Bila pun nanti memang terbukti kalah
Solusi satu-satunya adalah introspeksi
Tidak perlu marah dan kesal, karena marah dan kesal pun tetap kalah
Perbaiki diri adalah langkah terpuji
Dakwah telah gagal?
Bukankah sudah lama tidak lagi sebagai partai dakwah?
Bukankah sekarang adalah partai terbuka dengan ideologi nasionalis religius?
Bukankah di tahun 2004 dulu berkibar spanduk besar "Dakwah tak kenal henti"
Bukankah tidak patut menyalahkan dakwah akibat kekalahan politik praktis
Uang cendol,
Uang itu hanya 10 rb – 15 rb saja
Hati nurani tergadai dengan jumlah uang yang tidak cukup membeli beras 2 liter itu
Kader miris dan menyalahkan; “kenapa rakyat menggadaikan hati nurani demi 15 rb?”
Jawaban rakyat; “siapa pemimpinnya yang membuat hati dan mental kami seperti ini?”
Toh, tidak ada satupun kandidat yang bersih dari politik fulus ini
Hanya soal siapa yang punya fulus lebih besar; sekalipun tidak mesti demikian
Saya percaya ada pasangan kandidat yang melihat politik fulus ini bukan prioritas
Kader-kader itu masih banyak yang idealis, ikhlas dan berjuang tak kenal lelah
Namun, tahukah mereka apa yang tidak diketahuinya dan diketahui para jurnalis yang dekat dengan lingkaran kekuasaan?
Bila suatu saat nanti mereka tahu apa yang sebenarnya sedang mereka perjuangkan ini, masihkah akan mengatakan ini demi dakwah?
Tidak mungkin kita akan menang terus, Berjaya terus
Tidak mungkin kita akan sehat terus, fit terus
Seringkali untuk menempuh jalan kejayaan lebih besar, kita diminta berhenti sejenak dan memeriksa, menambah perbekalan serta membuang yang akan membebani perjalanan…
Kalah terhormat jelas jauh lebih mulia dari menang khianat
Jadi, telanlah…obat itu memang pahit :-)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar