7.24.2009

PELATIHAN RU’YATUL HILAL

BULAN SUCI RAMADHAN SEGERA TIBA, MARI KITA SAMBUT DENGAN KAJIAN ILMIAH BULANAN PUSDIKLAT DEWAN DA’WAH

IKUTILAH TA’LIM BULANAN PUSDIKLAT DEWAN DA’WAH INI DENGAN MATERI PELATIHAN RU’YATUL HILAL BERSAMA:

UST. H. DR. AHMAD ZEIN AN-NAJAH, MA (DIREKTUR ISLAMIC CENTER AL-ISLAM BEKASI)

UST. KH. SYAFI’I (PIMPINAN PONPES FALAKIYAH CAKUNG)

AHAD, 02 AGUSTUS 2009 MULAI PUKUL 09.00 WIB DI MASJID WADHAH AL-BAHR PUSDIKLAT DEWAN DA’WAH SETIAMEKAR TAMBUN SELATAN BEKASI.

ACARA INI TIDAK DIPUNGUT BIAYA DAN TERBUKA UNTUK UMUM

CP: UST. DENI WAHYUDDIN (0813 1052 3771)

7.22.2009

TERORISME ISLAM: SEBUAH “PENYETANAN” ISLAM

Seorang bajak laut tertangkap oleh Kaisar Alexander Agung.
“Mengapa kamu berani mengacau lautan?” tanya Alexander Agung.
“Mengapa kamu berani mengacau seluruh dunia?” si bajak laut balik bertanya. “Karena aku melakukannya hanya dengan perahu kecil, aku disebut maling. Kamu, karena melakukannya dengan kapal besar disebut Kaisar.”
(Noam Chomsky, Menguak Tabir Terorisme Internasional)


Demonologi Islam

Berakhirnya perang Salib tidak berarti dendam Barat (Kristen) terhadap Islam dan umatnya berakhir begitu saja. Dendam kesumat yang berkepanjangan itu akhirnya dapat mereka lampiaskan ketika Eropa (Barat) melalui Columbus dapat mengetahui dan membuka pintu jalur perjalanan dan perdagangan ke dunia Timur dan dunia Islam.

Dengan dalih mencari rempah-rempah, mereka melakukan penjajahan terhadap dunia timur pada umumnya dan Islam pada khususnya. Selain membawa panji-panji gold (emas) dan glory (kebanggaan), mereka pun mengibarkan panji gospel (penyebaran Injil), dengan tujuan utama menyebarkan berita Injil dan sekaligus mengkristenkan dunia Islam serta menenggelamkannya ke titik nadir kehidupan manusia. Bagi dunia Timur dan Islam, misi ini bukan membawa glory, tetapi justru gory (berlumuran darah).

“PENYETANAN ISLAM” barangkali tepat untuk menerjemahkan istilah “Demonologi Islam”, meskipun terdengar sangat kasar. Penggunaan istilah demonologi Islam hanyalah sebagai penyederhanaan istilah bagi sebuah proses rekayasa sistematis kaum kuffar Barat yang terus-menerus memburukkan citra Islam di mata dunia. Pemburukan itu dilakukan dengan menciptakan label-label negatif dan menyeramkan, seperti; fundamentalis, teroris, ekstremis, fanatik, dan sebagainya yang dilekatkan pada seorang atau sekelompok aktivis pergerakan Islam.

Istilah “demonologi” (demonology) mungkin masih terasa asing di telinga kita. Ia bukanlah istilah populer. Kamus Inggris-Indonesia karya John M. Echols dan Hassan Shadily mencantumkan kata demon yang berarti; setan, iblis, jin dan orang yang keranjingan sesuatu. Demonologi bisa diartikan studi tentang setan atau semangat kejahatan.

Untuk memahami atau memaknai istilah demonologi secara kontekstual dan faktual, Noam Chomsky mengartikan “demonologi” sebagai “perekayasaan sistematis untuk mendapatkan sesuatu agar ia dipandang sebagai ancaman yang sangat menakutkan” dan karenanya ia harus dimusuhi, dijauhi, dan bahkan dibasmi.

Dalam dunia ilmu komunikasi, “demonologi” barangkali dapat dimasukkan ke dalam wacana “teori penjulukan” (labelling theory). Teori tersebut menyatakan bahwa proses penjulukan dapat sedemikian hebat sehingga korban-korban misinterpretasi ini tidak dapat menahan pengaruhnya.

Dalam hal “demonologi Islam” kita dapat mengartikannya sebagai pengkajian tentang “penyetanan Islam” atau “penghantuan Islam”, yakni penggambaran atau pencitraan Islam sebagai demon (setan, iblis, atau hantu) yang jahat (evil) dan kejam (cruel). Kita dapat mendefinisikan demonologi Islam sebagai “perekayasaan sistematis untuk menempatkan Islam dan umatnya agar dipandang sebagai ancaman yang sangat menakutkan.”

Hal itu dilakukan oleh pihak Barat (kaum Zionis Yahudi dan Salibis) yang memandang Islam sebagai ancaman bagi kepentingan dan eksistensi mereka. Demonologi Islam menjadi bagian dari strategi Barat untuk meredam kekuatan Islam, yang mereka sebut sebagai the Green Menace (Bahaya Hijau).

Demonologi Islam yang sasarannya bukan hanya masyarakat Barat melainkan juga masyarakat Islam agar mereka anti dan menjauh dari agamanya sendiri, berlangsung melalui pencitraan negatif tentang Islam dan para pejuangnya, melalui berbagai penjulukan-penjulukan “fundamentalisme Islam” (Islamic Fundamentalism), “terorisme Islam” (Islamic Terorism), dan “bom Islam” (Islamic Bomb), yang dipopulerkan media massa.

Dengan cara itu, Barat berupaya menenggelamkan citra Islam sebagai rahmatan lil ‘alamin dan sistem hidup (way of life) terbaik bagi umat manusia, membuat masyarakat dunia memusuhi dan memerangi Islam (menumbuhkan Islamophobia-ketakutan terhadap Islam), sekaligus mencegah dan melindas isu kebangkitan Islam (The Revival of Islam).

Pemburukan citra Islam adalah bagian dari upaya Barat –khususnya negara adikuasa Amerika Serikat-menata dunia menurut kepentingan mereka. Barat mengklaim diri sebagai pemegang supremasi kebenaran, sedangkan semua yang mengancam kepentingannya-dalam hal ini Islam atau komunitas Islam-atau bahkan tidak bersepakat dengannya dianggap berada di jalan yang sesat. Media massa sekedar sarana pembentuk makna. Kesan buruk mengenai Islam perlu diciptakan agar penindasan Islam dapat dilakukan dengan persetujuan khalayak.

Jadi, terbentuknya opini publik (public opinion) tentang bahayanya Islam atau Islam sebagai ancaman akibat pemburukan citra Islam tersebut, dapat memberikan semacam legitimasi dan justifikasi bagi Barat dan antek-anteknya untuk membasmi siapa saja dan kelompok apa saja yang mengusung bendera Islam dalam perjuangan politiknya. Bahkan, “Serangan terhadap ekstremis muslim-yaitu fundamentalisnya pers populer-dengan mudah berubah menjadi serangan terhadap seluruh umat Islam!”.

Terorisme Islam

Terorisme Islam atau teroris Islam merupakan label paling keji yang dialamatkan Barat kepada Islam dan kaum muslimin. Sebagai bagian dari upaya demonologi Islam, label tersebut dipopulerkan media massa Barat dan pro Barat (cermati pemberitaan media-media nasional akhir-akhir ini terkait bom Mega Kuningan) sebagai konsep untuk memahami aksi-aksi kekerasan bernuansa politis yang melibatkan kalangan Islam atau aktivis gerakan Islam, sekaligus membuat image dan public opinion bahwa Islam dan kaum muslimin itu penumpah darah, keji, barbar, sadis dan pembunuh.

Label ini, selain untuk menumbuhkan Islamophobia juga sekaligus untuk membatasi ruang gerak dan meredam aktivitas perlawanan bersenjata (perjuangan militer) gerakan-gerakan Islam sebagai reaksi atas penindasan atau operasi militer pemerintah terhadap mereka. Dengan istilah terorisme Islam pula, Barat hendak meredam semangat jihad fi sabilillah para pejuang muslim, sekaligus mendiskreditkan dan mengaburkan makna konsep jihad dalam Islam.

Terorisme sendiri merupakan istilah yang kabur dan bermakna ganda (ambiguous). Di kalangan akademisi atau ilmuwan sosial-politik pun tidak ada kesepakatan tentang batasan pengertian istilah yang kesannya mengerikan itu. Tidak ada satu pun definisi “terorisme” yang diterima secara universal. Yang jelas-dan ini pasti disepakati-terorisme merupakan sebuah aksi atau tindak kekerasan (violence) yang merusak (destructive).

Banyak analis sepakat bahwa terorisme memiliki cara yang khas, yaitu pengunaan kekerasan secara sistematis untuk mencapai tujuan politik. Metodenya adalah pemboman, pembajakan, pembunuhan, penyanderaan, atau singkatnya: aksi kekerasan bersenjata.

Dr. Knet Lyne Oot, mendefinisikan terorisme sebagai:
1.Sebuah aksi militer atau psikologis yang dirancang untuk menciptakan ketakutan, atau membuat kehancuran ekonomi atau material
2.Sebuah pemaksaan tingkah laku lain
3.Sebuah tindakan kriminal yang bertendensi mencari publisitas
4.Tindakan kriminal bertujuan politis
5.Kekerasan bermotifkan politis, dan
6.Sebuah aksi kriminal guna memperoleh tujuan politis atau ekonomis

Jika definisi tersebut dipakai, perang atau usaha memproduksi senjata pemusnah umat manusia dapat dikategorikan sebagai terorisme. Para pemimpin negara industri maju (Barat) dapat dijuluki “biang teroris atau mbahnya teroris” karena memproduksi senjata pemusnah massal seperti nuklir.

Istilah terorisme, menurut Chomsky mulai digunakan pada akhir abad ke-18, terutama untuk menunjuk aksi-aksi kekerasan pemerintah yang dimaksudkan untuk menjamin ketaatan rakyat. Istilah itu diterapkan terutama untuk “terorisme pembalasan” oleh individu atau kelompok. Sekarang, pemakaian istilah terorisme dibatasi hanya untuk pengacau-pengacau yang mengusik pihak yang kuat.

Kisah bajak laut dengan Alexander Agung di atas menggambarkan dengan sangat akurat hubungan antara Amerika dan berbagai aktor kecil di panggung terorisme internasional dewasa ini. Lebih luas lagi, kisah di atas mengungkapkan makna terorisme internasional dalam penggunaannya di Barat dan menyentuh inti kebiadaban menyangkut peristiwa tertentu yang hari-hari ini dirancang dengan sinisme yang paling kasar sebagai “selimut kebiadaban barat”.

Tudingan terhadap kaum muslimin sebagai pelaku teror, di satu sisi menunjukkan adanya “rasa bersalah” (guilty feeling) sekaligus “pengakuan” Barat khususnya Amerika terhadap dunia Islam. Pemerintah Washington bisa jadi merasa bahwa aksi-aksi kekerasan yang terjadi selama ini sebagai ulah kaum muslimin yang marah terhadapnya, karena selama ini Amerika dan sekutu-sekutunya selalu mendukung pembasmian “fundamentalisme Islam” dan menjegal naiknya kelompok muslim “garis keras” ke tampuk kekuasaan di berbagai negeri muslim, termasuk “dosa besar” Amerika yang menopang dan menjadi “centeng” setia Israel, musuh bersama dunia Islam.

Sumber Permusuhan

1.Dendam Historis

Selama berabad-abad, Barat takluk di bawah hegemoni Khilafah Islam. Kebencian kaum Kristen Barat pernah meledak dalam bentuk pengobaran api perang terhadap umat Islam, yaitu dengan terjadinya perang Salib (1096-1291 M) yang bertujuan utama penghancuran Islam. Akan tetapi, melalui peperangan tersebut, umat Islam gagal dilumpuhkan, bahkan kemenangan lebih banyak diraih umat Islam. Trauma perang tersebut berdampak pada tertanamnya rasa antipasti dan saling curiga di kedua belah pihak, terutama Kristen Barat yang berada di pihak yang kalah.

2.Kesalahpahaman Masyarakat Barat terhadap Islam

Masyarakat Barat umumnya melakukan kesalahan dalam memahami Islam. Hal itu terjadi karena masyarakat Barat umumnya mempelajari dan memahami Islam dari buku-buku orientalis, sedangkan para orientalis mengkaji Islam dengan tujuan menimbulkan miskonsepsi terhadap Islam, selain adanya motif politis untuk mengetahui rahasia kekuatan umat Islam demi melampiaskan ambisi imperialisme Barat.

Kekeliruan Barat dalam memahami Islam adalah juga karena menyamakan Islam dengan perilaku individu umat Islam. Misalnya, ketika ada orang atau sekelompok umat Islam melakukan aksi kekerasan, cap “teroris” pun dilekatkan pada Islam tanpa mau tahu mengapa aksi kekerasan itu terjadi. Sementara jika ada orang Kristen atau Yahudi yang melakukan kekerasan, tidak pernah kita dengar mereka disebut sebagai teroris Kristen atau teroris Yahudi. Inilah standar ganda yang diberlakukan Barat sebagai pengklaim kekuasaan dan kebenaran subyektifnya.

Selain itu juga diperparah oleh media massa Barat yang tidak menampilkan Islam secara utuh. Bahkan, Islam yang mereka kenalkan bukan Islam yang sebenarnya, tapi Syi’ah yang jelas-jelas telah menyempal dari Islam.

Bentuk Permusuhan

Bentuk-bentuk permusuhan Barat terhadap Islam meliputi tiga hal berikut:

1.Penyia-nyiaan. Barat bersikap masa bodoh terhadap keberhasilan peradaban umat Islam yang mengagumkan.

2.Penerapan standar ganda. Misalnya pada penggunaan istilah “fanatik muslim”, “teroris muslim” dan sebagainya, namun tidak pernah keluar istilah “fanatik Katolik” atau “teroris Katolik” dari mereka.

3.Permusuhan ateisme-rasialisme. Sekarang berkembang ketakutan masyarakat Eropa akan berdirinya pemerintahan Islam, takut bahwa ia akan tidak sesuai dengan pemerintahan sekuler di Barat. Persangkaan mereka itu sangat keliru karena pemerintahan Barat sendiri adalah Republik Kristen Demokrat.

Strategi Penaklukkan

1.Menciptakan kondisi ketergantungan. Program bantuan luar negeri (foreign aid) dalam berbagai bentuknya merupakan bagian dari penciptaan kondisi ketergantungan tersebut. Dengan ikatan bantuan tersebut, Barat dapat mengendalikan kebijakan negara-negara penerima bantuan agar melayani kepentingan mereka.

2.Penanaman rasa permusuhan dan saling curiga di antara negara-negara Islam (politik pecah belah, devide et impera).

3.Pencegahan program persenjataan nuklir di negara-negara Islam, tidak saja untuk melanggengkan supremasi Barat dalam persenjataan nuklir, tapi juga agar negara-negara Islam lemah secara militer.

4.Peredaman dan pembasmian “kekuatan Islam,” khususnya gerakan-gerakan Islam yang merupakan oposisi terdepan terhadap hegemoni Barat. Strategi ini dilakukan dengan mendukung pemerintahan tirani, diktator, dan otoriter di negara-negara muslim.

Ghazwul Fikri

Selain keempat strategi di atas, kaum kuffar secara sistematis juga berupaya mengeliminasi Islam supaya tidak berkembang dengan cara menghantam Islam dari dalam, yang terangkum dalam program al-ghazwul-fikr (penyerbuan pemikiran).

Program ghazwul fikri ini meliputi hal-hal berikut:

1.Tasykik, yakni gerakan yang berupaya menciptakan keraguan dan pendangkalan keyakinan umat Islam terhadap agamanya. Misalnya, melecehkan al-Qur’an dan Hadits, menghina Nabi Muhammad saw., atau mengkampanyekan bahwa hukum Islam tidak sesuai dengan tuntutan zaman.

2.Tasywih, gerakan yang berupaya menghilangkan kebanggaan umat Islam terhadap agamanya dengan memberikan gambaran Islam secara buruk sehingga menimbulkan rasa rendah diri.

3.Tadzwib, yakni pelarutan budaya dan pemikiran. Kaum kuffar melakukan pencampuradukkan antara hak dan batil sehingga menimbulkan kebingungan umat Islam.

4.Taghrib, yakni pembaratan dunia Islam, mendorong umat Islam agar menerima pemikiran dan Budaya Barat, seperti sekulerisme, pluralisme dan liberalisme.

Itulah di antara sedikit fakta yang nampak dari permusuhan abadi Barat (kuffar) terhadap Islam. Oleh karena itu adalah keharusan bagi kita untuk terus mengingat peringatan Allah swt di bawah ini:

“Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan pernah senang kepadamu hingga kamu mengikuti millah mereka…” (al-Baqarah: 120)

“Sesungguhnya akan kamu jumpai orang-orang yang paling keras permusuhannya kepada orang-orang beriman adalah orang-orang Yahudi dan kaum Musyrikin…” (al-Maaidah: 82)

“….Mereka tidak henti-hentinya memerangi kamu sehingga mereka (dapat) memurtadkan kamu dari agamamu (kepada kekafiran) jika mereka sanggup…” (al-Baqarah: 217)

“Sesungguhnya kaum kafir menafkahkan uang (harta) mereka untuk menghambat (orang) dari jalan Allah. Mereka akan terus menafkahkan harta itu, kemudian menjadi sesalan bagi mereka, dan mereka akan dikalahkan…” (al-Anfaal: 36)

“Orang-orang kafir itu membuat makar (tipu daya) dan Allah membalas tipu daya mereka itu. Dan, Allah sebaik-baik pembalas makar.” (ali-Imran: 54)

Allahumma Tsabbit Quluubanaa ‘Alaa Diinika

7.21.2009

Tahanan Wanita di Iran Diperkosa Dahulu Sebelum di Eksekusi

Para anggota milisi Basij Iran yang ditakuti, melakukan perkosaan terhadap para tahanan wanita yang masih perawan sebelum para tahanan wanita itu dihukum mati. Mereka yang diperkosa adalah para tahanan wanita yang divonis hukuman mati dan masih perawan. Perkosaan ini adalah "ritual" wajib , kata salah satu anggota milisi Basij tersebut.

salah seorang anggota milisi yang tidak mau disebutkan namanya mengatakan bahwa ini adalah bagian perintah dari pemimpin tinggi Iran Ali Khameini. Kepada The Jerusalem Post anggota milisi ini mengatakan bahwa pada saat berumur 18 tahun ia pernah diberi "kehormatan" oleh Khameini untuk sementara waktu "menikahi" tahanan wanita muda sebelum mereka dieksekusi.

Di negara penganut aliran Syiah yang sesat ini, adalah ilegal mengeksekusi mati wanita jika ia masih perawan, kata salah satu mantan anggota milisi.

Jadi, pemerintah mengatur pesta "pernikahan" semalam sebelum si tahanan wanita dieksekusi, dan si wanita dipaksa untuk melayani nafsu seksual si laki-laki , lapor situs Fox News.

Setelah digauli suami "barunya", maka si tahanan wanita sudah "halal" untuk dieksekusi.

"Aku sangat menyesal, walaupun pernikahan itu sah dan legal disini", kata mantan milisi tersebut kepada Jerusalem Post.

Beberapa tahanan wanita diberi obat tidur untuk membuat mereka tidak sadar, karena biasanya mereka melawan saat akan diperkosa, mereka lebih takut pada malam pertama mereka daripada saat menghadapi hari eksekusi mereka.

"Aku dengar mereka manangis keras dan berteriak-teriak setelah proses perkosaan itu selesai", kata mantan milisi tersebut.

"Aku tidak akan bisa lupa bagaimana salah satu gadis tersebut mencakari wajah dan lehernya sendiri dengan kuku-kukunya setelah ia digauli. Ia mengalami luka parah akibat cakaran kukunya sendiri", tutup mantan milisi tersebut.

Demikianlah praktek sesat aliran Syiah yang keluar dari Islam.

[muslimdaily.net/news.com.au]

TERORISME ISLAM: UPAYA “PENYETANAN ISLAM”

Seorang bajak laut tertangkap oleh Kaisar Alexander Agung.
“Mengapa kamu berani mengacau lautan?” tanya Alexander Agung.
“Mengapa kamu berani mengacau seluruh dunia?” si bajak laut balik bertanya. “Karena aku melakukannya hanya dengan perahu kecil, aku disebut maling. Kamu, karena melakukannya dengan kapal besar disebut Kaisar.”
(Noam Chomsky, Menguak Tabir Terorisme Internasional)


Demonologi Islam

Berakhirnya perang Salib tidak berarti dendam Barat (Kristen) terhadap Islam dan umatnya berakhir begitu saja. Dendam kesumat yang berkepanjangan itu akhirnya dapat mereka lampiaskan ketika Eropa (Barat) melalui Columbus dapat mengetahui dan membuka pintu jalur perjalanan dan perdagangan ke dunia Timur dan dunia Islam.

Dengan dalih mencari rempah-rempah, mereka melakukan penjajahan terhadap dunia timur pada umumnya dan Islam pada khususnya. Selain membawa panji-panji gold (emas) dan glory (kebanggaan), mereka pun mengibarkan panji gospel (penyebaran Injil), dengan tujuan utama menyebarkan berita Injil dan sekaligus mengkristenkan dunia Islam serta menenggelamkannya ke titik nadir kehidupan manusia. Bagi dunia Timur dan Islam, misi ini bukan membawa glory, tetapi justru gory (berlumuran darah).

“PENYETANAN ISLAM” barangkali tepat untuk menerjemahkan istilah “Demonologi Islam”, meskipun terdengar sangat kasar. Penggunaan istilah demonologi Islam hanyalah sebagai penyederhanaan istilah bagi sebuah proses rekayasa sistematis kaum kuffar Barat yang terus-menerus memburukkan citra Islam di mata dunia. Pemburukan itu dilakukan dengan menciptakan label-label negatif dan menyeramkan, seperti; fundamentalis, teroris, ekstremis, fanatik, dan sebagainya yang dilekatkan pada seorang atau sekelompok aktivis pergerakan Islam.

Istilah “demonologi” (demonology) mungkin masih terasa asing di telinga kita. Ia bukanlah istilah populer. Kamus Inggris-Indonesia karya John M. Echols dan Hassan Shadily mencantumkan kata demon yang berarti; setan, iblis, jin dan orang yang keranjingan sesuatu. Demonologi bisa diartikan studi tentang setan atau semangat kejahatan.

Untuk memahami atau memaknai istilah demonologi secara kontekstual dan faktual, Noam Chomsky mengartikan “demonologi” sebagai “perekayasaan sistematis untuk mendapatkan sesuatu agar ia dipandang sebagai ancaman yang sangat menakutkan” dan karenanya ia harus dimusuhi, dijauhi, dan bahkan dibasmi.

Dalam dunia ilmu komunikasi, “demonologi” barangkai dapat dimasukkan ke dalam wacana “teori penjulukan” (labelling theory). Teori tersebut menyatakan bahwa proses penjulukan dapat sedemikian hebat sehingga korban-korban misinterpretasi ini tidak dapat menahan pengaruhnya.

Dalam hal “demonologi Islam” kita dapat mengartikannya sebagai pengkajian tentang “penyetanan Islam” atau “penghantuan Islam”, yakni penggambaran atau pencitraan Islam sebagai demon (setan, iblis, atau hantu) yang jahat (evil) dan kejam (cruel). Kita dapat mendefinisikan demonologi Islam sebagai “perekayasaan sistematis untuk menempatkan Islam dan umatnya agar dipandang sebagai ancaman yang sangat menakutkan.”

Hal itu dilakukan oleh pihak Barat (kaum Zionis Yahudi dan Salibis) yang memandang Islam sebagai ancaman bagi kepentingan dan eksistensi mereka. Demonologi Islam menjadi bagian dari strategi Barat untuk meredam kekuatan Islam, yang mereka sebut sebagai the Green Menace (Bahaya Hijau).

Demonologi Islam yang sasarannya bukan hanya masyarakat Barat melainkan juga masyarakat Islam agar mereka anti dan menjauh dari agamanya sendiri, berlangsung melalui pencitraan negatif tentang Islam dan para pejuangnya, melalui berbagai penjulukan-penjulukan “fundamentalisme Islam” (Islamic Fundamentalism), “terorisme Islam” (Islamic Terorism), dan “bom Islam” (Islamic Bomb), yang dipopulerkan media massa.

Dengan cara itu, Barat berupaya menenggelamkan citra Islam sebagai rahmatan lil ‘alamin dan sistem hidup (way of life) terbaik bagi umat manusia, membuat masyarakat dunia memusuhi dan memerangi Islam (menumbuhkan Islamophobia-ketakutan terhadap Islam), sekaligus mencegah dan melindas isu kebangkitan Islam (The Revival of Islam).

Pemburukan citra Islam adalah bagian dari upaya Barat –khususnya negara adikuasa Amerika Serikat-menata dunia menurut kepentingan mereka. Barat mengklaim diri sebagai pemegang supremasi kebenaran, sedangkan semua yang mengancam kepentingannya-dalam hal ini Islam atau komunitas Islam-atau bahkan tidak bersepakat dengannya dianggap berada di jalan yang sesat. Media massa sekedar sarana pembentuk makna. Kesan buruk mengenai Islam perlu diciptakan agar penindasan Islam dapat dilakukan dengan persetujuan khalayak.

Jadi, terbentuknya opini publik (public opinion) tentang bahayanya Islam atau Islam sebagai ancaman akibat pemburukan citra Islam tersebut, dapat memberikan semacam legitimasi dan justifikasi bagi Barat dan antek-anteknya untuk membasmi siapa saja dan kelompok apa saja yang mengusung bendera Islam dalam perjuangan politiknya. Bahkan, “Serangan terhadap ekstremis muslim-yaitu fundamentalisnya pers populer-dengan mudah berubah menjadi serangan terhadap seluruh umat Islam!”.

Terorisme Islam

Terorisme Islam atau teroris Islam merupakan label paling keji yang dialamatkan Barat kepada Islam dan kaum muslimin. Sebagai bagian dari upaya demonologi Islam, label tersebut dipopulerkan media massa Barat dan pro Barat (cermati pemberitaan media-media nasional akhir-akhir ini terkait bom Mega Kuningan) sebagai konsep untuk memahami aksi-aksi kekerasan bernuansa politis yang melibatkan kalangan Islam atau aktivis gerakan Islam, sekaligus membuat image dan public opinion bahwa Islam dan kaum muslimin itu penumpah darah, keji, barbar, sadis dan pembunuh.

Label ini, selain untuk menumbuhkan Islamophobia juga sekaligus untuk membatasi ruang gerak dan meredam aktivitas perlawanan bersenjata (perjuangan militer) gerakan-gerakan Islam sebagai reaksi atas penindasan atau operasi militer pemerintah terhadap mereka. Dengan istilah terorisme Islam pula, Barat hendak meredam semangat jihad fi sabilillah para pejuang muslim, sekaligus mendiskreditkan dan mengaburkan makna konsep jihad dalam Islam.

Terorisme sendiri merupakan istilah yang kabur dan bermakna ganda (ambiguous). Di kalangan akademisi atau ilmuwan sosial-politik pun tidak ada kesepakatan tentang batasan pengertian istilah yang kesannya mengerikan itu. Tidak ada satu pun definisi “terorisme” yang diterima secara universal. Yang jelas-dan ini pasti disepakati-terorisme merupakan sebuah aksi atau tindak kekerasan (violence) yang merusak (destructive).

Banyak analis sepakat bahwa terorisme memiliki cara yang khas, yaitu pengunaan kekerasan secara sistematis untuk mencapai tujuan politik. Metodenya adalah pemboman, pembajakan, pembunuhan, penyanderaan, atau singkatnya: aksi kekerasan bersenjata.

Dr. Knet Lyne Oot, mendefinisikan terorisme sebagai:
1.Sebuah aksi militer atau psikologis yang dirancang untuk menciptakan ketakutan, atau membuat kehancuran ekonomi atau material
2.Sebuah pemaksaan tingkah laku lain
3.Sebuah tindakan kriminal yang bertendensi mencari publisitas
4.Tindakan kriminal bertujuan politis
5.Kekerasan bermotifkan politis, dan
6.Sebuah aksi kriminal guna memperoleh tujuan politis atau ekonomis

Jika definisi tersebut dipakai, perang atau usaha memproduksi senjata pemusnah umat manusia dapat dikategorikan sebagai terorisme. Para pemimpin negara industri maju (Barat) dapat dijuluki “biang teroris atau mbahnya teroris” karena memproduksi senjata pemusnah massal seperti nuklir.

Istilah terorisme, menurut Chomsky mulai digunakan pada akhir abad ke-18, terutama untuk menunjuk aksi-aksi kekerasan pemerintah yang dimaksudkan untuk menjamin ketaatan rakyat. Istilah itu diterapkan terutama untuk “terorisme pembalasan” oleh individu atau kelompok. Sekarang, pemakaian istilah terorisme dibatasi hanya untuk pengacau-pengacau yang mengusik pihak yang kuat.

Kisah bajak laut dengan Alexander Agung di atas menggambarkan dengan sangat akurat hubungan antara Amerika dan berbagai aktor kecil di panggung terorisme internasional dewasa ini. Lebih luas lagi, kisah di atas mengungkapkan makna terorisme internasional dalam penggunaannya di Barat dan menyentuh inti kebiadaban menyangkut peristiwa tertentu yang hari-hari ini dirancang dengan sinisme yang paling kasar sebagai “selimut kebiadaban barat”.

Terakhir, tudingan terhadap kaum muslimin sebagai pelaku teror, di satu sisi menunjukkan adanya “rasa bersalah” (guilty feeling) sekaligus “pengakuan” Barat khususnya Amerika terhadap dunia Islam. Pemerintah Washington bisa jadi merasa bahwa aksi-aksi kekerasan yang terjadi selama ini sebagai ulah kaum muslimin yang marah terhadapnya, karena selama ini Amerika dan sekutu-sekutunya selalu mendukung pembasmian “fundamentalisme Islam” dan menjegal naiknya kelompok muslim “garis keras” ke tampuk kekuasaan di berbagai negeri muslim, termasuk “dosa besar” Amerika yang menopang dan menjadi “centeng” setia Israel, musuh bersama dunia Islam.

Allahumma Tsabbit Qolbana ‘Ala Dinika

7.14.2009

Agama dan Kaidah-Kaidahnya

Agama yang diterima di sisi Allah;

1.Allah swt. Berfirman: “Sesungguhnya agama yang diterima di sisi Allah adalah Islam”. (Q.S. Ali Imrân: 19)

Ayat ini menjelaskan bahwa hanya Islam agama yang benar di sisi Allah sementara agama selain Islam adalah salah dan menyesatkan. Hanya dalam Islam adanya jalan keselamatan tidak pada agama lain. Oleh karena itu Allah menegaskan:

“Dan barangsiapa mencari agama selain Islam, dia tidak akan diterima, dan di akhirat termasuk orang-orang yang merugi.” (Q.S. Ali Imran: 85)

Pokok aqidah inilah yang harus terlebih dahulu menancap di sanubari kita. Pokok yang akan mengantarkan kita kepada ketauhidan, nubuwwah, syari’ah, ibadah dan mu’amalah yang benar. Bagaimana mungkin kita bisa bertuhan dan beribadah dengan benar sementara kita tidak menyakini bahwa Islam lah satu-satunya agama yang benar. Jika ada kebenaran hakiki pada agama lain untuk apa pula kita ber-Islam? Bukankah kita lebih baik meyakini semua agama benar yang pada akhirnya meragukan kebenaran absolut Islam.

Proyek inilah yang sedang digarap musuh-musuh Islam khususnya pengusung sekularisme, pluralisme dan liberalisme. Proyek menghancurkan aqidah kaum muslimin agar lemah tidak berdaya, tidak memiliki ‘izzah layaknya para sahabat Rasulullah saw yang sebelum dan sesudah kehadirannya ditakuti musuh dalam jarak perjalanan berbulan-bulan. Adakah saat ini musuh Allah yang takut kepada kaum muslimin sekalipun hanya dengan jarak perjalanan satu hari?

Definisi Agama;

2.Agama adalah: “Apa-apa yang telah ditentukan Allah dalam kitab-Nya yang bijaksana dan sunnah Nabi-Nya yang shahih, baik berupa perintah, larangan, maupun petunjuk untuk kemaslahatan manusia di dunia dan akhirat”.

Dari definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa agama itu adalah;
1. Aturan dan ketentuan Allah untuk manusia
2. Sumber ajarannya adalah Al Qur`an dan Sunnah
3. Isi ajarannya adalah berupa perintah, larangan dan petunjuk
4. Tujuannya untuk kesempurnaan hidup manusia
5. Jangkauannya keselamatan dunia dan akhirat.

Agama Islam telah sempurna, tidak perlu ditambah atau dikurangi;

3.Allah swt. Berfirman: “…pada hari ini Aku sempurnakan untukmu agamamu, dan Aku telah cukupkan nikmat-Ku untukmu, serta telah Aku ridhai Islam sebagai agamamu…”. (Q.S. al-Maidah: 3)

Ayat ini semakin menegaskan kesempurnaan (syumuliyah/universalitas) ajaran Islam yang tidak lekang oleh tempat dan waktu. Islam adalah agama yang membimbing dan mengarahkan hidup dan kehidupan manusia agar sesuai dengan fitrah kemanusiaannya (Islam shalih likulli zaman wa makan). Islam adalah agama fitrah yang tidak akan pernah bertentangan dengan hak asasi manusia kapanpun dan dimanapun. Islam bukan agama yang perlu direduksi dan direvisi tapi Islam adalah agama untuk diyakini dan diamalkan, karena setiap ajaran agama Islam pasti maslahat dan manfaatnya sekalipun badan belum merasakan dan akal belum memikirkan.

4.Imam Malik bin Anas berkata: “Siapa saja yang mengada-ada suatu bid’ah dalam Islam -serta memandangnya baik- sungguh ia telah mengira, menyangka bahwa Muhammad telah mengkhianati risalahnya, karena Allah swt. telah berfirman: “Pada hari ini Aku sempurnakan untukmu agamamu…”. Maka apa-apa yang saat itu (zaman Nabi) bukan agama, saat ini pun tetap bukan agama.

5.Rasulullah saw. bersabda: “Aku tidak meninggalkan sesuatu pun yang dapat mendekatkanmu kepada Allah swt., melainkan telah aku perintahkan kepadamu, (demikian pula) aku tiada meninggalkan sesuatu yang dapat menjauhkanmu dari Allah, melainkan aku telah melarangmu darinya”. (H.R. Thabrâni)

Dari keterangan tersebut dapat disimpulkan bahwa;
1.Agama Islam itu telah sempurna, tidak perlu ditambah, dikurangi atau direkayasa
2.Orang yang telah mengada-ada bid’ah dalam Islam sama dengan telah menuduh bahwa Nabi khianat dalam menyampaikan risalahnya
3.Tidak perlu menciptakan sesuatu yang baru yang menyebabkan diri dekat dengan Allah karena apapun yang disekitarnya membuat diri dekat dengan Allah telah diperintahkan oleh nabi.
4.Tidak perlu meninggalkan sesuatu yang dibolehkan oleh agama dengan alasan untuk mendapatkan ridha Allah karena apapun yang membuat diri jauh dari Allah telah dilarang oleh Nabi saw.

Perbedaan prinsip dalam urusan agama dan dunia;

6.Dari Anas r.a. ia .telah berkata; Telah bersabda Rasulullah saw.: “Apabila ada sesuatu urusan duniamu, maka kamu lebih mengetahui. Dan apabila ada urusan agamamu, maka kembalikanlah padaku”. (H.R. Ahmad)

Kandungan Hadits tersebut menunjukkan bahwa apapun urusan agama mutlak harus mengacu kepada Nabi, sementara urusan dunia bebas terserah kita selama tidak diatur oleh agama.

Acuan dalam beribadah;

Bukan rujuk kepada guru atau madzhab, tidak pula kepada tempat/akal dan perasaan ataupun tradisi. Maksudnya, dalam beragama hendaklah bertitik tolak dari dalil, yaitu Al Qur`an dan Sunnah, jangan bertitik tolak dari guru, madzhab, tempat, organisasi, akal, perasaan dan tradisi.


Definisi ibadah;

7.Ibadah ialah: “Mendekatkan (diri) kepada Allah swt. dengan cara mengerjakan segala perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya, serta beramal sesuai dengan kewenangan (izin) syara”.

(Pendapat lain): Ibadah ialah: “Taat kepada Allah, dengan (cara) melaksanakan segala perintah Allah melalui ucapan para Rasul”.

(Pendapat lain): Ibadah ialah: “Nama yang mencakup segala bentuk yang dicintai serta diridhai Allah, baik ucapan maupun perbuatan; yang nyata atau tersembunyi”. (Fathu al-Majîd: 14)

Prinsip dalam ibadah;

Pada dasarnya ibadah itu terdiri dari dua aspek, yaitu: Pertama, niat yaitu hanya semata karena Allah dalam melaksanakannya. Kedua, kaifiyat yaitu cara mengamalkan ibadah tersebut. Apakah sesuai dengan contoh Nabi atau tidak? (Niat salah cara benar adalah salah, niat benar (ikhlash) cara salah, juga salah). Seharusnya niat baik, ikhlash karena Allah dan cara mengamalkannya pun benar sesuai dengan apa yang dicontohkan Nabi.

8.Prinsip dasar dalam beribadah ia menangguhkan dan mengikuti contoh. Ungkapan lain (mengatakan): “Prinsip dasar dalam beribadah adalah batal, sampai ada dalil yang memerintahkan keberadaannya”.

Dalam urusan ibadah, pada asal/dasarnya haram dikerjakan, kecuali ada keterangan/dalil yang memerintahkan. Dengan demikian, dalam urusan ibadah seyogyanya terlebih dahulu mencari dalil yang memerintahkan dan bukan sebaliknya, mencari dalil yang melarangnya.

9.Pengertian asal/dasar dalam urusan keduniaan adalah boleh. Dan pada ungkapan lain; “asal dalam aqad mu’amalah (jual beli) adalah boleh, kecuali ada dalil/keterangan yang melarang.” (al-Bayân, hal: 230).

Dalam urusan dunia, pada dasarnya boleh, dan tidak terlarang, kecuali ada keterangan/dalil yang melarang. Oleh sebab itu dalam urusan duniawi seyogianya terlebih dahulu mencari dalil/keterangan yang melarang, mengharamkan dan bukan mencari dalil yang menghalalkan.

10.“Pada asalnya dalam beribadah itu tidak dapat difahami oleh akal (sebab-sebabnya), sedangkan dalam adat kebiasaan dapat difahami akal.”

Urusan ibadah itu tidak dapat dimengerti sebab-sebabnya. Contoh: mengapa shalat zhuhur empat raka’at, shubuh dua raka’at dan lain sebagainya.

Agama tidak bisa bertitik tolak dari akal;

11.Dari ‘Ali r.a. ia berkata: “Kalaulah agama itu berdasar akal, pasti mengusap bagian bawah sepatu akan lebih utama dari pada (mengusap) bagian atasnya. Tetapi sungguh aku melihat Rasulullah mengusap sepatu bagian atasnya”. (H.R. Abu Dawud)

Perkataan sahabat Ali r.a. ini bukan berarti akal sama sekali bukan bagian dari agama, tapi akal berperan sebagai alat bantu memahami agama. Agama mengakui peran sentral akal selama akal itu tidak bertentangan dengan wahyu, karena akal yang sehat tidak mungkin bertentangan dengan wahyu. Kita mengetahui betapa banyak ayat Allah maupun hadits Rasulullah saw yang memotivasi kita untuk mengoptimalkan potensi akal dalam rangka maksimalisasi ibadah penghambaan kita kepada Ilahi Rabby.

Inilah pokok-pokok agama Islam yang ditulis oleh Al-Ustadz A. Zakaria dalam kitabnya Al-Hidayah Fii Masaailil Fiqhiyyah Al-Muta’aridhah.