9.09.2009

Barangkali Anda Ingin Tahu..

Rasulullah saw bersabda:

“Sesungguhnya hancurnya umat sebelum kalian, hanyalah karena kalau para bangsawan mencuri mereka tinggalkan (tidak menegakkan hukum), dan apabila orang lemah yang mencuri mereka laksanakan hukuman. Demi Allah seandainya Fathimah bintu Muhammad mencuri, niscaya kupotong tangannya.” (Ahmad dari Aisyah ra)

“Sesungguhnya orang gila adalah yang terus menerus mendurhakai Allah.” (Ibn Asakir dari Abu Hurairah)

“Sesungguhnya akan datang orang-orang dari umatku yang mempertentangkan ayat-ayat al-Qur’an satu sama lain dengan maksud membatalkannya, dan mengikuti apa yang menimbulkan keraguan (karena menyerupai maknanya antara satu dengan lainnya), dan mereka meyakini berada dalam jalan yang diperintahkan Tuhan mereka. Dan bagi setiap agama ada ‘Majusi’, mereka dalah Majusi dari umatku dan serigalanya neraka.” (Ibn Asakir dari Abu Hurairah ra) Barangkali Hadits ini tepat untuk kalangan Jaringan Islam Liberal.

“Saya adalah orang yang menyampaikan da’wah Ibrahim, dan orang terakhir yang memberikan kabar gembira (tentang kerasulanku) adalah Isa bin Maryam.” (Ibn Asakir dari Ubadah bin Shamit ra)

“Fikirkanlah olehmu tentang ciptaan-Nya dan jangan fikirkan Penciptanya, sesungguhnya kamu tidak akan mampu.” (Abu Syaikh dari Ibnu Abbas ra)

“Kalian yang terbaik pada zaman jahiliyyah, menjadi yang terbaik di zaman Islam, jika memahami dan melaksanakan Syari’at.” (Bukhari Muslim dari Abu Hurairah)

“Di akhirat nanti Allah tidak akan melihat bentuk tubuh dan harta kalian, tapi Allah hanya akan memperhatikan Hati dan amal kalian.” (At Tirmidzi)

“Apabila suatu perkara diserahkan bukan pada ahlinya, maka tunggulah kehancurannya.” (Bukhari)

“cintailah kekasihmu sewajarnya saja, sebab bisa jadi suatu saat engkau akan membencinya dan bencilah musuhmu sewajarnya saja, sebab bisa jadi suatu saat engkau akan mencintainya.” (Tirmidzi dari Abu Hurairah)

“Barangsiapa yang sangat mencintai seseorang kemudian ia tetap menjaga diri dari perbuatan dosa dan menyimpan cintanya sampai ia mati karenanya, maka ia telah mati syahid.” (Hakim)

“Cukup seseorang itu disebut pendusta jika setiap apa yang ia dengar, ia ceritakan.” (Al-Hadits?)

“Demi jiwaku yang ada di tangan-Nya, jika orang Yahudi dan Nasrani mati setelah mendengar seruanku dan tetap tidak beriman terhadap apa yang aku bawa, ia akan menjadi penghuni neraka. Kalaulah Musa as masih hidup niscaya ia harus mengikutiku.” (Muslim)

“Ajaran Islam akan pudar satu demi satu, dan setiap satu ajaran lenyap, orang akan bermalas-malasan untuk melaksanakan ajaran selanjutnya. Adapun ajaran yang akan pertama kali lenyap adalah sistem pemerintahan Islam, sedangkan yang terakhir adalah Sholat.” (Ahmad)

1 komentar:

  1. Di sebuah mesjid, antrian di depan keran wudhu begitu panjang. Dari tujuh keran, hanya bisa dibuka tiga keran karena airnya kecil. Saya berada di urutan ketiga. Seorang laki-laki mulai membasuh tangannya dengan perlahan dan telaten. Ia mulai berkumur. Ia tampung kucuran air dengan tangannya hingga penuh, lalu dia masukkan ke mulutnya. Ia berkumur lama. Ia lakukan tiga kali. Begitu juga ketika memasukkan air ke hidungnya. Ketika ia membasuh wajahnya, orang yang wudhu di sebelahnya sudah sampai membasuh kaki. Air semakin menipis. Saya rasakan orang di belakang saya gelisah.

    Saya anggap orang yang sedang wudhu itu belum terprogram suatu nilai bahwa memperhatikan, membantu, dan melayani orang lain adalah ibadah untuk Tuhan yang sebenarnya. Saya ingat sebuah kisah Tuhan bertanya kepada Nabi Musa.

    Tuhan : "Mana ibadah untukKu ?"
    Musa : "Bukankah aku selama ini sudah sembahyang dan berpuasa untukMu ?"
    Tuhan : "Bukan..., itu adalah ibadah untukmu sendiri. Itu untuk kepentinganmu sendiri (mendapat pahala). Ibadahmu untukKu yang sebenarnya adalah ketika engkau menolong orang lain ..."

    Kalau saya jadi orang yang sedang wudhu, maka saya akan mempercepat wudhu saya dengan tetap khusyu'. Karena airnya makin lama makin sedikit, agar orang di belakang saya kebagian -- apalagi antriannya begitu panjang ---, maka kalau perlu saya hanya membasuh yang wajib-wajib saja, dan itupun hanya sekali usap. Yang penting apa yang dianggap sah wudhunya, -- yaitu seluruh bidang yang harus dibasuh terkena air -- terpenuhi. Saya akan lakukan itu dalam konteks agar orang lain juga kebagian wudhu.

    Seorang teman yang baru pulang haji bercerita dengan penuh semangat dan bangga (seolah telah dimudahkan oleh Allah). Suatu ketika ia harus berada dalam antrian panjang. Saya lupa apakah antrian itu pintu keluar Bandara, atau justru memasuki suatu tempat tertentu. Hari itu hari Jumat. Jam sudah menunjukkan waktu sedikit lagi tiba saatnya Sholat Jumat. Ia bilang, ia ingin tidak ketinggalan Sholat Jumat. Lalu ia berdoa, Ya Allah, sempatkanlah aku sholat Jumat. Selesai berdoa, tiba-tiba ia mendapat wangsit. Ia keluar dari antrian dan langsung berjalan cepat menuju barisan depan, dan ... zappp ... dia masuk barisan dekat pintu depan. Akhirnya dia bisa Sholat Jumat di Masjid.

    Mendengar ceritanya yang berapi-api itu, saya langsung tercenung. Seperti ada reaksi kimia tertentu di dada saya. Saya merasa ada yang salah dengan cerita itu. Sepintas, sepertinya ia 'diselamatkan' oleh Tuhan dari antrian untuk bisa sholat Jumat di mesjid. Tapi apa iya ya ? Karena dia keluar antrian dan langsung masuk lagi di barisan depan, yang saya namakan 'menyerobot' dan menurut tafsir saya berarti melanggar hak orang lain. Saya tidak tahu apakah para calon haji yang diserobot teman saya tadi rela atau tidak (tentu buat mereka itu merupakan ujian dan cobaan diserobot orang lain). Meskipun mereka ikhlas, tapi mereka juga punya keinginan yang sama, yaitu Sholat Jumat tepat waktu.

    Saya jadi ingat ketika Kang Jalal dalam sebuah buku mengatakan bahwa akhlak (etika) itu didahulukan atas fiqih (aturan). Artinya, ketika kita berusaha menjalankan suatu standar operating procedure dari ritual agama, lalu konflik dengan etika, maka yang didahulukan adalah etika. Kalau saya jadi teman saya itu, maka saya akan tetap antri untuk mencapai pintu itu. Jika ternyata nantinya saya terlambat Sholat Jumat, ya tidak apa-apa, karena keterlambatan saya bukan karena disengaja.

    Tapi ini tentu peta pikiran saya sendiri. Ini bukan soal teman saya itu salah atau tidak, diterima sholatnya atau tidak (Lha, masih mending dia sudah berangkat haji, daripada saya yang belum haji). Itu sama sekali bukan job description saya untuk memberi label. Itu hak Tuhan. Semoga saja teman saya yang berhasil sholat Jumat tepat waktu, dan jemaah lain yang diserobot namun ikhlas, sama-sama mendapat haji yang mabrur...***

    BalasHapus