9.28.2010

IDE PLURALISME ITU PALSU !

Judul tulisan saya ini diambil dari penggalan kalimat dalam Buletin Dakwah yang diterbitkan oleh Hizbut Tahrir Indonesia edisi 523 Tahun XVI. Memang cukup provokatif, tetapi saya mengerti sekali mengapa kalimat tersebut muncul. Ada sejumlah data maupun bukti empiris yang membuktikan ide pluralisme itu palsu.

Bahwa aktivis pluralisme, kelompok liberal, termasuk tokoh agama non-muslim mempolitisir kasus yang dianggap mengganggu kebebasan menjalankan ibadah. Mereka itu tidak mengerti akar permasalahan mengapa sejumlah orang, kebetulan mayoritas umat Islam, yang dianggap sebagai “pengganggu”.

Aktivis pluralis, kelompok liberal, maupun tokoh agama non-muslim tersebut sesungguhnya kelompok minoritas. Mereka itu mencoba mempropagandakan kezaliman umat Islam, seolah umat Islam tidak toleran atau tidak menghargai kebebasan beragama. Apakah mereka tahu akar permasalahannya?

Kalau Anda tahu akar permasalahan kasus kampung Ciketing, Kecamatan Mustika Jaya, Bekasi, tempat dimana terjadi bentrokan antara jemaat Huria Kristen Batak Protestan (HKBP) dan warga, pasti Anda tidak akan menuduh Front Pembela Islam (FPI) sebagai dalang kerusuhan. Maaf, saya bukan anggota FPI, lho!

Kasus Monas I Juni 2008 saat terjadi bentrokan antara kelompok AKKBB dan umat Islam dalam rangkaian pelanggaran yang dilakukan oleh kelompok Ahmadiah juga dipolitisir sebagai isu tidak menghargai kebebasan beragama. Apakah Anda umat Islam benar-benar tahu Ahmadiah? Bagi kaum pluralis, kelompok liberal, maupun tokoh agama non-muslim, tak akan peduli Ahmadiah itu aliran Islam atau sesat atau mensekutukan Allah. Yang mereka tahu kebebasan.

Kita sebagai umat Islam akan dibuat pusing dengan isu-isu pluralisme ini. Apalagi media-media sekarang juga cenderung liberal. Mereka dengan berbagai cara memprovokasi. Di buletin tersebut mencontohkan artikel “Romo Benny: Negara Tidak Boleh Kalah oleh Pelaku Kekerasan” (Detik.com) atau “Kebebasan Beribadah Terancam” (Media Indonesia).

Tahukah Anda? Kepala Litbang Departemen Agama, Atho Mudzar mengungkap, sejak 1977 sampai 2004, pertumbuhan rumah ibadah Kristen malah lebih besar dibandingkan dengan masjid. Rumah ibadah umat Islam pada periode itu meningkat hanya 64,22 persen, sementara gereja Kristen Protestan meningkat 131,38 persen dan gereja Kristen Katolik meningkat hingga 152 persen.

Terus terang, data-data tersebut baru saya tahu. Jadi saya pikir mana yang disebut tidak menghargai kebebasan beribadah ya? Tapi itulah media yang selalu tidak mau mengungkap fakta. Begitu hebatnya aktivis pluralis, kelompok liberal, maupun tokoh agama non-muslim menyimpan data itu dan lebih menonjolkan sisi kriminal, sehingga orang awam seperti saya terkontaminasi dengan isu pluralisme. Jadi tidak salah kalau Hizbut Tahir Indonesia dalam buletin dakwahnya mengeluarkan pernyataan: Ide Pluralisme itu Palsu!

9.21.2010

Siapakah Damien Dematra dan Gerakan Peduli Pluralisme (GPP)?

Saya mengenal nama Damien Dematra dan Gerakan Peduli Pluralismenya sekitar sebulan yang lalu saat FPI bersama GPP di Jakarta, pada Jumat malam (20/08) pukul 21.30 sampai dengan dini hari 01.15 melangsungkan pertemuan tertutup antara Koordinator Gerakan Peduli Pluralisme (GPP), Damien Dematra dengan Habieb Rizieq (Ketua Umum FPI) di markas Front Pembela Islam (FPI) di Petamburan. Dalam pertemuan ini hadir juga empat petinggi FPI lainnya (perwakilan Dewan Syuro, Sekjen, Wakil Sekjen, dan Ketua).

Saya agak kaget tatkala menyaksikan FPI bergandengan dengan GPP, pertanyaan yang menggelayut adalah apakah FPI tidak tahu soal pluralisme. Ah..mustahil. Bagaimana mungkin Ust. Habib Ridzieq tidak tahu sementara beliau kalau tidak salah sedang menyelesaikan disertasi doktoralnya di Malasyia tentang pemikiran Islam atas dorongan kawan-kawan INSIST terutama Dr. Adian Husaini.

Pertemuan GPP dan FPI itu menghasilkan beberapa kesepakatan yang diantaranya adalah:
bahwa ada kesamaan platform konsep pluralisme antara GPP dan FPI, di mana pluralisme yang dianut kedua belah pihak adalah pluralisme sosial dan bukan pluralisme agama, yang artinya adalah tidak ada penyamarataan agama dan setiap orang menghargai kemajemukan atau ke-bhinneka-an.

Subhanallah, benarkah? Saya pikir FPI tidak akan gegabah untuk begitu saja membelakangi FATWA HARAM MUI tahun 2005 tentang Pluralisme yang menyebutkan ada perbedaan antara pluralisme dan pluralitas bahwa;

Pluralisme agama adalah suatu paham yang mengajarkan bahwa semua agama adalah sama dan karenanya kebenaran setiap agama adalah relative; oleh sebab itu, setiap pemeluk agama tidak boleh mengklaim bahwa hanya agamanya saja yang benar sedangkan agama yang lain salah. Pluralisme juga mengajarkan bahwa semua pemeluk agama akan masuk dan hidup dan berdampingan di surga. Sementara Pluralitas agama adalah sebuah kenyataan bahwa di negara atau daerah tertentu terdapat berbagai pemeluk agama yang hidup secara berdampingan.

Oleh karena itu seyogyanya jika yang dimaksud dengan pluralisme itu adalah tidak ada penyamarataan agama dan setiap orang menghargai kemajemukan atau ke-bhineka-an, maka lebih tepat disebut dengan istilah pluralitas bukan pluralisme sosial. Sekalipun disebut tidak ada penyamarataan agama, saya pikir ini masih umum dan mengambang. Karena bisa jadi yang dihati dengan yang dilisan berbeda. Kenapa? Bisa anda cek ke pemikiran-pemikiran tokoh-tokoh yang menjadi rujukan dan idola Damien dan GPPnya. Apakah Gus Dur dan kawan-kawan di Wahid Institute dan Ma’arif Institute akan mau menyebut bahwa hanya mereka dan agama mereka saja yang benar. Tidak akan. Apakah juga mereka akan tega menyebut bahwa para pemrakarsa dari kalangan agama lain pasti masuk neraka kalau tidak kembali kepada agama yang haq (Islam). Apakah mungkin GPP akan berbeda pemahaman pluralismenya dengan tokoh-tokoh yang justru menjadi dasar berdirinya GPP?

Bagi saya, sesuai dengan keterbatasan ilmu yang dimiliki; pluralisme adalah ideologi asing sebagaimana democracy, humanism, liberalism, dsb yang tidak bisa dimaknai seenaknya saja. Sayangnya seringkali pluralisme dipahami secara simplistis sebagai toleransi.

Anggapan bahwa “pluralisme agama adalah toleransi agama” adalah anggapan subyektif yang jelas-jelas ditolak oleh para pakar dan penganjur pluralisme sendiri. Seperti Diana L. Eck dalam “What is Pluralism?”, Albert Dondeyne dalam “faith and the World” dan Arnold Toynbee dalam “An Historian’s Approach”, yang memiliki pandangan miring terhadap toleransi. Pendapat-pendapat mereka dapat disimpulkan bahwa pluralisme itu lebih dari sekedar toleransi, menurut mereka seorang pluralis perlu melampaui toleransi menuju pemahaman yang konstruktif. Yakni jika hanya sekedar saling memahami dan menghargai maka toleransi adalah kebaikan yang menipu dan sebuah eksfresi ketidak toleranan yang sistematis. Dalam Istilah lain, toleransi dengan begitu hampir sinonim dengan intoleransi yang moderat.

Oleh karena itu bagi kalangan pluralis sejati, pluralisme tidak hanya sekedar kesetaraan dalam hak politik, sosial dan ekonomi semata. Tetapi lebih kepada “kesamaan’ dan “kesetaraan” dalam segala hal, termasuk “beragama”. Dimana setiap pemeluk agama harus memandang kebenaran yang sama pada semua agama dan pemeluk-nya. Hal inilah yang selama ini disalah pahami oleh kalangan pluralis di Tanah Air.

Saya memandang, apapun dalih GPP bahwa pluralismenya adalah pluralisme sosial sementara GPP lahir dari kecintaan terhadap pemikiran-pemikiran liberalnya Gus Dur, Syafii Ma’arif dan sebangsanya. Sangat diragukan bahwa pluralisme yang dimaksud adalah pluralisme sosial.

Inilah data-data terkait Demain Dematra dan Gerakan Peduli Pluralismenya yang saya copas dari www.damiendematra.com dan www.gerakanpedulipluralisme.com.

PROFIL
Damien Dematra adalah seorang novelis, penulis skenario, sutradara, produser, fotografer internasional, dan pelukis. Ia telah menulis 62 buah novel dalam bahasa Inggris dan Indonesia, 57 skenario film dan TV series, dan memproduksi 28 film dalam berbagai genre, di antaranya Obama Anak Menteng. Sebagai fotografer, ia memperoleh dua gelar tertinggi fotografi: Fellowship di bidang Portraiture dan Art Photography dari Master Photographer Association, dan berbagai penghargaan internasional, di antaranya International Master Photographer of the Year. Sebagai pelukis, Damien Dematra telah menghasilkan 365 karya lukis yang diselesaikan dalam waktu 1 tahun.

Novel-novel yang telah diterbitkan dalam bahasa Indonesia adalah: Yogyakarta, Obama dari Asisi, Si Anak Panah, Ketika Aku Menyentuh Awan, Obama, Anak Menteng, Si Anak Kampoeng, sebuah novel yang diangkat berdasarkan kisah nyata Buya Syafii Maarif, Sejuta Doa untuk Gus Dur, Sejuta Hati untuk Gus Dur, Ternyata Aku Sudah Islam, novel yang terinspirasi kisah nyata grup musik Debu, Demi Allah, Aku Jadi Teroris, Tuhan, Jangan Pisahkan Kami, Soulmate-Belahan Jiwa, Angels of Death-Kumpulan Kisah Malaikat Maut, If Only I Could Hear-Kisah Suara Hati. Dua buah novel lainnya yang menggunakan nama lain adalah: Tarian Maut (Katyana) dan Ku Tak Dapat Jalan Sendiri (Mark Andrew).
Novelnya yang segera diterbitkan oleh Gramedia adalah Kartosoewirjo: Pahlawan atau Teroris? sebuah novel sejarah, Demi Allah, Anakku Jadi Teroris ( akan difilmkan) dan Mama, Aku Harus Pergi.

Damien Dematra adalah penggagas dan koordinator nasional Gerakan Peduli Pluralisme yang dicetuskan pada Februari 2010 untuk memberi apresiasi terhadap perjuangan pluralisme Buya Ahmad Syafii Maarif dan Gus Dur, para guru bangsa. Gerakan ini dapat diakses di: www.gerakanpedulipluralisme.com.
Facebook: Damien Dematra
E-mail: damiendematra@gmail.com (damiendematra.com)

GERAKAN PEDULI PLURALISME
Gerakan Peduli Pluralisme (GPP) adalah gerakan yang lahir pasca wafatnya Gus Dur, tanggal 11 Februari 2010, di PP Muhammadiyah Jakarta, bersamaan dengan diluncurkannya novel Si Anak Kampoeng yang diinspirasikan kisah hidup Buya Ahmad Syafii Maarif. GPP merupakan apresiasi terhadap perjuangan pluralisme Gus Dur dan Buya Ahmad Syafii Maarif.

Damien Dematra yang adalah penulis novel-novel Gus Dur dan Buya Syafii Maarif, dalam pidatonya mencetuskan ide gerakan ini dan langsung mendapat dukungan spontan dari mereka yang hadir, antara lain Prof. Dr. Ahmad Syafii Maarif, Prof. Dr. M. Din Syamsuddin, Sofyan Wanandi, Bachtiar Effendi, Mgr. I. Suharyo, Sudhamek AWS SE, SH, Prof. Drs. H. Abdul Malik Fadjar, M.Sc., Pdt. Dr Andreas. A. Yewangoe, Yahya Muhaimin, Romo Franz Magnis Suseno, Sofjan Wanandi, Hajriyanto Y Thohari, St Sularto, Dr. Rizal Sukma, Dr. M Syafi'i Anwar, Eddie Lembong, dan tokoh-tokoh lainnya yang hadir dalam acara itu.

Damien Dematra kemudian menghubungi para tokoh masyarakat yang tidak menghadiri peluncuran novel tersebut untuk mengajak bergabung. Ia memperoleh antusiasme tinggi dan dukungan dari mereka, dan mereka menyatakan kesediaan sebagai pemrakarsa. Para tokoh ini antara lain adalah KH. A. Mustafa Bisri, MA, Dr. KH. Said Agil Siroj, KH. Masdar Farid Masudi, Anita Wahid, Bikkhu Pannyavaro Mahathera, Mgr. Johannes Pujasumarta, Budi Tanuwibowo, Hj. Aisyah Hamid Baidlowi Wahid, Umar Wahid, Drs. Nyoman Udayana Sangging, SH, MM, Dr. KH. Nuril Arifin. HSN, MBA, Romo Mudji Sutrisno SJ, KH. M Yusuf Chudlori, Franky Sahilatua, Mohamad Sobary, Pdt. Gomar, dan lain-lainny dengan total 61 tokoh nasional sebagai pemrakarsa.

Gerakan Peduli Pluralisme memiliki visi menciptakan kesadaran dan kepedulian terhadap pluralisme dalam masyarakat khususnya pada generasi penerus, dan membawa misi menjadikan pluralisme sebagai bagian dari gaya hidup masyarakat. Program tahun 2010 yang akan dijalankan Gerakan Peduli Pluralisme ini, adalah: mengadakan forum diskusi tentang pluralisme secara berkala, mengadakan perlombaan esai tentang pluralisme di lingkungan masyarakat lokal, mengadakan perlombaan menggambar tentang pluralisme, membuat iklan layanan masyarakat untuk mensosialisasikan peduli pluralisme, bekerjasama dengan gramedia menerbitkan buku buku tentang pluralisme, membuat film dokumenter tentang pluralisme, mengumpulkan satu juta pendukung gerakan peduli pluralisme.

Visi
Menciptakan kesadaran dan kepedulian terhadap pluralisme dalam masyarakat khususnya pada generasi penerus.
Misi
Menjadikan pluralisme sebagai bagian dari gaya hidup masyarakat. (Naudzubillah)

Bandingkan dengan Visi Misi FPI
VISI & MISI
Sesuai dengan latar belakang pendiriannya, maka FPI mempunyai sudut pandang yang menjadi kerangka berfikir organisasi ( visi ), bahwa penegakan amar ma´ruf nahi munkar adalah satu-satunya solusi untuk menjauh-kan kezholiman dan kemunkaran. Tanpa penegakan amar ma´ruf nahi munkar, mustahil kezholiman dan kemunkaran akan sirna dari kehidupan umat manusia di dunia.

FPI bermaksud menegakkan amar ma´ruf nahi munkar secara káffah di segenap sektor kehidupan, dengan tujuan menciptakan umat sholihat yang hidup dalam baldah thoyyibah dengan limpahan keberkahan dan keridhoan Allah ´Azza wa Jalla. Insya Allah. Inilah misi FPI.

Jadi, Visi Misi FPI adalah penegakan amar ma´ruf nahi munkar untuk penerapan Syari´at Islam secara káffah.

Sementara apakah GPP, Gus Dur, Syafii Ma’arif, Wahid Institute, Ma’arif Institute, Frans Magnis Suseno, PGI, Walubi dan individu serta organisasi pendukung berdirinya menginginkan penerapan syariat Islam secara kaffah sebagaimana FPI?

Program GPP 2010
1. Mengadakan forum diskusi " Pluralisme" secara berkala.
2. Mengadakan perlombaan esai tentang pluralisme di lingkungan masyarakat lokal.
3. Mengadakan perlombaan menggambar tentang pluralisme
4. Membuat iklan layanan masyarakat untuk mensosialisasikan peduli pluralisme.
5. Bekerjasama dengan gramedia menerbitkan buku buku tentang pluralisme.
6. Membuat film dokumenter tentang pluralisme.
7. Mengumpulkan satu juta pendukung gerakan peduli pluralisme.

Demikianlah jelas siapa itu Damien Dematra dan apa itu Gerakan Peduli Pluralisme (GPP). Semoga saya yang mungkin keliru dan kurang ilmu, karena saya sungguh-sungguh sangat tidak ingin meragukan perjuangan kawan-kawan FPI dalam li i’lai kalimatillah untuk izzul Islam wa muslimin.

Mungkin hanya tergelincir, mungkin terkelabui, mungkin terlalu baik sangka, mungkin dan mungkin. Saya harap, sebagai orang yang bukan apa-apa di kancah pergerakan dan pemikiran Islam, keheranan saya ini dapat terjawab setidaknya saya bisa kembali menguatkan komitmen untuk makin tsiqah mendukung perjuangan FPI. Allahu Akbar

Wildan Hasan

9.20.2010

Solusi Konflik Ciketing

Oleh: Jeje Zaenudin
Ketua Umum PP Pemuda Persis

Insiden kekerasan di Ciketing-Bekasi sudah berlalu, para pelaku tampaknya segera diproses di peng adilan, se dang kan kesehatan dua korban berangsur pulih. Namun, buntut insiden itu belum berakhir.

Upaya-upaya penyelesaian yang terbaik masih be lum disepakati. Usulan solusi permanen yang terbaik bagi konflik SA RA seperti di Ciketing sangat bergantung pada ketepatan men g analisis akar masalah pemicu konflik. Beragam tanggapan dan masukan dari berbagai pi hak, termasuk aspirasi pihak yang bertikai patut dires pons, dicermati, dan dianalisis secara komprehensif. Setidaknya ada empat pandangan sekaligus usulan untuk penyelesaian menyeluruh terhadap berbagai kasus konflik antarumat beragama.

Pertama, pandangan yang berkeyakinan akar ma salah kerusuhan Ciketing dan kasus serupa lainnya ada pada tataran regulasi yang tidak tepat dan tidak kuat, yaitu Peraturan Bersama Dua Menteri, yaitu Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri No 8 dan No 9 Tahun 2006 yang mengatur tempat dan pembangunan rumah peribadatan. Kare na itu, menurut pandang an kelompok ini, solusi menye luruh adalah mencabut peraturan dua menteri itu dan menggantinya dengan Undang- Undang Kerukunan Be ragama.

Kedua, kelompok yang memandang akar utama konflik antarumat beragama berada pada tataran teologis dan ideologis sekelompok penganut agama Islam yang berpaham radikal. Solusi yang ditawarkan ke lompok ini adalah menuntut dibubarkannya ormasormas Islam tersebut.

Ketiga, pandangan resmi pemerintah yang menyatakan akar masalahnya bukan pada Peraturan Dua Menteri melainkan pada tataran pelaksanaan regulasi tersebut di tingkat daerah, yang tidak di jalankan sesuai prosedur yang benar. Pandangan ini sejalan dengan ditemukannya fakta di lapangan manakala prosedur pembuatan izin pembangunan rumah ibadah ditempuh dengan potong kompas dengan menyuap pihak tertentu yang mempunyai kewenangan. Warga setempat dianggap menyetu juinya dengan bukti fotokopi KTP dan tanda ta ngan persetujuan. Namun, banyak dari mereka yang tidak tahu itu untuk persetujuan dan perizinan pembangunan gereja. Maka, solusinya adalah menegakkan peraturan secara benar dan pelanggaran terhadap prosedur resmi harus ditindak tegas.

Keempat, mereka yang berpandangan akar masa lah ada pada kesenjangan budaya antara pemeluk agama pendatang dan penduduk asli setempat. Dalam konteks Ciketing adalah antara pendatang yang beretnis Batak-Kristen dan penduduk Bekasi-Muslim yang mayoritas dari etnis Betawi. Pendapat inilah yang disampaikan para tokoh Badan Kekeluargaan Masyarakat Bekasi (BKMB) Baghasasi kepada anggota Watimpres yang diwakili KH Ma’ruf Amin. Menurut hemat penulis, dari empat pandangan dan masukan di atas apa yang disampaikan para tokoh BKMB paling menarik dan patut dipertimbangkan secara serius. Sebagai penduduk Bekasi yang terlibat langsung dalam berbagai forum dan aktivitas keagamaan dengan warga, penulis tidak hanya dapat menyimak apa keluhan mereka, tetapi juga dapat menghayati langsung apa yang menjadi kegelisahan warga setempat. Dengan fenomena merebaknya pembangunan gereja di sana-sini, penggunaan ‘rumah ibadah ilegal’ yang membuat kebisingan, deretan kendaraan
memadati jalan perumahan atau jalan kampung yang seringkali mengganggu lalu lintas, sementara warga asli ja rang sekali yang mempunyai kendaraan, iringiringan rombongan yang datang seakan sengaja mendemon strasikan soliditas budaya mereka tanpa berbasa-basi dan sopan santun terhadap tetangga kiri-kanan, sudah pasti mengusik rasa budaya warga setempat. Demi kian pula, munculnya kebiasaan yang cenderung dido minasi budaya luar, seperti bermain kartu, terkadang dengan minuman keras, rumah makan dengan bau amis daging babi dan anjing, sungguh suatu pergeseran budaya yang sulit diteri ma masyarakat Bekasi yang sangat Islami.

Pergeseran budaya itu kemudian dengan sederhana ditaf sir kan oleh warga setempat sebagai arogansi budaya agama tertentu di luar Islam, yang dianggap mengancam kelangsungan tradisi Bekasi yang Islami. Pendek kata, seiring dengan membanjirnya pendatang baru yang dinilai warga asli tidak bersahabat dengan norma budaya dan nilai etika yang dianut masyarakat setempat—ditambah adanya kesenjangan ekonomi—menimbul kan kesenjangan budaya dan kecemburuan sosial yang tanpa disadari berakumulasi menjadi kejengkelan kolektif pada sebagian besar penduduk asli.

Maka solusinya adalah mela ku kan pendekatan terhadap kesenjangan budaya itu. Diharapkan pencarian solusi kasus Ciketing dan la innya tidak hanya bersifat formalitas. Karena dalam kenya taannya, kesadaran bu da ya dan normaetika sosial lebih mengikat perilaku masyarakat daripada atur an baku dan for mal.

Dalam konteks ini juga harus dimengerti mengapa sering terjadi setelah prosedur resmi pembangunan rumah ibadah dipenuhi sesuai aturan, warga setempat tetap menolak dan berkeberatan. Hal ini karena prosedur formal belum menjamin terpenuhinya prosedur budaya yang menuntut jaminan keberadaan rumah ibadah tersebut tidak akan mempengaruhi tradisi, norma, dan nilai masyarakat setempat.

Dengan mempertimbangkan argumentasi di atas, solusi yang lebih tepat dan sejalan dengan aspirasi masyarakat Bekasi untuk mengatasi kemelut berkepanjangan di Ciketing adalah pendekatan kesepahaman antarbudaya. Kesepahaman budaya meniscayakan adanya dialog antarbudaya. Namun, dialog ini tidak akan bermakna apa-apa jika dilakukan sekadar basa-basi dan formalitas pada tingkat elite. Dialog yang dibutuhkan adalah dialog yang tulus, jujur, dan transparan dengan spirit persaudaraan insaniah dan wathaniyah (kemanusiaan dan kebangsaan) untuk hidup rukun dan damai. Isu sensitif, seperti kristenisasi warga setempat deng an berbagai kedok kegiatan sosial keagamaan dan munculnya budaya yang mengancam tradisi asli Bekasi, harus dijawab jujur dan ter buka oleh sau dara-saudara ki ta dari etnis Batak yang Kris ten.

Mereka harus mampu membuktikan kepada masyarakat Bekasi semua isu itu isapan jempol. Demikian juga, pembangunan rumah ibadah Kristen di lingkungan masya rakat asli Bekasi dan lingkungan mayoritas Muslim ditempuh dengan prosedur perizinan yang jujur dan transparan, dengan memberi jaminan tidak akan terjadi sikap dan perilaku yang arogan, provokatif, dan menyepelekan budaya agama setempat. Dengan cara seperti itu, kita yakin masyarakat Bekasi juga akan sangat toleran dan nyaman dengan kehadiran saudara mereka yang berbeda etnis dan agama.

9.17.2010

POLISI DALANG TERORISME?

Teorisme Sengaja Dipelihara?

Kamis, 26 Agustus 2010, saya mendapat undangan diskusi ke-59 Forum Kajian Sosial dan Kemasyarakatan (FKSK) di Graha Intiland Jl. Sudirman Jakarta. Diskusi kali ini cukup menarik karena temanya sesuai dengan isu yang tengah hangat, yaitu tentang terorisme. Diskusi ini sendiri secara spesifik diberi topik, ”Polisi Dalang Terorisme?” Dalam diskusi itu dihadirkan pembicara dari kepolisian, Kombes Zulkarnaen, pengamat terorisme Mardigu W. Prasetyo, ketua FPI Munarman, sekjen FUI M. Al-Khaththat, dan anggota Komisi III DPR-RI Fahri Hamzah.

Diskusi berjalan sangat menarik. Pertanyaan-pertanyaan kritis dilontarkan terus sepanjang acara oleh modertaor M. Lutfi Hakim yang juga pengacara Abu Bakar Ba’asyir. Dalam diskusi terungkap berbagai fakta yang mengarah kepada kesimpulan bahwa ada peran Polri sendiri dalam kasus teoririsme. Kasus ini sengaja dipelihara karena ada dana besar yang dikucurkan pihak asing, dalam hal ini Amerika.
Dari Polri tidak banyak yang bisa digali karena lebih banyak memilih diam dan menjawab tidak tahu. Jawaban-jawaban yang diberikan sangat normatif, tidak beda dengan yang disampaikan Edward Aritonang di berbagai media. Mardigu juga tidak mengungkap banyak fakta. Ia hanya berkesimpulan akhir bahwa diduga memang isu ini sengaja dipelihara oleh pihak-pihak tertentu. Sebab, ia sudah mengusulkan banyak masukan. Kelihatannya tidak ada yang secara serius dilaksanakan. Dugaannya mengarah ke sana.

Berikut ini, atas izin penanggung jawab acara, secara khusus tanya jawab yang dilontarkan moderator kepada panelis Munarman, Fahri Hamzah, dan M. Al-Khaththat saya kutipkan untuk jamaah milis. Transkrip dibuat oleh kawan saya yang saya ajak dalam diskusi. Data-data yang terungkap sangat penting untuk diketahui publik. Selamat menyimak.

Munarman, SH:
Aktifis FPI dan Direktur An Nashr Institute


Tidak Lebih Tidak Kurang, Ini Proyek!

Ada anggapan sementara orang, pelaku di Aceh adalah orang-orang yang secara rekayasa direkrut oleh Sofyan Sauri, kemudian terjadilah kejadian ini. Apa yang bisa anda jelaskan dari orang-orang yang saya yakin telah anda investigasi itu? Mengapa itu bisa terjadi? Apa versi mereka?

Ya, jadi ini fakta. Kita bisa saling melengkapi. Jadi, fakta ini juga hasil riset investigasi saya, Sofyan Sauri ini masuk ke Aceh di awal bulan Februari 2009. Tahun 2009 dia masuk Aceh, dia menawarkan diri sebagai pelatih dalam latihan para mujahidin relawan ke Gaza. Pada waktu itu kita tahu bersama bahwa Israel membombardir Gaza, itu Desember 2008 sampai Januari 2009. Nah, FPI menyelenggarakan pelatihan untuk relawan ke Gaza. Karena tidak ada polisi dan tentara yang mau jadi pelatih, tiba-tiba dalam kesulitan mencari pelatih datanglah orang bernama Sofyan Sauri. Jadi ini kalau pernyataan dari Pak Edward Aritonang menyatakan bahwa Sofyan Sauri direkrut oleh FPI, itu kebalik. FPI yang direkrut oleh Sofyan Sauri. Kenapa saya katakan FPI yang direkrut, dari sekitar 67 relawan latihan ke Gaza, itu ada lima belas orang yang kemudian direkrut oleh Sofyan Sauri pada bulan Maret. Jadi setelah latihannya itu pada Februari, kemudian Sofyan Sauri mengundang.

anak-anak yang hasil pelatihan di Aceh 2009 itu diundang sebanyak lima belas orang, tanpa sepengetahuan dari pengurus-pengurus FPI. Ada lima belas yang diundang. Diundang, dibiayai, dikasih uang transport, dikasih uang saku selama satu bulan. Padahal dia desertir, jadi gak punya sumber keuangan yang tetap, ini maksud saya. Dengan dibiayai pelatihannya selama satu bulan, saya dapat data dari lima belas ini kemudian ada enam yang ikut pelatihan Aceh 2010.

Jadi ada sembilan anak-anak sekarang yang tengah saya lindungi. Jadi jangan digerebek nih, karena latihan yang di Mako Brimob legal kan? Di Mako Brimob! Jangan ditanya alamatnya nih, ini yang ini nggak boleh digerebek ini. Karena yang ini sumber informasi kita, ini penting.

Jadi dari lima belas yang dilatih, dilatih setiap hari. Siang latihannya latihan di samping Mako Brimob, fisik, olahraga. Kemudian dari beberapa sesi-sesi latihan fisik itu ada beberapa sesi yang masuk ke dalam Markas Brimob dan diberikan senjata dengan peluru tajam. Jadi ini asli latihan menembak. Ada latihan fisik, ada latihan menembak. Malamnya di doktrin selama satu bulan, dikasih buku-buku jihad, versi Sofyan Sauri tentu saja. Jadi ini ceritanya terbalik betul, bukan FPI yang merekrut Sofyan Sauri.

Ada gak pertanyaan mereka pada Sofyan mengapa...
Ini saya mau cerita, jadi kalau malam sesinya didoktrin bahwa halal merampok orang-orang di luar ’kelompok kita’ untuk membiayai jihad ini. Disebut ’jihad ini’. Ini disampaikan oleh Sofyan Sauri. Ini doktrin yang ditanamkan. Buku-buku jihadnya juga diberikan. Nah, kemudian ini anak-anak, ketika diundang di Aceh awal Maret, anak-anak ini sengaja diajak ngobrol di ruang tamu, kemudian di situ ditinggalkan surat pemecatan Sofyan Sauri (sebagai polisi-red). Surat pemecatan itu berisi tiga hal kenapa Sofyan Sauri dipecat. Satu, karena jarang masuk kerja. Kedua, karena poligami. Yang ketiga karena kegiatan jihad. Saya kira polisi walaupun sampai sekarang menangkapi orang-orang yang dalam tanda petik ’mujahidin-mujahidin’ tapi tidak akan berani polisi menuliskan kata “jihad” sebagai alassan pemecatan anggotanya. Paling-paling akan menuliskan terlibat terorisme, perampokan, atau semisalnya. Tidak mungkin nulis terlibat jihad.

Nah, Sofyan Sauri surat pemecatannya ’terlibat jihad’. Ini menimbulkan tanda tanya. Kok ini sepertinya memang didesain surat pemecatan itu untuk meyakinkan anak-anak Aceh bahwa dia memang pejuang, bahwa dia mujahidin. Dipecatnya pun karena jihad. Ada kesan begitu. Nah, karena itu yang berhasil direkrut lebih lanjut oleh Sofyan Sauri untuk mensurvey pelatihan Aceh di tahun 2010 itu hanya enam orang dari lima belas orang. Hanya enam orang.

Yang sisanya kemana?

Yang sisanya tentu saja tidak mau ikut. Karena dia melihat ada keanehan dari Sofyan Sauri. Yang sembilan tidak ikut kegiatan pelatihan militer di Aceh yang dihubung-hubungkan dengan terorisme. Informasi kita ini sangat kuat. Nah, jadi pengakuan dari yang sembilan orang yang sekarang kita bisa kontak dengan aman sampai sekarang ini bisa saya tanya terus, kita lindungi. Jadi dari sumber informasi inilah, yang sembilan orang ini, yang mengkonfirmasi bahwa Sofyan Sauri-lah yang memberikan pelatihan militer, yang menyuplai senjata, senjata di Aceh itu ada enam belas pucuk senjata terdiri dari AK-47 sembilan pucuk, sisanya M-16. Itu semua konfirm disuplai oleh Sofyan Sauri dan melibatkan Abdi Tunggal sama Tatang (anggota polisi-red).

Sebentar, waktu latihan di Brimob itu di ruangan-ruangan Brimob atau di mana? Di lapangan tembak Brimob?

Di lapangan tembak Brimob! Jadi terkonfirmasi itu. Bohong kalau Pak Edward Aritonang menyatakan dia di luar Markas Brimob. Katakanlah di luar Markas Brimob, kok yang pelatihan di Aceh tahu yang di samping Markas Brimob nggak ketahuan? Itu pertanyaan yang akal sehat ya, karena itu dia latihan tembak beneran ini.

Kalau ini keterangannya jelas ya?

Jelas. Ini bukan pistol-pistolan, bukan peluru-peluruan. Katakanlah kita pakai Markas Brimob, katakanlah di samping, kok Brimobnya nggak ketahuan, nggak kedengaran dar der dor.. Empat puluh butir loh itu satu orang.

Selama berapa lama itu?

Satu minggu. Nah, saya mau cerita. Selain Sofyan Sauri membiayai yang di Markas Brimob, kemudian yang di Aceh, menjelang pelatihan di Aceh yang Januari 2010, ini antara yang 2009 ada jeda waktu Maret sampai dengan Desember waktunya kan, Itu Sofyan Sauri keliling daerah Jawa Tengah dan Solo sekitarnya. Menemui beberapa Ustadz dan menawarkan uang lima ratus juta kepada setiap Ustadz kalau mau membuat pelatihan di Jawa. Kalau tidak mau bikin pelatihan di Jawa, ikut ke Aceh. Dia yang akan membiayai. Ini juga Ustadz-Ustadznya tidak mau. Alhamdulillah tidak mau direkrut oleh Sofyan Sauri. Nah, dalam konteks ini, menurut saya kalau kita.. ini teorinya jadi menghubung-hubungkan ini jadinya ya, ada Sofyan Sauri yang menyuplai senjata..

Sebentar, ini bukan su’udzhon ini ya?

Bukan, ini analisa. Dan berdasarkan fakta analisa kita ini. Dan terkonfirmasi semua ini. Nah, kalau kita lihat, yang mendesain sepenuhnya, kalau menurut saya, pelatihan militer yang di Aceh 2010 ya, bukan yang 2009, yang 2010 itu ya adalah Sofyan Sauri. Karena apa? Karena yang direkrut di Aceh itu, selain anak FPI yang enam orang, kemudian ada relawan Mer-C. Relawan Mer-C ada juga ada yang direkrut. Kemudian yang merekrut dari daerah Banten juga Sofyan Sauri. Yang merekrut dari Jawa Tengah juga Sofyan Sauri. Nah, Sofyan Sauri yang sekarang ditahannya di tahanan Rutan Narkoba Polda Metro Jaya. Dan di situ juga ada website yang saya baca yang mengklarifikasi, ”Sofyan Sauri ini mujahidin, jangan dituduh begitu dong! Mestinya datang!” Nah, kalau boleh dikeluarkan itu Sofyan Sauri wawancara sama kita boleh itu, kita uji itu validasinya.

Di mana ditahannya Sofyan Sauri itu? Di Polda?

Di Polda Metro Jaya. Dekat kamar saya yang dulu itu. (hahaha...) Kalau nggak salah informasinya di kamar saya yang saya tinggali dulu itu. Nah, jadi di lantai empat itu ditahan. Nah, saya sangat heran, ketika Kapolri bersama Menkopolkam, ketika kasus Aceh, pelatihan militer di Aceh itu meledak ya, mereka konferensi pers itu berdua tanpa sama sekali menyebut peran sentral dari seorang Sofyan Sauri, atau Abdi Tunggal, atau Tatang. Ini nama Abdi Tunggal dan Tatang ini belakangan keluar ini setelah Ustadz Abu ditangkap, karena kita keluarkan fakta tentang kronologi pelatihan militer di Aceh. Baru kemudian Irjen Edward Aritonang dengan terpaksa menjawab dan menyebutkan keterlibatan Bripda Tatang dan Abdi Tunggal.

Jadi menurut saya, ini untuk yang pelatihan militer 2010, kenapa saya katakan begini, ini dalam kaitannya dengan Ustadz Abu ini. Kenapa dalam kaitannya dengan Ustadz Abu? Ustadz Abu ditangkap semata-mata karena keterangan dari orang-orang yang ditangkap tanpa didampingi oleh pengacara yang independen. Nah, yang aneh adalah bukti yang diajukan kuat, ini saya punya BAP-nya nih, karena saya pengacaranya Ustadz Abu punya hak untuk dapat BAP... Nah, saya baca di BAP-nya Ubaid, alias Luthfi Haedaro, itu ada satu pertanyaan, pertanyaan nomor enam ditanya, ”Tolong ceritakan bagaimana anda mulai kenal dengan Dulmatin sampai dengan peristiwa di Aceh?” Pelatihan militer di Aceh tahun 2010. Satu pertanyaan itu dijawab oleh Ubaid atau Luthfi Haedaro itu dengan tujuh puluh delapan jawaban. Ada dua puluh lima lembar. Jadi bayangkan. Pengalaman saya sebagai terpidana nggak ada yang mau ngaku. Apalagi menceritakan dengan sukarela sebanyak tujuh puluh delapan jawaban
dengan dua puluh lima lembar halaman. Jadi menurut saya ini ada yang aneh. Dan Luthfi Haedaro inilah yang menjadi kunci sebetulnya nanti dalam kasus Ustadz Abu Bakar Ba’asyir. Karena apa? Karena dia yang menyatakan, dia yang mempertemukan Dulmatin dengan Ustadz Abu Bakar Ba’asyir. Itu pernyataannya Luthfi Haedaro. Tanpa ada konfirmasi dari pihak lain. Karena apa? Karena Dulmatin sudah mati ditembak. Jadi nggak bisa dikonfirmasi nih. Pernyataan dari Luthfi Haedaro tidak bisa dikonfirmasi dengan siapapun, karena bertemunya Luthfi Haedaro mengantarkan Dulmatin seorang diri dengan Ustadz Abu. Jadi cuma tiga orang, Luthfi Haedaro pun tidak ikut pertemuan. Bicaranya apa dia tidak tahu. Jadi ini tidak terkonfirmasi ini. Nah, inilah bukti yang dijadikan alat bagi polisi untuk menangkap Ustadz Abu.

Itu yang dikatakan oleh Polisi punya alat bukti yang cukup?

Itu yang oleh polisi disebut punya alat bukti yang cukup. Padahal dalam hukum unus testis nulus testis, satu saksi bukan saksi. Tidak bisa itu dijadikan alat bukti.

Terakhir, apa menurut Anda target dari kegiatan untuk melakukan, katakanlah memenjarakan Ustadz Abu dan beberapa orang lainnya ini? Apa target di balik ini?

Ya, saya kira ini proyek lah ya. Tidak lebih tidak kurang ini adalah proyek. Misalnya, Polisi mengklaim... (Munarman menunjukkan dua gambar wajah yang ditembak tim Densus 88 di Cawang-red). Saya sudah kemukakan, ini gambar dua orang yang mati ditembak di Cawang. Klaim dari pihak Densus 88 bahwa polisi dalam menarget tersangka-tersangka terorisme itu memiliki data-data yang kuat, fakta yang kuat. Nah, tetapi dalam peristiwa Cawang, dua orang ini ditembak tanpa tahu identitasnya apa, tanpa tahu peristiwa apa keterlibatan dia, dalam peristiwa terorisme yang mana. Ini dua orang dikuburkan sampai dengan dikuburkan jenazahnya tidak diketahui siapa. Ini harus dipertanggungjawabkan ini. Dunia akhirat ini. Ini menyangkut nyawa orang. Membunuh orang dengan sadis ini. Dua orang ini tidak terkonfirmasi. Padahal, klaimnya dalam pemberantasan terorisme sasarannya, targetnya itu tertentu, sudah pasti ini. Ternyata, faktanya ini. Ini sekali lagi saya katakan... Kenapa?

Ada apa sebetulnya?

Nah, saya mau ambil laporan dari Human Rights Watch ya, laporan ini dikeluarkan tahun 2003, Maret 2003. Ini ada menyinggung tentang Indonesia. Ini laporan di seluruh dunia atas nama terorisme ternyata telah terjadi berbagai pelanggaran. Nah, saya mau lihatkan...

(Munarman menunjukkan laporan dari Human Rights Watch yang berkantor di New York dengan judul laporan “In the Name of Counter-Terrorism: Human Rights Abuses Worldwide, A Human Rights Watch Briefing Paper for the 59th Session of the United Nations Commission on Human Rights March 25, 2003”)

Bagaimana ternyata Densus 88 dibiayai sepenuhnya pembentukannya oleh dana yang dikeluarkan oleh Amerika Serikat.. ”On a visit to Jakarta in 2002, U.S. Secretary of State Collin Powell announced a new $50 million program to assist the security forces in the campaign against terrorism.” Jadi ada 50 juta US Dollar untuk kampanye anti terorism. Ini kampanye ya, kampanye bisa ke media, bisa lewat seminar, bisa perguruan tinggi, bisa brosur. Itu kampanye disebut ya. Kemudian, ”The U.S. Congress approved legislation giving Indonesia’s police force $16 million, including $12 million to set up a special anti-terrorism unit.” Ya, Densus ini maksudnya. Jadi kemudian untuk membantu polisinya ada 16 juta US Dollar. Dari 16 juta ini, dibantu kepada polisi secara keseluruhan, 12 juta US Dollar khusus untuk pembentukan Densus 88. Ini proyek loh ini. 12 juta US Dollar itu dana yang tidak kecil, 120 milyar itu. Nah, ada sebetulnya satu yang mungkin selama ini.

sebetulnya tidak diketahui oleh masyarakat. Densus 88 ini memang lembaga formalnya... Tapi, yang melakukan, kalau istilah polisinya tim buser (buru sergap-red), ini data ini sudah saya konfirmasi juga dengan dua anggota polisi, satu aktif bintang tiga, satu pensiunan bintang satu, saya konfirmasi ini, yang mengendalikan ada sebuah unit kecil yang bernama Satgas Anti Bom di bawah jenderal bintang tiga, Gories Mere. Dialah yang mengendalikan operasi-operasi di lapangan untuk penangkapan. Khusus penangkapan, dia tim busernya. Dan dia menggunakan tempat pelatihan di beberapa pulau di daerah Lampung Selatan. Dan dia menggunakan beberapa rumah pengusaha yang dijadikan Posko dari Densus 88. Bahkan, beberapa posko itu dibuat spanduk besar ”Welcome to Indonesian Guantanamo.” Jadi ini Guantanamo-nya Indonesia. Nah, ini yang sebetulnya dibelakang layar, yang selama ini banyak yang tadi termasuk melakukan penembakan terhadap dua orang ini, ini adalah timnya
Gories Mere.

Ini di luar kendali Densus 88?

Di luar kendali. Karena Densus 88 itu pekerjaannya, selain dia melakukan pengamatan dan melakukan fungsi-fungsi intelijen pencegahan, Densus 88 ini dia juga melakukan proses penyelidikan. Jadi formal, berita acara. Pembuatan berita acara. Sementara Satgas ini dia tidak ada urusan dengan pembuktian. Dia urusannya dengan penyergapan. Makanya saya sebut tim buser. Tapi ini tidak di bawah kendali dari kepala Densus 88 yang bintang satu. Karena nggak mungkin yang bintang satu memerintah bintang tiga. Justru sebaliknya. Nah, inilah undercover dua tim yang bekerja secara langsung, sementara yang bintang tiga ini aksesnya luar biasa. Kita ingat misalnya waktu penangkapan, cerita penangkapan Noordin M. Top di Jawa Tengah, yang mengumumkan itu kan Perdana Menteri Australia. Karena mendapat laporan dari yang bintang tiga tadi, dari Gories Mere.




Fahri Hamzah, SE:
Wakil Ketua Komisi III DPR RI

Ini Pengalihan Isu!


Pak Fahri, Ustadz Abu Bakar Ba’asyir seorang ulama, seorang yang betapa pun dihormatilah... Dan dia itu sudah jelas dua kali dibebaskan dari ancaman hukuman disebut sebagai teroris. Artinya, dia tidak pernah terbukti dengan tuduhan-tuduhan yang sudah dilayangkan selama ini. Kemudian ditangkap dengan cara seperti itu... Saya kira semua sedihlah dengan cara penangkapan seperti itu... Apa yang bisa Anda katakan dengan peristiwa ini sebagai Wakil Ketua Komisi III Bidang Hukum?

Pertama, itulah yang sangat sayangkan karena polisi dan juga pemerintahan transisi itu tidak mau mendengar kita tentang apa yang terjadi dalam transisi. Jadi, Mas Zulkarnaen (Fahri Hamzah menyindir Kombes (Pol) Kabid Mitra Div. Humas Polri yang hadir di dalam forum mewakili pihak kepolisian-red) bukan saja sebagai Muslim, Anda sebagai anak bangsa Indonesia itu harus tahu diri kita. Bangsa kita ini ada apa, terjadi apa, sehingga kita ini bisa secara genuine mengambil penyelesaian dari dalam, dari apa yang kita punya, dari bangsa kita sendiri. Bukan karena dititip-titip orang, yang disebut oleh saudara Munarman itu sebagai proyek. Kalau saya menganggap selama industri senjata itu menjadi andalan perekonomian Amerika, ya selama itu juga perang mesti ada di mana-mana. Mau perang melawan negara, Amerika itu sudah menang dua kali melawan negara dalam perang dunia satu dan perang dunia kedua. Udah enggak ada negara yang diperangi sekarang dia memerangi rakyat melalui kegiatan terorisme dan sebagainya. Dan ini yang mereka selalu kalah, yang dimulai dari perang Vietnam kan mereka kalah di situ. Nah, jadi itu picture global nanti. Yang saya sedih, kita tidak tahu siapa itu Abu Bakar Ba’asyir. Sayang polisi nggak mau tahu. Atau pura-pura tidak tahu. Kan kita tahu siapa beliau, siapa Pak Abdullah Sungkar, posisinya di depan rezim Orde Baru, kan kita tahu semua. Bahkan, setahun yang lalu saya berkunjung sebagai anggota komisi, saya belum pimpinan waktu itu, saya berkunjung ke Kapolda Jawa Tengah, waktu itu saudara Alex Bambang sebagai Kapoldanya. Dia meyakinkan saya bagaimana dekatnya dia dengan Ustadz Abu. Dia cerita, ”Waduh saya sama Ustadz Abu itu calling-callingan tiap hari, ketemu, ngobrol. Beliau orang baik. Kami memang ada perbedaan pendapat beberapa. Tapi ya kita semua bisa mengerti. Saya undang dia ke sini, kalau beliau nggak cocok beliau nggak datang. Kalau cocok beliau datang. Saya datang ke
Ngruki.” Lha kalau dia tahu Ustadz Abu, dari dulu ya dia bilang dia teman. Jadi kalau ada orang bilang Ustadz Abu dipantau, ini pengakuan terbuka bahwa seorang perwira polisi itu memang mengenal Ustadz Abu secara dekat. Apalagi kalau cara penangkapannya, kan bengong. ”Lex, Lex, itu Pak Abu kita mau minta keterangan tolong undang dia,” ya kan bisa dong. Orang dia bilang ke kita baik kok hubungannya. Nah, ini yang begini ini yang menandakan polisi itu tidak menjalankan mandat bangsanya sendiri. Dia menjalankan mandat orang lain. Itu persoalannya begitu. Jadi kita harus tahu apa kita. Saya punya teman-teman di sini mungkin masih banyak, orang Islam di Indonesia ini punya masalah dengan negara sejak lama. Belanda menindas orang Islam. Jepang menindas orang Islam. Orde lama menindas orang Islam, bubarkan Masyumi, tapi memang partai lain juga dibubarkan. Tapi khusus kepada Masyumi dan sekitarnya, kekejaman orde lama lain. Orde baru kalau anda lihat
begitu juga. Sampai harus ada ijin baca khutbah segala macam. Orang seperti Ustadz Abu, ia mempunyai perbedaan paham tentang ideologi negara yang sekarang ini sudah kita tuntaskan semua. Soeharto kan jatuh gara-gara itu.

Orde yang sekarang ini bagaimana?

Jadi yang salah paham ini polisi doang atau bos-bosnya juga ini. Kalau ustadz Abu punya pandangan berbeda pada waktu itu wajar. Karena perbedaan pendapat itu tidak diberi ruang. Tetapi disertai dengan represi yang luar biasa. Jadi wajar orang marah. Wajar orang hijrah, lalu kemudian pindah ke Malaysia karena istilah mereka “thogut”-nya tidak sekasar yang di sini gitu... (hahaha...) Kalau sekarang “thogut” Malaysia lebih parah makanya Azhari segala macam pindah ke sini.

Jadi ceritanya kan begitu. Kalau negara ini mau dikritik, termasuk kalau orang mau diskusi membuat negara Islam, mau apa? Lha wong ini ruang terbuka kok. Asal orang tidak berpikir, atau bukan berpikir, berpikir dibebaskan, asal tidak ada bukti orang itu melakukan pencederaan kepada wilayah publik, kepada kehidupan bersama, dan sebagainya. Kan itu saja yang tidak boleh. Jadi itu pandangannya. Nah, mobilitas itu pada jaman sekarang itu harus kita akomodasi dengan cara yang berbeda. Pimpinan-pimpinan negara harus bicara, bahwa negara ini sudah berbeda sekarang. Ini negara sudah terbuka. Kita mau apakan terserah kita. Jangan minta restu dari negara lain terus. Ini demokrasi katanya. Kita harus dengar rakyat kita sendiri, rakyat mau apa ya kita dengar dong. Rakyat mau caci maki pejabat publik boleh...

Pak Fahri, apakah Kapolri sudah menjelaskan kepada Komisi III tentang penangkapan ini?

Kalau Anda mau bicara polisi, menurut saya semua kejadian belakangan ini adalah residu dan efek daripada problem internal kepolisian. Mereka pusing, bikin agenda supaya mengalihkan isu-isu internalnya kepada ini semua. Saya sebagai pimpinan komisi kan nggak ngerti ini semua. Susno misalnya, mengapa Susno ditangkap itu. Apa salahnya Susno? Orang itu bongkar kasus. Dia bilang dipanggil sama Satgas, “Eh, Pak ini ada mafia. Namanya Syahril Djohan, Haposan, Gayus Tambunan, ini mafianya.” Dibongkar, ketahuan benar. Dalam Undang-Undang LPSK pasal 11, orang seperti ini kita sebut sebagai Whistle Blower. Negara ditugaskan oleh Undang-Undang untuk melindungi dia. Nah, kok tiba-tiba tiga orang ini bikin kesaksian, “Oh, nggak. Mafianya termasuk Susno.” Susno ditarik, masukin penjara nggak boleh dikunjungi. Kan ngawur itu. Ini nggak bisa dijelaskan yang begini ini. Karena itu saya mengatakan ini soal internal yang tidak selesai, mau meledak letupkan yang
lain. Sampai kapan? Kita nggak tahu lah, ada orang yang di atas lagi. Ada orang yang namanya tiga huruf itu kan. Lihat sajalah mudah-mudahan dia bisa menjelaskan ini.

Maksudnya tiga huruf itu SBY?

Kalau kita jelaskan semua, audiens nanti kurang cerdas. Jadi cara berpikirnya mesti begitu. Ini soal kita kok, ya Allah... Orang mau jihad, mujahidin, orang mau ganas pada negara, anti negara dan sebagainya, hadapi dong. Kita nggak ada maksud jahat. Islam artinya keselamatan. Tidak ada Islam itu merancang pembunuhan untuk kejahatan atas orang lain. Kalau tidak ada jalan keluar, jalan keluar itu kita buka. Termasuk orang yang tidak setuju dengan ideologi, kita buka. Kok takut, kan katanya demokrasi. Tapi demokrasi setengah-setengah. Giliran orang berbeda pendapat, pusing dia. Ngeluh aja kerjaannya tuh. Jadi saya kira kita memerlukan jalan baru untuk memandang persoalan...

Bagaimana soal hubungan kepolisian dan terorisme?

Ini proyek, saya termasuk yang menganggap bahwa ini proyek. Sudahlah ya, jangan main-main. Rakyat ini mengetahui, memantau. Saya janji, karena saya dipilih oleh masyarakat, oleh umat juga, kita buka pintu komisi seterbuka-terbukanya kapanpun. Memang ada persoalan masa sidang dan sebagainya. Nggak masuk masa sidang ini, masa sidang yang akan datang. Kumpulkan data sebanyak-banyaknya, bongkar masalah ini. Kita mencintai Republik ini, kita nggak mau orang lain yang mengatur.



Muhammad Al Khaththath
Sekjen Forum Umat Islam (FUI)

Penangkapan Abu Bakar Ba’asyir Mirip Sinetron

Ustadz Khaththath, ini tentu menyesakkan sekali bagi kita, penangkapan Ustadz Abu yang ketiga kalinya ini. Kita tahu beliau aktifitasnya itu, untuk menghadirkan beliau, untuk pengajian itu butuh waktu kadang-kadang lebih dari satu bulan sebelumnya, saking sulitnya karena padatnya jadwal beliau berceramah ke berbagai daerah. Padat sekali. Kemudian begitu saja ditangkap dengan cara yang nista sekali, kasar sekali lah begitu. Sangat tidak patut, sangat tidak perlu pula. Lain kalau dia melawan dengan senjata. Sangat tidak perlu. Bagaimana perasaan umat dengan kejadian ini?
Saya sebelum bicara ingin mengingatkan kepada kita semua... Firman Allah Swt dalam surat Al Buruj (10),

إِنَّ الَّذينَ فَتَنُوا المُؤمِنينَ وَالمُؤمِنٰتِ ثُمَّ لَم يَتوبوا فَلَهُم عَذابُ جَهَنَّمَ وَلَهُم عَذابُ الحَريقِ

“Sesungguhnya orang-orang yang menfitnahi orang-orang yang mukmin laki-laki dan perempuan kemudian mereka tidak bertobat, maka bagi mereka azab neraka Jahanam dan azab api yang membakar.”

Ini Firman Allah, bukan karangan saya. Ini berlaku untuk semua, termasuk kepada saya kalau terlibat fitnah kepada orang-orang mukmin. Nah, kalau ditanya bagaimana Ustadz Abu ditangkap, saya kira polisi itu sudah tahu jadwal Ustadz Abu itu dimana-mana, makanya ditangkap setelah pengajian. Jadi sudah tepat polisi itu. Cuma tidak tepatnya itu kok pakai kayak sinetron. Itu nggak tepatnya.

Maksudnya, gimana yang kayak sinetron itu?
Ya, itu kan dibuat filmnya di lapangan Polres Banjar Patroman. Padahal, saya beberapa tahun sebelumnya, di Banjar Patroman itulah Ustadz Abu bersama saya, bersama Sobri Lubis, itu tabligh akbar umat Islam satu alun-alun penuh puluhan ribu orang dan Bapak Kapolres-nya saat itu sangat hormat dengan Ustadz Abu Bakar Ba’asyir. Bahkan, termasuk Pak Walikota-nya. Biasanya Walikota itu, seremonial dia sambutan terus pulang. Ini nggak, sampai akhir jam dua belas mengikuti. Jadi saya saat itu sangat salut sekali dengan Kapolres Banjar Patroman yang mengerahkan seluruh anggota Polres untuk menjaga pengajian Ustadz Abu pada waktu itu. Karena saya ikut sampai saya sangat salut kepada polisi pada waktu itu.

Anda bisa jelaskan yang tidak sampai diberitakan tentang bagaimana...
Ya, itulah. Makanya, jadi beberapa tahun lalu saya sangat salut dengan polisi. Lha, kok pas di kota yang membuat saya salut sama polisi kok jadi eneg saya pas lihat aksi polisi. Mohon maaf lho ini... Kemudian pengalaman pribadi saya lagi dengan Ustadz Abu Bakar Ba’asyir itu adalah di Bandung. Di tempatnya Pak Atian, ditawari ceramah. Beliau itu cerita, kenapa dia ini kok diuber-uber sama Amerika. Satu-satunya jawaban itu adalah beliau itu cuma lempeng aja menyampaikan Islam. Islam itu ya begini, cara menjalankan Islam itu ya begini. Tidak bisa seperti cara-cara seperti sekarang yang ada. Pasti Islam nggak akan bisa dijalankan. Allah itu menurunkan Islam dan juga termasuk menurunkan cara bagaimana melaksanakan Islam. Jadi Islam itu seperti kata beliau, sesuai dengan keadaan Islam itu seperti yang dilakukan oleh Rasulullah, itu adalah diterangkan Islamnya dan dicontohkan juga cara menjalankannya oleh Rasulullah di mana Rasulullah itu sebagai penguasa.

Rasul itu adalah atasannya polisi.
Nah, mengenai penangkapan di Banjar Patroman, ini bukan pengalaman pribadi saya. Saya tidak ikut yang ditangkap di situ, saya tidak menyaksikan. Tapi saya sebagai Sekjen Forum Umat Islam selalu mendapat informasi-informasi juga laporan-laporan antara lain kesaksian istrinya Ustadz Abu yang bersama beliau ikut ditangkap pada waktu itu. Kesaksian ini yang menarik, perlu dicatat ini. Yaitu adalah bahwa, ini karena ini yang nggak ada di tivi ya, kalau yang ada di tivi kan sudah disiarkan TV One yang disebutkan TV polisi itu, ya TV One, yang adalah bahwa kaca mobil pecah, sopir ditelungkupin, ditodong senjata, diinjak gitu kan yang ada... Yang nggak ada di televisi polisi itu adalah Ustadz Abu ditodong dengan senjata, kemudian Ustadz Abu alhamdulillah tidak pingsan, tidak lemes karena ditodong. Bahkan dikatakan, “Akan kutembak kau!” Kemudian Ustadz Abu kemudian malah menyumpahi polisi, “Kamu dilaknat aleh Allah Swt!” Sampai polisi itu lari, saya juga
heran. Diuber oleh Ustadz Abu yang sudah hampir 80 tahun. Polisi yang masih muda dan gagah itu lari. Kalau ini ditayangin dibikin film bagus banget itu.

Yang kedua yang juga tidak ada adalah ternyata rombongan Densus 88 itu setelah menangkap Ustadz Abu itu bareng-bareng tertawa terbahak-bahak. Itu didengar oleh istri Ustadz Abu. Nah, ini jadi yang saya bilang kok kayak sinetron. Biasanya kalau kita nonton sinetron, habis biasanya marah-marahan ya, pukul-pukulan, pas terakhir-terakhirnya kan ditayangin tuh, yang cekikikan-cekikikan itu. Ya itulah maka saya bilang penangkapan Ustadz Abu itu adalah mirip sinetron. Lha, pertanyaannya buat kita sebagai umat kok tega-teganya? Apa nggak takut itu, kalau saya orang Jawa, kalau kualat bagaimana itu?

Kalau Gories Mere itu gimana?

Saya sudah sampaikan kepada Kepala Suara Pembaruan, “Hati-hati Pak, Gories Mere ini. Kalau masyarakat sudah tahu dan marah, nah itu gak tahu reaksi masyarakat.” Saya sendiri itu nggak ingin terjadi. Tapi ini sudah semakin tahu orang. Jadi tidak hanya polisi yang tahu. Karena yang memberi tahu tentang Gories Mere itu juga polisi dan juga ada orang dalam yang polisi-polisi yang baik itu. Nah, TNI juga sudah tahu bagaimana Gories Mere, dan sekarang umat juga sudah mulai tahu.
***
Hendropriyono, Suryadharma Ali, Frans Magnis Suseno, dan Syafi’i Ma’arif pernah melakukan diskusi Deradikaliasi Islam di PP Muhammadiyah beberapa tahun yang lalu. Al Khaththath yang sempat hadir pada waktu itu menceritakan apa yang dibicarakan saat itu dan seputar isu terorisme lainnya.
***
Hendropriyono dan cs itu mengatakan bahwa teroris ini akan menguasai negara ini dengan senjata. Bahkan akan menyerang Filipina, Malaysia, lalu disatukan menjadi khilafah. Pada waktu itu saya katakan saya ini alumni Hizbut Tahrir. Dua puluh lima tahun saya di Hizbut Tahrir, diajari teori mendirikan negara. Dan itu tidak mungkin mendirikan negara dengan senjata, itu nggak mungkin, nggak masuk akal. Apalagi yang bersenjata juga yang itu-itu doang kan... Yang ikut pelatihan di Mako Brimob, itu pun disposal senjatanya, mau menguasai negara... Polisi saja itu empat ratus ribu. Pak Susno yang jenderal bintang tiga saja nggak berani kok melawan polisi pakai senjata. Nah, apalagi tadi yang teroris yang mau mendirikan negara.

Inilah yang nggak masuk akal. Banyak yang nggak masuk akal. Termasuk Nasir Abbas yang dijadikan narasumber itu nggak masuk akal. Kenapa? Dia kok bisa kayak selebritis lha wong dia itu nggak jelas. Saya ini adalah anggota tim penanggulangan terorisme Departemen Agama. Waktu berapa tim itu kita tanyakan si Nasir Abbas ini. Anda ini apa? KTPnya mana? Paspornya apa? Nggak ada semua. Saya bilang aja, “Ya ini, dia ini Green Card ini.” Tapi nggak katanya. Green Card ini maksudnya dari Amerika, warga Amerika. Jadi itulah Nasir Abbas, jadi nggak layak dia. Makanya, heran saya. Tapi itu dipakai terus oleh televisi...

Nasir Abbas jelas mengatakan dia bukan teroris seperti Imam Samudera. Tapi dia adalah mujahid di Afganistan, tapi dia masuk daftar teroris internasional. Nah, saya jadi bingung. Saya ingat Pak Munarman pernah cerita badan intelijen dari Amerika itu dapat daftar teroris dari Pak Hendro. “Nih daftar teroris dari Indonesia.” Nah, lalu oleh pimpinan intelijen Amerika bilang, “Oh, itu sudah out of date. Nih yang up to date.” Nah, jadi Pak Hendro bawa yang up to date. Siapa yang up to date? Dua ribu daftar mujahid yang ada di Afganistan, yang pulang ke Indonesia. Jadi selama yang dua ribu masih ada, kelihatannya pemain-pemain atau yang dimainkan, atau yang dikorbankan menjadi teroris itu akan tetap ada. Itulah kenapa rahasianya kenapa setelah menangkap Ustadz Abu kok tertawa terbaha-bahak. Karena memang cuma sinetron.

Firmansyah

9.16.2010

INILAH KEJADIAN SEBENARNYA INSIDEN CIKETING BEKASI

KLARIFIKASI FPI BEKASI ATAS INSIDEN HKBP

Setelah dua puluh tahun, umat Islam Bekasi, khususnya warga perumahan Mustika Jaya - Ciketing, mulai gerah dan merasa terganggu dengan pola tingkah Jemaat HKBP yang semakin hari semakin arogan, bahkan nekat memanipulasi perizinan warga sekitar untuk GEREJA LIAR mereka.

Sekali pun kesal, kecewa dan marah, umat Islam Bekasi tetap patuh hukum dan taat undang-undang. GEREJA LIAR HKBP di Ciketing diprotes dan digugat melalui koridor hukum yang sah, sehingga akhirnya GEREJA LIAR tersebut disegel oleh Pemkot Bekasi. Tapi HKBP tetap ngotot dengan GEREJA LIAR nya, bahkan solusi yang diberikan Pemkot Bekasi untuk dipindahkan ke tempat lain secara sah dan legal pun ditolak.

HKBP menebar FITNAH bahwa umat Islam Bekasi melarang mereka beribadah dan mengganggu rumah ibadah mereka. Lalu secara demonstratif jemaat HKBP setiap Ahad keliling melakukan KONVOI RITUAL LIAR dengan berjalan kaki, dari GEREJA LIAR yang telah disegel ke lapangan terbuka dalam perumahan di depan batang hidung warga muslim Ciketing, dengan menyanyikan lagu-lagu gereja, tanpa mempedulikan perasaan dan kehormatan warga muslim disana.

Akhirnya, terjadi insiden bentrokan antara HKBP dengan warga muslim Ciketing pada Ahad 8 Agustus 2010, tiga hari sebelum Ramadhan 1431 H. Dalam insiden tersebut, dua pendeta HKBP sempat mengeluarkan PISTOL dan menembakkannya.

Selanjutnya, tatkala umat Islam Bekasi masih dalam suasana Idul Fithri, pada Ahad 3 Syawwal 1431 H / 12 September 2010 M, Pendeta dan Jemaat HKBP kembali melakukan provokasi dengan menggelar KONVOI RITUAL LIAR sebagaimana yang dulu sering mereka lakukan. Kali ini terjadi insiden bentrokan antara 200 orang HKBP dengan 9 IKHWAN WARGA BEKASI yang berpapasan saat konvoi. Peristiwa tersebut DIDRAMATISIR oleh HKBP sebagai penghadangan dan penusukan pendeta.

Media pun memelintir berita peristiwa tersebut, sehingga terjadi PENYESATAN OPINI. Akhirnya, banyak anggota masyarakat menjadi KORBAN MEDIA, termasuk Presiden sekali pun.

Peristiwa Bekasi Ahad 3 Syawwal 1431 H / 12 Sept 2010 M, BUKAN perencanaan tapi insiden, BUKAN penghadangan tapi perkelahian, BUKAN penusukan tapi tertusuk, karena 9 warga Bekasi yang dituduh sebagai pelaku adalah IKHWAN yang sedang lewat berpapasan dengan KONVOI RITUAL LIAR yang dilakukan 200 HKBP bersama beberapa pendetanya di lingkungan perkampungan warga muslim Ciketing. Lalu terjadi perkelahian, saling pukul, saling serang, saling tusuk dan saling terluka.

Pendeta dan jemaat HKBP yang dirawat di Rumah Sakit dibesuk pejabat tinggi, mendapat perhatian khusus Presiden dan Menteri, namun siapa peduli dengan warga Bekasi yang juga terluka dan dirawat di Rumah Sakit ? Bahkan salah seorang dari 9 warga Bekasi tersebut, justru ditangkap saat sedang dirawat di sebuah Rumah Sakit akibat luka sabetan senjata tajam HKBP.

Mari gunakan LOGIKA SEHAT : Jika peristiwa tersebut PERENCANAAN, mana mungkin 9 ikhwan melakukannya secara terang-terangan dengan busana muslim dan identitas terbuka ! Jika peristiwa tersebut PENGHADANGAN, mana mungkin 9 orang menghadang 200 orang, apa tidak sebaliknya ?! Jika peristiwa tersebut PENUSUKAN, mana mungkin 9 ikhwan lebam-lebam, luka, patah tangan, bahkan ada yang tertusuk juga !

Soal PENON-AKTIFAN Ketua FPI Bekasi Raya oleh DPP-FPI bukan karena salah, tapi untuk melancarkan roda organisasi FPI Bekasi Raya yang teramat BERAT tantangannya, sekaligus meringankan beban tugas sang Ketua yang sedang menghadapi UJIAN BERAT dalam menghadapi tuduhan dan proses hukum. Jadi, putusan tersebut sudah tepat, dan merupakan langkah brillian dari DPP mau pun DPW FPI Bekasi.

Langkah tersebut bukan saja cerdas, tapi menjadi bukti TRADISI FPI yang berani, tegas dan bertanggung-jawab. Ketua FPI Bekasi Raya, baru disebut-sebut namanya saja oleh pihak kepolisian, sudah dengan gagah langsung serahkan diiri ke Polda Metro Jaya secara sukarela didampingi DPP-FPI untuk diperiksa. Dan siap menjalani proses hukum bila dinilai bertanggung-jawab dalam insiden Bekasi, walau pun beliau tidak ada di lokasi kejadian. Bandingkan dengan SIKAP PENGECUT Pemred Palyboy Erwin Arnada yang melarikan diri dari VONIS DUA TAHUN PENJARA yang sudah ditetapkan Mahkamah Agung sejak 29 Juli 2009. Bandingkan dengan sikap pengecut DEWAN PERS dan LSM KOMPRADOR yang berusaha melindungi dan membantu Sang TERORIS MORAL tersebut dari putusan tetap Mahkamah Agung.

Bagi segenap pengurus, anggota, aktivis, laskar dan simpatisan FPI dari Pusat hingga ke Daerah, bahwa Ketua FPI Bekasi Raya adalah PEJUANG bukan pecundang. Beliau TIDAK ADA DI LOKASI kejadian saat peristiwa. Beliau hanya kirim SMS AJAKAN kepada umat Islam untuk membela warga Ciketing beberapa hari sebelum peristiwa, tapi dituduh sebagai provokator, sedang Para Pendeta HKBP yang mengajak, membawa dan memimpin massa Kristen serta memprovokasi warga muslim dengan KONVOI RITUAL LIAR, tak satu pun diperiksa.

Kini yang menjadi pertanyaan adalah :
1. Kenapa Para Pendeta HKBP yang jadi PROVOKATOR dan PENGACAU tidak diperiksa ?
2. Kenapa kegiatan HKBP setiap Ahad di Ciketing yang menggelar KONVOI RITUAL LIAR keliling perumahan warga muslim dengan lagu2 Gereja secara demonstratif dibiarkan ?
3. Kenapa dua pendeta yang bawa PISTOL & menembakannya ke warga pada insiden 8 Agustus 2010 tidak ditangkap ?
4. Kenapa dua jemaat HKBP, Purba & Sinaga, yang bawa PISAU saat insiden 12 September 2010 sudah ditangkap lalu dilepas kembali ?
5. Kenapa jemaat HKBP yang memukul dan menusuk 9 ikhwan warga Bekasi tidak ditangkap ?
6. Kenapa Presiden dan Para Menteri serta pejabat dan sederetan Tokoh Nasional memberikan simpatik kepada PENGACAU sambil menyalahkan warga muslim Bekasi ?
7. Kenapa banyak pihak senang mengambil kesimpulan dan keputusan hanya berdasarkan OPINI dan ISSUE media ?
8. Kenapa di Indonesia yang merupakan negeri mayoritas muslim terbesar di dunia, justru yang terjadi adalah MAYORITAS TERTINDAS OLEH TIRANI MINORITAS ?
9. Kenapa MINORITAS di Indonesia terlalu dimanjakan, sehingga mereka jadi tidak tahu diri, bahkan menjadi angkuh dan sok jago ?
10. Kenapa ketika terjadi insiden kecil terhadap SEORANG PENDETA semua teriak nyaring, tapi ketika RIBUAN umat Islam dibantai di Ambon, Sampit dan Poso teriakan macam itu tak terdengar ? Bahkan saat sebuah Masjid dibakar di Medan belum lama ini tidak ada satupun media nasional meliputnya, kemana suara yang selalu mengatasnamakan kebebasan beragama dan beribadah ?

Laa ilaaha illallaah, Muhammadur Rasuulullaah. Jawablah semua pertanyaan tersebut dengan jiwa bersih dan akal sehat serta argumentasi Syariat.

Oleh sebab itu, Keadilan harus ditegakkan ! Hukum tidak pilih kasih ! Jika 9 Ikhwan warga Bekasi sudah ditahan karena dituduh terlibat langsung dalam perkelahian tersebut, dan Ketua FPI Bekasi Raya pun sudah ditahan karena dituduh terlibat secara tidak langsung, maka mereka yang terlibat langsung mau pun tidak langsung dari kelompok HKBP harus ditahan juga !

Karenanya, segenap pengacara Bantuan Hukum Front (BHF) dari DPP-FPI dan Kongres Umat Islam Bekasi (KUIB) akan tetap dan terus berjuang melakukan pembelaan hukum terhadap Ketua FPI Bekasi Raya dan seluruh warga Bekasi yang ditahan akibat peristiwa tersebut. Tekad Bulat BHF dan KUIB adalah membuktikan bahwa mereka TIDAK BERSALAH, karena mereka hanya KORBAN AROGANSI HKBP dan OPINI SESAT MEDIA MASSA. Bahkan BHF dan KUIB akan tetap dan terus berjuang membela hak-hak warga Ciketing yang selama ini dirampas dan dirusak oleh HKBP.

Bekasi kota religi. Bekasi kota Islami. Siapa ingin kotori atau kacaukan Bekasi silakan keluar dari Bekasi !

9.15.2010

KLARIFIKASI FPI ATAS INSIDEN BEKASI

Jakarta, Suara Islam.com-- Berikut adalah klarifikasi dari Dewan Pengurus Pusat Front Pembela Islam (FPI) tentang Insiden Bekasi yang terjadi pada hari Ahad, 12 September 2010 lalu. Klarifikasi ini dikirimkan oleh Habib Muhammad Rizieq Syihab kepada Suara Islam (SI) melalui layanan pesan pendek (sms) pada Kamis pagi (16/9/2010).

Berikut pernyataan selengkapnya.

Peristiwa Bekasi Ahad 3 Syawwal 1431 H / 12 September 2010 M, BUKAN perencanaan tapi insiden, BUKAN penghadangan tapi perkelahian, BUKAN penusukan tapi tertusuk, karena 9 pelaku adalah IKHWAN yang sedang lewat berpapasan dengan 200 (orang jemaat) HKBP, lalu terjadi perkelahian, saling pukul, saling serang, saling tusuk, saling terluka.
Jika perencanaan, mana mungkin 9 ikhwan berbaju muslim dengan identitas terbuka!. Jika penghadangan, mana mungkin 9 menghadang 200!. Jika penusukan, mana mungkin 9 ikhwan lebam-lebam, luka, patah tangan, bahkan ada yg tertusuk juga!.

Ketua FPI Bekasi Raya (Ustadz Murhali Barda, red) dinon-aktifkan DPP FPI bukan karena salah, tapi untuk melancarkan roda organisasi FPI Bekasi Raya yang teramat berat tantangannya. Beliau PEJUANG bukan pecundang. Beliau tidak ada di lokasi kejadian. Beliau hanya kirim SMS AJAKAN kepada umat Islam untuk membela warga Ciketing, tapi dituduh sebagai provokator, sedangkan para Pendeta HKBP yang mengajak, membawa dan memimpin massa Kristen serta memprovokasi warga muslim, tak satu pun diperiksa.

Pertanyaannya:
Kenapa para Pendeta HKBP yang jadi PROVOKATOR insiden tadak diperiksa?. Kenapa kegiatan HKBP setiap Ahad di Ciketing yang menggelar KONVOI keliling perumahan warga muslim dengan lagu-lagu Gereja secara demonstratif dibiarkan?. Kenapa dua pendeta yang membawa PISTOL dan menembakannya ke (arah) warga pada Insiden 8 Agustus 2010 tidak ditangkap?. Kenapa dua jemaat HKBP, Purba & Sinaga, yang membawa PISAU saat insiden 12 September 2010 sudah ditangkap lalu dilepas?. Kenapa jemaat HKBP yang memukul dan menusuk 9 ikhwan tidak ditangkap?. Keadilan harus ditegakkan!. Kezaliman harus dilawan.!.

Tirani Minoritas

Ayyuhal Ikhwah, marilah kita belajar dari masa lalu agar tidak lagi tertipu di masa kini dan masa depan…

KEBERANIAN kelompok Kristen radikal di Indonesia menentang golongan
Islam mencapai momentum puncak di era reformasi di bawah kepemimpinan
presiden Abdurrahman Wahid yang memang sejak lama sangat membela
golongan minoritas itu. Golongan Kristen bahkan berani membantai ummat
Islam secara biadab di berbagai wilayah Indonesia.

Pembantaian yang terjadi di Pesantren Walisongo, Poso Sulawesi Tengah
bukan kepalang biadabnya, di mana 200 orang warga pesantren itu dibasmi
secara keji terdiri 152 santri pondok, puluhan guru/ustadz, pengelola
pondok keluarganya termasuk anak-anak, bayi dan orang tua, dibantai
dengan mencincang--cincang bagai jagal rumah hewan memotong-motong sapi.
Kasus Poso ini serangkaian dengan pertikaian Islam-Krisen di Maluku yang
terjadi lebih dahulu di mulai sejak 19 Januari 1999 di mana saat ummat
Islam merayakan Idul Fitri diserang golongan Kristen dan mengobarkan
perang yang tak kunjung henti hingga tepat dua tahun sekarang ini
(Januari 2001).

Berdasarkan pengamatan Media Dakwah sejak lima tahun terakhir keberanian
golongan Kristen melawan golongan Islam dimulai dengan test case di
berbagai daerah, di mana mereka mayoritas seperti di Nusa Tenggara Timur
(NTT) dan Timor Timur. Pada 1995 hingga 1996 marak berhembus isu anti
pendatang di NTT dan Timor Timur sehingga acap kali terjadi pembakaran
rumah-rumah pendatang termasuk pembakaran masjid. Berpuluh-puluh masjid
dibakar di dua daerah ini, namun reaksi ummat Islarn Indonesia
dingin-dingin saja. Hal ini menjadi modal, cikal-bakal, dan embrio
rencana raksasa golongan Kristen untuk melawan golongan mayoritas Islam
di negeri ini.

Jika pada 1970-an prakarsa Sidang Dewan Gereja Dunia yang nekat akan
diselenggarakan di Indonesia, terhenti begitu saja setelah salah seorang
pastur dari luar negeri dibunuh oleh Hasyim Yahya; tapi kini di era
reformasi ini justru sebaliknya. Telah terjadi pembantaian golongan
Islam oleh galongan Kristen secara massal di Indonesia, namun tidak ada
reaksi ganti memerangi golongan Kristen. Umat Islam bagai pasrah oleh
berbagai pembantaian di Indonesia.

Kasus Maluku/Ambon, NTT-Timor Timur, hingga Poso jelas-jelas proyek
mereka yang sukses fantastis kini mereka telah menampilkan diri menjadi
rejim tiran sebagai minoritas di negeri Muslim terbesar di dunia. Belum
lagi jika diperhitungkannya berbagai kasus pembantaian ummat Islam
secara amat terlengas dalam kasus Sambas Kalimantan Barat di mana warga
pendatang Madura (Muslim) dibantai oleh Suku Dayak yang. menganut
animisme dan Kristen. Lagi, kasus-kasus pembantaian guru-guru agama dan
ustadz di Banyuwangi, Malang membawa korban tewas dibantai rakyat dengan
isu dukun santet.

Kejadian mengerikan di Banyuwangi, disusul Malang dan Ciamis di mana
guru-guru agama menjadi korban pembantaian, namun hingga hari ini tidak
pernah jelas siapa yang menjadi otak serangkaian pembantaian tersebut.
Peristiwa dua tahun itu kini terjadi lagi di daerah Cianjur Selatan.
Lebih seratus jiwa melayang terdiri sebagian besar guru agama, tokoh
Islam di pedesaan. Motifnya mirip atau sama dengan kasus Banyuwangi,
Malang, Ciamis, yakni tuduhan dukun santet. Enam puluh orang dilaporkan
dibunuh keji dan mayatnya digantung di pohon--pohon di daerah
terpencil. Sementara lebih empat puluh mayat lagi ditemukan di sungai,
hutan, sawah, dan diduga banyak lagi korban yang tidak diketemukan karena
dikubur mayatnya. Hebatnya, keluarga korban tidak ada yang berani
melaporkan kepada aparat keamanan, karena ancaman hendak dibantai lagi
anggota keluarga lainnya.

Lengkap sudah illustrasi di atas untuk menggambarkan betapa dihinakan
eksistensi ummat Islam di negerinya sendiri yang jumlahnya hampir 90%
dari 210 juta jiwa bangsa Indonesia sekaligus bangsa Muslim terbesar di
dunia. Bukan hanya dihina bahkan dibantai, dicincang, bahkan pemusnahan
massal (geno-cide) seperti kasus Poso dan berbagai perkampungan Islam di
Maluku, NTT, dan Timor Timur.

Adalah peranan presiden Abdurrahman Wahid semenjak lebih sepuluh tahun
silam; selalu menjadi pembela golongan Kristen secara getol, dan
sebaliknya kendati ia tokoh Islam, justru acap menyakiti ummat Islam.
Kini dengan jabatannya sebagai orang. nomor satu di negeri ini makin
leluasa membela golongan minoritas.

Tidak penting lagi untuk mengusut motif Abdurrahman mengapa ia yang
tokoh Islam justru membela golongan minoritas itu, dan kiranya kini
terjadi konspirasi yang membentuk rejim tiran kaum minoritas di negeri
ini. Yang jelas kini telah muncul secara nyata kekuatan tiran minoritas
melawan mayoritas Islam di mana posisi ummat Islam sungguh ironis
terkalahkan, terbantai terus menerus. Darah ummat Islam yang terus
menerus bertumpahan di negeri ini bagai menjadi bahan bakar bensin untuk
terus memacu mesin sang tiran melanjutkan pembantaian dan penghancuran
ummat Islam di negeri ini.

Dari mana munculnya kekuatan moral-material kaum minoritas Kristen
melawan dan hendak menghancurkan ummat Islam? Bukan mustahil mereka
mengambil inspirasi kasus faktual yang dialami bangsa Palestina yang
telah dicaplok Israel lebih setengah abad terakhir. Upaya puluhan negara
Islam di kawasan Titnur Tengah yang mengepung Israel yang kecil tak
pernah berhasil menghancurkan Israel yang jelas-jelas diback up raksasa
Amerika.

Sejumlah dokumen mulai terkuak. Golongan Kristen Indone-sia kini juga
mulai mendapat dukungan penuh Kongres Amerika Serikat. Sebuah surat
kongres AS telah dilayangkan ke presiden Gus Dur agar membantu Doulos.
Jika umat Islam tidak segera menyadari kenyataan ini, niscaya umat Islam
tinggal menunggu waktu saja untuk diluluh-lantakkan, oleh golongan
minoritas Kristen yang kini terang-terangan tampil menjadi rejim tiran
yang amat keji.

Saat ini kasus Ciketing Bekasi, bukanlah juga kasus yang berdiri sendiri, melainkan kasus yang direkayasa oleh konspirasi Kristen dan Zionis global. Jika tidak begitu, lalu atas wangsit apa Presiden SBY yang biasanya lamban mirip SiBuYa..tiba-tiba menjadi sangat reaktif, tegas, lugas dan cepat menyikapi isu dusta ‘penusukan’ itu?

Wal ‘Iyadzu Billah

9.09.2010

Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar walillahil hamdu

Wahai...saudaraku para kekasih Allah,

Idul fitri telah menghampiri
para pecinta Tuhan sejati
yang sebulan memberi bukti
dengan amalan tanda berbakti pada Ilahi yang Maha suci

Mohon dirimu sudi melengkapi
dengan mengampuni segala salah yang kuperbuat selama ini
Seiring terbitnya matahari pagi
mohon dirimu sudi mengampuni
dosa-dosaku yang telah mengotori hubungan kita selama ini

Di hari lebaran mengemis kemurahan Tuhan
agar kita dikaruniai cinta sejati bukan cinta basa-basi
hanya dimulut dan dalam hati tanpa bukti berbakti pada Ilahi

Perjalanan panjang di Bulan Ramadhan
tempat cinta dibuktikan dengan amal perbuatan
Semoga membuat kita berhak menjadi kekasih Tuhan

Lebaran kita berjabat tangan
untuk saling memaafkan segala salah dan kekhilafan
Semoga segala amal perbuatan selama bulan Ramadhan
dicatat sebagai pemberat timbangan amal kebaikan untuk hari kemudian.

Idul fitri kita saling memaafkan
segala kesalahan mohon dihapuskan
Kita jalani hari baru tempuh masa depan
dengan hati murni setelah puasa sebulan.

Bolehlah kita mengaku pecinta Tuhan
asal terbukti dalam amal perbuatan
bukan sekedar di lisan dan alam pikiran
Selamat hari lebaran segala kesalahan
mohon dimaafkan kita mulai hari baru raih masa depan.

Cinta pada Tuhan telah kita buktikan
dengan amalan selama Ramadhan.
Karena cinta hanya di lisan
atau cinta hanya di hati dan perasaan
tanpa didukung amal perbuatan
yang sesuai perintah Al Quran tak lebih dari cinta dalam angan-angan

Puasa sebulan tempat menyadarkan manusia
bahwa cinta dan merasa dekat dengan-Nya
hanyalah fatamorgana yang membuat terlena
bila tidak terbukti dalam amal nyata
sesuai perintah dalam kitab suci-Nya

Lebaran adalah hari kemenangan
Ramadhan ajang membuktikan cinta kita pada Tuhan
sekedar khayalan atau cinta sebenar-benar orang beriman
dari amal-amalan selama sebulan.

Lebaran telah tiba setelah sebulan
kita membuktikan cinta pada Tuhan
dengan amalan berupa sedekah dan shalat malam,
bukan sekedar mengingat nama Tuhan.

Kalau cinta hanya di lisan
Kalau cinta hanya kata-kata menawan
tanpa didukung amal-perbuatan
apalagi berani menentang kebenaran Al Quran
Pantaskah berlebaran merayakan hari kemenangan

Kita tahu cinta bukan hanya di hati
Karena Tuhan menuntut bukti
dengan waktu malam dan harta pribadi
tidak sayang kita persembahkan buat Ilahi
Semoga di hari fitri ini amal kita menjadi saksi
bahwa cinta kita bukan sekedar wacana dalam hati

Kalau cinta hanya dengan menyebut nama Ilahi
dan mengingat keberadaan-Nya dalam hati
tapi tak peduli firman-firman dalam ayat suci
tapi tak pernah mengikuti sunnah nabi
maka cinta seperti itu bukanlah cinta sejati
yang layak dipersembahkan pada Sang Maha tinggi.

Semoga lebaran hadirkan kesadaran
bahwa cinta kita perlu dibuktikan
dengan amal perbuatan sesuai Al Quran.

Para pengajar kesesatan
ajak tinggalkan Al Quran dan kebenaran
hanya demi dogma-dogma kebebasan
Selamat hari lebaran segala salah mohon dimaafkan
semoga puasa sebulan membawa kita mencintai kebenaran

Agama kebebasan meninggalkan ajaran Tuhan
membuat para pengikutnya kebingungan
karena kehilangan Al Quran pegangan kebenaran
Selamat hari lebaran Segala salah mohon dimaafkan

Ketika orang sesat sedang kebingungan
habiskan waktu untuk melakukan pencarian
dan berunding untuk menentukan kebenaran

Orang yang berpegang teguh pada Al Quran
sibuk beramal dan memajukan ilmu pengetahuan
karena kebenaran telah ditunjukkan Tuhan.
Selamat hari Lebaran Segala Salah mohon dimaafkan
Semoga kita terhindar dari kesesatan.

Orang beriman tak perlu lakukan pencarian
Karena jalan kebenaran telah ditunjukkan Tuhan
pada orang-orang beriman lewat Al Quran
Manusia tinggal mengikuti pedoman jalan
agar meraih sebenar-benar kebahagiaan.
Semoga di hari lebaran kita makin teguh menempuh jalan kebenaran

Taqabbalallahu minna wa minkum..Taqabbal yaa kariim kullu 'aam wa antum bikhairin

9.01.2010

IDE GILA ! Perang Indonesia VS Malasyia

Ada rasa jijik mengikuti berita-berita seputar konflik Indonesia-Malaysia. Begitu besar kebencian bangsa Indonesia ke Malaysia, sehingga bernafsu ingin berperang melawan negara jiran tersebut. Protes, kecaman, provokasi, dll. marak di mana-mana, menggugat sikap Malaysia yang dianggap sering melecehkan bangsa Indonesia. Di Malaysia sendiri, warga dan Pemerintah di sana juga bersikap keras. Walhasil, akankah terjadi konfrontasi terbuka antara Indonesia Vs Malaysia?

Kalau mendengar pernyataan-pernyataan provokasi Permadi, dia jelas sangat mendukung Indonesia perang melawan Malaysia. Permadi meyakinkan, pasukan Indonesia meskipun peralatan sederhana, tetapi berani mati. Sementara Malaysia, meskipun fasilitas militer bagus, nyalinya kecil. Permadi setuju gerakan, Ganyang Malaysia!

Kalau perang itu nanti terjadi, saya usul Permadi diberi seragam militer, khususnya pasukan infanteri, lalu diterjunkan dalam peperangan di front terdepan. Kita ingin melihat, apakah dia berani menerjuni peperangan tersebut? Begitu juga, wartawan-wartawan TV dan backing politik di belakangnya, yang sok nasionalis itu, mereka perlu diberi seragam infanteri juga, untuk berdiri di front line. Kita buktikan saja, sejauh mana kebenaran omongan mereka? Apakah mereka berani mati, seberani pernyataan mereka?

Perang melawan Malaysia adalah IDE GILA. Ide sangat gila, dan jangan dipikirkan sedikit pun peluangnya. Bukan karena kita takut mati, tetapi Malaysia itu bangsa Muslim. Mungkinkah kita akan berperang melawan sesama Muslim? Sudah sedungu dan sebejat itukah kita, sehingga ada niatan ingin berperang dengan sesama Muslim? Masya Allah, betapa rusaknya agama kaum Muslimin di negeri ini, sehingga urusan negara diletakkan lebih tinggi dari agama.

…Perang melawan Malaysia adalah ide sangat gila, jangan dipikirkan sedikit pun peluangnya. Bukan karena kita takut mati, tetapi Malaysia itu bangsa Muslim. Mungkinkah kita akan berperang melawan sesama Muslim?...

Kalau bangsa Indonesia berani, ayo kita berperang melawan Australia, berperang melawan Singapura, berperang melawan Timor Leste, atau Thailand sekalian. Andaikan ada peperangan seperti ini, insya Allah saya akan ikut mendaftar, dengan niatan membela kaum Muslimin di negeri ini. Lha, sekarang mau perang dengan Malaysia, negeri yang di sana ada jutaan kaum Muslimin yang sama-sama bersujud, puasa, dan membaca Al-Qur’an seperti kita. Perang semacam itu sangat gila, segila ide perang Irak melawan Kuwait dan Saudi, di masa lalu. Sama-sama Muslim, sama-sama hamba Allah, kok saling memerangi?

Anda tentu masih ingat tahun 1990-1991 lalu, ketika terjadi Perang Teluk antara Irak Vs Kuwait-Saudi. Perang ini benar-benar gila, rusak, dan menghancurkan kehidupan bangsa Irak, menguras kas keuangan Kuwait dan Saudi. Tahukah Anda, mengapa terjadi perang itu? Demi Allah, perang ini adalah adu domba Eropa dan Amerika belaka.

Saddam Hussein pernah mengaku, bahwa dia tak pernah punya niat menyerang Kuwait atau Saudi. Saddam sangat sadar bahwa dalam perang Irak-Iran, Kuwait dan Saudi sangat mendukung posisi Irak. Jadi tidak mungkin kalau Irak akan menyerang Kuwait dan Saudi.

Ide gila menginvasi Kuwait ketika itu muncul di benak Saddam, karena dia terus diprovokasi oleh utusan-utusan dari kedutaan besar Inggris dan Prancis. Utusan itu terus datang ke Saddam memprovokasi dirinya agar menyerang Kuwait. Alasan yang dibawa utusan itu ialah, Kuwait diduga telah menyedot cadangan minyak Irak dari wilayah Kuwait. Utusan-utusan penipu itu meyakinkan Saddam Husein dengan data-data, fakta-fakta, yang dibuat-buat. Saddam pun terprovokasi, sehingga akhirnya menginvasi Kuwait. Saddam mengklaim Kuwait adalah sebuah provinsi, bagian dari wilayah Irak.

Ketika Irak sudah menginvasi Kuwait, syaitan-sayitan dari Inggris dan Perancis segera melarikan diri dari arena. Peranan selanjutnya dikerjakan Amerika Serikat. Amerika merasa dirinya sangat peduli, sangat mencintai, sangat memuja bangsa Kuwait; mereka pun tampil sebagai pahlawan, siap menegakkan keadilan dan melenyapkan penindasan. Tak lupa pahlawan-pahlawan kesiangan Amerika membawa slogan Rambo, “No one can stop me!”

Akhirnya, Irak digebuk dari berbagai arah. Ribuan ton rudal dijatuhkan ke wilayah Irak, puluhan ribu pasukan, ratusan pesawat tempur, tank, kapal induk, dll. dikerahkan ke Irak. Amerika tidak berani menghadapi Irak sendiri, mereka menggandeng negara-negara Sekutu NATO.

…Jangan menyalahkan Malaysia kalau mereka bersikap agresif. Dulu di jaman Soeharto, bangsa lain tak berani memprovokasi kita, karena ketika itu kita masih memiliki sedikit INTEGRITAS. Nah, saat ini sebagian besar politisi dan pejabat bersikap munafik, oportunis…

Tahukah Anda, apa yang terjadi setelah itu?

Ribuan rakyat Irak tewas sebagai korban, rumah-rumah hancur, masjid-masjid hancur, sekolah, perpustakaan, museum, fasilitas listrik, transportasi, dll. semua hancur. Irak menjadi negara puing-puing. Mereka luluh lantak. Katanya, sampai saat ini korban jatuh di pihak rakyat Irak dan tentaranya, berjumlah lebih dari 1 juta jiwa sejak Perang Teluk 1990-1991 itu. Negeri Irak hancur bukan karena kegagahan prajurit Amerika, tetapi karena pesawat-pesawat tempur dan rudal mereka. Amerika sedikit memakai tenaga manusia. Kalau perang, mereka lebih suka memakai alat-alat militer.
Lalu siapa yang disuruh membiayai peperangan itu?

Semua biaya perang itu dibebankan kepada: Kuwait dan Saudi. Seingat saya, ketika itu Saudi harus mengeluarkan biaya sekitar US$ 30 miliar (atau sekitar 300 triliun rupiah). Begitu pula Kuwait, kas negara itu dikuras oleh pasukan Sekutu. Belum lagi, konsesi pengelolaan minyak di Irak, Kuwait, Saudi pasca Perang Teluk, sangat dicampuri kepentingan Amerika, Inggris, Prancis. Prancis pernah marah kepada Amerika, karena mereka hanya kebagian porsi kue ekonomi kecil. Sebegitu bejatnya kaum kuffar terlaknat itu. Mereka sendiri yang membuat perang, mereka yang terjun perang, mereka pula yang minta diongkosi. Habis sudah, kekayaan-kekayaan negeri Muslim.

Lihatlah betapa kejinya kelakuan syaitan-syaitan kafir itu! Mereka memprovokasi Irak agar menyerang Kuwait, setelah itu Irak ditinggalkan. Selanjutnya mereka mendukung negara Irak dihancurkan Amerika dan Sekutu. Setelah perang usai, Irak hancur, Saddam menderita, Saudi dan Kuwait disuruh membayar biaya perang. Ini semua adalah akal-akalan gila orang kafir terkutuk, semoga laknat Allah, para Malaikat, dan alam semesta menimpa wajah-wajah mereka, menimpa anak-anak mereka, menimpa hidup mereka. Allahumma amin.

…Kafir-kafir terkutuk ini rupanya tidak puas dengan menghisap ratusan triliun kekayaan kaum Muslimin selama Perang Teluk lalu. Kini mereka bersiap-siap menghisap kekayaan kaum Muslimin di Asia Tenggara, khususnya di Indonesia-Malaysia…

Lalu, kini apa yang terjadi?

Kafir-kafir terkutuk ini rupanya tidak puas dengan menghisap ratusan triliun kekayaan kaum Muslimin selama Perang Teluk lalu. Kini mereka bersiap-siap menghisap kekayaan kaum Muslimin di Asia Tenggara, khususnya di Indonesia-Malaysia.

Coba saja, siapa yang paling diuntungkan oleh konflik Indonesia-Malaysia ini? Siapa wahai bangsa Indonesia, siapa? Yang paling diuntungkan, adalah kafir-kafir yang mencari makan di negeri kita itu. Mereka semua kini sedang bersiap menjerumuskan kita dalam perang antar saudara serumpun, yang akibatnya pasti merusak kehidupan rakyat Indonesia dan Malaysia sendiri. Sementara mereka terus saja mengeruk kekayaan kita tanpa henti.

Kalau banga Indonesia jujur, mengapa tidak dibersihkan saja negeri ini dari para ekonom Neolib, dari IMF dan Bank Dunia, negara donor asing, dibersihkan dari jaringan bisnis China, dari perusahaan-perusahaan Amerika, Jerman, Inggris, Jepang, Korea, dll. Mengapa tidak kita bersihkan saja negeri kita dari kolonialis-kolonialis itu? Mengapa kita justru hendak memantik permusuhan dengan sesama negara Muslim?

Okelah, andaikan harus berperang dengan Malaysia. Tetapi pertanyaannya, akan kita kemanakan para kolonialis-kolonialis asing itu? Apakah akan kita biarkan saja mereka terus mengeruk kekayaan negeri ini? Apakah adil, kita berperang melawan Malaysia karena alasan-alasan yang bisa dirundingkan antar pemimpin birokrasi kedua negara, sementara itu kita diam saja atas penjajahan oleh perusahaan-perusahaan asing yang sejak tahun 70-an (selama 40 tahunan) aktif mengeruk kekayaan negeri ini? Apakah ini suatu keadilan?

…Kita tidak pungkiri betapa sakit hati kita menghadapi sikap-sikap oknum di Malaysia yang overacting, kejam kepada TKI, dan sangat melecehkan. Sebagai bangsa yang masih punya harga diri, kita marah. Tapi masalahnya, kondisi itu kita ciptakan sendiri…

Kita tidak pungkiri betapa sakit hati kita karena menghadapi sikap-sikap oknum di Malaysia yang overacting, kejam kepada TKI, dan sangat melecehkan. Sebagai bangsa yang masih punya harga diri, kita marah. Tapi masalahnya, kondisi itu kita ciptakan sendiri. Kita telah memilih Reformasi 1998. Di balik Reformasi ini ada gelombang LIBERALISME di segala bidang. Akibat liberalisme, kehidupan kita hancur-lebur, seperti sekarang.

Dalam kondisi rusak, lemah, dan hancur ini, kita tak mampu meninggikan martabat kita. Wajah kita tertunduk lesu, memandangi kekalahan bangsa dalam pergolakan politik yang tak jelas ujungnya itu. Saat lemah seperti ini, apa yang bisa kita lakukan untuk menjaga harga diri bangsa? Tidak ada! Kelemahan ini adalah PILIHAN kita sendiri yang meminta Reformasi, meminta demokrasi liberal, meminta ekonomi liberal, meminta pemimpin seperti Gus Dur, Megawati, Gus Dur. Semua ini pilihan kita sendiri!

Jangan menyalahkan Malaysia kalau mereka bersikap agresif. Dulu di jaman Soeharto, bangsa lain tak berani memprovokasi kita, karena ketika itu kita masih memiliki sedikit INTEGRITAS. Nah, saat ini sebagian besar politisi dan pejabat bersikap munafik, oportunis. Apa yang bisa diharapkan dari keadaan seperti ini?

Demi Allah, janganlah kita buka IDE GILA tentang konfrontasi Indonesia-Malaysia. Kita ini bangsa serumpun, sama-sama Muslim. Jangan mau diadu domba oleh syaitan-syaitan keji yang terus gentayangan menjajakan proposal perang itu. Kita yang nanti berperang, kita yang sama-sama bonyok, sementara mereka terus menghitung untung dari jualan senjata.

…janganlah kita buka ide gila tentang konfrontasi Indonesia-Malaysia. Kita ini bangsa serumpun, sama-sama Muslim. Jangan mau diadu domba. Kita yang nanti berperang, kita yang sama-sama bonyok, sementara mereka terus menghitung untung dari jualan senjata…

Kini Amerika dan sekutunya Eropa, sedang kelimpungan untuk menghentikan perang di Irak, Afghanistan, dan Pakistan. Mereka kesusahan, sebab perang itu sangat menguras energi. Mereka nyaris kalah di medan-medan itu. Kini mereka memprovokasi Korea Utara, Korea Selatan, Jepang, China, dll. agar terlibat perang juga. Ya, alasannya masih klise, cari makan untuk anak-isteri, buat beli paha babi, minum whiskey, dan seks bebas.

Indonesia-Malaysia menjadikan bidikan berikutnya. Jangan bodoh, jangan lebay! Kita harus pintar melihat kenyataan. Andaikan nanti kita sudah merasakan 1001 nestapa akibat peperangan yang kita sendiri tak punya kemampuan menerjuni perang itu, barulah kita akan sadar arti dari “kotoran” yang dilempar aktivis Bendera ke Kedubes Malaysia. Kotoran itu kelak bisa dikutuk oleh berjuta manusia di Indonesia-Malaysia.

Camkan firman Allah SWT: “Sesungguhnya orang-orang beriman itu bersaudara, maka damaikanlah perselisihan di antara kedua saudaramu dan bertakwalah kepada Allah supaya kamu mendapat rahmat” (Qs Al-Hujurat 10).

Bandung, 21 Ramadhan 1431 H.

AM. Waskito.

http://abisyakir.wordpress.com/