10.20.2009

Silaturahmi

“Dan bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain dan (peliharalah) hubungan silaturrahim (Arham). Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu”. (QS. 4:1)

Silaturahmi secara bahasa berasal dari dua kata, yakni silah (hubungan) dan Rahim (Rahim perempuan) yang mempunyai arti Hubungan nasab, sebagaimana ayat diatas kata al-Arham (rahim) diartikan sebagai Silaturahmi. Namun pada hakikatnya silaturahmi bukanlah sekedar hubungan nasab, namun lebih jauh dari itu hubungan sesama muslim merupakan bagian dari silaturrahmi, sehingga Allah SWT mengibaratkan umat Islam bagaikan satu tubuh. Sebagaimana firman-Nya, “Sesungguhnya orang-orang mu’min adalah bersaudara, karena itu damaikanlah antara kedua saudaramu dan bertakwalah kepada Allah supaya kamu mendapat rahmat.” (49:10).

Rasulullah saw bersabda; “Tahukah kalian tentang sesuatu yang paling cepat mendatangkan kebaikan ataupun keburukan? "Sesuatu yang paling cepat mendatangkan kebaikan adalah pahala orang yang berbuat kebaikan dan menghubungkan tali silaturahmi, sedangkan yang paling cepat mendatangkan keburukan ialah siksaan bagi orang yang berbuat jahat dan yang memutuskan tali persaudaraan" (HR. Ibnu Majah).

Silaturahmi tidak sekedar bersentuhan tangan atau memohon maaf belaka. Ada sesuatu yang lebih hakiki dari itu semua, yaitu aspek mental dan keluasan hati. Hal ini sesuai dengan asal kata dari silaturahmi itu sendiri, yaitu shilat atau washl, yang berarti menyambungkan atau menghimpun, dan ar-rahiim yang berarti kasih sayang. Makna menyambungkan menunjukkan sebuah proses aktif dari sesuatu yang asalnya tidak tersambung. Menghimpun biasanya mengandung makna sesuatu yang tercerai-berai dan berantakan, menjadi sesuatu yang bersatu dan utuh kembali. Tentang hal ini Rasulullah SAW bersabda, "Yang disebut bersilaturahmi itu bukanlah seseorang yang membalas kunjungan atau pemberian, melainkan bersilaturahmi itu ialah menyambungkan apa yang telah putus" (HR. Bukhari).

Rasulullah SAW pernah memberikan nasihat kepada para sahabat, "Hendaklah kalian mengharapkan kemuliaan dari Allah". Para sahabat pun bertanya, "Apakah yang dimaksud itu, ya Rasulullah?" Beliau kemudian bersabda lagi, "Hendaklah kalian suka menghubungkan tali silaturahmi kepada orang yang telah memutuskannya, memberi sesuatu (hadiah) kepada orang yang tidak pernah memberi sesuatu kepada kalian, dan hendaklah kalian bersabar (jangan lekas marah) kepada orang yang menganggap kalian bodoh" (HR. Hakim).

Dalam hadis lain dikisahkan pula, "Maukah kalian aku tunjukkan amal yang lebih besar pahalanya daripada shalat dan shaum?" tanya Rasulullah SAW kepada para sahabat. "Tentu saja," jawab mereka. Beliau kemudian menjelaskan, "Engkau damaikan yang bertengkar, menyembungkan persaudaraan yang terputus, mempertemukan kembali saudara-saudara yang terpisah, menjembatani berbagai kelompok dalam Islam, dan mengukuhkan tali persaudaraan di antara mereka adalah amal shalih yang besar pahalanya. Barangsiapa yang ingin dipanjangkan umurnya dan diluaskan rezekinya, hendaklah ia menyambungkan tali silaturahmi" (HR. Bukhari Muslim).

Diantara ayat yang sering dijadikan dasar wajib bersilaturahmi adalah surat Annisa ayat 1 di atas yang didalamnya terdapat kalimat yang berbunyi, Wataqullâh alladzî tasã`alûna bihî wal arhâm… “Dan bertakwalah kepada Allâh yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturrahim.”

Arhâm bentuk jama dari kata rahim yang berarti kandungan. Imam Alqosimi di dalam tafsirnya memberikan pengertian dengan makna “wattaqul arhâm” (nitip rahim, nitip kandungan).

Sepintas terasa agak aneh, Allâh menitipkan kandungan, tapi menurut ahli ilmu bayan/balaghoh kalimat seperti ini termasuk kalimat Majaz Mursal, min ithlaqil mahâl lil iradati hâl, disebut tempat yang dimaksud adalah yang menempatinya.

Wattaqul arhâm. Nitip kandungan jelas maknanya adalah yang keluar dari kandungan yaitu anak dan keturunan. Jadi kalau kita tarik pemahaman dari kalimat yang diambil dari surat Annisa ayat 1 tadi. Allâh berpesan bertakwalah kamu kepada Allâh wahai para orang tua dan didik (jaga) anak keturunan kamu supaya mereka menjadi manusia-manusia yang bertakwa juga.

Di lingkungan kita banyak yang memahami makna silaturahmi itu sebatas mengadakan pertemuan keluarga atau pertemuan warga. Lalu saling mengenalkan hubungan kekerabatan; ini kakek, paman, bibi, keponakan, dstnya. Memang itu pun mempunyai nilai positif, tapi yang disebut silaturahmi tidak sebatas itu, bukan hanya memperkuat hubungan kekerabatan semata, yang lebih esensial (penting dan mendasar) adalah bagaimana memperkuat hubungan keimanan, ketakwaan pada lingkungan keluarga masing-masing.

Dalam tafsir Ibnu Katsier tercatat sebuah hadits yang diriwayatkan Ibnu Jarir, Rasûlullâh Saw., bersabda, “Nanti di hari kiamat diantara hamba-hamba Allâh ada sekelompok orang yang mendapat tempat istimewa di surga, mereka itu bukan para Nabi juga bukan Syuhada, malah para Nabi dan Syuhada tertarik dengan kedudukan mereka di sisi Allâh pada hari kiamat. Mendengar pernyataan seperti para sahabat semangat untuk bertanya, ‘Yaa Rasûlullâh, manusia macam apakah yang akan mendapat tempat istimewa di surga?’ Nabi tidak menyebut nama juga kelompok, tapi menyebutkan sifat, mereka yang akan mendapatkan tempat istimewa di surga adalah yang ketika hidupnya di dunia saling mencintai, menyayangi dengan dasar karena Ruh Allâh (keimanan, keislaman dan ketakwaan) bukan karena ikatan harta atau keturunan.”

Adalah wajar jika seorang kakek sayang kepada cucunya karena ada hubungan famili, pantas jika mertua sayang kepada menantu karena terikat oleh anak, normal jika seorang pedagang sayang kepada pelanggan karena ada ikatan simbiosa mutualistis (hidup saling menguntungkan yang terkait dengan harta). Tapi ternyata yang membawa akibat yang positif nanti di akhirat -sampai di tempatkan di kelas istimewa di surga-, bukan ikatan kekeluargaaan atau bisnis, tapi lebih karena ikatan rasa keimanan, keislaman, dan ketakwaan.

Oleh sebab itu maka yang di maksud dengan silaturahmi jelas bukan hanya sebatas mengumpulkan keluarga dan saling mengenalkan hubungan kekerabatan tapi bagaimana kita memperkokoh kualitas keimanan dan ketakwaan dalam keluarga kita.

Bukankah putra Nabi Nûh yang bernama Kan’an oleh Allâh ditenggelamkan di lautan banjir besar. Ketika Nabi Nûh meminta pertolongan kepada Allâh untuk menyelamatkan anaknya, Allâh menjawab, “Wahai Nûh, dia (Kan’an) bukan keluargamu!.” Ahli tafsier memaknai karena dia (Kan’an) tidak beramal sholeh seperti bapaknya (Nûh).

Al-Qur’an telah banyak menceritakan kisah terputusnya silaturahmi, padahal mereka mempunyai hubungan nasab. Diantaranya, Nabi Ibrahim AS menjadi jauh dengan bapaknya, karena seorang Musyrik. Malah doa nabi Ibrahim untuk bapaknya sendiri tidak dikabulkan oleh Allah SWT, sebagaimana firman-Nya, “Dan permintaan ampun dari Ibrahim (kepada Allah) untuk bapaknya tidak lain hanyalah karena suatu janji yang telah diikrarkannya kepada bapaknya itu. Maka, tatkala jelas bagi Ibrahim bahwa bapaknya itu adalah musuh Allah, maka Ibrahim berlepas diri dari padanya. Sesungguhnya Ibrahim adalah seorang yang sangat lembut hatinya lagi penyantun”. (QS. 9:114).

Nabi Luth AS harus berpisah dengan istrinya dikarenakan tidak mau mengikuti ajarannya, sehingga Allah SWT mengadzabnya bersama kaum yang lainnya, Nabi Nuh AS harus berpisah dengan anaknya Kan’an dikarenakan tidak mau mengikuti ajarannya, sehingga Allah SWT menenggelamkannya bersama umat yang lainnya. Begitupun dengan Nabi Muhammad SAW tidak bisa bersama-sama didalam surga bersama pamannya Abu Thalib, padahal pamannya sangat menjaga dan menyayangi beliau.

Dari cerita Nûh dan anaknya kita bisa belajar bahwa makna silaturahmi itu tidak hanya sebatas bersalaman mengadakan pertemuan tetapi yang paling penting adalah bagaimana kita memperkokoh kualitas keimanan, keislaman, dan ketakwaan dalam lingkungan keluarga kita sehingga kita bersama-sama menjadi manusia-manusia yang bertakwa.

“Dan orang-orang yang beriman dan yang anak cucu mereka mengikuti mereka dalam keimanan, Kami hubungkan anak cucu mereka dengan mereka, dan Kami tiada mengurangi sedikitpun dari pahala amal mereka. Tiap-tiap manusia terikat dengan apa yang dikerjakannya.” (Qs. Ath-Thuur [52]:21)

Untuk menghindari terputusnya silaturahmi, Allah SWT mengajarkan sebuah doa supaya senantiasa ada dalam keimanan,”Ya Tuhan kami, janganlah Engkau jadikan hati kami condong kepada kesesatan sesudah Engkau beri petunjuk kepada kami, dan karuniakanlah kepada kami rahmat dari sisi Engkau; karena sesungguhnya Engkau-lah Maha Pemberi (karunia).” (QS. 3:8)

10.07.2009

Ahmadinejad Ternyata Keturunan Yahudi

Tanpa dinyana Presiden Iran Mahmoud Ahmadinejad ternyata merupakan keturunan Yahudi yang taat. Sebelum masuk Syiah, pria yang kerap melancarkan kritikan kerasnya ke AS dan Israel itu bernama Sabourjian, yang artinya penenun.

Identitas itu terungkap dari sebuah foto yang diambil oleh staf kepresiden. Ketika itu Ahmadinejad berpose dengan memperlihatkan paspor saat menghadapi pemilu Maret 2008 lalu seperti dikutip The Daily Telelghrap, Minggu (4/10).

Para ahli tadi malam menyebutkan bahwa track record Ahmadinejad yang kerap mengeluarkan kritik pedas terhadap kaum Yahudi bisa jadi dilakukan untuk menutupi masa lalunya.

"Setiap keluarga yang pindah agama membuat identitas baru dengan mengecam kepercayaan mereka sebelumnya," kata Ali Nourizadeh dari Pusat Studi Arab dan Iran.

"Aspek latar belakang Ahmadinejad menjelaskan banyak hal tentang dia.Dengan mengeluarkan pernyataan-pernyataan anti-Israel, dia mencoba menghilangkan kecurigaan tentang keterkaitan dirinya dengan Yahudi. Dia merasa tak berdaya di tengah masyarakat radikal Syiah," terang Nourizadeh.

Ahmadinejad memang tidak pernah menyangkal bahwa namanya diganti saat keluarganya pindah ke Teheran pada tahun 1950-an. Namun dia tidak pernah mengungkapkan nama sebelumnya dan tidak menjelaskan alasan penggantian nama tersebut.
[muslimdaily.net/vvnws-inlh]

Catatan tambahan: Pada hakikatnya tanpa ada keterikatan darahpun antara ahmadinejad dengan yahudi, sebenarnya yahudi dan syi'ah adalah saudara kandung karena syi'ah lahir dari Abdullah bin Saba, seorang Yahudi hipokrit yang berpura-pura masuk Islam untuk menghancurkan Islam dari dalam dengan menyebarkan paham luar biasa jahat yang kita kenal saat ini dengan nama SYI'AH.

Oleh karena itu selama ini anda saksikan perseteruan antara iran dengan israel hanya gertak sambal belaka. Tidak akan pernah terjadi pertempuran fisik antara mereka. Toh keduanya bersaudara, mereka bermain cantik dengan kolega mereka, Amerika Serikat, agar drama bisa berhasil sempurna. Drama apa itu? Ikuti saja perjalanan sejarahnya. Insya Allah

10.02.2009

Ayat-Ayat Allah Swt dalam Gempa di Sumatera

Gempa besar berkekuatan 7,6 Skala Richter melantakkan kota Padang dan sekitarnya pukul 17.16 pada tanggal 30 September lalu. Gempa susulan terjadi pada pukul 17.58. Keesokan harinya, 1 Oktober kemarin, gempa berkekuatan 7 Skala Richter kembali menggoyang Jambi dan sekitarnya tepat pukul 08.52.

Adalah ketetapan Allah Swt jika bencana ini bertepatan dengan beberapa momentum besar bangsa Indonesia, dulu dan sekarang:

Pertama, tanggal 1 Oktober merupakan hari pelantikan anggota DPR dan DPD periode 2009-2014 yang menuai kontroversi. Acara seremonial yang sebenarnya bisa dilaksanakan dengan amat sederhana itu ternyata memboroskan uang rakyat lebih dari 70 miliar rupiah. Hal ini dilakukan di tengah berbagai musibah yang mengguncang bangsa ini. Dan kenyataan ini membuktikan jika para pejabat itu tidak memiliki empati sama sekali terhadap nasib rakyat yang kian hari kian susah.

Bukan mustahil, banyak kaum mustadh’afin yang berdoa kepada Allah Swt agar menunjukkan kebesaran-Nya kepada para pejabat negara ini agar mau bersikap amanah dan tidak bertindak bagaikan segerombolan perampok terhadap uang umat.

Satu lagi, siapa pun yang berkunjung ke Gedung DPR di saat hari pelantikan tersebut akan mencium aroma kematian di mana-mana. Entah mengapa, pihak panitia begitu royal menyebar rangkaian bunga Melati di setiap sudut gedung tersebut. Bunga Melati memang bunga yang biasanya mengiringi acara-acara sakral di negeri ini, seperti pesta perkawinan dan sebagainya. Namun agaknya mereka lupa jika bunga Melati juga biasa dipakai dalam acara-acara berkabung atau kematian.

Kedua, 44 tahun lalu, tanggal 30 September dan 1 Oktober 1965 merupakan tonggak bersejarah bagi perjalanan bangsa dan negara ini. Pada tanggal itulah awal dari kejatuhan Soekarno dan berkuasanya Jenderal Suharto. Pergantian kekuasaan yang di Barat dikenal dengan sebutan Coup de’ Etat Jenderal Suharto ini, telah membunuh Indonesia yang mandiri dan revolusioner di zaman Soekarno, anti kepada neo kolonialisme dan neo imperialisme (Nekolim), menjadi Indonesia yang terjajah kembali. Suharto telah membawa kembali bangsa ini ke mulut para pelayan Dajjal, agen-agen Yahudi Internasional, yang berkumpul di Washington.

Gempa dan Ayat-Ayat Allah Swt

Segala sesuatu kejadian di muka bumi merupakan ketetapan Allah Swt. Demikian pula dengan musibah bernama gempa bumi. Hanya berseling sehari setelah kejadian, beredar kabar—di antaranya lewat pesan singkat—yang mengkaitkan waktu terjadinya musibah tiba gempa itu dengan surat dan ayat yang ada di dalam kitab suci Al-Qur’an.

“Gempa di Padang jam 17.16, gempa susulan 17.58, esoknya gempa di Jambi jam 8.52. Coba lihat Al-Qur’an!” demikian bunyi pesan singkat yang beredar. Siapa pun yang membuka Al-Qur’an dengan tuntunan pesan singkat tersebut akan merasa kecil di hadapan Allah Swt. Demikian ayat-ayat Allah Swt tersebut:

17.16 (QS. Al Israa’ ayat 16): “Dan jika Kami hendak membinasakan suatu negeri, maka Kami perintahkan kepada orang-orang yang hidup mewah di negeri itu (supaya mentaati Allah) tetapi mereka melakukan kedurhakaan dalam negeri itu, maka sudah sepantasnya berlaku terhadapnya perkataan (ketentuan Kami), kemudian Kami hancurkan negeri itu sehancur-hancurnya.”

17.58 (QS. Al Israa’ ayat 58): “Tak ada suatu negeri pun (yang durhaka penduduknya), melainkan Kami membinasakannya sebelum hari kiamat atau Kami azab (penduduknya) dengan azab yang sangat keras. Yang demikian itu telah tertulis di dalam kitab (Lauh Mahfuz).”

8.52 (QS. Al Anfaal: 52): (Keadaan mereka) serupa dengan keadaan Fir’aun dan pengikut-pengikutnya serta orang-orang sebelumnya. Mereka mengingkari ayat-ayat Allah, maka Allah menyiksa mereka disebabkan disebabkan dosa-dosanya. Sesungguhnya Allah Maha Kuat lagi Amat Keras siksaan-Nya.”

Tiga ayat Allah Swt di atas, yang ditunjukkan tepat dalam waktu kejadian tiga gempa kemarin di Sumatera, berbicara mengenai azab Allah berupa kehancuran dan kematian, dan kaitannya dengan hidup bermewah-mewah dan kedurhakaan, dan juga dengan keadaan Fir’aun dan pengikut-pengikutnya. Ini tentu sangat menarik.

Gaya hidup bermewah-mewah seolah disimbolisasikan dengan acara pelantikan anggota DPR yang memang WAH. Kedurhakaan bisa jadi disimbolkan oleh tidak ditunaikannya amanah umat selama ini oleh para penguasa, namun juga tidak tertutup kemungkinan kedurhakaan kita sendiri yang masih banyak yang lalai dengan ayat-ayat Allah atau malah menjadikan agama Allah sekadar sebagai komoditas untuk meraih kehidupan duniawi dengan segala kelezatannya (yang sebenarnya menipu).

Dan yang terakhir, terkait dengan “Fir’aun dan para pengikutnya”, percaya atau tidak, para pemimpin dunia sekarang ini yang tergabung dalam kelompok Globalis (mencita-citakan The New World Order) seperti Dinasti Bush, Dinasti Rotschild, Dinasti Rockefeller, Dinasti Windsor, dan para tokoh Luciferian lainnya yang tergabung dalam Bilderberg Group, Bohemian Groove, Freemasonry, Trilateral Commission (ada lima tokoh Indonesia sebagai anggotanya), sesungguhnya masih memiliki ikatan darah dengan Firaun Mesir (!).

David Icke yang dengan tekun selama bertahun-tahun menelisik garis darah Firaun ke masa sekarang, dalam bukunya “The Biggest Secret”, menemukan bukti jika darah Firaun memang mengaliri tokoh-tokoh Luciferian sekarang ini seperti yang telah disebutkan di atas. Bagi yang ingin menelusuri garis darah Fir’aun tersebut hingga ke Dinasti Bush, silakan cari di www.davidicke.com (Piso-Bush Genealogy), dan ada pula di New England Historical Genealogy Society.

Nah, bukan rahasia lagi jika sekarang Indonesia berada di bawah cengkeraman kaum NeoLib. Kelompok ini satu kubu dengan IMF, World Bank, Trilateral Commission, Round Table, dan kelompok-kelompok elit dunia lainnya yang bekerja menciptakan The New World Order. Padahal jelas-jelas, kubu The New World Order memiliki garis darah dengan Firaun. Kelompok Globalis-Luciferian inilah yang mungkin dimaksudkan Allah Swt dalam QS. Al Anfaal ayat 52 di atas. Dan bagi pendukung pasangan ini, mungkin bisa disebut sebagai “…pengikut-pengikutnya.”

Dengan adanya berbagai “kebetulan” yang Allah Swt sampaikan dalam musibah gempa kemarin ini, Allah Swt jelas hendak mengingatkan kita semua. Apakah semua “kebetulan” itu sekadar sebuah “kebetulan” semata tanpa pesan yang berarti? Apakah pesan Allah Swt itu akan mengubah kita semua agar lebih taat pada perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya? Atau malah kita semua sama sekali tidak perduli, bahkan menertawakan semua pesan ini sebagaimana dahulu kaum kafir Quraiys menertawakan dakwah Rasulullah Saw? Semua berpulang kepada diri kita masing-masing. Wallahu’alam bishawab. (Ridyasmara/eramuslim.com)

Tambahan dari saya, silahkan juga renungkan surat 30 ayat 9 dan 10 dimana gempa terjadi pada tanggal 30 bulan 9 menjelang bulan 10.

‘Ala kulli hal, tanpa adanya kesesuaian teks dan konteks secara langsung seperti ini pun dalam setiap musibah yang menimpa kita, tidak akan mengurangi sedikitpun ketakwaan kita kepada Allah ‘Azza wa Jalla. Karena jelas semuanya datang dari-Nya dengan berbagai maksudnya.Yang pasti semua yang terjadi adalah kehendak-Nya dan kehendak-Nya yang terpenting adalah bagaimana kita mampu mengambil pelajaran dari yang terjadi. (Wildan)