3.31.2009

Para Ustadz dan dua sosok Drakula

Saat duduk santai di bus jurusan Bogor Bekasi sekitar pukul 16.30 wib Ahad 29 Maret lalu, pesawat televisi yang dinyalakan sang sopir sedang menayangkan acara gosip insert di salah satu televisi swasta. Qodarullah saat itu sedang ditayangkan beberapa orang ustadz beken sedang mengunjungi dan memberikan bantuan kepada korban musibah Situ Gintung, sambil tersenyum-senyum entah senang atau sedih dengan pakaian sangat indah sama sekali bersih tidak terkotori lumpur yang begitu banyak di sekitarnya.

Entah, saya tidak bisa menangkap apa yang disampaikan ustadz-ustadz itu di depan kamera karena selain volumenya kecil ada penceramah juga di bus waktu itu. Mungkin beliau-beliau sedang menyampaikan tausyiah bahwa musibah datangnya dari Allah, kita harus bersabar, semua ada hikmahnya dan bla bla bla. Tidak salah, tapi lama-kelamaan malah penceramah di bus lebih menarik perhatian saya daripada melihat 'komedian-komedian' di tayangan insert itu.

Si penceramah ternyata intelek berpengetahuan luas layaknya mahasiswa pasca sarjana, banyak mengutip istilah-istilah ilmiah dan ayat-ayat al-Qur'an ataupun hadits selain juga mahir berbahasa Inggris. Uih..ini dia mubaligh jempolan dibanding saingannya di televisi depan dirinya berdiri.

Yang paling menarik dari ceramahnya adalah ungkapan bahwa kita semua akan mati, dan hampir semua orang yang akan mati ingin dikenal dan dikenang. Namun masalahnya tidak semua orang akan terkenal saat kematiannya, para wong cilik seperti dirinya yang hanya orang jalanan mana bisa masuk tv.

Si penceramah memberikan tips agar orang kecil matinya bisa terkenal dengan cara harus mati berombongan tidak boleh sendiri-sendiri, seperti kena banjir, longsor dan terkena air bah jebolnya tanggul Situ Gintung.

Menarik. Saya membayangkan ustadz-ustadz di acara itu tidak seperti yang ditayangkan. Tetapi mereka tertangkap kamera sedang mengangkat mayat, berlumpur, berkeringat dan sebagian wajahnya tertutupi slayer. Mereka ingin ikhlas membantu tanpa diketahui oleh siapapun kecuali Allah. Mereka tidak ingin keterkenalan mereka menjadi virus dari kepedulian mereka terhadap para korban bencana. Dahsyat!

Hari sebelumnya, sekitar pukul 19.30 wib saya bertemu dengan ketua DPW FPI Bekasi Raya Ustadz Murhali Barda Hafidzahullahu Ta'ala (afwan Ustadz ana sebutin nama antum ya..). Kami bertemu di acara silaturrahim alumni Radio Dakta 107 FM Bekasi. Saat ditanya 'abis dari mana tadz?' beliau jawab 'abis jalan-jalan ke Situ Gintung'. 'Wah ngapain tadz?', 'biasa ngangkatin mayat'. Blas...beliau jalan ke depan.

Wah! Ko di acara insert tidak ada beritanya, di tayangan berita kali ada atau mungkin ada di tayangan kriminal hehe..

Luput dari pemberitaan, anggota-anggota FPI paling depan dan paling gigih mengevakuasi mayat di Situ Gintung. Sama luputnya saat FPI yang paling pertama dan paling berani mengevakuasi ribuan mayat korban tsunami Aceh beberapa tahun silam.

Para Ustadz itu mungkin meneladani dua pemimpin bangsa kita yang saling bersaing datang dan menyampaikan empati kepada para korban. Seperti biasa pesona dipancarkan, kata- kata indah menyejukkan dilontarkan dan janji manis disampaikan dengan wajah nampak begitu terharu menahan tangis.

Tragis. Ternyata dua pemimpin bangsa itu bertepuk sebelah tangan. Para warga korban bencana melihat di hadapan mereka dua sosok Drakula yang haus darah sedang meleletkan lidah dengan mata memerah mengerikan. Warga sangat ketakutan seperti mendapatkan bencana susulan yang tak kalah dahsyat. Sampai-sampai tidak ada yang berani melemparkan sepatu berlumpur ke wajah dua sosok Drakula tersebut.

Padahal warga tahu betul bahwa kedua Drakula itulah yang paling bertanggung jawab atas hilangnya keluarga dan harta mereka.

Para Ustadz dan dua sosok Drakula itupun kembali berkolaborasi menipu rakyat. "Kata siapa rakyat semakin cerdas," umpatnya sinis.

3.10.2009

Tanggung jawab Orangtua terhadap Anak

Allah swt berfirman dalam surat An-Nisaa ayat 9 : “Dan hendaklah takut kepda Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan di belakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar.”



Secara khusus ayat di atas berkaitan dengan waris. Para orangtua dilarang meninggalkan anak keturunannya tak berharta lalu kemudian terhina dengan menjadi peminta-minta. Islam jelas melarang keras umatnya menghinakan diri seperti itu. Umat Islam diharuskan mandiri, produktif dan pemberi sebagaimana adanya kewajiban zakat, infaq dan sodaqoh.

Namun secara umum ayat ini berkaitan dengan hal yang lebih luas, tidak hanya berbicara tentang waris (harta) tetapi juga yang lainnya. Orangtua diharuskan khawatir meninggalkan (mewariskan) kepada anak cucunya dhu’afa (kelemahan) dalam beberapa hal di antaranya :

1. Lemah harta kekayaan. Seperti telah dijelaskan di atas, Islam mengharuskan umat untuk mewariskan harta kekayaan kepada keturunannya. Namun Islam adalah agama yang pertengahan (wasithiyah), seimbang sesuai fithrah insaniyah. Islam bukan agama yang mengharamkan umat memiliki harta, bukan juga agama yang memerintahkan umat untuk mendewakan harta dan menghambakan dirinya kepada harta. Tidak ada larangan dalam Islam untuk memiliki harta, Selama harta itu membuat pemiliknya semakin mendekatkan diri kepada Allah swt.

2. Lemah fisik. Islam mewanti-wanti agar para orangtua tidak meninggalkan keturunannya dalam keadaan lemah fisiknya. Islam mewajibkan umat untuk memiliki kekuatan fisik sebagaimana telah Allah perintahkan dalam surat Al-Anfaal ayat 60 :
“Dan persiapkanlah dengan segala kemampuan untuk menghadapi mereka dengan kekuatan yang kamu miliki dan dari pasukan berkuda yang dapat menggetarkan musuh Allah dan musuh kalian….”
Rasulullah saw bersabda: “Didiklah anak-anak kalian berenang, melempar dan berkuda.”
Bagaimana mungkin mampu menanggung kewajiban berjihad fi sabilillah jika fisiknya lemah tak berdaya? Bukankah Rasulullah telah mengingatkan bahwa mukmin yang kuat lebih baik dan dicintai oleh Allah daripada mukmin yang lemah.

3. Lemah ilmu. Jelas sangat berbahaya jika ada orangtua yang meninggalkan anak keturunannya tidak berilmu. Sebab ilmu adalah modal dasar kehidupan bisa berjalan dengan baik atau tidak. Ilmulah yang pertamakali harus dimiliki oleh setiap muslim sebelum berbicara dan beramal, Imam Bukhari mengatakan “Al-Ilmu qoblal qaul wal ‘amal. “ Hal itulah yang ditegaskan Allah dalam wahyu pertama-Nya kepada Rasulullah saw dalam surat al-‘Alaq ayat pertama “Bacalah (berilmulah) dengan menyebut nama Rabbmu yang menciptakan”. Ilmu pula hal yang pertama kali Allah berikan kepada manusia pertama Adam AS, sebagaimana yang Allah kisahkan dalam surat Al-Baqarah ayat 31. Betapa luar biasanya orang yang memilki ilmu sehingga derajatnya ditinggikan sebagaimana orang-orang yang beriman dalam surat al-Mujadilah ayat 11. (Lihat penjelasan selengkapnya pada artikel ‘Konsep Ilmu dalam Islam’).

4. Lemah Aqidah. Inilah kelemahan yang paling dahsyat bahayanya. Bahaya yang tiada terkira, karena Aqidahlah penentu keselamatan hidup dunia dan akhirat. Orangtua bertanggungjawab penuh atas keselamatan aqidah anak-anaknya seperti yang Allah ingatkan dalam surat At-Tahrim ayat 6: “Hai orang-orang yang beriman peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka….”
Dan apakah kita tidak pernah merenungkan peringatan Allah dalam surat Al-baqarah ayat 133 tentang kisah sakaratul mautnya Nabi Ya’qub AS ?
“Adakah kamu hadir ketika Ya’qub kedatangan (tanda-tanda) maut, ketika ia berkata kepada anak-anaknya: “Apa yang kamu sembah sepeninggalku?”….”

Wahai para orangtua akankah yang kita katakan kepada anak-anak kita saat ajal menjemput sama seperti yang ditanyakan Nabi Ya’qub? Yakni kita mengkhawatirkan anak-anak kita menyembah selain Allah swt. Ataukah justru yang akan kita tanyakan saat nyawa sampai tenggorokan adalah “Maa ta’kuluuna min ba’dii?” Apa yang akan kalian makan sepeninggalku.

Rasulullah saw bersabda; “Setiap anak lahir dalam keadaan beraqidah Islam. Maka tanggungjawab orangtuanyalah jika ternyata anaknya itu kemudian beraqidah kufur seperti Yahudi, Nashrani atau Majusi.” (Muslim)

Sesungguhnya anak adalah amanah. Anaklah yang di akhirat nanti akan menjadi penentu apakah kita akan masuk Jannah Allah atau Neraka Allah. wh

SEJARAH DEWAN DA’WAH ISLAMIYAH INDONESIA

Berdirinya Dewan Da'wah Islamiyah Indonesia
Masa Orde Lama (1959-1965) tercatat sebagai masa paling gelap dalam sejarah kehidupan kebangsaan Indonesia. Persiden Sukarno mencanangkan Konsepsi Presiden yang secara operarional terwujud dalam bentuk Demokrasi Terpimpin. Demokrasi terpimpin memusatkan seluruh kekuasaan ditangan Presiden. Para pemimpin nasional Mochtar Lubis, K.H. Isa Anshari, Mr. Assaat, Mr. Sjafruddin Prawiranegara, Boerhanoeddin Harahap, S.H., M. Yunan nasution, Buya Hamka, Mr, Kasman Singodimedjo dan K.H E.Z. Muttaqin yang bersikap kritis terhadap politik Demokrasi terpimpin, ditangkap dan dipenjarakan tanpa proses pengadilan. Puncak dari masa penuh kegelapan itu ialah pecahnya peberontakan berdarah G.30.S/PKI.

Sesudah seluruh kekuatan bangsa yang anti komunis bangkit menghancurkan pemberontakan tersebut, datanglah zaman baru yang membawa banyak harapan. Yaitu era Orde Baru yang bertekad melaksanakan Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan konsekuen. Pada masa inilah, para pemimpin bangsa yang dipenjarakan oleh rezim Orde Lama dibebaskan.

Para pemimpin nasionalis-Islami yang pada dasarnya tidak dapat duduk berpangku tangan, seperti Mohammad Natsir dan Prawoto Mangkusasmito mulai merancang gagasan untuk berpartisipasi penuh mendukung pemerintahan Orde Baru. Pada mulanya mereka mengharapkan pemerintah bersedia merehabilitasi Partai Politik Masyumi yang dipaksakan membubarkan diri oleh Presiden Soekarno. Musyawarah Nasional III Persatuan Sarjana Hukum Indonesia (Persahi) menyatakan: "bahwa pembubaran Masyumi, Partai Sosialis Indonesia (PSI), dan Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia (KAMI), yuridis formal tidak syah, dan yuridis material tidak beralasan". Namun, pembubaran Masyumi, ternyata bukanlah masalah hukum semata-mata Pembubaran tersebut adalah masalah politik. Oleh karena itu ketika permintaan tersebut, oleh berbagai pertimbangan tidak dapat dipenuhi oleh pemerintah, tokoh-tokoh nasionalis-Islami itu tidak ngotot, juga tidak berputus harapan.

Bagi mereka, aktivitas hidup ini semata-mata dalam rangka beribadah dan berdakwah untuk rneraih keridhaan Ilahi. Berkecimpung di lapangan politik, bagi mereka merupakan bagian dari ibadah dan dakwah. Maka ketika mereka tidak lagi mendapat kesempatan untuk berkiprah di lapangan politik, jalan ibadah clan dakwah dalam bentuk lain masih terbuka sangat lebar. Dalam kata-kata Pak Natsir, dulu berdakwah lewat jalur politik, sekarang berpolitik melalui jalur dakwah.

Demikianlah, maka pada 26 Februari 1967, atas undangan pengurus masjid Al-Munawarah, Kampung Bali, Tanah Abang, Jakarta Pusat, para alim ulama dan zu'ama berkumpul untuk bermusyawarah, membahas, meneliti, dan menilai beberapa masalah, terutama yang rapat hubungannya dengan usaha pembangunan umat, juga tentang usaha mempertahankan aqidah di dalam kesimpangsiuran kekuatan-kekuatan yang ada dalam masyarakat.
Musyawarah menyimpulkan dua hal sebagai berikut:

1. Menyatakan rasa syukur atas hasil dan kemajuan yang telah dicapai hingga kini dalam usaha-usaha dakwah yang secara terus menerus dilakukan oleh berbagai kalangan umat, yakni para alim ulama dan para muballigh secara pribadi, serta atas usaha-usaha yang telah dicapai dalam rangka organisasi dakwah.
2. Memandang perlu (urgent) lebih ditingkatkan hasil dakwah hingga taraf yang lebih tinggi sehingga tercipta suatu keselarasan antara banyaknya tenaga lahir yang dikerahkan dan banyaknya tenaga batin yang dicurahkan dalam rangka dakwah tersebut.
Untuk menindaklanjuti kesimpulan pada butir kedua di atas, musyawarah para ulama dan zu'ama mengkonstatir terdapatnya berbagai persoalan, antara lain:
1. Mutu dakwah yang di dalamnya tercakup persoalan penyempurnaan sistem perlengkapan, peralatan, peningkatan teknik komunikasi, lebih-lebih lagi sangat dirasakan perlunya dalam usaha menghadapi tantangan (konfrontasi) dari bermacam-macam usaha yang sekarang giat dilancarkan oleh penganut agama-agama lain dan kepercayaan-kepercayaan (antara lain faham anti Tuhan yang masih merayap di bawah tanah), Katolik, Protestan, Hindu, Budha, dan sebagainya terhadap masyarakat Islam.
2. Planning dan integrasi yang di dalamnya tercakup persoalan-persoalan yang diawali oleh penelitian (research) dan disusul oleh pengintegrasian segala unsur dan badan-badan dakwah yang telah ada dalam masyarakat ke dalam suatu kerja sama yang baik dan berencana.

Dalam menampung masalah-masalah tersebut, yang mengandung cakupan yang cukup luas dan sifat yang cukup kompleks, maka musyawarah alim ulama itu memandang perlu membentuk suatu wadah yang kemudian dijelmakan dalam sebuah Yayasan yang diberi nama Dewan Da'wah Islamiyah Indonesia disingkat Dewan Dakwah. Pengurus Pusat yayasan ini berkedudukan di ibu kota negara, dan dimungkinkan memiliki Perwakilan di tiap-tiap ibukota Daerah Tingkat I serta Pembantu Perwakilan di tiaptiap ibukota Daerah Tingkat II seluruh Indonesia.

Dewan Dakwah yang dikukuhkan keberadaannya melalui Akte Notaris Syahrim Abdul Manan No. 4, tertanggal 9 Mei 1967, melandaskan kebijaksanaannya kepada empat hal:
1. Yayasan Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia berdasarkan taqwa dan keridhaan Allah.
2. Dalam mencapai maksud dan tujuannya, Dewan Dakwah mengadakan kerja sama yang erat dengan badan-badan dakwah yang telah ada di seluruh Indonesia.

3. Dalam hal yang bersifat kontroversial (saling bertentangan) dan dalam usaha melicinkan jalan dakwah, Dewan Da'wah bersikap menghindari dan atau mengurangi pertikaian faham antara pendukung dakwah, istimewa dalam melaksanakan tugas dakwah.
4.Di mana perlu dan dalam keadaan mengizinkan, Dewan Dakwah dapat tampil mengisi kekosongan, antara lain menciptakan suatu usaha berbentuk atau bersifat dakwah, usaha mana sebelumnya belum pernah diadakan, seperti mengadakan pilot projek dalcrm bidang dakwah.

Musyawarah alim ulama juga merumuskan program kerja sebagai penjabaran dari landasan kebijaksanaan di atas. Program kerja tiga pasal itu ialah sebagai berikut:
1. Mengadakan pelatihan-pelatihan atau membantu mengadakan pelatihan bagi muballighin dan calon-calon muballighin.
2. Mengadakan research (penelitian) atau membantu mengadakan penelitian, yang hasilnya dapat segera diinanfaatkan bagi perlengkapan usaha para muballighin pada umumnya.
3. Menyebarkan aneka macam penerbitan, antara lain buku-buku, brosur, dan atau siaran lain yang terutama ditujukan untuk memperlengkapi para muballighin dengan ilmu pengetahuan, baik ilmu agama maupun ilmu pengetahuan umum lainnya, guna meningkatkan mutu dan hasil dakwah. Usaha ini diharapkan dapat mengisi kekosongan-kekosongan di bidang lektur, yang khusus diperlukan dalam masyarakat.

Kepengurusan Dewan Da'wah
Musyawarah juga menyetujui kepengurusan Dewan Da'wah yang untuk pertama kalinya terdiri dari:
Ketua : Mohammad Natsir
Wakil Ketua : Dr. H.M. Rasjidi
Sekretaris : H. Buchari Tamam
Sekretaris II : H. Nawawi Duski
Bendahara : H. Hasan Basri
Anggota : K.H. Taufiqurrahman
: Mochtar Lintang
: H. Zainal Abidin Ahmad
: Prawoto Mangkusasmito
: H. Mansur Daud Datuk Palimo Kajo
: Prof. Osman Raliby
: Abdul Hamid

Pada tahun 1983, karena banyak anggota pengurus yayasan yang wafat, dilakukan penyegaran kepengurusan sehingga komposisinya menjadi sebagai berikut:
Ketua : Mohammad Natsir
Wakil Ketua I : Dr. H.M. Rasjidi
Wakil Ketua II : H.M. Yunan Nasution
Wakil Ketua III : Dr. Anwar Harjono, S.H.
Sekretaris : H. Buchari Tamam
Wakil Sekretaris : H. Nawawi Duski
Bendahara : K.H. Hasan Basri
Anggota : Boerhanoeddin Harahap, S.H.
: K.H.A. Malik Ahmad
: Prof. Osman Raliby
: Ir. Ahmad Mas'oed Luthfi

Pada tahun 1989, kembali dilakukan penyegaran kepengurusan, menjadi sebagai berikut:
Ketua : Mohammad Natsir
Wakil Ketua I : Dr. H.M. Rasjidi
Wakil Ketua II : H.M. Yunan Nasution
Wakil Ketua III : Dr. Anwar Harjono, S.H.
Sekretaris : H. Buchari Tamam
Wakil Sekretaris : Hasanuddin Abu Bakar
Bendahara : K.H. Hasan Basri
Anggota : K.H. Abdul Malik Ahmad.
: Prof. Osman Raliby
: Ir. Ahmad Mas'oed Luthfi
: K.H. Sholeh Iskandar
: K.H.M. Rusjad Nurdin
: Mohammad Soleiman
: Drs. Saifullah Mahyuddin, M.A.
: Ir. Soleh Widodo, M.Ed
: H. Hussein Umar
: Abdul Wahid Alwi, M.A.

Setelah M. Natsir wafat pada 14 Sya'ban 1413/6 Februari 1993, berdasarkan hasil Pertemuan Silaturrahmi Keluarga Besar Dewan Dakwah yang diselenggarakan di Jakarta pada 1-2 Dzulqa'idah 1413/23-24 April 1993, diputuskan komposisi kepengurusan sebagai berikut:
Ketua I : Prof. Dr. H.M. Rasjidi
Ketua II : H.M. Yunan Nasution
Ketua III/Harian : Dr. Anwar Harjono, S.H.
Ketua IV : K.H.M. Rusjad Nurdin
Sekretaris : H. Buchari Tamam
Wakil Sekretaris : H. Hasanuddin Abu Bakar
Bendahara : H. Moh. Nazief, S.E.
Anggota : K.H. Hasan Basri
: H. A. Wahid Alwi, M.A.
: Ir. Ahmad Mas'oed Luthfi
: Drs. Saifullah Mahyuddin, M.A.
: Mohammad Soleiman
: H. Hussein Umar.
: K.H.A. Malik Ahmad
: Prof. Osman Raliby
: K.H.A. Latief Muchtar, M.A.
: K.H. Drs. Didin Hafidhuddin, M.Sc.
: K.H. Affandi Ridhwan
: Dr. H.M. Amien Rais, M.A.

Penyegaran kepengurusan kembali dilakukan pada tahun 1997. Berdasarkan SK No. 003 / A-DDIIP / 1417 / 1997, ditetapkan komposisi kepengurusan sebagai berikut:
Ketua Umum : Dr. H. Anwar Harjono, S.H.
Ketua : Prof. Dr. H.M. Rasjidi
Ketua : K.H.M. Rusjad Nurdin
Wakil Ketua : Mohammad Soleiman
Wakil Ketua : Drs. H.M. Cholil Badawi
Wakil Ketua : Ir. H.A.M. Luthfi
Wakil Ketua : H. Hartono Mardjono, S.H.
Wakil Ketua : Dr. Ir. H.A.M. Saefuddin
Sekretaris Umum : H. Hussein Umar
Sekretaris : H. Hasanuddin Abu Bakar
Sekretaris : H. Mas'adi Sulthani, M.A.
Sekretaris : H.M. Noer, M.A.
Bendahara : H.M. Nazief, S.E.
Wakil Bendahara : H. Tamsil Linrung
Anggota : K.H. Hasan Basri
: Prof. H. Osman Raliby
: H.A. Wahid Alwi, M.A.
: K.H.A. Latief Muchtar, M.A.
: K.H. Didin Hafidhuddin, M.Sc.
: K.H. Affandi Ridhwan
: Dr. H.M. Amien Rais, M.A.
: H. Muzayyin Abdul Wahab, Lc
H. Wardi Kamili
: H. Ramlan Mardjoned
: H. Heman Khalilulrahman
: H. Amlir Syaifa Yasin
: H. Syuhada Bahri
: H. Syariful Alamsyah, Lc
: Drs. H. Misbach Malim, Lc
: H. Zulfi Syukur
: H. Amlika Hs. Dt. Maradjo
: H. Hardi M. Arifin
: Ramli Hutabarat, S.H., M.Hum
: Drs. Muhsin, MK
: H. Mazni Mohd. Yunus, Lc
: Prof. Dr. A. Rahman Zainuddin
: H. Abdul Wahid Sahari, M.A.
: Prof. Drs. H. Dochak Latief
: H. Faisal Baasir, S.H.
: H. Fadhol Arofah, M.A.
: H. Farid Prawiranegara, AK.
: H. Geys Amar, S.H.
: Prof. Dr. H. Hasan Langgulung
: K.H.A. Khalil Ridwan, Lc
: Dr. Ir H. Imaduddin Abdulrahim
: Dr. H. Kuntowijoyo
: Drs. H. Mohammad Siddiq, M.A.
: Prof. H. Daud Ali, S.H.
: Dr. H. Muslim Nasution
: H. Moeslim Aboud Ma'ani, M.A.
: H. Nuhtada Labina
: Dr. H. Nurhay Abdurrahman
: Drs. H. Nursal
: Drs. H. Nurul Huda
: H. Rais Ahmad, S.H., M.A.
: H. Rusydi, S.H., S.Ag.
: Dr. H. Sohirin Mohammad Sholihin
: Drh. H. Taufiq Ismail
: Dr. H. Yahya Muhaimin, M.A
: Dr. H. Yusril Ihza Mahendra, S.H.
: Prof. Dr. H. Yusuf Amir Feisal.

Badan Pembina, Pengawas dan Pengurus Dewan Da'wah
Berdasarkan keputusan Musyawarah Besar Dewan Da’wah Islamiyah Indonesia yang dilaksanakan di Bogor tanggal 22 s/d 25 Agustus 2005 dan disesuaikan dengan undang-undang yayasan yang baru, dibentuk susunan Badan Pembina, Pengawas dan Pengurus Dewan Da’wah Islamiyah Indonesia periode 2005 s/d 2010 sebagai berikut :
Badan Pembina
Ketua : Drs. H.M. Cholil Badawi
Wakil Ketua : Ir. H.A.M. Luthfi
Wakil Ketua : K.H. Nadjih Ahjad
Anggota : Prof. DR. H.A.M. Saefudin
: K.H. Abdul Rasyid Abdullah Syafi’i
: Drs. H. Anwar Saleh
: K.H. Abdul Wahid Sahari, MA
: K.H. Dadun Abdul Qahar
: Dr. H. Didin Hafiduddin, M.Sc
: DR. Ir. H.M. Imaduddin A.R
: Prof. DR. Jusuf Amir Feisal
: Rusydi Hamka
: KH. Shiddiq Amin
: Drh. Taufiq Ismail
: Prof. DR. Yahya A. Muhaimin
: Yudo Paripurno, SH
: DR. Zuhal Abdul Qadir

Badan Pengawas
Ketua : Drs. Mohammad Siddik
Anggota : DR. H. Saifudin Bachrun
: Ir. H. Ahmad Fauzi Natsir
: Farid Prawiranegara, MBA
: Drs. Zulkifli Hasan

Pengurus Harian
Ketua Umum : Hussein Umar
Ketua : KH. A. Khalil Ridwan
Ketua : H. Mas’adi Sulthani, MA
Ketua : DR. H. Mohammad Noer
Ketua : Adian Husaini, MA
Ketua : DR. Daud Rasyid
Ketua : H. Ramlan Mardjoned
Ketua : H. Syuhada Bahri
Ketua : Hj. Ida Farida Natsir
Sekretaris Umum : H. Abdul Wahid Alwi, MA
Sekretaris : H. Muzayyin Abdul Wahab, Lc
Sekretaris : H. Amlir Syaifa Yasin, MA
Sekretaris : H. Hardi M. Arifin
Sekretaris : Zahir Khan, SH. Dipl. TEFL
Sekretaris : H. Syariful Alamsyah, Lc
Sekretaris : Drs. H. Misbach Malim, Lc. M.Sc
Sekretaris : Mohammad Avid Solihin, MM
Sekretaris : Dra. Hj. Andi Nurul Jannah, Lc
Bendahara : H. Edi Setiawan
Wakil Bendahara : H. Makmun Daud
Wakil Bendahara : Dra. Hj. Irmawati M. Nazief

Pada tanggal 19 April 2007, Ketua Umum Dewan Da’wah Islamiyah Indonesia Bapak Hussein Umar wafat, kemudian berdasarkan rapat Badan Pembina diputuskanlah susunan Pengurus Dewan Da’wah Islamiyah Indonesia pengganti antar waktu sampai tahun 2010 yang susunannya adalah sebagai berikut :
Ketua Umum : H. Syuhada Bahri
Ketua : KH. A. Khalil Ridwan
Ketua : H. Mas’adi Sulthani, MA
Ketua : DR. H. Mohammad Noer
Ketua : Adian Husaini, MA
Ketua : DR. Daud Rasyid
Ketua : H. Ramlan Mardjoned
Ketua : H. Syariful Alamsyah
Ketua : Hj. Ida Farida Natsir
Sekretaris Umum : H. Abdul Wahid Alwi, MA
Sekretaris : H. Muzayyin Abdul Wahab, Lc
Sekretaris : H. Amlir Syaifa Yasin, MA
Sekretaris : H. Hardi M. Arifin
Sekretaris : Zahir Khan, SH. Dipl. TEFL
Sekretaris : H. Suwito Suprayogi
Sekretaris : Drs. H. Misbach Malim, Lc. M.Sc
Sekretaris : Drs. Avid Solihin, MM
Sekretaris : Dra. Hj. Andi Nurul Jannah, Lc
Bendahara : H. Edi Setiawan
Wakil Bendahara : H. Makmun Daud
Wakil Bendahara : Dra. Hj. Irmawati M. Nazief

Visi dan Misi
Visi Dewan Da’wah Islamiyah Indonesia adalah untuk mewujudkan tatanan kehidupan yang Islami dengan menggiatkan dan meningkatkan mutu da’wah di Indonesia
Misi Dewan Da’wah Islamiyah Indonesia adalah :
1. Menanamkan Aqidah dan menyebarkan pemikiran Islam yang bersumber dari Al Qur’an dan As Sunnah
2. Membendung pemurtadan, ghazwul fikri dan harakah haddamah
3. Menyiapkan du’at untuk berbagai tingkatan sosial kemasyarakatan dan menyediakan saranadalam upaya meningkatkan kualitas da’wah
4. Membina kemandirian ummat dan menyadarkan mereka atas kewajiban da’wah
5. Mengembangkan jaringan kerjasama serta koordinasi ke arah realisasi amal jama’i
6. Membangun solidaritas Islam Internasional dan turut serta menciptakan perdamaian dunia

Alamat Kantor Pusat dan Cabang Dewan Da'wah Islamiyah Indonesia
Gedung Menara Da’wah
Jl. Kramat Raya No. 45 Jakarta 10450
Telp. (021) 3909059, 3900201, 39899323, 39899324 (Hunting)
Fax. (021) 3908203, 3103693
Website : www.dewandakwah.com
Email : sekretariat@dewandakwah.
Perwakilan Dewan Da’wah Islamiyah Indonesia di Seluruh Indonesia
NANGGROE ACEH DARUSSALAM
Jl. T. Nyak Arief No. 159
(Depan Masjid Brimob) Jeulingke, Banda Aceh
Telp. (0651) 74009410
Fax. (0651) 7551070
B A N T E N
Komplek Ciceri Indah Blok D/10
Serang – 42118
Telp. (0254) 200191
SUMATERA UTARA
Jl. Brigjend. Katamso No. 325
Medan – Sumatera Utara 20159
Telp. (061) 4565055
Fax. (061) 4565055
DKI Jakarta
Jl. Kramat Raya No. 45 Jakarta 10450
Telp. (021) 3909647 Fax. (021) 3909342
R I A U
Jl. Todak/Gang Udang Putih No. 1
(Kantor IKMI Koorwil Riau) Pekanbaru
Telp. (0761) 7047378
JAWA BARAT
Jl. Pungkur No. 151 Bandung – 40251
Telp (022) 4235406 Fax. (021) 4235406
B A T A M
Gedung Ibnu Sina
Jl. Teuku Umar Lubuk Baja – Batam
Telp. (0778) 422247, 458394
JAWA TENGAH KANTOR SEMARANG
Jl. MT. Haryono No. 6 Semarang – 50127
Telp. (024) 557147 Fax. (024) 557147
SUMATERA BARAT
Jl. Srigunting No. 2 Air Tawar Barat, Padang
Telp. (0751) 7053072
Fax. (0751) 7053072
D.I. YOGYAKARTA
Jl. Ipda Tut Harsono (Timoko) No. 3A Mujamuju, Yogyakarta
J A M B I
Jl. Soekarno-Hatta RT. 34 No. 57
Kel. Tambak Sari,
Jambi Selatan - 36138
JAWA TIMUR
Jl. Purwodadi Raya 86-88 Surabaya – 60171
Telp. (031) 3575337 Fax. (031) 5312133
SUMATERA SELATAN
Gedung YPU 24 Ilir, Jl. Brigjend. Dani Effendi (d/h Jl. Radial) No. 303 Palembang 30134
Telp. (0711) 366106
B A L I
Jl. Serma Repot No. 4 Sanglah, Denpasar
BENGKULU
Masjid Al-Kautsar, Jl.Kapuas III RT. 15
Padang Harapan, Bengkulu 38225
Telp. (0736) 342637
Fax. (0736) 342637
KALIMANTAN TENGAH
Jl. MT. Haryono No. 103 Sampit Kotawaringin Timur, Kalimantan Tengah
Telp. (0531) 6709988
L A M P U N G
Masjid Al Munawwarah Lt. II, Jl. Imam Bonjol GG. Beringin No. 23 Lebak Manis, Suka Jawa,
Bandar Lampung – 35157
Telp. (0721) 252527
Fax. (0721) 252527
KALIMANTAN BARAT
d/a Komp. Perguruan Ishlah Baitul Mal (IBM), Jl. H. Rais A. Rahman Gg. Lawu, Pontianak
KALIMANTAN SELATAN
Masjid Hasbunallahu Wanikmal Wakil,
Jl. P. Antasari Gg. Hasanuddin No. 28, Banjarmasin
KALIMANTAN TIMUR
Jl. Pandan Harum D/81 Perumahan Erliza, Samarinda
GORONTALO
Jl. Andalas No. 124 Kota Gorontalo
Telp. (0435) 830703
NUSA TENGGARA BARAT
Jl. Taruna No. 5 Kediri, Lombok Barat
NUSA TENGGARA TIMUR
Jl. Soekarno No. 24 Kupang
Telp. (0380) 831393
NUSA TENGGARA TENGAH
Jl. Imam Bonjol No. 6 Bima
SULAWESI SELATAN
Jl. Yos Sudarso Lorong 153/26 A
Makassar – 90231
SULAWESI TENGAH
Jl. Sungai Lonti No. 60 Palu – 94222
SULAWESI UTARA
Jl. TVRI Kel. Banjer - Lingkungan V
Manado – 95125
SULAWESI TENGGARA
Jl. Kalenggo No. 13 Kendari - 93117
MALUKU UTARA
Jl. Zainal Abidin Syah, Soasio, Tidore, Halmahera Tengah, Maluku Utara
MALUKU TENGAH/TENGGARA & AMBON
Islamic Centre, Jl. Sultan Babullah
Ambon – 97126
P A P U A
Jl. Nowari No. 95 Merauke, Papua
KEPULAUAN BANGKA BELITUNG
Jl. Parit Lalang No. 1 (Komplek Al Qalam)
Kel. Parit Lalang Kec. Rangkui - Pangkalpinang

3.04.2009

Nasaruddin Umar kembali buat ulah..

Dirjen Bimas Islam Nasaruddin Umar sebagaimana yang dilansir oleh banyak media menyatakan bahwa Departemen Agama (Depag) sudah menyerahkan RUU Peradilan Agama Tentang Perkawinan yang membahas nikah siri, poligami dan kawin kontrak kepada Presiden SBY. Menurut Nasaruddin, sanksi akan diberlakukan bagi pihak yang mengawinkan atau yang dikawinkan secara nikah siri, poligami, maupun nikah kontrak. Nasaruddin menambahkan, nikah siri, poligami dan kawin kontrak dipidanakan karena banyak pihak yang dirugikan atas pernikahan ini.

"Yang dirugikan kebanyakan perempuannya," kata dia.

Untuk lebih memahami siapakah sebenarnya sosok Nasaruddin Umar jelas kita perlu mengetahui riwayat hidupnya. Prof. Dr. H. Nasaruddin Umar, MA, lahir di Ujung Bone, Sulawesi Selatan pada tanggal 23 Juni 1959.

Setelah tamat Madrasah Aliyah dari Pesantren As-Sa'diyah (1976), ia melanjutkan studinya pada Fakultas Syariah Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Alauddin Makasar hingga memperoleh gelar Sarjana Lengkap (Drs.) pada tahun 1984. Dengan gelar sarjananya, ia dipercaya menjabat Sekretaris Universitas al-Ghazali Ujung Pandang (1984-1988). Kemudian ia hijrah ke Jakarta untuk melanjutkan studinya pada Program Pascasarjana IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Gelar Magister (1992) dan Doktor (1998) berhasil ia raih dari Perguruan Tinggi tersebut.

Dalam menyelesaikan program doktoralnya ia telah melakukan Vissting Student for Ph.D Program, di McGill University, Montreal, Canada (1993-1994). Vissiting Student for Ph.D Program, di Leiden University, Nedherlands (1994-1995). Setelah selesai ia mendapat undangan sebagai Vissiting Scholar di Shopia University, Tokyo (2001), Vissiting Scholar di SAOS, University of London (2001-2002), Vissiting Scholar di Georgetown University, Washington DC (2003-2004), dan lain-lain. Ia telah menyelesaikan 12 (dua belas) buku di antaranya; Argumen Kesetaraan Gender Perspektif Al-Quran (Paramadina, 1999). Ia juga banyak menulis artikel di beberapa media massa dan Jurnal, seperti Republika, Kompas, Jurnal Ulumul Qur'an dan lain sebagainya. Ia kini tingggal di Jln. Ampera 1/10 Ragunan, Pasar Minggu, Jakarta Selatan, Telp/Fax: (021) 7808146, kantor; (021) 35009108, email: nasar.umar@yahoo.com

Penghargaan yang pernah didapatkan Nasaruddin Umar di antaranya: 1.Sarjana Teladan IAIN Alauddin Ujung Pandang (1984), Doktor Terbaik IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta (1999), Penghargaan Karya Satya dari Presiden RI (2001), International Human Resources Development Program (IHRDP), International Best Leadership Award (IBLA) 2002, International Human Resources Development Program (IHRDP), Asean Best Executive Award (IBLA) 2002, Pin Emas dari President Megawati Soekarnoputri, sebagai penulis terbaik Program KB pada Hari Keluarga Nasional (Harganas) IX dari TP PKK Pusat 2002.

Pekerjaan: Antara lain Sekjen Lembaga Studi Ilmu-Ilmu Kemasyarakatan (LSIK), UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 1992-sekarang. Pembantu Rektor IV IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 1998- 2000. Pembantu Rektor III IAIN Sarif Hidayatullah Jakarta, 2000-2002. Staf Pengajar Program Pascasarjana, IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 1997-sekarang. Staf Pengajar FISIP Universitas Indonesia, 1996. Staf Pengajar Program Pascasarjana Universitas Paramadina Mulya. Staf Pengajar Program Pascasarjana Universitas Indonesia. Anggota Majlis Ulama Indonesia (MUI) Jakarta, 2000-2004. Pendiri dan anggota Masyarakat Dialog antar Umat Beragama (Interfaith) 1993-2004. Katib Am PB NU (2003-2008). Anggota The UK-Indonesia Advisory Team, yang didirikan PM Tony Blair dan Presiden SBY (2005-2008). Guru Besar bidang Tafsir Al Qur'an pada Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Januari 2002. Dirjen Bimbingan Masyarakat Islam, Departemen Agama.

Karya Tulis dan Buku: Antara lain Major Themes of the Qur'an, Written Lectures, Jakarta: Paramadina Foundation, 1994. Anthropology of Jilbab (Female Headgear) From the Feminism Perspective Islamic Interpretation, Jakarta: Paramadina Foundation (1995). Pengantar Ilmu Qur'an, Jakarta: Baitul Qur'an, 1996. Qodrat Wanita dalam Islam, PT Fikahati Aneska, Jakarta, 2000. Paradigma Baru Teology Wanita Islam, PT. Fikahati Utama, 2000. Bias gender dalam penafsiran Al Qur'an, PT. Fikahati Utama, 2000. Theology of Menstruation .

Dari biografinya di atas tidak syak lagi bahwa Nasaruddin Umar adalah agen liberalisme Islam di Indonesia. Untuk ukuran Indonesia bisa dikatakan Nasaruddin Umar adalah Mbah-nya kalangan feminis yang berhasil menyusup atau disusupkan ke Departemen Agama untuk menggoalkan berbagai agenda liberalisme, satu diantaranya penghapusan syariat poligami. Padahal menurut penuturan beberapa pihak, dikabarkan Nasaruddin Umar pun telah berpoligami namun sangat dirahasiakan. Jika benar, Nasaruddin akan mendapatkan laknat dan kutukan dari anak buahnya sendiri. Beruntung tupainya masih pandai melompat.

Mari kita bicara tentang poligami saja. Membosankan mungkin, tapi da'wah memang memerlukan kesabaran yang ekstra. Menurut Nasaruddin Umar, kondisi sosiokultural saat turunnya ayat Al-Qur'an yang mengizinkan poligami adalah setelah Perang Uhud di mana umat Islam kalah dan populasi laki-laki dan perempuan tidak imbang. Berdasarkan studi-studi yang ada, poligami pada umumnya membawa kesengsaraan pada umat, negara, dan bangsa, ujar Nasaruddin (Kompas, Rabu 6 Desember 2006, halaman 15).

Perkataan orang yang suka mengajar tasawuf dan selama ini berkecimpung di UIN (Universitas Islam Negeri, dahulu IAIN) Jakarta serta perguruan tinggi Islam lainnya dan di NU (Nahdlatul Ulama) ini benar-benar pura-pura tidak tahu tentang ilmu Al-Quran. Padahal dia memimpin pula perguruan tinggi khusus ilmu Al-Qur'an yang dulu namanya PTIQ (Perguruan Tinggi Ilmu Al-Qur'an). Dia menyembunyikan kaidah yang masyhur, al-'ibrotu bi'umuumil lafdhi laa bikhushushish sabab (isi pesan itu ada pada umumnya lafal, bukan pada sebab yang khusus). Jadi, seandainya klaim Nasaruddin Umar itu betul pun (ini masih perlu diuji), tetap tidak menghalangi kebolehan poligami.

Masalah lain lagi, ungkapan yang meninggi dengan dalih studi-studi, yang dia klaim bahwa poligami pada umumnya membawa kesengsaraan pada umat, negara, dan bangsa itu pun (misalnya benar) tidak akan bisa menggugurkan bolehnya poligami. Sebab apa?

Pertama, syari'at itu semuanya bermashlahat, tidak ada yang madhorot. Dalilnya:
'Kami tidak menurunkan Al-Qur'an ini kepadamu agar kamu celaka.' (QS Thaahaa/ 16: 2).
'Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam.' (QS Al-Anbiya': 107).

Ini firman Allah swt. Pernyataan Nasaruddin Umar bertentangan dengan ayat itu. Siapa yang dusta, kalau begitu?

Kedua, poligami itu hak yang diberikan oleh Allah swt kepada hambanya laki-laki. Pemberian hak itu lewat firman-Nya:
'Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yatim (bilamana kamu mengawininya), maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi: dua, tiga atau empat. Kemudian jika kamu sekalian takut tidak akan dapat berlaku adil, maka (kawinilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki. Yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya.' (QS An-Nisaa': 3).

Imam Ibnu Katsir menjelaskan: 'Firman-Nya: dua, tiga atau empat, artinya nikahilah wanita-wanita 'selain wanita-wanita yatim' yang kamu maui, apabila seseorang dari kamu mau dua wanita, dan bila mau tiga, dan bila mau empat.'

Firman Allah swt: 'Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap perempuan yatim, maka kawinilah wanita-wanita yang kamu senangi' menurut Kitab Manahilul 'Irfan, samarnya maksud yang ada dalam ayat ini karena berbentuk ringkas. Bentuk kalimat yang lugas adalah; 'Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yatim (bilamana kamu mengawininya), maka kawinilah wanita-wanita (selain mereka yang yatim itu) yang kamu senangi.'

Artinya, kamu apabila merasa keberatan beristerikan anak-anak yatim karena khawatir akan mendhalimi mereka, maka di hadapanmu ada wanita-wanita lain, maka nikahilah mereka yang kamu senangi bagimu. Dan dikatakan, sesungguhnya kaum dahulu merasa keberatan (takut dhalim) dalam mengasuh anak-anak yatim, dan tidak merasa keberatan untuk berzina, maka Allah menurunkan ayat, dan maknanya, kalau kamu khawatir dhalim mengenai hak anak-anak yatim lalu takut pula zina dan kamu menggantinya dengan pernikahan yang diberi kelonggaran Allah atasmu, maka nikahilah wanita-wanita yang kamu senangi: dua, atau tiga, atau empat. (Manahilul 'Irfan, juz 2 halaman 200).

Jadi, hak berpoligami itu jelas dari Allah swt. Siapakah makhluk ini yang berhak untuk menghapus pemberian hak dari Allah swt itu? Pemberian hak dari seseorang kepada lainnya saja tidak ada orang lain yang bisa membatalkannya, kecuali ada hal-hal yang tidak sah, misalnya memberikan sesuatu yang bukan haknya. Apakah Allah dianggap tidak berhak memberikannya?

1. Hak lelaki untuk berpoligami adalah pemberian dari Allah swt. Ketika hak itu diperoleh dari Allah swt, dan sebagai hamba tinggal menerima, apakah ada yang berhak untuk melarangnya? Ketika melarangnya, berarti berhadapan dengan Yang memberi hak (yaitu Allah swt) dan yang diberi hak, yaitu lelaki Muslim. Di manakah tempatnya kalau sudah melanggar hak Allah dan hak muslim?

2. Wanita muslimah (dan ahli kitab yang muhshonat) punya hak untuk dipoligami. Hak itu langsung diberikan oleh Allah swt dalam Surat An-Nisa' ayat 3 tadi. Ketika ada yang ingin membredel hak wanita tentang bolehnya dipoligami ini, berarti pelarangnya itu berhadapan dengan para wanita muslimah sebagai pemegang mandat hak, dan Allah swt pemberi hak. Lantas tempatnya di manakah orang-orang yang berani membredel hak para muslimah dan hak Allah itu?

3. Hak tentang memiliki wanita yang dinikahi adalah hak yang dibela sampai mati. Dalam masyarakat Jawa misalnya, ada perkataan Sadumuk batuk sanyari bumi (seraut wajah dan sejengkal tanah). Isteri dan tanah (harta) adalah nomor satu dalam hal hak yang dibela oleh pemiliknya. Sehingga dalam perkataan itu sadumuk batuk yang artinya hanya secolekan jidat (isteri), itupun dibela sampai mati, karena membela hak. Lantas, bagaimana jadinya kalau yang dilanggar itu nilainya bukan sekadar secolek jidat, namun sangat lebih luas cakupannya?

Walhasil, orang-orang yang mau membredel atau melarang atau mencegah poligami dengan cara apapun, sebenarnya hanyalah orang-orang yang memusuhi Allah swt dan hamba-hambanya, Muslimin dan Muslimat. Terlalu amat berani. Menghadapi 3 pihak, dan yang satunya adalah Allah swt. Betapa malangnya orang-orang seperti ini. Mungkin lebih sangat-sangat jauh dibenci ketimbang orang yang jelas sangat dibenci Allah swt yaitu melarat tapi sombong. Dari segi harta, pemerintahan Indonesia itu banyak sekali utangnya, sedang dari segi moral mereka sombong, yaitu merendahkan manusia dan menolak kebenaran.

Zaman dulu Fir'aun telah mengomandoi penyembelihan bayi-bayi lelaki. Orang jahiliyah telah menciptakan adat penguburan hidup-hidup bayi-bayi perempuan. Sekarang, orang-orang dalam posisi memimpin negeri melarat tapi sombong sedang mau mengukir sejarah hitamnya, membunuh aturan bolehnya poligami.

Di balik itu, mereka bungkam mengenai banyaknya perzinaan. Dalam kasus ini, perzinaan yang sangat memalukan, didiamkan. As-sukut, 'alamatur ridho, diam itu pertanda rela. Orang yang diam ketika melihat kemaksiatan itu istilahnya syetan bisu (syaithon akhros). Ibnul Qoyyim berkata:
'Orang yang berbicara dengan kebatilan adalah syetan bicara, sedang orang yang diam dari kebenaran adalah syetan bisu.' (Al-Jawabul Kafi, juz 1 halaman 69).

Bagaimana azab, bala', bencana tidak bertubi-tubi diturunkan Allah swt bila yang mengendalikan negeri ini orang-orang yang sifatnya adalah syetan bisu masih pula menentang Allah swt dan melanggar hak muslimin muslimat?

Terjadinya banyak kumpul kebo, perzinaan di mana-mana, para pelakunya di akhirat bisa berkilah, tanpa mengurangi dosa pelaku. Kilah mereka, karena dilarang (dihalangi) berpoligami. Akibatnya, entah berapa ribu bahkan berapa juta manusia yang berzina, akan melemparkan dosa kepada pembuat aturan tak keruan yang melarang (menghalangi) poligami dan bertentangan dengan aturan Allah swt, tanpa mengurangi dosa-dosa pelakunya.

Ditambah dosa jutaan pelaku aborsi setiap tahunnya ditambah pula dosa ratusan wanita pelaku aborsi yang tewas setiap tahunnya. Kalau itu diwarisi sampai generasi mendatang, maka betapa banyaknya tumpukan dosa yang dihimpun sebagai celengan oleh para pembuat aturan itu. Ngeri. Bagaimana memikul dosa itu di akherat kelak.

Sehingga balasan apakah yang kelak akan ditimpakan kepada mereka yang menggerakkan Anti Poligami dan Pro Kumpul Kebo itu? Hanyalah sejarah hitam mereka yang akan dipertanggung jawabkan di akherat kelak, bila mereka sampai sekarat belum sempat bertaubat. Sadarilah wahai para manusia yang sedang lupa.

Poligami yes, zina no!
Poligami telah ada sebelum Islam namun ia berjalan tanpa adanya batasan dan aturan di dalamnya sehingga sering kali terjadi kezhaliman terhadap kaum wanitanya. Kemudian Islam datang dengan syariatnya yang hanif mengatur permasalahan ini dengan memberikan batasan dan persyaratan.

Poligami di dalam Islam bukanlah suatu kewajiban atau disunnahkan akan tetapi dibolehkan sebagai sebuah jalan keluar dalam pembentukan suatu masyarakat yang baik dan mulia. Dibolehkan bagi seorang suami untuk menikah dengan lebih dari seorang wanita namun tetap dengan persyaratan mampu berlaku adil terhadap semua istrinya dalam urusan nafkah dan tempat tinggal.

Namun poligami ini dilarang terhadap seorang laki-laki yang tidak mampu berlaku adil terhadap istri-istrinya dikarenakan adanya pengabaian hak-hak dari mereka terhadapnya. Untuk itu hendaknya seorang laki-laki yang ingin berpoligami betul-betul mempertimbangkan segala sesuatunya sehingga tujuan dari poligami dapat tercapai.
Diantara faktor-faktor yang menjadi pertimbangan Islam terhadap dibolehkannya poligami :

1. Seringnya peperangan di dalam sebuah negara Islam mengakibatkan banyaknya janda dari para syuhada. Untuk itu perlu adanya satu badan yang memberikan perhatian kepada mereka dan jalan keluar bagi mereka dengan cara yang terbaik sehingga mereka tidak selamanya berada dalam kesedihan akan kematian suaminya padahal bisa jadi ia masih produktif dan bisa memberikan generasi dan memperbanyak keturunan buat umat.

2. Adakalanya populasi kaum wanita lebih banyak dari populasi kaum prianya.

3. Kesanggupan kaum pria untuk berketurunan adalah lebih besar daripada kaum wanitanya. Hal itu dikarenakan kaum pria memiliki kesiapan seksual sejak baligh sampai usia tua yang hal ini berbeda dengan kaum wanita. Ia memiliki masa haidh, nifas dan kesanggupannya untuk hamil dan melahirkan berakhir sekitar usia 45 sd 50 tahun.

4. Terkadang seorang istri mengalami kemandulan atau menderita sakit yang tidak ada harapan untuk sembuh padahal mereka tetap ingin melanjutkan hubungan suami istri dan suami ingin mempunyai keturunan.

5. Adakalanya seorang laki-laki mempunyai dorongan seks yang lebih besar disebabkan kondisi tubuh dan nafsunya dan ia merasa tidak puas dengan seorang istri saja. (disarikan dari Fiqhus Sunnah)

Seorang laki-laki yang ingin berpoligami hendaknya mempertimbangkan kelima faktor di atas selain juga kesiapan dan kemampuan dirinya untuk melakukannya.

Tentang penolakan seorang istri terhadap suaminya yang ingin berpoligami perlu kiranya ia melihatnya secara utuh dalam permasalahan ini karena saya masih berkeyakinan bahwa seorang muslimah jika mau bertanya kepada hati kecilnya maka pasti ia tidak akan menentang segala aturan syariat yang telah ditetapkan oleh Allah swt.

Hanya saja yang biasanya menjadikan seorang istri (muslimah) tampak lahiriyahnya menolak poligami adalah masalah kecemburuan dan hal ini merupakan tabiat yang diberikan Allah kepada setiap wanita, dan ini pun pernah terjadi dalam diri Aisyah, ummul mukminin.

Anggapan bahwa seorang istri yang mengizinkan suaminya berpoligami adalah ciri wanita sholehah'wallahu a'lam'mungkin dikarenakan bahwa seorang wanita sholehah adalah yang memiliki sifat sabar, tetap mentaati suaminya dan berbuat baik kepadanya walaupun ia telah berpoligami dengan wanita lain.

Manakala sifat-sifat ini ada di dalam diri seorang istri terhadap suaminya yang telah berpoligami dengan wanita lain maka pahala yang besar telah disiapkan Allah swt baginya, sebagaimana disebutkan di dalam dalil-dalil berikut :

'Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah yang dicukupkan pahala mereka tanpa batas.' (QS. Az Zumar : 10)

'Sesungguhnya barang siapa yang bertakwa dan bersabar, Maka Sesungguhnya Allah tidak menyia-nyiakan pahala orang-orang yang berbuat baik" (QS. Yusuf : 90)

'tidak ada balasan kebaikan kecuali kebaikan (pula).' (QS. Ar Rohman : 60)

Di dalam sebuah hadits Rasulullah saw bersabda,'Apabila seorang wanita melakukan sholat lima waktu, berpuasa sebulan (Ramadhan), menjaga kemaluannya dan mentaati suaminya maka akan dikatakan kepadanya,'masuklah surga dari pintu mana saja yang kamu sukai.' (HR. Ibnu Majah)

Di dalam hadits lainnya disebutkan,'Tidaklah seorang muslim yang ditimpa kesulitan, sakit, kesedihan, luka, kesempitan hati hingga duri yang menusuknya kecuali Allah swt akan menghapuskan kesalahannya.' (HR. Bukhori Muslim)

Suatu hal yang patut disayangkan pada saat ini. Wahyu yang sudah semestinya hamba tunduk untuk mengikutinya, malah ditolak begitu saja. Padahal wahyu adalah ruh, cahaya, dan penopang kehidupan alam semesta. Apa yang terjadi jika wahyu ilahi ini ditolak?!

Wahyu Adalah Ruh
Allah ta'ala menyebut wahyu-Nya dengan ruh. Apabila ruh tersebut hilang, maka kehidupan juga akan hilang. Allah Ta'ala berfirman yang artinya, 'Dan demikianlah Kami wahyukan kepadamu ruh (wahyu) dengan perintah Kami. Sebelumnya kamu tidaklah mengetahui apakah Al Kitab dan tidak pula mengetahui apakah iman itu, tetapi Kami menjadikan Al Qur'an itu nur (cahaya), yang Kami tunjuki dengan dia siapa yang kami kehendaki di antara hamba-hamba Kami.' (QS. Asy Syuro: 52). Dalam ayat ini disebutkan kata 'ruh dan nur'. Di mana ruh adalah kehidupan dan nur adalah cahaya. (Majmu' Fatawa Ibnu Taimiyah)

Kebahagiaan Hanya Akan Diraih Dengan Mengikuti Wahyu
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah -semoga Allah merahmati beliau- mengatakan, 'Kebutuhan hamba terhadap risalah (wahyu) lebih besar daripada kebutuhan pasien kepada dokter. Apabila suatu penyakit yang tidak dapat disembuhkan kecuali dengan dokter tersebut ditangguhkan, tentu seorang pasien bisa kehilangan jiwanya. Adapun jika seorang hamba tidak memperoleh cahaya dan pelita wahyu, maka hatinya pasti akan mati dan kehidupannya tidak akan kembali selamanya. Atau dia akan mendapatkan penderitaan yang penuh dengan kesengsaraan dan tidak merasakan kebahagiaan selamanya.

Maka tidak ada keberuntungan kecuali dengan mengikuti Rasul (wahyu yang beliau bawa dari Al Qur'an dan As Sunnah, pen). Allah menegaskan hanya orang yang mengikuti Rasul -yaitu orang mu'min dan orang yang menolongnya- yang akan mendapatkan keberuntungan, sebagaimana firman-Nya yang artinya,'Maka orang-orang yang beriman kepadanya. memuliakannya, menolongnya dan mengikuti cahaya yang terang yang diturunkan kepadanya (Al Quran), mereka itulah orang-orang yang beruntung.' (QS. Al A'raf: 157) (Majmu' Fatawa Ibnu Taimiyah)

Poligami, Wahyu Ilahi yang Ditolak
Poligami senantiasa menjadi perdebatan yang sangat sengit di tengah kaum muslimin dan sampai terjadi penolakan terhadap hukum poligami itu sendiri. Dan yang menolaknya bukanlah tokoh yang tidak mengerti agama, bahkan mereka adalah tokoh-tokoh yang dikatakan sebagai cendekiawan muslim. Lalu bagaimana sebenarnya hukum poligami itu sendiri? Marilah kita kembalikan perselisihan ini kepada Al Qur'an dan As Sunnah.

Allah Ta'ala telah menyebutkan hukum poligami ini melalui wahyu-Nya yang suci, yang patut setiap orang yang mengaku muslim tunduk pada wahyu tersebut. Allah Ta'ala berfirman yang artinya,'Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yang yatim (bilamana kamu mengawininya), maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi : dua, tiga atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka (kawinilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki. Yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya.' (QS. An Nisa': 3).

Poligami juga tersirat dari perkataan Anas bin Malik, beliau berkata,'Sungguh Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam pernah menggilir istri-istrinya dalam satu malam, dan ketika itu beliau memiliki sembilan isteri.' (HR. Bukhari). Ibnu Katsir -semoga Allah merahmati beliau- mengatakan, 'Nikahilah wanita yang kalian suka selain wanita yang yatim tersebut. Jika kalian ingin, maka nikahilah dua, atau tiga atau jika kalian ingin lagi boleh menikahi empat wanita.' (Shohih Tafsir Ibnu Katsir). Syaikh Nashir As Sa'di -semoga Allah merahmati beliau- mengatakan, 'Poligami ini dibolehkan karena terkadang seorang pria kebutuhan biologisnya belum terpenuhi bila dengan hanya satu istri (karena seringnya istri berhalangan melayani suaminya seperti tatkala haidh, pen).

Maka Allah membolehkan untuk memiliki lebih dari satu istri dan dibatasi dengan empat istri. Dibatasi demikian karena biasanya setiap orang sudah merasa cukup dengan empat istri, dan jarang sekali yang belum merasa puas dengan yang demikian. Dan poligami ini diperbolehkan baginya jika dia yakin tidak berbuat aniaya dan kezaliman (dalam hal pembagian giliran dan nafkah, pen) serta yakin dapat menunaikan hak-hak istri. (Taisirul Karimir Rohman)
Imam Syafi'i mengatakan bahwa tidak boleh memperistri lebih dari empat wanita sekaligus merupakan ijma' (konsensus) para ulama, dan yang menyelisihinya adalah sekelompok orang Syi'ah. Memiliki istri lebih dari empat hanya merupakan kekhususan Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam. (Lihat Shohih Tafsir Ibnu Katsir). Maka dari penjelasan ini, jelaslah bahwa poligami memiliki ketetapan hukum dalam Al Qur'an dan As Sunnah yang seharusnya setiap orang tunduk pada wahyu tersebut.

Tidak Mau Poligami, Janganlah Menolak Wahyu Ilahi
Jadi sebenarnya poligami sifatnya tidaklah memaksa. Kalau pun seorang wanita tidak mau di madu atau seorang lelaki tidak mau berpoligami tidak ada masalah. Dan hal ini tidak perlu diikuti dengan menolak hukum poligami (menggugat hukum poligami). Seakan-akan ingin menjadi pahlawan bagi wanita, kemudian mati-matian untuk menolak konsep poligami. Di antara mereka mengatakan bahwa poligami adalah sumber kesengsaraan dan kehinaan wanita. Poligami juga dianggap sebagai biang keladi rumah tangga yang berantakan. Dan berbagai alasan lainnya yang muncul di tengah masyarakat saat ini sehingga dianggap cukup jadi alasan agar poligami di negeri ini dilarang.

Hikmah Wahyu Ilahi
Setiap wahyu yang diturunkan oleh pembuat syariat pasti memiliki hikmah dan manfaat yang besar. Begitu juga dibolehkannya poligami oleh Allah, pasti memiliki hikmah dan manfaat yang besar baik bagi individu, masyarakat dan umat Islam. Di antaranya: (1) Dengan banyak istri akan memperbanyak jumlah kaum muslimin. (2) Bagi laki-laki, manfaat yang ada pada dirinya bisa dioptimalkan untuk memperbanyak umat ini, dan tidak mungkin optimalisasi ini terlaksana jika hanya memiliki satu istri saja. (3) Untuk kebaikan wanita, karena sebagian wanita terhalang untuk menikah dan jumlah laki-laki itu lebih sedikit dibanding wanita, sehingga akan banyak wanita yang tidak mendapatkan suami. (4) Dapat mengangkat kemuliaan wanita yang suaminya meninggal atau menceraikannya, dengan menikah lagi ada yang bertanggung jawab terhadap kebutuhan dia dan anak-anaknya.

Menepis Kekeliruan Pandangan Terhadap Poligami
Saat ini terdapat berbagai macam penolakan terhadap hukum Allah yang satu ini, dikomandoi oleh tokoh-tokoh Islam itu sendiri. Di antara pernyataan penolak wahyu tersebut adalah : 'Tidak mungkin para suami mampu berbuat adil di antara para isteri tatkala berpoligami, dengan dalih firman Allah yang artinya,'Jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka (kawinilah) seorang saja.' (An Nisaa': 3). Dan firman Allah yang artinya,'Dan kamu sekali-kali tidak akan dapat berlaku adil di antara isteri-isteri(mu), walaupun kamu sangat ingin berbuat demikian.' (QS. An Nisaa': 129).'

Sanggahan: Yang dimaksud dengan 'Dan kamu sekali-kali tidak akan dapat berlaku adil' dalam ayat di atas adalah kamu sekali-kali tidak dapat berlaku adil dalam rasa cinta, kecondongan hati dan berhubungan intim. Karena kaum muslimin telah sepakat, bahwa menyamakan yang demikian kepada para istri sangatlah tidak mungkin dan ini di luar kemampuan manusia, kecuali jika Allah menghendakinya. Dan telah diketahui bersama bahwa Ibunda kita, Aisyah radhiyallahu 'anha lebih dicintai Rasulullah daripada istri beliau yang lain. Adapun hal-hal yang bersifat lahiriah seperti tempat tinggal, uang belanja dan waktu bermalam, maka wajib bagi seorang suami yang mempunyai istri lebih dari satu untuk berbuat adil. Hal ini sebagaimana pendapat Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, Imam Nawawi, dan Ibnu Hajar.

Ada juga di antara tokoh tersebut yang menyatakan bahwa poligami akan mengancam mahligai rumah tangga (sering timbul percekcokan). Sanggahan: Perselisihan yang muncul di antara para istri merupakan sesuatu yang wajar, karena rasa cemburu adalah tabiat mereka. Untuk mengatasi hal ini, tergantung dari para suami untuk mengatur urusan rumah tangganya, keadilan terhadap istri-istrinya, dan rasa tanggung jawabnya terhadap keluarga, juga tawakkal kepada Allah. Dan kenyataannya dalam kehidupan rumah tangga dengan satu istri (monogami) juga sering terjadi pertengkaran/percekcokan dan bahkan lebih. Jadi, ini bukanlah alasan untuk menolak poligami.

Apa yang Terjadi Jika Wahyu Ilahi Ditolak ?
Mari kita renungkan perkataan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah berikut ini, apa yang terjadi jika wahyu ilahi yang suci itu ditentang.

Allah telah banyak mengisahkan di dalam al-Qur'an kepada kita tentang umat-umat yang mendustakan para Rasul. Mereka ditimpa berbagai macam bencana dan masih nampak bekas-bekas dari negeri-negeri mereka sebagai pelajaran bagi umat-umat sesudahnya. Mereka dirubah bentuknya menjadi kera dan babi disebabkan menyelisihi Rasul mereka. Ada juga yang terbenam dalam tanah, dihujani batu dari langit, ditenggelamkan di laut, ditimpa petir dan disiksa dengan berbagai siksaan lainnya. Semua ini disebabkan karena mereka menyelisihi para Rasul, menentang wahyu yang mereka bawa, dan mengambil penolong-penolong selain Allah.

Allah menyebutkan seperti ini dalam surat Asy Syu'ara mulai dari kisah Musa, Ibrahim, Nuh, kaum 'Aad, Tsamud, Luth, dan Syu'aib. Allah menyebut pada setiap Nabi tentang kebinasaan orang yang menyelisihi mereka dan keselamatan bagi para Rasul dan pengikut mereka. Kemudian Allah menutup kisah tersebut dengan firman-Nya yang artinya,'Maka mereka ditimpa azab. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat bukti yang nyata, dan adalah kebanyakan mereka tidak beriman. Dan Sesungguhnya Tuhanmu benar-benar dialah yang Maha Perkasa lagi Maha Penyayang.' (QS. Asy Syu'ara: 158-159). Allah mengakhiri kisah tersebut dengan dua asma' (nama) -Nya yang agung dan dari kedua nama itu akan menunjukkan sifat-Nya. Kedua nama tersebut adalah Al 'Aziz dan Ar Rohim (Maha Perkasa dan Maha Penyayang). Yaitu Allah akan membinasakan musuh-Nya dengan 'izzah/keperkasaan-Nya. Dan Allah akan menyelamatkan rasul dan pengikutnya dengan rahmat/kasih sayang-Nya. (Diringkas dari Majmu' Fatawa Ibnu Taimiyah).Muslimah.or.id

Tamparan untuk Nasaruddin Umar
Lembaga fatwa Mesir menegaskan, poligami adalah hal yang dibolehkan 3 agama samawi dan bisa dijadikan jalan keluar bagi Barat.

Hidayatullah.com-Berita ini boleh jadi membuat merah telinga kaum feminis dan penganut Barat. Belum lama ini, Dar Ifta Al Mishriyah, lembaga fatwa tertinggi di Mesir mempublikasikan hasil kajian terbarunya mengenai masalah poligami.

Dar Ifta dalam pernyataannya menyebutkan bahwa poligami disepakati kebolehannya oleh tiga agama samawi. Islam, Kristen dan Yahudi. Disamping itu, lembaga ini mengecam keras Barat dan para pengekornya di Timur yang menentang bolehnya poligami, Dar menilai bahwa mereka tidak memiliki dalil.

Poligami dalam Islam, merespon poligami yang telah diterapkan oleh bangsa Arab, Yahudi ataupun Romawi. Ini tercermin dalam hadits yang menerangkan bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wasallam memerintahkan Ghailan bin Salma At Tsaqafi yang beristri sepuluh untuk menceraikan 6 darinya, ketika ia memeluk Islam.

Menurut Dar Al Ifta, poligami dalam Islam adalah sebuah rukhsah hingga poligami sendiri bukanlah tujuan utama, karena dalam Al-Quran tidak ada seruan poligami, kecuali dengan syarat-syarat yang telah ditetapkan.

Dar Ifta dalam tulisannya yang bertajuk Al Mar'ah Al Muslimah Al Muashirah ma'a Tahadhiyat Ashr Al Madiyah (Wanita Muslimah Zaman Ini dan Serangan Zaman Materialisme) itu menyatakan keherannya terhadap oriantelis Barat berserta para pengekor mereka dari Timur, yang menyerang rukhsah poligami, tapi tidak berkomentar sama sekali terhadap fenomena pelacuran, tradisi pertukaran pasangan serta perselingkuhan.

Barat Perlu Lirik Poligami
Dar Ifta juga mengecam keras Barat yang menjadikan wanita sebagai 'komoditi seksual' dan menolak poligami yang jelas syaratnya, bahkan tidak ada batasan sama sekali jumlah wanita yang 'dipoligami'.Disamping menolak poligami, Barat malah promosikan 'poligami tanpa aturan' itu, seperti perselingkuhan, prostitusi, atau pergaulan bebas yang tidak ada ikatan resmi, hingga wanita bisa dicampakkan begitu saja dari kehidupan si lelaki dan ini juga menyebabkan menularnya penyakit seksual serta meningginya kasus aborsi.

Dar Ifta memberi contah kasus yang terjadi di Amerika. Pada tahun 1980 saja di negeri itu tercatat 1.553.000 kasus aborsi, 30 % nya dilakukan oleh wanita di bawah umur 20 tahun. Ini yang tercatat, menurut petugas, dalam realita, kasus yang terjadi sebenarnya 3 kali lipat dari hasil sensus. Data tahun 1979 juga menunjukkan bahwa 74% kaum miskin dari manula adalah wanita, 85% mereka hidup sendiri tanpa ada yang memberi nafkah. Dan dari tahun 1980 hingga 1990 hampir satu juta wanita Amerika menjadi pelacur. Menurut Dar Ifta, permasalah ini bisa selesai dengan poligami yang jelas syarat-syarat dan kensekwensinya.

Nampaknya Nasaruddin cukup berhati-hati untuk tidak secara frontal menolak poligami-sekalipun isunya dia juga berpoligami-tapi dia mencari-cari berbagai kasus ketidaksuksesan poligami dengan tujuan agar masyarakat menjadi benci dan tidak mempraktekkan poligami.

Ketidaksuksesan poligami pada beberapa kasus selain tidak bisa digeneralisir, juga harus dilihat dari motif si pelaku melakukan poligami. Jika motifnya bukan atas dasar menjalankan syari'at, jelas hasilnya akan berantakan. Karena dipastikan tidak memenuhi syarat-syarat yang telah ditetapkan. Oleh karena itu, sangat picik jika kasus-kasus itu dijadikan sandaran hukum untuk melarang poligami.

Jika Nasaruddin mau jujur dan adil, ia akan takjub dengan keindahan keluarga yang melakukan poligami atas dasar syari'at yang suci. menurut hemat saya, dalam membedakan mana yang pokok dan mana yang cabang, mana yang prinsip dan mana yang teknis lebih bijak Nasaruddin Hoja daripada Nasaruddin Umar. (Disusun dari berbagai sumber)