4.11.2010

AQIDAH BARU DI TAHUN BARU

Adalah tahun baru merupakan awal perjalanan kehidupan 365 hari ke depan, dari 365 hari yang telah lewat. Tahun baru juga awal 12 bulan ke depan dari 12 bulan yang telah lewat. Allah ‘azza wajalla dalam Al-qur’an menggunakan kata yaum (hari) terulang sebanyak 365, sejumlah hari-hari dalam setahun, kata syahr (bulan) terulang 12 kali juga sejumlah bulan-bulan dalam setahun. Subhanallah.

Sekarang kita menjalani hari-hari pertama tahun baru 2010 dan bulan pertama di tahun yang sama, apapun pemaknaan orang tentang tahun baru, bagi umat Islam bukanlah hal yang rumit untuk memaknainya. Berangkat dari prinsip “hari ini harus lebih baik dari hari kemarin dan besok harus lebih baik dari hari ini” melengganglah umat Islam menjalani tahun baru tanpa harus terbebani pertimbangan-pertimbangan duniawiyah yang memenjarakan dan memperbudak.

Tentu penghitungan awal tahun baru bagi umat Islam adalah bulan Muharam dalam tahun Hijriyah. Sesuai dengan yang ditetapkan oleh Khalifah Umar bin Khattab radliallâh ‘anhu atas momentum hijrahnya Rasulullâh salallâhu ‘alaihi wa salam dan para sahabat dari Mekah ke Madinah. Sedangkan Januari adalah awal dari tahun baru Masehi berdasarkan momentum kelahiran Isa Al-masih.

Memaknai tahun baru bagi umat Islam harus berbeda dari apa yang dilakukan umat lain. Dalam menentukan tahun baru ini agenda umat Islam terbesar ialah meluruskan aqidah dan persepsi tentang tauhid, risalah dan pembalasan. Tahun baru haruslah mewujudkan aqidah yang baru, dalam arti peningkatan dan pengokohan kembali keimanan dan ketakwaan kepada Allah ‘azza wa jalla untuk menghadapi tantangan da’wah ilallah yang mungkin tidak lebih ringan dari tahun kemarin.

Kenapa kita harus memfokuskan agenda terbesar pada pengokohan kembali aqidah ? sebab kita menyadari bencana dan ujian yang terus menerus menimpa kita bukanlah akibat krisis ekonomi, politik sosial, maupun budaya, melainkan dilahirkan oleh krisis aqidah. Akibat dari krisis aqidah inilah lahirlah krisis duniawi di atas. Dimana manusia mengalami kehancuran akhlaq, melalaikan ibadah dan menghamba kepada selain Allâh ‘azza wa jalla yang Maha Kaya dan Maha Perkasa.

Agenda umat Islam ditahun baru dengan meluruskan aqidah dan berbagai persepsinya terbagi dalam tiga hal : pertama, meneguhkan kembali sendi-sendi tauhid. Syirik adalah kejahatan paling besar yang dilakukan oleh manusia, Allah berfirman :

إِنَّ اللهَ لاَ يَغْفِرُ أَنْ يُشْرَكَ بِهِ وَيَغْفِرُ مَا دُوْنَ ذلِكَ ِلَـمَنْ يَشَآءُ.. (ألنساء : 48)
“ٍٍٍٍٍٍSesunggguhnya Allâh tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Allâh akan mengampuni dosa-dosa selain dosa syirik bagi orang-orang yang di kehendaki-Nya..... ” (QS. An-Nisa : 48)

Sebab syirik merupakan kedzaliman terhadap hakikat, pemalsuan terhadap kenyataan dan penurunan terhadap martabat manusia dari kedudukannya sebagai pemimpin seperti yang di kehendaki Allâh ‘azza wa jalla. Lalu beralih ke martabat penghambaan dan ketundukan makhluk, baik kepada benda mati, tumbuh-tumbuhan, hewan, manusia, atau lain-lainnya.(QS. Lukman :13, Al-hâjj : 30-31)

Karena syirik itu merupakan sarang berbagai kebatilan dan khurafat, maka kita wajib untuk menyembah Allâh ‘azza wa jalla semata dan meyakini bahwa yang demikian ini merupakan prinsip pertama yang ada dalam semua risalah para nabi, setiap nabi menyeru kaumnya untuk menyembah Allah, yang tiada sembahan selain Dia. (QS. An-Nahl : 36, al-Anbiya’ : 45)

Seruan tauhid merupakan asas kebebasan yang sebenarnya. Tiada kebebasan bagi orang yang mensucikan orang lain atau yang menyembah harta dan jabatan. Seruan kepada tauhid juga merupakan asas persaudaraan dan persamaaan derajat, karena hal itu hamba Allâh ‘azza wa jalla. Kedua, meluruskan aqidah tentang Nubuwwah dan Risalah. Masalah ini dapat dirinci sebagai berikut :

1.Umat Islam harus meyakini akan adanya kebutuhan terhadap Nubuwwah dan Risalah. Sehingga manusia, tidak mempunyai alasan untuk menolak keduanya (QS. An-Nahl : 64,Al-Baqarah : 213)

2.Umat Islam harus meyakini bahwa para rasul diutus untuk menyampaikan kabar gembira dan peringatan kepada manusia. Mereka bukan Tuhan yang di sembah dan bukan pula anak-anak Tuhan, tapi mereka manusia biasa yang mendapatkan wahyu (QS. Al-kahfi : 110).

3.Umat Islam harus menghindari berbagai syubhât yang di bangkitkan orang-orang terdahulu yang merendahkan dan meragukan risalah para Rasul. ( QS. Ibrâhim : 11, Al-Isra :95)

4.Umat Islam harus meyakini adanya kesudahan (tsawâb) yang baik bagi orang-orang yang membenarkan risalah dan meyakini adanya kesudahan yang buruk (‘iqab) bagi orang-orang yang mendustakan mereka (QS. Al-Furqan : 27-29, Yunus : 103)

Ketiga, Umat Islam harus memantapkan aqidah iman kepada akhirat dan pembalasan. Ada beberapa cara untuk memantapkan aqidah tersebut diantaranya adalah :

1.Meyakini akan kekuasan Allah untuk mengembalikan makhluk seperti sediakala (QS. Al-Hâjj : 50)

2.Memahami peringatan tentang penciptaan manusia di banding penciptaan alam yang lebih besar, ini termasuk hal yang remeh (QS. Al-Ahqâf : 33)

3.Meyakini adanya hikmah Allâh ‘azza wa jalla dibalik perbedaan balasan yang diterima oleh orang-orang yang berbuat baik dan balasan yang diterima oleh orang-orang yang berbuat buruk (QS. Al-Mukmin : 115, Shâd : 27-28)

4.Meyakini adanya pahala bagi orang-orang mukmin dan meyakini siksa dan penyesalan bagi orang-orang kafir (QS. Al-Bayyinah : 6-8)

5.Menepis berbagai persangkaan orang-orang kafir dan musyrik bahwa sesembahan mereka dapat memintakan syafaat di kiamat (QS. An-Najm : 30-39, Al-Mukmin : 18, Al-Baqarah : 255, Al-kahfi : 49)

Tiga pilar pengokohan aqidah di atas akan menjadi modal besar dalam usaha perbaikan kehidupan dunia dan akhirat, tanpa ada keraguan lagi. Jika dijalankan dengan penuh konsistensi (istiqomah), bersungguh-sungguh dan berharap ridha Allah semata.

Wallahu’alam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar