Kepergian (Alm) Shidiq Amien bagi Persis seperti 'amul-huzni (hari kesedihan). Mereka kehilangan tokoh-tokoh yang berkonstribusi besar dalam dakwah
Oleh Tiar Anwar Bachtiar
Hidayatullah.com--Ribuan jama'ah berdesak-desakan untuk bisa menshalatkan jenazah Ust. Shiddiq Amien—Allahu yarham—dari sejak malam Ahad di RS. Al-Islam dan masjid PP. Persis Viaduct, sampai hari Ahad siang di Pesantren Persis, Benda, Tasikmalaya. Ribuan jama'ah turut pula berdesak-desakan mengantarkan Ust. Shiddiq Amien ke tempat peristirahatan terakhir. Allahumma-ghfir lahu wa-rhamhu wa 'afihi wa-'fu 'anhu wa akrim nuzulahu wa wassi' madkhalahu.
Ust. Drs. Shiddiq Amienullah, MBA, atau akrab dipanggil Ust. Shiddiq Amien, Sabtu malam (31/10/2009) wafat di RS. Al-Islam, Bandung. Beliau menghembuskan nafas terakhir pada jam 22.15 wib, setelah 22 hari sebelumnya menjalani perawatan di RS yang sama. Almarhum wafat setelah pada tanggal 9 Oktober terkena serangan stroke dan mengalami pendarahan di otak.
Jenazah almarhum dimandikan di RS. Al-Islam pada jam 23.00, untuk selanjutnya dishalatkan oleh keluarga dan beberapa tokoh Persatuan Islam (Persis). Pada jam 23.30 jenazah almarhum kemudian dibawa ke masjid PP. Persis Viaduct di Jl. Perintis Kemerdekaan No. 2, Bandung. Sesampainya di sana ratusan jama'ah telah menunggu untuk menshalatkan.
Sejak malam itu, ribuan jama'ah tidak henti-hentinya menshalatkan jenazah sampai jam 06.55 wib. Antrian jama'ah yang sangat banyak menyebabkan mereka harus berdesak-desakan di dua tangga pintu masuk masjid sampai ketika jenazah sudah diangkat ke dalam mobil ambulance sekalipun.
Menurut H. Andi Sugandi, Bendahara PP. Persis, mengatakan, "Sampai malam pun, jika tidak distop, jama'ah yang menshalatkan pasti akan terus berdatangan."
Akan tetapi, menurutnya, semua jama'ah diharapkan pengertiannya, karena jenazah almarhum tidak mungkin berlama-lama disemayamkan.
Tercatat hadir tokoh-tokoh yang ikut menshalatkan almarhum adalah para ulama Persis, Ust. Ikin Sodikin (Ketua Majelis Penasihat PP. Persis), Ust. Usman Sholehudin (Ketua Dewan Hisbah Persis), Ust. Syuhada Bahri (Ketua Umum Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia), KH. Athian Ali M. Da'i, KH. Miftah Farid, Ust. Aam Amiruddin, M.Si, Walikota Bandung, Dada Rosada, dan mantan Menhut M.S. Kaban.
Sementara Gubernur Jabar, Ahmad Heryawan, tidak sempat menshalatkan jenazah. Beliau tiba di lokasi tepat jam 06.55 wib saat jenazah sudah diangkat ke mobil ambulance. Walaupun begitu beliau sempat menengok almarhum di dalam mobil dan turut mendo'akannya.
Jenazah almarhum kemudian bertolak ke Tasikmalaya. Panjang antrian kendaraan terhitung + 10 km. Ketika mobil ambulance sudah sampai di Malangbong, Garut, antrian kendaraan yang terakhir masih berada di Cicalengka-Nagreg, Kab. Bandung. Jenazah kemudian sampai di Pesantren Persis, Benda, Tasikmalaya, pada jam 10.30 wib.
Kedatangan jenazah disambut dengan haru oleh seluruh jama'ah dan santri Pesantren Persis, Benda, yang dari sejak pagi berdesak-desakan mengantri untuk bisa menshalatkan almarhum. Tercatat hadir waktu itu Walikota Tasikmalaya, H. Syarief Hidayat.
Selepas shalat zhuhur jenazah kemudian dibawa ke tempat peristirahatan terakhir. Tampak dengan jelas di areal sawah puluhan hektar tersebut antrian jama'ah yang berjejal mengantarkan almarhum. Ketika penguburan selesai, Ust. Usman Sholehuddin (Ketua Dewan Hisbah Persis) menyeru semua jama'ah untuk memohonkan istighfar dan ketetapan hati dan surganya karena jenazah akan dimintai pertangungjawaban saat ini juga: Istaghfiru li akhikum, wa-s`alu lahut-tatsbita, fa innahul-ana yus`alu.
Sesaat sesudah itu, Ust. Usman menyerukan, "Cukup. Rangkaian acara pemakaman jenazah selesai." Jama'ah pun kemudian kembali ke tempatnya masing-masing, dan jama'ah yang belum menshalatkan antri untuk menshalatkan di atas kuburan almarhum.
Penyakit Ustadz
Ust. Shiddiq Amien dilarikan ke RS. Al-Islam setelah terkena serangan stroke di sekitar Nagreg, Kab. Bandung. Waktu itu (9/10/2009) beliau sedang melakukan perjalanan ke Bandung dari Tasikmalaya dengan menyetir kendaraan sendiri. Ketika beliau merasakan ketegangan di badannya, segera beliau menepi dan menelepon putra sulungnya, H. Arief Rahman Hakim di Tasikmalaya, untuk menyusul dan menjemputnya. Karena terjebak macet, H. Arief pun kemudian menelepon Sekretaris Ust. Shiddiq, H. Aan Iskandar yang kebetulan waktu itu sedang ada di Cileunyi untuk menjemput beliau.
Ketika masuk RS. Al-Islam, menurut H. Aan Iskandar, Ust. Shiddiq masih sempat bertanya, "Saha ieu?" (Siapa ini?), H. Aan pun lantas menjawabnya. Akan tetapi, sejak itu beliau koma sampai kemudian diwafatkan oleh Allah swt pada Sabtu malam, 31 Oktober 2009.
Selama di RS. Al-Islam, Ust. Shiddiq tercatat dioperasi sebanyak tiga kali di sekitar tempurung kepalanya. Kondisi beliau naik turun, kadang membaik, sering pula memburuk.
Menurut Jeje Zaenudin, M.Ag (Ketua Umum PP. Pemuda Persis) yang juga pernah diasuh Ust. Shiddiq di Pesantren Benda, jauh sebelum itu almarhum dikenal tidak memiliki gangguan tekanan darah tinggi. Walaupun beberapa tahun terakhir gangguan tersebut kemudian datang, akan tetapi beliau dikenal disiplin dalam hal makanan. Salah satunya, beliau tidak pernah bersedia untuk makan selepas tabligh/pengajian di malam hari. Akan tetapi Allah swt berkehendak lain. Pada Sabtu malam (31/10/2009) itu beliau menghembuskan nafas terakhirnya.
'Amul Huzni Persis
Bagi jama'ah Persis, tahun 2009 ini bisa dikatakan 'amul-huzni (tahun kesedihan). Jika di masa Rasul saw, 'amul huzni itu ditandai dengan wafatnya Khadijah ra, istri Nabi saw, dan Abu Thalib, paman Nabi saw, maka bagi jama'ah Persis, 'amul huzni ini ditandai dengan wafatnya (1) Ust. Drs. Endang Sukmana (Kabidgar Perwakafan PP. Persis) pada tanggal 24 Februari 2009, (2) Ust. Drs. H. Entang Mukhtar, ZA (Ketua PP. Persis Bidang Jam'iyyah) pada tanggal 21 April 2009, dan terakhir (3) Ust. Drs. Shiddiq Amien, MBA (Ketua Umum PP. Persis dan Anggota Dewan Pembina Dewan Da’wah Islamiyah Indonesia Pusat) pemimpin tertinggi di lingkungan Persatuan Islam.
Ya, 'amul-huzni, karena mereka semua adalah tokoh-tokoh yang berkonstribusi besar dalam dakwah Islam. Kehilangan mereka sedikitnya memberikan efek yang besar dalam hilangnya peran-peran strategis dakwah yang biasa mereka perankan. Walaupun itu semua bukan pertanda bahwa dakwah Islam, khususnya Persis, telah kiamat. Karena selepas Khadijah ra dan Abu Thalib, muncullah Abu Bakar, 'Umar, 'Utsman, 'Ali, dan sederetan shahabat lainnya yang terbukti lebih tangguh mengibarkan panji dakwah Islam. Demikian juga, selepas kepergian Ust. Shiddiq Amien, Ust. Entang Mukhtar, dan Ust. E. Sukmana, bukan berarti penegak panji-panji dakwah Islam harus hilang ditelan masa. Generasi berikutnya dalam hal ini tentu wajib berani memikul amanah yang besar ini. Semoga.
Penulis adalah Ketua II PP Pemuda Persatuan Islam. Tulisan ini dimuat di situs [www.hidayatullah.com]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar