al-Farid, Generasi Qurani yang Unik.
Sejak lebih seribu tahun, umat Islam memandang para sahabat Nabi saw. sebagai generasi terbaik yang dilahirkan peradaban Islam. Dasarnya jelas, Al-Qur’an berkali-kali memuji mereka, baik dalam kapasitas individu maupun generasi yang utuh. Merekalah yang paling pantas menyandang predikat umat terbaik (khayr Ummah) yang dikelaurkan Allah untuk menyampaikan risalah-Nya kepad seluruh manusia.
“Kalian adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma’ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah”. (Ali Imran: 110).
Dari seluruh sahabat Nabi saw., para sahabat yang lebih dulu memeluk Islam dan berjuang menegakkannya bersama Rasulullah saw. memiliki kedudukan yang sangat istimewa. Merekalah al-sabiqun al-awwalun yang telah dipastikan meraih keridhaan Allah swt, seperti yang dinyatakan dalam surat At-Taubah: 100.
Kedudukan sangat istimewa juga diberikan Rasulullah saw. Bagi beliau, tingkat kesalehan dan kualitas amal para sahabat tersebut tidak dapat disetarakan dengan siapapun juga, meskipun yang dikerjakan generasi berikutnya tampak lebih besar. Karenanya, RAsulullah saw. melarang mencibir dan mencaci karya para sahabat utamanya itu.
Demikianlah kedudukan para sahabat Nabi saw. yang telah digariskan Al-Qur’an dan As-Sunnah. Karya-karya besar mereka mendapat penghargaan abadi dari dua sumber yang sedikitpun tidak ditagukan kebenarannya. Perjalanan hidup mereka, dengan segala keragaman kondisi dan dinamikanya sebagai manusia yang terbatas, adalah teladan yang paling ideal bagi seluruh manusia sepanjang masa. Karena itulah, Allah swt.
Menggariskan takdir mereka harus harus mengalami berbagai kondisi yang lazim dialami oleh seluruh manusia baik dalam skala individu maupun masyarakat. Fenomena kaya dan miskin, krisis ekonomi dan kemajuannya, suhu politik yang normal dan kekacauan pun mereka alami semuanya. Namun yang pasti, dalam semua kondisi tersebut mereka menunjukkan kapasitas individu dan masyarakat ideal yang berusaha sekuat tenaga menggabungkan antara idealism wahyu dan realita.
Demikianlah pemahaman umat Islam tentang masalah ini. Namun seiring dengan memudarnya tradisi keilmuan Islam, pemahaman ini perlu penyegaran kembali. Kredibilitas para sahabat sebagai fundamen aktif peradaban Islam, tidak hanya dipertanyakan, melainkan sedang diruntuhkan dengan cara yang sistematis. Seandainya langkah-langkah destruktif ini dilakukan oleh non muslim (orientalis), barangkali akan lebih mudah disikapi. Namun ketika pelakunya adalah orang Islam sendiri maka tak pelak akan menimbulkan dampak yang luar biasa besar. Setidaknya, umat menjadi bingung dan mulai meragukan kebenaran sejarahnya sendiri. Akhirnya, umat akan mengidap amnesia sejarah dan kehilangan jati diri, karena tidak lagi dapat bercermin dan mengambil pelajaran dari model generasai paling ideal sepanjang zaman tersebut.
Wallahu A'lam
Daftar Pustaka :
1. Abdurrahman Ra’fat Basya, Shuwarun min Hayaatis Shahabah (terj), Media Da’wah, Jakarta, tanpa tahun, hal. V
2. Muhammad Yusuf Al-Kandahlawi, Hayat As-Shahabat, Jilid I, Darul Qolam, 1973, hal. 37-38
3. Hilyat Al-Awliya’, Abu Nu’aim al-Ashbahani, vol. 1 hal. 305
4. Al-Bukhari, Shahih, v, hal. 1
5. Ibn Hajar, Fath al-bari, viii, hal. 1
6. Syarah Fiqh al-“Iraqi, hal. 4-3
7. http://media.isnet.org/islam/Etc/Sahabat.html
8. http://id.wikipedia.org/wiki/Sahabat_Nabi
Orang yang mengatakan bahwa seluruh sahabat itu adil, sama rata, sama-sama hebatnya, pendapat seperti itu terlalu gegabah dan ilmunya perlu direvisi. Bagaimana bisa sahabat yang ketemu Nabi saw hanya sekali mau disamakan dengan sahabat yang menyerap ilmu dari Nabi saw bertahun-tahun? Inilah contoh orang yang tidak bisa menggunakan akal sehatnya.
BalasHapusJangan lupa kunjungi web kami juga:
BalasHapusJual Kaos Dakwah
Kaos Dakwah Quotes
Produsen Kaos Dakwah