2.04.2010

Virus Gerakan Da’wah Menurut Fathi Yakan: Dalam buku “Ihdzaru Al-Aids Al-Haraki”

Iftitah

Fathi Yakan, sebagai orang yang hidupnya dihabiskan di lapangan Da’wah, melihat bahwa gerakan da’wah sesungguhnya telah demikian marak digerakkan para aktivisnya. Lembaga da’wah dengan berbagai kecenderungan muncul di mana-mana, baik yang hadir secara formal maupun yang tidak formal. Semua ini tentu sebuah realitas yang menggembirakan. Namun bersamaan dengan maraknya gerakan da’wah itu, muncul pula realitas lain yang potensial menghambat laju gerakan da’wah itu sendiri. Realitas itu banyak yang justru lahir dari dalam sendiri.

Ternyata umat belum bisa bersatu dalam mempersepsi persoalan. Keragaman itu lahir dari ragamnya cara pandang dan pemikiran tentang da’wah. Berikutnya gerakan da’wah pun hadir dalam format yang bermacam-macam, visi yang aneka warna, dan orientasi yang bervariasi, meskipun semua mengusung semangat Islam sebagai tujuan akhirnya.
Sebenarnya, ragam pendapat dan pemikiran itu sendiri merupakan persoalan yang ada sejak zaman dahulu. Para sahabat berbeda pendapat tentang beberapa persoalan dan Rasulullah tidak menganggapnya sebagai hal yang negatif. Rahasianya apalagi kalau bukan kenyataan bahwa Rasulullah berhasil menanamkan prinsip akidah dan akhlak demikian kuat dalam dada hingga mampu menjadikan persoalan perbedaan pendapat sebagai realitas manusiawi yang tidak berpengaruh terhadap prinsip dasar itu. Itulah didikan Rasulullah saw.

Tampaknya hal inilah yang kini menjadi barang langka. Biasanya sebuah gerakan dibangun pertama kali dengan landasan loyalitas kepada lembaga. Setelah itu bahkan pembinaan keislamannya secara murni tidak berlangsung dengan baik. Akhirnya fanatisme kepada golongan lebih dominan muncul daripada pembelaan terhadap akidah dan keimanan.
Orang sering mengatakan bahwa keragaman institusi Islam yanga ada sekarang sebuah realitas positif belaka, agar menjadi media persaingan yang sehat. Sampai batas tertentu pendapat ini bisa dibenarkan. Namun realitas juga yang menjawab bahwa sungguh keragaman yang terus terjadi dan tak kunjung bisa disatukan ini telah melemahkan kekuatan Islam. Umat yang besar ini ternyata tidak dapat berbuat apa-apa menghadapi berbagai tantangan besar yang dihasilkan dari konspirasi berbagai kekuatan. Tantangan itu hadir melalui wilayah kebudayaan, pemikiran, dan bahkan militer.

Inilah sebagian yang disorot Fathi Yakan dalam bukunya. Selain mengingatkan tentang beberapa “virus” yang menggerogoti bangunan da’wah, beliau memberikan konsep solusi agar berbagai penyakit itu bisa diminimalisasikan, atau ditiadakan sama sekali.
Fathi yakan memulai tulisannya dengan memaparkan fenomena kehancuran gerakan da’wah di wilayah Lebanon. Dimana satu gerakan da’wah menghancurkan gerakan da’wah lainnya. Fenomena ini sebenarnya mendunia, tidak hanya terjadi di Lebanon saja tapi juga mengemuka di hampir seluruh Negara-negara muslim.

Faktor-faktor penyebab konflik

Fathi Yakan melihat ada beberapa faktor penyebab terjadinya konflik diantara berbagai gerakan da’wah yaitu:

Pertama, hilangnya mana’ah i’tiqadiyah (imunitas keimanan) dan tidak tegaknya bangunan di atas fondasi pemikiran dan prinsip yang benar dan kukuh.
Kedua, rekrutmen hanya memperhatikan aspek kuantitas.

Ketiga, Organisasi “tergadai” pihak luar, baik oleh sesama organisasi maupun oleh negara. Bisa juga tergadai oleh basis-basis kekuatan, baik politik, ekonomi, keamanan, maupun keseluruhan unsur ini sekaligus. Akibatnya, organisasi tadi kehilangan potensi cengkeram, orientasinya kabur, dan arah politiknya pun bias. Jadilah ia sebuah organisasi yang diperalat untuk kepentingan pihak lain, meskipun terkadang ia sendiri bisa mendapatkan kepentingannya dengan cara itu.

Keempat, tergesa-gesa ingin meraih kemenangan, meskipun tidak diimbangi dengan sarana yang memadai. Betapa banyak organisasi gerakan yang mendalangi pembunuhan penguasa. Ia menganggap bahwa terbunuhnya sang penguasa adalah cita-cita akhir gerakannya.
Kelima, munculnya pusat-pusat kekuatan, aliran, dan sayap-sayap gerakan dalam tubuh organisasi. Kebanyakan bangunan organisasi yang mengalami pertikaian dan perselisihan berpotensi melahirkan hal-hal di atas.

Keenam, campur tangan pihak luar. Ini merupakan faktor utama yang berdiri di belakang fenomena kehancuran bangunan gerakan da’wah.

Ketujuh, lemah atau bahkan tiadanya kesadaran politik dalam gerakan da’wah. Ini yang terkadang menjadi faktor penyebab lepasnya elemen-elemen bangunan dan kehancurannya.
Sebuah gerakan, di mana saja, apabila tidak memiliki kesadaran politik yang tinggi dan baik, tidak bisa hidup, mengimbangi zaman, tidak memahami kejadian yang ada di sekelilingnya, terkecoh oleh fenomena permukaan, lupa mengkaji apa dibalik peristiwa, tidak mampu merumuskan kesimpulan-kesimpulan dari berbagai peristiwa global, tidak bisa membuat footnote setelah membaca “teks”, tidak mampu meletakkan kebijakan politik lokal berdasar kondisi-kondisi politis internasional, dan lain-lain kepekaan; kalau sebuah gerakan memiliki kelemahan pemahaman serupa itu, di saat arah politik demikian tumpang tindih dan keserakahan demikian merajalela, yang tampak di permukaan tidak lagi mencerminkan isinya, maka ia akan menjadi gerakan yang langkahnya terseok, sikap-sikapnya kontradiktif, dan mudah terbawa arus.

Apa yang terjadi di negeri-negeri Islam?

Pertanyaan itulah yang menjadi bagian terpenting pembahasan Fathi Yakan dalam bukunya. Menurut Fathi Yakan, salah satu kewajiban kaum muslimin sebagai bagian dari gerakan Islam di tengah masyarakat dan arus yang melingkupinya, setelah banyak belajar dari kasus-kasus yang terjadi, faktor-faktor penyebab dan dampak-dampaknya, adalah dengan berusaha mengantisipasi kejadian-kejadian itu dengan terlebih dahulu mengenal kekuatan-kekuatan yang berdiri dan menjadi motor di belakangnya, sarana dan prasana yang dipergunakannya, serta dampak-dampak negatif yang dilahirkannya.
Fenomena Sakit

Fathi Yakan membagi fenomena sakit ini kepada beberapa indikator yaitu:
Pertama, Fenomena ragam aliran gerakan (Ta’addudiyah). Fathi Yakan melihat bahwa hal itu terjadi di luar kewajaran. Menurutnya berdasarkan tolok ukur syariat bagi semua aktifitas Islam, kemaslahatannya bagi kaum muslimin, berbagai realita, dan ekses negatif yang ia rasakan, ia menganggap bahwa ini merupakan fenomena mengkhawatirkan dan berbahaya.

Bagi Fathi Yakan, kalau saja fenomena keragaman itu bersih dari fanatisme, dibarengi suasana penuh ukhuwah, terjalin kerjasama dan saling memahami di antara mereka, maka hal itu tidak perlu dibicarakan lagi. Tetapi ia melihat kenyataan yang sebaliknya. Keragamaan yang ada itu tidak melahirkan apapun, kecuali semakin memuncaknya permusuhan.

Keragaman itu menurut Fathi Yakan sebenarnya sudah keluar dari nalar sehat dan melampaui batas. Bagaimana tidak, sebagian jamaah lahir tanpa batasan. Penyakit suka melepaskan diri ini sudah menyerupai hitungan deret ukur.

Pada masa lalu, keragaman jamaah lahir benar-benar memiliki alasan syariat. Para pemiliknya benar-benar memiliki kemampuan telaah dan ijtihad yang memadai. Meskipun begitu, mereka tetap menjaga akhlak, dan prinsip ikhtilaf tanpa keluar dari jalur ukhuwah selangkah pun.

Kedua, Fanatisme tercela. Fathi Yakan menetapkan bahwa fanatisme adalah penyakit paling berbahaya bagi gerakan-gerakan Islam. Fanatisme yang mestinya hanya diberikan kepada kebenaran dan bahwa kembali kepada hukum syariat itu merupakan prinsip, kini dipersembahkan kepada organisasi dan para tokohnya. Yang seharusnya seruan dakwah diarahkan kepada Islam, kini seruan itu diarahkan kepada lembaga atau organisasi, meskipun bukan dari Islam dan tanpa komitmen menegakkan nilai-nilainya.

Fathi Yakan menganggap bahwa fanatik kepada lembaga membatalkan iman dan Islam. Karena pada dasarnya, loyalitas seorang muslim adalah kepada umatnya. Ia juga dengan tegas menyatakan bahwa fanatisme adalah biang perpecahan umat dan akan menceraikan persatuan.

Fenomena Fanatisme Golongan Ekstrem

Fenomena fanatisme golongan yang ekstrem bagi Fathi Yakan adalah kelompok yang sibuk dengan sengketa internal dan memalingkan dari urusan-urusan yang pokok. Menariknya, fenomena ini sering dibungkus dengan baju ilmiah dan syariat, padahal hakikatnya jauh dari dua hal tersebut.

Kelompok ini membuat langkah-langkah yang disebut sebagai da’wah. Padahal realitasnya, yang mereka ciptakan justru konflik-konflik di tubuh umat Islam, dengan dalih menegakkan Islam, menghidupkan sunnah dan memberantas bid’ah yang merajalela di tengah masyarakat Islam. Mereka menganggap kelompok lain yang tidak sependapat sebagai kelompok ahli bid’ah yang harus dimusuhi dan diperangi. Rasa hasad, dengki dan permusuhna sesama muslim ditebarkan untuk mendukung sikap-sikapnya.

Lalu Fathi Yakan membahas panjang lebar terkait fenomena di atas, pada kesimpulannya beliau mengatakan bahwa sesatnya bid’ah itu tidak ada khilaf. Namun menurutnya, perbedaan pendapat hanya menyangkut esensi makna bid’ah. Fathi Yakan berharap vonis bid’ah dijatuhkan setelah dilakukan pengkajian, analisis dan upanya penyesuaian dengan kaidah syariat.

Oleh karena Fathi Yakan memandang, berkumpulnya kaum muslimin pada momentum-momentum keagamaan dalam rangka menghayati nilai-nilai agama, menggali hikmah dan pelajaran, tanpa menetapkannya sebagai sebuah kewajiban atau keharusan mengamalkannya, juga tidak memasukkan di dalamnya sesuatu yang dianggap keluar dari syariat, maka hal itu tidaklah termasuk bid’ah.

Fenomena Pengasingan Diri (I’tizaliyah)

Fenomena ini ditandai dengan munculnya kolompok pemuda yang disibukkan dengan takfir al-muslimin atau menuduh kafir sesama muslim. Bahkan, mereka juga menuduh para ulama sebelumnya dengan tudingan yang sama. Selain itu, muncul pemuda sejenis yang disibukkan dengan fitnah ta’wil terhadap teks-teks dalil yang sudah jelas.
Semua itu ditempuh melalui cara-cara permusuhan yang ekstrem. Mereka menjadikan negeri-negeri Islam sebagai ajang perang dan sengketa dengan segala kandungan maknanya. Selain dalam bentuk pertempuran bersenjata, mereka juga menjadikan masjid-masjid sebagai forum pertikaian dan permusuhan.

Fathi Yakan merasa sangat heran melihat mereka tidak pernah sempat memikirkan bahaya komunisme, sekularisme, dan zionisme. Namun yang selalu menjadi sasaran permusuhan mereka secara terus menerus, justru para aktifis da’wah, para ulama, dan lembaga,
Fenomena seperti itu bagi Fathi Yakan jelas menyalahi syariat karena mencerai-beraikan ikatan persatuan dan ukhuwah sesama muslim, membangkitkan permusuhan dan kebencian dan akhirnya melumpuhkan kekuatan dan kebesarannya.

Salah satu hal yang mendukung berkembangnya fenomena di atas adalah keberanian yang berlebihan dalam memberi fatwa dan menetapkan hukum, termasuk dalam urusan yang paling penting dan masalah yang paling berbahaya sekalipun.

Termasuk penggunaan ta’wil di tengah para pemuda yang belum matang dalam penalaran dalil-dalil hukum dan syariat membuka pintu setan dalam rangka menghancurkan akidah. Ta’wil bagi Fathi Yakan adalah bagian prinsip yang rusak dan sesat. Ta’wil pada hakikatnya juga merupakan tuduhan tidak langsung terhadap agama. Tuduhan bahwa agama ini memiliki kekurangan, kekaburan dan ketidakjelasan. Kemudian Fathi Yakan memberikan beberapa contoh ta’wil.

Di lain pihak keberanian mengafirkan sesama muslim adalah perangai yang sangat berbahaya. Berbahaya karena dapat menggoncangkan aqidah kaum muslimin, dan peraguan terhadap peninggalan salafussaleh.

Keberanian mengafirkan sesama muslim menurut Fathi Yakan telah sampai pada tingkat keyakinan diperbolehkannya mengalirkan darah dan membunuh orang dengan tuduhan kufur dan murtad dari agama.

Sebab-sebab hancurnya gerakan dakwah

Fathi Yakan menganalisa sebab-sebab dari hancurnya gerakan-gerakan dakwah sebagai berikut:

1. Orientasi massal abaikan pembinaan
Penggunaan pola kerja yang bersifat massal di awal langkah, seringkali menyebabkan organisasi dakwah tidak mampu menciptakan proses pembinaan terhadap unsur-unsur SDM maupun perangkat-perangkat lain ysng berfungsi mengikat serta membimbing masyarakat yang mengikutinya di kemudian hari.

2. Perhatian berlebih terhadap slogan
Gerakan dakwah, apabila tidak mampu mengubah slogan menjadi kenyataan atau mewujudkan gambar menjadi realitas, akan kehilangan kehormatan dan pengaruhnya. Akhirnya ia tidak mampu mewujudkan tujuan-tujuan yang lebih besar dan lebih jauh.

3. Perhatian berlebih terhadap kuantitas
Islam berorientasi kepada kualitas, bukan kuantitas, kendati kuantitas tentu memiliki nilai tersendiri. Islam memperhatikan bangkitnya nilai dalam diri manusia serta mengangkat derajatnya hingga mencapai kesempurnaan kemanusiaannya. Islam tidak berkepentingan dengan tumpukan personel agar mencapai bilangan sebanyak-banyaknya.

4. Dominasi orientasi kemiliteran
Sebuah gerakan yang dimabukkan oleh kekuatan militer dan tertipu oleh banyaknya para pendukung, akan terjerumus ke dalam sugesti menguasai wilayah Islam serta mengklaim sebagai wilayah kekuasaannya. Pada akhirnya ia akan berusaha mengenyahkan kekuatan lain meskipun sesama Islam.

5. Keterbukaan dalam segala hal
Cara kerja yang serba terbuka itulah yang membongkar aktifitas pergerakan, karena sejak awal bisa dideteksi perinciannya, termasuk personel, pemimpin, dan kekuatannya secara keseluruhan. Dampak yang ditimbulkan dari sikap ini sangat besar dan berbahaya.

6. Tiadanya kesadaran politik
Sebuah gerakan yang tidak memiliki potensi dan sarana yang bisa mempertajam penglihatan terhadap problem dan memperluas cakrawala berpikir terhadap segala urusan untuk memahami hakikat politik adalah gerakan yang tidak layak hidup. Inilah yang membuat gerakan sering jatuh dalam suasana kontradiktif, baik ucapan, sikap, maupun perilakunya.

7. Memilih jalan pintas
Fenomena yang mencolok dari berbagai gerakan dakwah adalah senang menempuh jalan pintas dalam melakukan perubahan Islami di tengah masyarakat. Padahal sesungguhnya faktor waktu memiliki nilai dan kedudukan tersendiri dalam setiap aktifitas perubahan, bahkan meskipun sekedar langkah perbaikan.

8. Lemahnya aspek pendidikan
Sesungguhnya lemahnya pendidikan itu merupakan kepincangan yang secara perlahan akan melahirkan penyakit dan problem dalam tubuh gerakan dakwah. Ia akan membuka peluang bagi musuh menyalakan api fitnah, akan menyuburkan tumbuhnya berbagai penyakit hati yang dapat mengguncangkan dan memecah-belah kehidupan berjamaah dan berdakwah, dan akan mengancam kualitas takwa dan wara’ anggota gerakan dakwah yang pada akhirnya mengakibatkan lemahnya kekuatan nilai-nilai syariat dalam membentuk akhlak, karakter, ucapan, dan tindakan pada umumnya.

9. Membudayanya ghibah dan namimah
Penyakit yang berbahaya ini telah mewarnai gerakan Islam di seluruh wilayah Islam, baik lokal, regional, maupun nasional. Hasil yang bisa dirasakan adalah tumbuhnya rasa rendah diri, porak-porandanya barisan, lunturnya kepercayaan, serta tersingkapnya kelemahan gerakan di hadapan musuh.

10. Lunturnya kepercayaan terhadap pemimpin
Untuk menghindari hal ini terjadi, pemimpin hendaknya menjauh dari syubhat, khususnya hal-hal yang berhubungan dengan materi. Hendaklah ia menjadikan dirinya orang yang paling zuhud dan paling jauh dari segala sesuatu yang berbau kenikmatan dan pemanfaatan.

11. Munculnya sentral kekuatan dalam tatanan
Salah satu faktor penyebab kehancuran sebuah gerakan adalah lahirnya berbagai markas kekuatan di tubuh gerakan. Pada saat yang sama kepemimpinan lemah, sehingga tidak memiliki kemampuan menguasai gejolak, menegakkan keseimbangan, mengendalikan dan meredakan perselisihan serta pertengkaran.

Menjaga Bangunan Dakwah

Fathi Yakan memberikan beberapa panduan agar bangunan dakwah tetap terjaga yakni:

1. Tegakkan bangunan di atas landasan taqwa kepada Allah
Menegakkan bangunan atas dasar takwa kepada Allah swt pada seluruh elemennya adalah suatu keharusan. Takwa harus menjadi landasan amal Islami seluruhnya. Ia menjadi perlindungan keamanan baginya. Allah swt berfirman:
“Maka apakah orang-orang yang mendirikan mesjidnya di atas dasar taqwa kepada Allah dan keridhaan-(Nya) itu yang baik, ataukah orang-orang yang mendirikan bangunannya di tepi jurang yang runtuh, lalu bangunannya itu jatuh bersama-sama dengan dia ke dalam neraka jahannam. dan Allah tidak memberikan petunjuk kepada orang- orang yang zalim.” (At-Taubah: 109)

2. Kokohkan ukhuwah karena Allah
Ukhuwah karena Allah adalah buhul iman yang paling kokoh, elemen bangunan yang paling kuat dan faktor yang menjadikan gerakan Islam laksana bangunan tegar yang bagian-bagiannya saling melengkapi.

Sejauh kekuatan ukhuwah dalam sebuah gerakan, maka sejauh itulah kerapatan barisannya, dan sejauh itu pula kekuatan mempertahankan diri dari segala macam serangan dan kelihaiannya memberi reaksi balik terhadap musuh. Ketika ukhuwah mengalami krisis dan lemah, maka gerakan dakwah hanya menjadi ajang bagi segala kesulitan, penyakit dan perpecahan. Allah swt berfirman:

“Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai, dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa Jahiliyah) bermusuh-musuhan, Maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu Karena nikmat Allah, orang-orang yang bersaudara; dan kamu Telah berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu dari padanya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu, agar kamu mendapat petunjuk.” (Ali-Imran: 103)
“Orang-orang beriman itu Sesungguhnya bersaudara. sebab itu damaikanlah (perbaikilah hubungan) antara kedua saudaramu itu dan takutlah terhadap Allah, supaya kamu mendapat rahmat.” (Al-Hujurat: 10)

3. Bangunlah pondasi saling wasiat dalam kebenaran
Setiap bangunan yang tidak dilandasi dengan fondasi saling berwasiat dalam kebenaran dan kesabaran, menasihati karena Allah, dan beramar makruf nahi munkar, akan menjadi bangunan rapuh yang tidak bisa bertahan lama. Dari sana akan muncul bisikan nafsu, kepentingan pribadi, dan berbagai penyakit lainnya.

Beberapa patokan yang wajib diperhatikan berkaitan dengan praktek fondasi ini antar kader dan pemimpinnya adalah:

Pertama, Kebenaran berada di atas segala-galanya dan semua orang harus tunduk di hadapannya, baik anggota maupun pimpinan.
Kedua, semua orang sejajar di hadapan kebenaran, baik anggota maupun pimpinan, bawahan maupun atasan.
Ketiga, Pemimpin berhak melakukan ijtihad tentang sesuatu yang tidak ada teks dalil syariatnya.
Keempat, para individu anggota hendaknya saling menasihati sesamanya, demikian pula para pemimpin.
Kelima, penegakan amar makruf nahi munkar dalam syariat Islam hanya ditujukan terhadap sebuah kemunkaran yang tidak diperselisihkan dan tidak boleh ditegakkan terhadap masalah ijtihadiyah.
Keenam, dalam menegakkan tradisi nasihat-menasihati dan amar makruf nahi munkar hendaknya diperhatikan syarat-syarat syar’i antara lain: mencari kejelasan dan kebenaran berita sebelum mengambil langkah menasihati, memeriksa tujuan, dan memperhatikan cara.
Ketujuh, tidak mengenal kemunkaran dengan cara yang tidak syar’i.
4. Tegakkan tradisi syura
Sebuah gerakan yang memegang teguh prinsip ini, tidak dimonopoli pemikiran pemimpinnya, memperhatikan dan mengambil manfaat pendapat orang lain, maka gerakan itu akan senantiasa berada dalam lindungan Allah. Langkahnya benar dan lurus.
5. Menjalin hubungan dengan penuh rasa cinta dan kasih sayang
6. Tegakkan landasan sukarela dalam bekerja
Inilah sesungguhnya inti pembebanan syariat secara prinsip. Gerakan Islam sepanjang sejarahnya merupakan medan perlombaan dalam mempersembahkan potensi dan pengorbanan di segala bidang, tidak sekalipun pernah menjadi ajang berebut pamrih dan manfaat materi. Allah swt berfirman:
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu hanyalah orang-orang yang percaya (beriman) kepada Allah dan Rasul-Nya, Kemudian mereka tidak ragu-ragu dan mereka berjuang (berjihad) dengan harta dan jiwa mereka pada jalan Allah. mereka Itulah orang-orang yang benar.” (Al-Hujurat: 15)
7. Sungguh-sungguh dalam menjaga nilai-nilai syari’at dan dakwah
Setiap amal harus ditegakkan di atas nilai-nilai aqidah dan pemikiran yang benar. Ia harus ditopang oleh prinsip-prinsip politik dan gerakan yang berdasarkan syariat. Ia tidak boleh goncang hanya karena perubahan situasi dan kondisi. Para personelnya jangan sampai mengorbankan prinsip hanya karena alasan murunah (fleksibilitas) Islam dan ijtihad dalam rangka melakukan siasat memanfaatkan peluang.
8. Bangun penguasaan dan pemahaman
9. Susun strategi dan organisasi
10. Perhatikan kelengkapan dan keseimbangan
Amal Islami ditegakkan di atas prinsip saling melengkapi dan seimbang. Tidak ada bagian aspek yang mendominasi aspek lainnya, atau tumpang tindihnya satu bagian dengan yang lain. Dominasi satu bagian atas yang lain akan mengakibatkan tubuh gerakan berjalan limbung, tidak seimbang.

Khatimah

Rasulullah saw telah mengingatkan dalam banyak pengarahannya tentang bahaya perselisihan dan pertengkaran, selain dampak negatif yang ditimbulkannya. Beliau menyeru untuk senantiasa berpegang teguh dengan prinsip, berkasih sayang, saling meringankan beban sesama, di atas landasan I’tisham bihablillah di samping ukhuwah dan cinta karena Allah swt. Apabila itu dipelihara dan diamalkan oleh seluruh elemen umat dan gerakan dakwah, maka insya Allah mereka tidak perlu takut dan khawatir.

2 komentar:

  1. "Kebenaran berada di atas segala-galanya dan semua orang harus tunduk di hadapannya, baik anggota maupun pimpinan." Like this so much

    BalasHapus
  2. selalu ikuti
    http://www.islamedia.web.id
    http://www.twitter.com/islamedia
    http://www.facebook.com/IslamediaWeb
    http://www.youtube.com/IslamediaWeb

    BalasHapus