8.30.2010

Al-Qur'an; Kitab tanpa tanding

Oleh;

Nizar A. Saputra

Sudah menjadi kebiasaan di sebagian umat Islam, terutama di Indonesia, pada malam 17 Ramadhan memperingati nuzul al-Quran. Biasanya dalam peringatan tersebut diisi dengan ceramah-ceramah dan siraman religi yang ada kaitannya dengan al-Quran. Memang, salah satu keistimewaan bulan Ramadhan adalah diturunkannya al-Quran. Al-Quran sendiri mengabarkan kepada kita tentang ini;

Bulan Ramadhan (adalah bulan) yang di dalamnya diturunkan al-Quran sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang benar dan yang batil). Al-Baqarah; 185

Ayat tersebut tidak merinci kapan atau tanggal berapa Ramadhan al-Quran itu diturunkan. Informasi yang diberikan al-Quran sendiri, tentang nuzul al-Quran, juga tidak hanya dalam satu ayat. Di ayat lainnya, al-Quran menginformasikan bahwa al-Quran diturunkan pada malam yang penuh berkah (inna anzalnahu fi lailatin mubarakah). Apa lailatun mubarakatun itu? Jawabannya tentu adalah lailah al-Qadr, ini sesuai dengan firman-Nya, Inna anzalnahu fi lailat al-Qadr (Qs. Al-Qadr: 1).

Dengan demikian, bagi orang yang meyakini bahwa al-Quran diturunkan pada malam 17 Ramadhan, dia juga meyakini bahwa malam tersebut (17 Ramadhan) sebagai malam lailah al-Qadr.

Jika merujuk kepada sumber-sumber hadits, tentunya pendapat yang meyakini bahwa al-Quran diturunkan pada tanggal 17 Ramadhan agaknya kurang tepat. Kekurang tepatannya, menurut penulis, dimulai dari anggapan yang salah tentang lailah al-Qadr. Seandainya mereka merujuk berbagai hadits, lailah al-Qadr itu terjadi pada sepuluh malam terkahir Ramadhan. Abu Sai’id al-Khudri sebagaimana diriwayatkan oleh Bukhari, menceritakan bahwa Rasulullah pernah bermimpi tentang lailah al-Qadr, lalu beliau menyeru; ”carilah malam lailah al-Qadr itu pada malam kesepuluh terakhir di bulan Ramadhan, dan carilah pada setiap malam ganjil. Dalam riwayat Anas, Ibnu Umar, Abu Hurairah radiyallahu ’anhum matannya juga sama.

Dengan keterangan-keterangan hadits di atas, jelaslah bahwa tidaklah tepat kalau seandainya kita meyakini bahwa al-Quran itu diturunkan pada malam 17 Ramadhan. Sebab, lailah al-Qadr sebagaimana dijelaskan hadits-hadits yang shahih, ternyata ada di malam kesepuluh terakhir yang ganjil. Bisa malam ke 21, 23, 25, 27, dan 29 Ramadhan.

Ibnu Abbas ketika ditanya oleh seorang shahabat tentang nuzul al-Quran berkenaan dengan ayat Qs. Al-Baqarah; 185 dan al-Qadr; 1, menjawab bahwa al-Quran itu diturunkan pada malam 25 Ramadhan.



Menyikapi Nuzul al-Quran

Sebenarnya, memperingati nuzul al-Quran jika dilihat secara fiqih, tentunya merupakan sesuatu yang baru (muhdats), sebab Nabi dan para sahabat tidak pernah menganjurkan dan melakukannya. Yang dilakukan Nabi saw dan para sahabat ketika datang Ramadhan adalah muraja’ah hafalan al-Quran. Nabi saw biasanya didatangi Jibril untuk mua’radah hafalan al-Qurannya. Bahkan Jibril datang dua kali di bulan Ramadhan diakhir hayat Nabi. Menurut al-Qhattan, pada mura’jaah terakhir Nabi dengan Jibril, Ibnu Mas’ud, Ali bin Abi Thalib dan Zaid bin Tsabit ikut menyaksikannya.

Karenanya, di bulan Ramadhan ini alangkah baiknya seandainya kita melakukan Qira’at al-Quran, mempelajari dan mentadaburinya, sebagai bentuk rasa syukur kita terhadap Allah yang telah menurunkan al-Quran yang menjadi pedoman dan petunjuk kebahagiaan dan keselamatan di dunia dan akhirat.

Ada yang lebih penting untuk disadari oleh umat Islam berkaitan dengan al-Quran. Sejatinya kita jadikan momentum nuzul al-Quran untuk melakukan intropeksi sikap kita terhadap al-Quran. Mengingat banyaknya hujatan-hujatan, penistaan-penistaan yang dilancarkan oleh para musuh Islam. Bahkan yang lebih mengkhawatirkan, hujatan dan penistaan terhadap al-Quran datang dari kalangan umat Islam sendiri.

Sekedar contoh. Mungkin kita masih ingat kejadian di Penjara Guantanamo beberapa tahun ke belakang. Tentara Amerika meneror para tahanan Muslim dengan membuang dan menginjak-injak al-Quran di toilet. Jauh sebelumnya, Salman Rusdi menulis novel satanic Versus yang intinya menyebut al-Quran sebagai ayat-ayat syetan, bukan firman Allah. Di Indonesia sendiri, konon di IPDN, sebagaimana dituturkan salah satu dosennya, pernah terjadi penginjakan terhadap al-Quran oleh mahasiswa. Informasi terbaru terkait dengan penistaan al-Quran. Seperti hangat diberitakan di media massa, di Amerika, tepatnya di Florida, di tengah gencarnya isu dan pro-kontra pembangunan Mesjid di bekas gedung WTC, ada rencana propokasi untuk membakar al-Quran berskala internasional. Rencananya, pada 11 September 2010, bertepatan dengan tanggal dan bulan hancurnya menara WTC, atas gagasan World Dove Outreach Centre di Gaines Ville dengan tokohnya Terry Djones, mengajak dunia internasional untuk membakar al-Quran secara serentak. Rencana biadab yang tak berprikemanusiaan tersebut, penulis sebut tak berprikemanusiaan karena melanggar hak asasi manusia, bahkan bukan saja tak berprikemanusiaan, tapi tak berpriketuhanan, sejatinya menjadi perhatian utama kaum muslimin sedunia. Apalagi, sebenarnya, jika diukur dari kwantitas, umat Islam merupakan penduduk terbesar kedua di dunia. Tentunya, besarnya jumlah pemeluk agama Islam tersebut, seharusnya bisa menjadi sebuah kekuatan dan tekanan bagi mereka yang ingin melakukan penistaan terhadap al-Quran, agar mengurungkan niatnya tersebut.

Itu penistaan secara fisik. Yang lebih bahaya penistaan al-Quran secara ideologi yang sangat sulit diketahuinya kecuali oleh para ulama dan cendekiawan. Kini, termasuk di Indonesia, banyak para pemikir muslim yang menghujat dan menghina al-Quran. Nasr Hamid Abu Zayd, liberlis dari Mesir yang divonis murtad oleh para ulama di Mesir, menganggap al-Quran sebagai produk budaya. Bagi oarang awam statment Abu Zaid tersebut mungkin hanya biasa-biasa saja, tidak ada masalah. Namun jika ditela’ah secara mendalam, konsekuensinya sangatlah fatal. Dengan pernyataan tersebut, al-Quran nantinya tidak akan dianggap sebagai firman Allah, melainkan buatan Muhammad.

Selain Abu Zaid, Arkoun, pemikir dari Tunisia yang juga kolega Abu Zaid, hampir sama dengan Abu Zayd. Dia sudah tidak mau lagi mengakui kesakralan al-Quran. Baginya yang sakral hanya di Lauh Mahfudz, sedangkan yang ada di tangan kita sekarang tidaklah jauh berbeda dengan buku-buku lainnya. Lebih parahnya lagi, Arkoun menganjurkan kita untuk bermain-main dengan al-Quran.

Kedua pemikir tadi banyak diikuti oleh kalangan pelajar (mahasiswa) muslim di Indonesia. Di Semarang bahkan ada jurnal kampus yang khusus mendekonstruksi asas-asas yang prinsipil dalam Islam, termasuk menggugat keotentikan al-Quran. Mereka sudah tidak percaya lagi dengan orisinalitas al-Quran. Mereka menganggap bahwa al-Quran yang ada sekarang adalah hasil rekayasa Utsman dan kabilah Quraisy.

Mengapa mereka sampai berani melakukan seperti itu? Ini tidaklah lain karena sikap kita yang tidak begitu peduli terhadap al-Quran. Kita mengaku muslim, tapi berapa banyak waktu yang kita luangkan untuk mempelajari al-Quran. Jangankan mempelajarinya, sekedar membacanya saja mungkin sangat jarang sekali. Mari kita budayakan membaca, menatadaburi, memahami dan merealisasikan al-Quran dalam kehidupan kita sehari-hari. Wallahu A’lam bi al-Shawab.

Nuzulul Qur’an spirit perbaikan umat

Membaca al-Qur`an sangat dianjurkan bagi setiap muslim di setiap waktu dan kesempatan. Terlebih lagi pada bulan Ramadhan, karena pada bulan itulah diturunkan al-Qur`an. Puasa dan Al-Qur’an yang dibaca akan memberi syafaat kepada orang yang mengerjakannya kelak dihari kiamat. Rasulullah SAW bersabda:

Puasa dan Al-Qur’an akan memberikan syafaat seorang hamba pada hari kiamat. Puasa berkata: “Ya Rabbi, aku mencegahnya dari makan dan minum di siang hari”, Al-Qur’ an juga berkata: “Aku mencegahnya dari tidur dimalam hari, maka kami mohon syafaat buat dia.” Beliau bersabda: “Maka keduanya dibolehkan memberi syafaat.” (HR Ahmad).

"Bacalah al-Qur`an, sesungguhnya ia datang pada hari kiamat sebagai pemberi syafaat bagi ahlinya (yaitu, orang yang membaca, mempelajari dan mengamalkannya). (HR. Muslim).

Allah Swt berfirman :
(Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) al-Qur'an sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil). (QS: al-Baqarah: 185)

Al-Quran merupakan firman Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW sebagai pedoman bagi manusia dalam menata kehidupan demi mencapai kebahagiaan lahir dan batin, baik di dunia maupun di akhirat. Konsep-konsep yang dibawa al-Quran selalu relevan dengan problema yang dihadapi manusia, karena itu ia turun untuk mengajak manusia berdialog dengan penafsiran sekaligus memberikan solusi terhadap problema tersebut di manapun mereka berada.

Di bulan Ramadhan ini, bulan diturunkannya al-Qur’an. Kesadaran yang mendasar terhadap perisitiwa Nuzulul Quran memberikan akses kepada esensi al-Quran dengan keanekaragaman dimensi dan nilai holisitiknya. Bersamaan dengan itu keraguan tcrhadap al-Quran hilang dan digantikan dengan keyakinan yang teguh. Keyakinan yang teguh kepada al-Quran setelah dengan melakukan penghayatan yang pada akhirnya dapat membuka pintu-pintu hidayahnya sebagai sumber etika dan nilai universal.

Al-Quran sebagai Kalamullah secara komprehensif terbukti telah mencerahkan eksistensi kebenaran dan moral manusia. Mukjizat dan wahyu yang menjadi kitab bagi ummat Islam khususnya dan seluruh ummat pada umumnya tidak habis-habisnya menguraikan secara detail subtansi kebenaran. Ayat-ayatnya senantiasa melahirkan interpretasi filosofis yang menggugat infiltrasi pemikiran kebenaran semu bahkan menyesatkan dari para pemikir non wahyu.

Al-Quran membuka ruang penafsiran secara tipikal menukik pada akal orisinil dan langsung menyentuh aspek mendasar dalam kehidupan, yaitu etika dan moral dalam hubungannya sebagai hamba dengan Sang Khaliq-Allah. Salah satu penyebab utama kekerasan dan konflik yang dialami ummat manusia karena tidak menjadikan al-Quran sebagai sumber nilai etika dan moral. Keadaan ini menurut Harun Yahya seorang Filsuf Islam Kontemporer adalah dengan mengupayakan nilai-nilai moral dan etika dalam al-Quran diberlakukan dalam kehidupan. Allah Swt telah berbicara dalam al-Quran tentang kaidah besar seperti keadilan, perdamaian, kebenaran, Iman dan Islam. Dia juga berbicara tentang muamalah dan pandangan hidup. Problem apapun yang terjadi, krisis apapun yang berlaku, solusi dan penawarannya ada di dalam al-Quran. Oleh karenanya, kita harus rajin membacanya dan mentadabburinya.

Membaca al-Quran sebagai jalan mencari solusi, membaca Al-Qur’an juga menyempurnakan ibadah lainnya. la dapat berfungsi dengan baik jika dalam membacanya disertai dengan adab-adab batin dalam perenungan, khusyu’ dan mentadabburinya yang akhirnya banyak mendatangkan manfaat berupa petunjuk dari Allah, inspirasi dan basis imajinasi.

Bertadabbur berarti memperhatikan dan merenungi makna-maknanya. Bahkan Ibnu Mas’ud berkata, “Barang siapa yang menghendaki ilmu orang-orang yang terdahulu dan ilmu orang-orang yang akan datang, hendaklah ia mendalami Al-Quran“. Kitab Umat Islam ini memberikan pedoman serta jalan yang lurus yang mampu menghindari buruknya kesesatan. Etika kehidupan dan akhlak-pun terangkum dalam Al-Quran. Bahkan, Rasulullah sendiri dibina akhlaknya langsung oleh Al-Quran.

Oleh karena itu, mari bersama membangun bangsa dengan spirit keimanan dan keislaman. Menjadikan akhlak Rasulullah sebagai basis sumber daya manusia. Dan kita jadikan Al-Qur’an sebagai way of life dalam setiap gerak dan langkah kita. Semoga kita diberi kemampuan untuk berpegang teguh dengan nilai-nilai Al-Qur’an. Amin.

8.18.2010

RAMADHAN SPIRIT KEMERDEKAAN

Bangsa Indonesia menyatakan kemerdekaannya pada hari Jumat 17 Agustus 1945 bertepatan dengan 9 Ramadhan 1364 H. Artinya, pada pekan pertama Ramadhan ini kita bersua lekat dengan hari, tanggal, dan bulan yang sama dengan 65 tahun yang lalu dalam hitungan qomariyah (65 tahun). Satu momentum yang sepatutnya mengingatkan kembali tentang fundamen moril dibalik kemerdekaan bangsa ini.

Bung Karno, dalam wawancaranya dengan Cindy Adam (US) menyatakan argumentasi yang sangat relijius. Bung Karno saat itu mengaku memilih tanggal tujuh belas dipengaruhi oleh kewajiban shalat yang dijalankan oleh setiap muslim sebanyak 17 rakaat dalam setiap hari. Saya tidak hendak mengajak kita untuk mengambil ini sebagai sebuah rujukan atau metodologis resmi dalam cara mengambil “hari baik”. Namun, apabila ada motivasi semacam itu, maka sepatutnya pula kemerdekaan sebagai sebuah “jembatan emas” haruslah punya makna untuk diantarkan kepada sebuah kehidupan baru. Kehidupan baru yang madani, yang tegak didalamnya kenyamanan dan support penuh struktural kultural dalam berbagai pelaksanaan ibadah. Sholat terutama.

Dalam wawancaranya pula, Bung Karno mengutarakan bahwa pemilihan bulan Ramadhan yang dikawinkan dengan tanggal tujuh belas pada hitungan masehi-nya, dimaksudkan agar identik dengan hari “nuzulul Quran” yang diyakini oleh mayoritas kaum muslimin di Indonesia. Hari tersebut merupakan hari turunnya Kitab suci yang menjadi pedoman hidup bagi setiap muslim, yang kemudian menjadi landasan berfikir sebuah manifesto politik termodern masa itu bernama Piagam Madinah.

Argumentasi ketiga, yaitu mengenai dipilihnya hari Jum’at juga disebabkan karena hari Jum’at dalam ajaran Islam merupakan “sayyidul ayyam“, ibu dari semua hari yang ada. Itulah tiga sebab Bung karno memilih hari Proklamasi pada Jum’at, tanggal tujuh belas masehi, dan bulan Ramadhan secara hitungan hijri.

Dalam konstitusi sah negara kita, teks pembukaan UUD menyebutkan bahwa “kemerdekaan adalah rahmat daripada Tuhan Yang Maha Esa”. Rahmat berasal dari kalimat: ra-hi-ma –yarhamu yang bermakna "sesuatu pemberian dan anugerah". Rahmat biasanya dihubungkan kepada pemberi rahmat, Tuhan Yang Maha Kuasa, sebab tidak ada yang dapat memberikan sesuatu rahmat kecuali hanya Allah saja. Jika ada seseorang manusia berkeyakinan bahwa rahmat dapat bersumber daripada selain Allah, maka orang itu telah terjatuh ke dalam kesesatan dan kemusyrikan. Sebab itu setiap bangsa harus meyakini bahwasanya kemerdekaan yang di dapat oleh bangsa Indonesia adalah rahmat daripada Allah semata-mata setelah masyarakat berjuang melawan penjajahan.

Ini ekspresi religiusitas yang amat nyata dari para founding fathers, sekaligus dapat ditafsirkan sebagai cita-cita luhur Indonesia pasca-merdeka. Bung Karno dalam banyak kesempatan, pidato-pidatonya, atau dalam edisi cetak “Indonesia menggugat” kita dengar sering mengatakan bahwa kemerdekaan adalah “jembatan emas”. Artinya, setelah jembatan itu jadi, ada sebuah cita tentang tata dunia baru. Merdeka adalah a bridge to the dream world, dan itu belum terwujud. Bahkan takkan pernah lahir dalam realita kita jika anak-anak bangsa tidak mengapresiasi rahmat kemerdekaan yang sudah ada secara tepat.

Diantara indikasi telah terlaksananya apresiasi terhadap rahmat Tuhan Yang Maha Esa adalah kerendahan hati untuk mengembalikan segalanya kepada Tuhan Yang Maha Esa. Dalam Al Qur'an, surat Al-Kahfi mencatat kerendah-hatian seorang Dzulqarnain, ahli metalurgi sekaligus penguasa muslim, yang setelah sukses menyelamatkan sebuah kaum dari teror negara (state terorism) Ya’juj-Ma’juj kemudian menisbatkan kesukseskannya kepada Tuhannya.

Hadza rohmatun min rabbi (Ini rahmat dari Tuhanku) (Qs.18: 98)

Padahal jelas-jelas tembok itu dibangun atas kecerdasan dan kepeloporan dirinya! Namun, Dzulqarnain tetap mampu mengendalikan ego-nya untuk tidak berbangga diri dan menggunakan segala keberhasilannya untuk menerima ‘upeti’ yang ditawarkan oleh kaum yang telah diselamatkannya itu.

Mungkin, kita perlu mengkaji secara filosofis peran-peran Dzulqarnain dari caranya mengapresiasi rahmat ALLAH. Agar Indonesia yang diproklamirkan pada bulan diturunkannya Al Qur'an, dapat menuai berkah dari langkah-langkah kenegaraan yang Qurani.


Ramadhan bulan perjuangan

Setidaknya, ada 12 peristiwa yang sangat penting di dunia ini terjadi bertepatan pada bulan suci Ramadhan. Peristiwa-peristiwa penting itu antara lain, Perang Badar, peristiwa Rasulullah hijrah dari Kota Mekah, peristiwa saat sang khalifah Muhammad SAW merebut kembali Kota Mekah, peristiwa turunnya Al-Quran pada bulan suci Ramadhan, pelantikan nabi, pelantikan Rasul, dan kemerdekaan RI yang diproklamirkan pada 9 Ramadhan 1364 Hijriyah atau bertepatan 17 Agustus 1945.

Sejarah mencatat, tidak sedikit peperangan dalam Islam yang terjadi di bulan Ramadhan. Perang badar, fathu makkah, penaklukan Andalusia dan lain sebagainya sebagaimana disebutkan di awal. Dari sini bisa disimpulkan bahwa sebenarnya bulan Ramadhan yang ditetapkan sebagai bulan puasa bagi umat Islam bukanlah alasan untuk bermalas-malasan. Sejarah telah membuktikan bahwa puasa adalah titik tolak perjuangan umat Islam.

Dari sini juga, seharusnya kemerdekaan yang telah dicapai bangsa ini terus dipertahankan dan dikembangkan. Perjuangan pahlawan kemerdekaan yang telah bersusah payah merebut kemerdekaan Indonesia haruslah bisa lebih dihargai oleh generasi sekarang.

Seluruh elemen bangsa, mulai dari yang terendah sampai yang tertinggi harus bisa lebih memaknai kemerdekaan yang ada saat ini. Ketika hitungan tahun bangsa kita telah merdeka selama lebih dari setengah abad, maka tentunnya perbaikan demi perbaikan harus terus diupayakan. Agar indonesia benar-benar menjadi negera yang bersatu, berdaulat, adil dan makmur.

Bagaimana mungkin, seorang anak bangsa berpangku tangan melihat keterpurukan negaranya. Terlebih lagi mereka yang diamanahi dengan bermacam jabatan pemerintahan. Kalau yang di gedung dewan saja sudah enggan memecahkan masalah negara, bagaimana lagi dengan rakyat biasa. Kalau orang nomor satu di negeri ini saja malu memutuskan siapa yang bersalah untuk kasus-kasus yang ada, bagaimana lagi dengan rakyat biasa.

Dan kalau para elit politik masih asyik dengan terobosan-terobosan partainya supaya dapat kursi lebih banyak di pemilu akan datang, bagaimana lagi dengan rakyat biasa.
Padahal lebih dari delapan puluh persen rakyat Indonesia adalah muslim. Dan mereka berpuasa. Artinya, puasa mereka harusnya bisa membendung syahwat-syahwat jabatan yang dimiliki. Harusnya puasa mereka bisa membebaskan diri mereka dari keinginan yang justru menghancurkan negara. Andai para pahlawan pejuang kemerdekaan dahulu tahu, maka sungguh mereka akan sangat kecewa. Tetesan darah yang tumpah memperjuangkan kemerdekaan, dibalas dengan keserakahan individu dan kelompok generasi bangsa sekarang.

Semoga, puasa saat ini bisa menjadi inspirasi bagi seluruh elemen bangsa bagaimana kemudian dapat mengisi kemerdekaan yang ada dengan bentuk syukur yang disukai Allah SWT sebagai Dzat yang memberikan nikmat kemerdekaan kepada kita semua. Amin

TEKS ASLI PROKLAMASI

PROKLAMASI

Bahwa kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu, maka penjajahan di atas dunia ini harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan peri keadilan. Dan perjuangan kemerdekaan Indonesia telah sampailah kepada saat yang berbahagia dengan selamat sentausa mengantarkan rakyat Indonesia ke pintu gerbang Negara Indonesia, yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur.

Atas berkat Rahmat Allah Yang Maha Kuasa, dan didorong oleh keinginan luhur,
supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas, maka dengan ini rakyat Indonesia menyatakan kemerdekaannya.

Kemudian dari pada itu, untuk membentuk suatu Pemerintah Negara Indonesia, yang melindungi segenap bangsa Indonesia, dan seluruh tumpah darah Indonesia, dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial,

maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan dalam suatu susunan negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat, dengan berdasarkan kepada ketuhanan, dengan kewajiban menjalankan syari'at Islam bagi pemeluknya, menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia, dan kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan serta dengan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Jakarta, 22 Juni 1945

Ir. Soekarno, Drs. Muhammad Hatta, Mr. Ahmad Soebardjo, Abikusno Tjokrosujoso, A.A. Maramis, Abdul Kahar Muzakir, H. Agus Salim, KH.
Wahid Hasjim, Mr. Muh Yamin.

8.15.2010

Raport Merah

Entah dimulai dari peradaban apa ‘merah’ diasosiasikan sebagai aib dan tercela. ‘Merah’ di raport anak-anak sekolah menunjukkan nilai akademiknya di bawah standar. ‘Merah’ di wajah diakibatkan marah dan malu.

Namun tidak selamanya merah menunjukkan hal-hal yang tidak baik. ‘Merah’ di bendera kebangsaan kita menunjukkan negeri ini lahir dari simbahan darah para pejuang. ‘Merah’ menunjukkan keberanian, kegagahan. Rasulullah pun tercatat menyukai warna merah.

Ah, nampaknya kita tidak perlu meributkan warna yang satu ini. Jelas sekali, tidak perlu difikirkan terlalu dalam sampai dahi berkerut-kerut, jika memang terdapat pejabat atau instansi pemerintah dinilai kurang berhasil menjalankan amanah rakyat kemudian diberi raport merah. Atau apapun namanya jika hasil pekerjaannya di bawah standar mesti mendapat evaluasi.

Apa jadinya negeri ini jika tidak ada proses evaluasi. Proses yang di dalam Islam disebut Amar ma’ruf Nahi munkar, saling menasihati dalam kesabaran dan ketakwaan.

Rekan, mengikuti hingar bingar politik di negeri ini setelah ada beberapa kementrian diraport merah, uh….menyesakkan.

Sesak oleh tidak legowonya menerima nasihat. Padahal nasihat bagian dari agama kata Rasulullah. Mari kita ambil sikap sederhana, Islam mengajarkan amar ma’ruf nahi munkar sebagai formula menjaga stabilitas kehidupan agar tidak keluar dari fitrahnya.

Saat formula ini mulai mengendur, evaluasi dalam bentuk apapun, seringan dan sesederhana apapun, akan terasa seperti pisau tipis mengiris nadi. Sangat sakit

Sungguh mengherankan, kenapa kita selalu berharap pujian tanpa kritikan, penghormatan tanpa celaan. Habislah sudah kalau begitu, padahal yang membuat hidup kita bisa terhormat, tegar, segar dan kokoh adalah di antaranya kritikan dan celaan. Paling tidak, ternyata masih ada yang memperhatikan kita. Karena bisa jadi kritikan dan celaan adalah bentuk kasih sayang.

Betapa banyak Allah swt mengingatkan, mengkritik dan menimpakan musibah kepada hamba-hambanya. Saat itulah Allah sangat berharap hamba-hambanya bangkit dari lumpur dosa dan keterperukan kembali kepada-Nya.

Ayolah, jangan seperti iblis saat Allah ingatkan; “Kenapa kamu tidak sujud kepada Adam ketika Aku perintahkan?” Iblis menjawab “Aku lebih baik daripada Adam, Engkau ciptakan aku dari api sedangkan Adam engkau ciptakan dari tanah.”

Sudahi saja, agar satu saja paling tidak problem di negeri ini ada yang tuntas. Kalau memang ada kekurangan cepat perbaiki dan ucapkan terimakasih atas evaluasi dan masukan. Selesai

8.05.2010

Diskusi ringan dengan aktivis ESQ

Berikut diskusi saya dengan seorang aktivis ESQ yang beliau kirim melalui e-mail kawan. Komentar-komentar saya dalam diskusi ini ditandai dengn '>>'. Selamat mengikuti'

Assalamualaikum Wr Wb

>>'Alaikumsalam Wr Wb, barokallahu fiik..


Sudah tiga pekan terakhir kegaduhan merebak, terutama di dunia maya, terkait fatwa sesat ESQ oleh salah seorang mufti di Malaysia. Berbagai berita dan komentar hilir mudik masuk ke email saya. Mayoritas isinya menghujat, mencaci maki ESQ dengan kata dan kalimat yang –meminjam tagline Tempo—tak enak dibaca dan tak perlu.

>> Kalimat; menghujat, mencaci maki, tergantung sudut pandang. Kalimat selembut apapun jika penerimanya merasa dihujat dan di caci maki tetap akan memerahkan telinga. Meminjam istilah Allah SWT "Bisa jadi engkau membenci sesuatu padahal itu baik bagimu."

Jujur, membaca berbagai berita tersebut membuat saya mixed feeling: sedih, geram, kecewa, kadang juga menggelikan. Saya tak akan berpanjang kalam menulis prolog ini. Ada baiknya anda menyimak deretan catatan kritis saya berikut ini:

>> Ini juga tergantung mindset dan paradigma masing-masing. Adalah hak anda untuk sedih, geram, kecewa dan merasa geli. Tapi belum tentu sedih dan geram anda adalah benar bagi orang lain. Mari kita bahas catatan kritis anda:

1. Fatwa sesat ESQ dikeluarkan oleh satu orang mufti dari 13 mufti yang ada di Malaysia. Menariknya, Sang Mufti yang menyesatkan ESQ itu tidak menghadiri pertemuan antara Ary Ginanjar dan 13 mufti lainnya pada Juni 2010 dan belum ikut training ESQ. Ada tiga pertanyaan penting disini: 1) Mengapa ia yang tak hadir, tapi kemudian berani menyatakan ESQ sesat? 2) Mengapa ia yang belum pernah ikut training ESQ, berani menyatakan ESQ sesat? 3) Mengapa dari 14 mufti, hanya satu yang menyatakan ESQ sesat?


>> Sebuah prinsip "Kebenaran itu tetap kebenaran sekalipun sendirian" (Ibn Mas'ud). Kebenaran tidak bisa diukur oleh jumlah, baik sedikit maupun banyak. Anda mengatakan, Mufti tidak hadir tapi berani menyesatkan ESQ, apa yang salah? hadir atau tidak bukan substansi. Substansinya adalah banyak referensi dari ESQ untuk dipelajari. Tidak hanya dengan ikut pelatihan ESQ. Apakah kalau kita ingin tahu kesesatan sesuatu harus melakukan kesesatan yang sama? Apakah kita ingin tahu berzina itu haram, lalu kita harus berzina dulu? Yang benar saja.


2. Sejauh yang saya amati, mengapa orang-orang yang mengatakan ESQ sesat hanya itu-itu saja? Dan mohon maaf, kebanyakan mereka adalah ulama yang identik dengan kelompok tertentu yang selama ini terkenal sangat mudah memvonis orang atau kelompok lain. Sementara itu, sama persis dengan di atas, situs-situs yang konsisten memuat pemberitaan ESQ sesat, hingga saat ini, juga yang itu-itu saja. Dan saya melihat, situs-situsnya, sangat mudah ditebak: berasal dari kelompok mana dan apa latar belakangnya.


>> Kembali, apa masalahnya kalau yang menyuarakan kekesatan ESQ itu-itu saja? Bisakah kebenaran diukur dengan blow up media banyak? Ulama yang identik dengan kelompok mana maksud anda? Ulama radikal, militan, salafi, ekstrim, fundamentalis maksud anda? Kalau benar, ah ternyata - mohon maaf - pemahaman agama anda masih dangkal. Begini saja, menurut anda di ESQ ada kekeliruan atau tidak? Jika ya, finish. Adalah lebih terhormat di sisi Allah SWT cepat mengakui salah, bertaubat dan lakukan perbaikan.


3. Terkait dengan poin 2 di atas, mengapa ulama-ulama yang selama ini menjadi mainstream umat Islam di Indonesia, tak menyatakan bahwa ESQ sesat? Muhammadiyah dan NU kompak berkata: “ESQ tidak sesat.” Bahkan MUI, sebagai lembaga yang memiliki otoritas mengeluarkan fatwa pun menyatakan tidak ada kesesatan ESQ.


>> Sekali lagi mainstream tidak bisa jadi ukuran satu-satunya untuk menentukan sesuatu itu benar atau tidak. Jika anda pegang itu, bagaimana jawaban anda bahwa bagi kebanyakan masyarakat Barat non-Muslim berhubungan badan tanpa nikah adalah sah-sah saja? Apakah karena mainstream di Barat seperti itu lalu berzina jadi boleh? Saudaraku, saya mendengar langsung pernyataan Dr.KH. Anwar Ibrahim (Ketua Majlis Fatwa MUI Pusat) di acara FKSK beberapa waktu lalu bahwa; MUI secara resmi kelembagaan belum pernah mengeluarkan fatwa apapun terkait ESQ, apakah menyesatkan ESQ atau tidak. Silahkan anda kroscek. Jika benar apa yang anda katakan, saya minta buktinya.


4. Sejauh yang saya amati, merujuk pada 10 kriteria MUI tentang ajaran sesat (diantaranya adalah mengingkari salah satu rukun iman dan rukun islam; meyakini turunnya wahyu sesudah Al Qur’an; mengingkari Nabi Muhammad SAW sebagai Nabi dan Rasul terakhir, dst), tak ada satupun yang dengan kuat bisa dijadikan landasan untuk menyatakan ESQ sesat (untuk hal ini saya akan buat tulisan tersendiri). ESQ justru menegakkan rukun Iman dan rukun Islam, membuat para peserta mencintai Nabi Muhammad SAW serta menunjukkan mukjizat Al Qur’an. Makanya, karena memang tidak ada kriteria yang bisa menjerat ESQ, MUI tak pernah memvonis ESQ sesat: sejak dulu hingga kini. Selain itu tidak mungkin ESQ bisa memiliki alumni hingga hampir 1 juta orang apabila mengajarkan kesesatan.


>> Makin jelas disini, -maaf- betapa awamnya anda dalam memahami kaidah-kaidah agama Islam. Saudaraku, menyimpangkan makna dan maksud ayat Al-Qur'an dan hadits Nabi SAW adalah bentuk kekeliruan, dan itu yang dilakukan pak Ary. Coba anda baca fatawa MUI itu di point kelima "Melakukan penafsiran Al-Qur'an yang tidak berdasarkan kaidah-kaidah tafsir." Jelas!
Saudaraku, anda selalu bicara jumlah, ketahuilah pengikut Syiah, Ahmadiyah, Liberalisme agama, jauh lebih banyak daripada peserta ESQ hehe...


5. Berbagai tulisan yang masuk ke email saya dan beredar di dunia maya, sudah tak proporsional, adil, objektif. Bahkan, mohon maaf, sangat dangkal analisanya, tak logis dan sangat menyederhanakan masalah. Siapapun yang berpikiran waras, jernih dan cerdas, pasti akan tertawa tergelak-gelak saat membaca kalimat semacam ini. Sementara itu KH Anwar Ibrahim meragukan ajaran ESQ, karena penuh dengan liberalisme dan pluralisme, yang menganggap semua agama adalah benar. Pasalnya, sewaktu Ary mendirikan ESQ tahun 2000 bertepatan dengan lahirnya gerakan Islam liberal di Indonesia yang diwakili JIL (Jaringan Islam Liberal).

Aneh bin ajaib…kok bisa-bisanya seorang ulama menyimpulkan ESQ adalah JIL hanya karena memiliki tanggal yang sama saat didirikan? Lalu apakah berarti semua organisasi yang didirikan di tahun 2000 bisa dihubungkan dengan JIL (Jaringan Islam Liberal)? Saya akan buat tulisan tersendiri tentang ini. Tunggu saja.


>> Sebenarnya analisa dangkal adalah analisa yang penuh bunga-bunga daripada bicara substansi. Kalimat di atas untuk anak lulusan SD pun bisa paham bahwa menurut KH. Anwar Ibrahim ajaran ESQ penuh liberalisme dan pluralisme. Adalah tidak aneh bila bisa saja ada kaitan dengan sedang boomingnya Islam Liberal lalu ESQ terpengaruh oleh paham itu. Buktinya, menafsirkan Al-Qur'an dan mensyarah hadits seenak udelnya. Dan itulah juga yang dilakukan oleh JIL.


Masih banyak catatan kritis yang ingin saya buat. Tapi untuk sementara cukup disini dulu. Saya sungguh tak kuasa untuk melanjutkanya saat ini karena merasa sedih dengan potret umat Islam saat ini. Ulama dan pemimpinnya begitu mudah menyesatkan kelompok lain, umat menjadi bingung.


>> Bingung itu hanya untuk orang yang tidak mau mengikuti kebenaran tapi malah mengikuti kebanyakan. Sebaiknya tidak membawa-bawa nama umat. Karena bisa jadi hanya anda kawan-kawan anda saja yang bingung.


“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu haramkan apa-apa yang baik yang telah Allah halalkan bagi kamu, dan janganlah kamu melampaui batas. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas”

(QS Al Maidah, 5:87)

Indrayana Taher


>> Inilah bukti ESQ tidak mengajarkan Islam dengan benar. Anda mengutip ayat yang tidak pada tempatnya untuk menyikapi masalah ini. Anda pasti tidak tahu apa asbabun nuzul dari ayat ini kan? Sehingga anda main comot begitu saja.
Lagipula anda sembarangan mengklaim atas nama Allah dengan ayat ini bahwa ESQ halal kalau begitu. hmm...saudaraku hati-hatilah..bisa jadi anda sendiri yang terkena ayat ini.


Salam
Wildan Hasan