10.26.2010

Dosa-Dosa Politik Soeharto

Pro kontra pemberian gelar pahlawan nasional kepada Jenderal Soeharto tetap berlanjut. sejumlah elemen masyarakat menyatakan sikap menolak dengan tegas rencana pemberian gelar pahlawan nasional kepada Soeharto dengan alasan apapun.

Penolakan tersebut didasarkan kepada sejumlah pertimbangan.

Pertama, selama berkuasa lebih kurang 32 tahun Suharto tercatat sebagai salah satu penguasa nomor wahid yang paling banyak memiliki catatan pelanggaran HAM di dunia.

Beberapa peristiwa pelanggaran HAM yang menjadi tanggung jawab Soeharto, antara lain, Tragedi Politik 65, yang memakan jutaan korban tak berdosa, tragedi kebijakan pembangunan dengan penggusuran rakyat (misalnya Kedungombo), politik pengekangan kebebasan mahasiswa, peristiwa Timor Timur, Talangsari, Penembakan
Misterius (Petrus), Tanjung Priok, DOM di Aceh, sampai dengan Tragedi Mei 1998.

Berbagai praktik pelanggaran HAM tersebut, sampai akhir hayatnya, tidak pernah
dipertanggungjawabkan Suharto baik secara politik maupun secara hukum.

Itu artinya masyarakat korban politik Suharto sampai saat ini tidak pernah mendapatkan kebenaran, pemulihan, dan keadilan. Dengan kata lain, Soeharto tidak memiliki prasyarat dasar sebagai Pahlawan, yakni pemimpin yang bersih dan bertanggung jawab. Sebaliknya, Soeharto adalah pemimpin politik yang tangannya penuh lumuran darah rakyat yang ditindasnya. Kalaupun Soeharto disebut memiliki sejumlah jasa kepada republik ini, jasa-jasa tersebut tidak bisa menghapus
dosa-dosa politik yang dibuatnya.

Kedua, Ketetapan MPR RI No.XI/MPR/1998 tanggal 13 November 1998 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas KKN, masih berlaku, dan pasal 4 berbunyi:

Upaya pemberantasan korupsi, kolusi dan nepotisme harus dilakukan secara tegas terhadap siapa pun juga, baik pejabat negara, mantan pejabat negara, keluarga dan kroninya maupun pihak swasta/konglomerat termasuk mantan presiden Soeharto.

Oleh karena itu upaya menetapkan Soeharto sebagai pahlawan nasional
bertentangan dengan ketetapan MPR.

Ketiga, kebijakan pemberian gelar pahlawan kepada Soeharto bukan prioritas politik saat ini dan ke masa yang akan datang. Kebijkan politik dan hukum prioritas yang dibutuhkan saat ini dari Rezim SBY-Boediono adalah meluruskan sejarah tragedi politik 65, mengungkap kebenaran, serta mewujudkan keadilan dengan memulihkan
hak-hak sipil politik dan hak ekonomi sosial budaya para korban politik Soeharto.

Keempat, Suharto tercatat sebagai pemimpin politik nomor satu paling
korup di Dunia (Global Stolen Asset Recovery Initiative, United
Nations, 2005), sama dengan peringkat hasil penelitian Transparency
International, tahun 2004.

Oleh sebab itu, pemberian gelar kepahlawanan kepada Jenderal Soeharto,
seorang diktator dan pemimpin politik paling korup akan menjadi cacat
sejarah bagi pemerintahan SBY/Budiono. Partai politik, yang sedang
berkuasaa saat ini, akan ditagih oleh generasi mendatang.

Cacat dan luka terberat justru dialami oleh rakyat Indonesia sebab rakyat
akhirnya termanipulasi oleh para penguasa culas dengan pemberian gelar
kepahlwanan kepada sang diktator dan pemimpin paling korup di dunia.

Foke, ternyata bukan ahlinya!

“Serahkan Pada Ahlinya”, begitulah slogan dari pasangan calon gubernur Fauzi Bowo dan Prijanto saat pilkada Jakarta beberapa tahun yang lalu. Fauzi Bowo; yang sudah sekian tahun berpengalaman di jajaran pejabat DKI Jakarta; tampaknya cukup percaya diri menyebut dirinya ahli dalam menangani masalah-masalah yang menggunung di Jakarta.

Sekedar mengingatkan, masalah-masalah di Jakarta begitu berderet-deret seperti maalah kemacetan, transportasi massal, derasnya urbanisasi, persampahan, perumahan kumuh, lingkungan hidup dan ancaman banjir.

Ternyata mayoritas rakyat Jakarta dalam alam bawah sadarnya masih menganut konsep Ratu Adil atau Satria Piningit sehingga ketika Fauzi Bowo menyatakan diri sebagai ahli masalah Jakarta serentak mayoritas mendukungnya sebagai gubernur DKI Jakarta.

Bukti bahwa mayoritas rakyat Jakarta percaya bahwa Fauzi Bowo-lah solusi atas masalah di Jakarta ini. Entah, janji dan slogan itu apakah sudah terpenuhi sekarang, hanya rakyat Jakarta yang bisa menilai dan merasakannya.

Dari sekian masalah, tradisi banjir adalah salah satu masalah serius bagi warga Jakarta. Harap maklum saja karena Jakarta memang berada di bawah permukaan air laut, seperti negeri Belanda sana.

Belakangan ini, Jakarta kerap diguyur hujan. Hujannya sangat awet pula, sehingga pada puncaknya sempat membuat Jakarta lumpuh. Seperti tadi malam, hampir semua wilayah di kota yang sangat padat kendaraan ini macet total.

Masalah banjir dan macet agaknya tidak bisa lepas di ibu kota. Musibah ini sepertinya benar-benar tidak bisa diatasi. Gubernur DKI Jakarta Fauzi Bowo pun sampai kini dinilai oleh banyak kalangan belum melakukan hal yang berarti menyelesaikan masalah krusial ini.

Di musim kampanyenya pada pilkada beberapa tahun lalu, Foke, selalu dengan mantap tanpa ragu menyerukan slogan “Serahkan pada Ahlinya”. Di hadapan khayalak dan rakyat dia berteriak meyakinkan.

Artinya bahwa, masalah banjir, kemacetan, pengangguran, kekerasan, premanisme, kemiskinan, dan lain-lain, serahkanlah kepada Foke. Fokelah ahlinya.

Tapi pertanyaannya kemudian, apa yang sudah dilakukan oleh Foke? oleh Prijanto? Faktanya, banjir dan macet bahkan semakin tak tertahankan di hampir semua titik di Jakarta. Maka slogan “Serahkan pada ahlinya”, masihkah ada artinya?

Foke malah menyalahkan hujan yang turun terus menerus. Celaka, pemimpin apa yang telah kita pilih ini? Menyalahkan hujan.

Dalam sebuah hadits riwayat Imam Bukhari, Rasulullah saw mengatakan; “Idzaa wussidal amru ilaa ghoiri ahlih, fantadziris saa’ah! ‘Apabila suatu perkara diserahkan bukan pada ahlinya, maka tunggulah kehancurannya.”

Ternyata, jika yang terjadi adalah banjir terus menerus menerjang Jakarta tanpa ada penanggulangan yang berarti, apakah benar-benar warga Jakarta menyerahkan urusan kepada ahlinya?

10.13.2010

FITNAH KEJI ITU TERJADI DI ITB

Pesan ini masuk ke akun saya malam Selasa 11 Okt 2010;

Bismillahirahmanirahim

Perkenalkan saya …… mahasiswa …….. ITB semester ... Alumni ………………………………... Kemarin hari ahad, 10-10-10. di ITB kami mahasiswa Seni Rupa ITB mengadakan momen 4 tahunan Pasar Seni ITB yang ke-10.

Saya kaget sekali ketika ada patung 3 Mojang mejeng yang sebelumnya dipasang di Bekasi Barat. patung itu dipasang tepat di spot strategis acara tersebut. Saya dan kawan-kawan mahasiswa dari unit Keluarga Mahasiswa ………….. serta Keluarga Mahasiswa Seni Rupa (KISR-ITB), benar2 tdk tw patung itu akan ditampung disana. Bahkan ketua pelaksana pun tidak dapat mencegahnya, karena yang berwenang saat itu adalah dosen.

Yang saya lebih kaget lagi adalah ada foto Pemuda PERSIS Bekasi yang sedang berdemo, dipasang dengan spanduk besar melintang di acara tersebut. Saya sangat risih dengan kata-kata yang disebutkan di dalam spanduk tersebut, yaitu:

"Patung ini dibongkar paksa oleh pemkot Bekasi atas desakan dari sekelompok kecil ormas Islam dengan dalih yang tidak jelas. Apakah kekuasaan Negara dapat diombang-ambingkan oleh kekuasaan Premanisme di negeri ini?"

Disana saya benar2 tdk enak hati, seolah-olah Islam lah yang disalahkan.

Pesan ini tidak lain, kami sebagai Mahasiswa Muslim di ITB ingin tau lebih lanjut peristiwa sebenarnya yang terjadi dengan kasus 3 Mojang ini. Dan saya harap dengan peristiwa baru di acara Pasar Seni ini, Kita sebagai Muslim tidak langsung Agresif menyalahkan acara tersebut. Saya yakin kita sudah faham dengan tidak berdosanya orang yang tidak memiliki ilmunya. Kita sebagai Muslim insya Allah bisa menghargai seni. Dan kami disini sedang berusaha membuat Seni yang bisa menghargai Islam. Dengan adanya thagut di acara tersebut tdk mnjadikan acara tsb jelek. Kami disini pun sudah mengupayakan semaksimal mungkin agar segala sesuatu yg bersifat tdk menghargai Islam supaya tidak di pajang.

Kami dsni masih berupaya berjihad mendidik saudara2 kami yang BELUM memahaminya agar dapat saling menghargai. karena dunia Islam dan Seni benar2 dunia yang berbeda, Seni bukanlah suatu agama, sehingga mereka yg bergelut dibidangnya bisa secara bebas mengartikannya. Dan tentu saja seniman tidak semuanya Muslim.

saya faham bahwa seni yang baik adalah seni yang bisa disimpan pada tempatnya, jika 3 Mojang itu disimpan di Vihara, ya tentu kita bisa bertoleransi, namun kalau sdh dipajang di sebuah Kota yang notabene berpenduduk Muslim, saya juga pastinya mendukung dengan penggusuran patung tsb.

Semoga kedepannya tidak terjadi lagi peristiwa seperti ini lagi. Insya Allah dengan pendidikan, orang akan lebih memahami dan menerima dibanding sengan sikap frontal yang hanya akan menyebabkan kita DISANGKA bergerak tanpa dasar dan dalih yang tidak jelas.

Semoga saudara2 kita bisa membuka hati dan menerima hidayah Allah, Amin ya rabbal `Alamin

Jazakumullah..



Jawaban Saya (Pemuda Persis Bekasi)

'Alaikumussalam wr wb...

Jazakallah khair atas infonya kang ……. Ini betul2 mengejutkan sekaligus mengerikan karena mereka telah menghalalkan segala cara untuk mencapai tujuan.

Masalah patung 3 mojang sebenarnya adalah kasus intoleransi kaum minoritas kristiani di Bekasi. Mereka gencar melakukan kristenisasi di Bekasi dengan salah satu simbolnya patung 3 mojang (3 Bunda Maria) itulah.

kalau boleh, harap dikirimkan foto patung dan gambar saya tsb kalau ada, agar bisa saya tindak lanjuti. Foto saya tsb sebenarnya bukan foto saat mendemo patung itu, tapi saat mendemo pemotongan ilegal anjing dan babi di daerah tambun Bekasi.

Saya juga tidak tahu kenapa patung itu tiba2 berada di sana. Karena kabarnya dulu akan dibawa ke jogja. Patung itu sendiri berdiri tanpa izin dari pemkot Bekasi. Jadi bukan semata-mata persoalan patung itu adalah simbol kristenisasi di Bekasi, tetapi pendiriannya tanpa izin sehingga dirobohkannya oleh aparat pemkot sendiri.

Oleh karenanya tidak benar apa yang tertulis dalam spanduk tersebut.

Saya juga sepakat bahwa seni diakui dalam Islam, bahkan dihargai selama tidak menyalahi nilai-nilai syariat dan tidak melanggar kepatutan legal law.

Saya memandang ada konspirasi keji yg dilakukan pihak/oknum ITB/dosen atas keberadaan patung itu di sana. Sekaligus merupakan penghinaan kepada masyarakat Bandung yang terkenal religius. Seharusnya antum dan kawan2 aktivis Islam tidak boleh tinggal diam. Karena saya perkirakan keberadaan patung itu di sana adalah ilegal.

Intanshurullah yanshurukum wa yusabbit aqdaamakum!!

Wassalamu'alaikum wr wb